Wednesday, December 28, 2011

BIBIR SEKSI

Mentari. Nama temen gue yang benar-benar selalu tebar pesona, tebar senyuman lebih tepatnya. Anak-anak sekelas sudah gak pernah merasa heran lagi kalau ia muncul dengan indahnya dilengkapi dengan senyuman ala Luna Maya yang seksi tiada tara *apa sih.

Kegemaran kita itu sama. Sama-sama gemar menabung, berbaik sangka dan tak sadar rupa. Bukan bukan itu. Gue tahu, lo pasti sadar kalau kegemaran itu palsu dan dusta sepanjang masa. Yang benar, kegemaran gue dan Dina itu, sama-sama suka jajan basreng alias baso goreng yang ada di dekat kantin kampus lama. 

Kebetulan saat itu cecewek di kelas pada ngidam basreng yang sebenarnya sih gak lebih mahal daripada cakue yang ada di depan kampus, apalagi dibanding sama teh poci atau gak air mineral bermerek Al-Ma'soem. STOP STOP. Gue gak akan bahas harga makanan yaa...

Singkat cerita, pesanan basreng kita semua telah tersedia. Kita buru-buru balik ke kelas, karena ada tanda-tanda dewa berwujud pendidik bergelar dosen akan tiba disana. 

Sepanjang jalan menuju kelas, kita semua sibuk dengan kudapan berupa basreng masing-masing, tapi Mentari tiba-tiba berkicau, "Aduh pedes! Bibir aku masih seksi gak?"

Kita berempat sontak terkaget-kaget. Bak disetrum jutaan voltase dan digerakkan oleh remote control dari jarak dekat, kita berhenti melangkah dan menengok ke arahnya dengan waktu yang nyaris bersamaan satu sama lain.

1 detik. Sepi.

2 detik. Saling pandang.

5 detik. HUAHAHAHHAHAHAHHAHAHAHHAHAHAHAHAHHAHAHA

Saat itu, yang tertawa malah yang teraneh. Dan lo tahu apa yang Mentari lakukan?

Dia dengan santainya bilang, "Ih, kalian pada kenapa sih? Bibir aku masih seksi kan?" dan kita hanya bisa mengangguk-angguk sambil bernyanyi "trililiiiii lililililiiiiiiii"

Sumpah, demi apa gue denger orang ngasih pertanyaan "Bibir aku masih seksi gak?" Memang sih, bibir Tarih memang bibir terseksih (baca yaa huruf H nya) ngalah-ngalahin bibirnya Angelina Jolie :P


Read More

JADI, GARA-GARA SIAPA?

Lagi, cerita konyol yang menurut gue sangat menurunkan wibawa gue sebagai seorang manusia. Eh, tapi entahlah kalau lo sudah menganggap gue sebagai malaikat :P

Sekitar menjelang akhir bulan ramadhan tahun ini. Sejarah telah mencatat sebagai bulan puasa pertama dimana orang tua gue ngajakin buka puasa di luar. Entah apa yang ada di pikiran beliau-beliau saat itu. Yang penting, gue beserta komplotan krucil-krucil (adik-adik gue) dengan sigap meng-iya-kan keputusan itu.

Awalnya semua berjalan lancar, bahkan menyenangkan. Sebelum buka puasa, gue iseng-iseng terapi ikan. Ikan-ikan buat terapi disana benar-benar tidak berperikeikanan, mereka dengan sigapnya memakan kulit mati disekitar tumit gue. Ya, memang telah terjadi perpecahan suku disana. Bandung terlalu dingin dan membuat kulit telapak kaki gue pecah-pecah #ngeles.

Saat-saat berbahagia as known as adzan maghrib tiba. Dengan lahapnya kita menghabiskan es campur yang benar-benar terdiri dari berbagai campuran isi dan membuat gue merasa kalau minuman ini saudara jauhnya gado-gado (abaikan...abaikan....:P).

Karena sosok ayah begitu mendominasi keluarga, akhirnya kita semua tak kuasa makan sebelum sholat maghrib terlaksana. Saat itu, kaca mata yang ke-5 gue baru saja patah terinjak kaki "mungil" de Izza (adik bungsu gue). Akhirnya, seperti orang minus lainnya di tengah kegelapan. Gue berusaha sebisa mungkin melihat segala sesuatunya dengan jelas. Untungnya semua orang bergerk menuju masjid, jadi tak ada kesulitan berarti untuk sampai ke mesjid yang lumayan jauh dari meja dan hamparan makanan yang sudah tersedia.

Cerita konyol berawal disini. Meskipun orang berbondong-bondong datang ke masjid, tapi gue gak lihat satu perempuanpun yang pergi ke kamar mandi! Dengan kemampuan melihat jarak jauh yang seadanya, gue merem melek berusaha memfokuskan pandangan dan mencari tulisan "WC WANITA" atau "TEMPAT WUDHU WANITA".

Taraaaaaaaaa! Dewi Amor ada di pihak gue. Meskipun tak ada satupun tulisan yang bisa jadi patokan dan tertangkap oleh mata gue yang rabun ini, akhirnya gue nemu satu bangunan berkeramik biru muda dengan 3 keran yang berjejer di dalamnya. Dengan cepat gue menyimpulkan bangunan ini adalah tempat wudhu wanita.

Dengan bangga dan jumawa gue masuk tempat wudhu versi gue itu. Menyingsingkan lengan baju dan mulai membuka keran untuk wudhu. Tapi tiba-tiba ada Alfa (adik gue yang cowok) masuk ke tempat wudhu itu.

Gue yang terheran-heran langsung sewot, "Heh, ini tempat wudhu cewek! kamu malah asal masuk aja!"

"Apa yey, ini tempat kencing pria!" katanya sambil menunjukkan tulisan tertera di pintu masuk bangunan berkeramik biru muda itu.

OH MY ****!!!! Sebuta apa sih gue sampai gak bisa baca tulisan itu sebelum masuk ke bangunan yang salah!!!

Kebodohan lebih terasa saat gue keluar dari tempat kencing pria itu. YOU KNOW WHAT? KAMAR MANDI/WC WANITA ITU ADA PERSIS DI SEBERANG TEMPAT KENCING PRIA!!!

Sungguh kawan, saat itu gue rasa, semua kesalahan karena mata gue yang rabun. Jadi, gara-gara siapa ada kejadian memalukan ini?


Read More

:*

Gue gak pernah tahu apa gambar yang bakal muncul dari paduan simbol : dan * sebelumnya. Kecuali setelah hari itu. Hari dimana gue sok-sok-an chatting pakai segala emotion di YM.

Dengan PD dan semangat seperti biasanya menyapa berbagai akun yang masih online, saat itu sekitar jam 7 malam. 

Gue : "Hiiiiiiiiiiiiiii..."
(saat itu gue masih terjangkit virus alay *dan sekarang agak sembuh :P)

Gue : "Sehadh?"
X : ...... (masih sibuk dengan dunianya)

Karena bosan menunggu, akhirnya gue memutuskan untuk BUZZZ! plus kirim emotion. Aktivitas BUZZZ! telah dijalankan. Tapi sial, emotion susah muncul gara-gara jaringan yang memble dan gak kece sama sekali. Menunggu jawaban chat saja sudah seperti menunggu tahun baru di bulan Januari, apalagi nunggu emotion?

Bosan dan rasa tak sabar menyeruak dalam diri. Maka, asal klik emotion pun gue lakukan sepenuh hati. Lo pasti kebayang apa yang gue klik. Ya, judul dari postingan ini. :* alias emotion orang monyong-monyong dengan bibirnya yang merah.

Emotion muncul sekitar 3 menit kemudian. HUEK! gue muntah darah seketika.

Apa maksudnya semua ini? Kenapa yang muncul malah emotion monyong dengan gerakan kecup-kecup yang menjijikkan? Apa salahku Tuhan? Siapa aku? Apakah aku sudah dikutuk di dunia perchatingan??????? Gue bertanya-tanya dengan wajah yang hampir dilepas dari muka *loh?

Hancur kredibilitas gue sebagai orang yang anti genit-genitan saat itu. Dan sialnya,  orang autis yang daritadi gak respon chat dari gue itu muncul seketika sambil terbahak-bahak, BUZZZ! berkali-kali dan tak lupa dengan emotion ngakak guling-guling.

Usaha gue menjelaskan keadaan sebenarnya tak digubris sama sekali. Dia sibuk ngeledekin gue sepanjang  satu jam gue online di YM. Tapi gue bersyukur setengah mati pada Tuhan Yang Maha Kuasa karena kemampuannya untuk sadar kalau gue sama sekali gak maksud ke jurusan arti kecup-kecup atau katakanlah monyong-monyong supaya lebih enak didengar. 

Sumpah, emotion ini mungkin gak pernah bakalan bisa gue lupain. Apalagi dilengkapi cerita termemalukan sepanjang masa cerita dunia per-online-an gue selama ini. Biarlah kecup-kecup atau monyong-monyong jadi emotion saja. Karena rasa malu dan "hina" karenanya tak pernah dihapus usia.

Read More

HARI INI, SAMA SAJA

Hari ini, 
Sawah menjadi lautan, 
Tapi lautan, tetap lautan

Hari ini,
Sungai seperti lautan,
Tapi lautan, tetap lautan.

Hari ini, 
Hampir tak ada beda antara hamparan air ditengah kota dengan dilautan sana kecuali warnanya.

Hari ini, 
Perahu terapung di pinggir jalan raya,
Tak ubahnya, perahu para nelayan di tengah lautan sana.

Hari ini,
Apa mungkin permulaan daratan menjadi lautan?
Karena rasanya sama saja,
Daratan seperti lautan
Tapi lautan tetaplah lautan.

Hari ini, 
Kemajuan di berbagai kota seperti riak di lautan sana.

Hari ini, 
Hari yang sama saja.
Genangan air itu masih sama saja,
Sama saja dengan tumpahan air jutaan galon yang terkurung di tengah kota seperti tahun-tahun sebelumnya.

Hari ini,
Tahun ini,
Masalah banjir masih sama saja. 
Dan rasanya tak pernah mati dibunuh masa

Lagi-lagi ku berkata,
Hari ini, 
Sama saja.
Sawahku tenggelam bak lautan seperti dulu kala.




Read More

Sunday, December 11, 2011

Friday, December 9, 2011

DENGARKAN ANJING MENGGONGGONG DAN TETAPLAH BERLALU


Sering mendengar kalimat bijak, “Anjing menggonggong, kafilah berlalu”? Hari ini, rasanya ingin aku berteriak,”LUPAKAN KALIMAT ITU!”
Kau tahu kenapa, kawan?
Karena aku belajar banyak dari gonggongan anjing-anjing itu, bila diibaratkan akulah kafilah dalam kalimat bijak yang tadi kusebutkan.
Awalnya, terus berlalu memanglah cara untuk membuktikan bahwa gonggongan anjing dalam perjalanan hanyalah asam manis kehidupan bagiku. Namun, hari ini aku terpaksa untuk mengerti, terkadang gonggongan itu menjadi amunisi positif dalam perjalan dimana aku berlalu tanpa mendengarnya.
Tidak rumit, tidak sulit, tapi seringnya aku enggan melakukan.
Karena apa, aku tak tahu pastinya. Mungkin, ya mungkin, karena aku hanya yakin dengan jalan lurus di depan sana. Berlalu tanpa bersiap akan banyak harapan yang sirna dengan mudahnya. Berlalu tanpa sedikitpun mendengar gonggongan anjing yang terkadang menjelma seperti bisikan Tuhan yang dititipkan pada suara menyebalkan mereka.
Melanjutkan kehidupan itu keniscayaan yang selaras dengan keinginan. Tak pantas berhenti karena mendengar anjing menyalak. Tapi rasanya tak pantas juga berlalu tanpa mendengarnya.
Mungkin suatu saat akan kugantikan kalimat bijak itu. Dengarkan anjing menggonggong dan tetaplah berlalu.
Read More

TERHUBUNG


Kita terhubung dalam suatu cerita
Cerita tentang pertemuan di sebuah jalan
Jalan dalam arti kata sebenarnya
Jalan dimana banyak kendaraan dengan berbagai roda hilir mudik disana

Kita terhubung dalam suatu cerita
Cerita tentang pertemuan tak sengaja di perempatan berlampu merah
Kau ke seberang sini
Dan aku ke seberang sana

Kau tahu?
Sore itu menjadi teramat indah

Kita bertemu dalam suatu masa
Masa yang tak pernah terbayangkan sebelumnya
Masa dimana aku tak pernah mengenal kau
Begitupun sebaliknya

Kita bertemu dalam satu waktu
Waktu dimana sang senja mulai menguap dan kembali ke singgahsananya
Waktu dimana surya bersiap digantikan oleh bulan sabit yang indah tiada terkira

Kita terhubung oleh sebuah tempat dan waktu
Tempat dimana kita menyebrang bersama
Di kala matahari mulai tidur dengan malu-malu

Kita terhubung dalam sebuah cerita, sebuah tempat dan waktu yang sama.
Read More

APALAH ARTI SEBUAH NAMA


Namanya Ardian. Tak kurang, tak lebih. Hanya Ardian. Nama aslinya lebih dari Ardian, tapi hanya nama itu yang kutahu. Bukan tak mau tahu, tapi hanya malu untuk tahu. Mendengar namanya disebut saja sudah membuat aku senyum-senyum sendiri.
Sosok manis itu lenyap ditelan bumi 11 tahun yang lalu. Saat umurku 10. Saat aku masih suka bermain loncat tali. Saat aku tak tahu apa arti dari rasa tertarik ini.
Ia tidak tinggi, tidak pendek. Mungkin sekitar 145 cm. Tak jauh berbeda denganku saat itu. Tak tampan, hanya manis “saja”. Kulitnya sawo matang. Bentuk mukanya oval. Dan satu hal yang tak pernah bisa kulupakan. Kombinasi dua bagian yang membuatnya manis bukan kepalang. Agak berlebihan memang, tapi rasanya memang itu yang membuatku selalu menghindar bila tak sengaja berpapasan. Membuatku harus menanggung malu karena ejekan-ejekan ringan teman sekelas seperti anak kecil kebanyakan.
Hanya dia, bocah laki-laki dengan mata sipit dan bentuk mulut seperti orang yang selalu tersenyum walaupun ia tak ingin tersenyum. Dan semua berawal dari mata dan bentuk mulutnya.
Saat itu, 11 tahun yang lalu. Aku bersama 3 temanku berkumpul di salah seorang pedagang di pinggir sekolah. Karena sekolah kami adalah gabungan dari 3 SDN, maka banyak murid yang tak kenal satu sama lain.
Ia datang dari kejauhan, bersama satu temannya.  Berjalan santai di depan kami, 4 orang bocah perempuan yang sibuk ber-hahaha-hihihi. Tepat ketika mereka lewat di depan kami, otak jahilku seperti merasakan resonator untuk mengikuti “senyuman alami” salah satu dari mereka. Ya, “senyuman alami”nya. Senyuman Ardian.
Sialnya, ia membalikkan badan setelah merasakan hal aneh di belakanya dan melihat bocah perempuan bodoh sedang mencoba meniru “senyuman”nya yang cenderung langka.
Sontak ketiga temanku (kali ini ditambah temannya) tertawa terbahak-bahak. Membiarkanku termakan ide jahilku sendiri. Membiarkan ia tersenyum padaku dengan mata yang semakin sipit dan wajah yang semakin manis. Hem, rasanya terlalu sulit mengingat kejadian lucu itu. Hari itu berlalu tanpa kutahu nama pemilik wajah manis yang gagal kutiru raut wajahnya.
Singkat cerita, beberapa bulan kemudian 3 sekolah yang tergabung dalam satu komplek itu mengadakan program belajar tambahan untuk anak-anak dengan ranking 1-10 di setiap kelas 6 (Oh ya, saat itu aku kelas 6 SD). Kami dibagi menjadi 5 kelas.
Kau pasti bisa menebak. Aku dan dia sama-sama mengikuti program tersebut. Tapi beruntung, kami tak sekelas. Kenapa kubilang beruntung? Bagaimana aku bisa belajar bila ada sosok manis itu? Rasa malu itu masih menghantuiku hingga kini. Walaupun aku tahu, rasanya terlalu bodoh untuk memelihara malu karena kejadian yang sebenarnya tak terlalu memalukan #mukatembok
Dari program itulah kutahu sepenggal namanya. Ardian. Tak lebih tak kurang.
Pernah kutahu nama lengkapnya secara tak sengaja, di lembar absen yang kebetulan dibawa oleh temanku. Tapi sayang, terlalu mudah terlupakan.
Rasanya terlalu bodoh diri ini mengingat apa yang belum tentu diingat oleh orang yang selalu kuingat. Terlalu naïf mengharapkan seseorang masih sama seperti sebelas tahun silam. Terlalu fana mengharapkannya datang bak pangeran berkuda putih dan mengatakan bahwa kenangan itu juga masih ia simpan.
Banyak kenangan menyeruak ke permukaan hanya dengan sebuah nama. Sepenggal nama saja sudah menggunggah cerita lama. Maka, masihkah penting arti sebuah nama? Bila tidak, apalah arti sebuah nama?


Read More

Thursday, November 17, 2011

HUJAN JANGAN MARAH

Hujan, jangan kau marah…
Mungkin kau terlalu marah pada orang-orang yang mencaci dan memaki kedatanganmu. Kau dituduh mendatangkan banjir, padahal banjir terjadi karena ulah mereka yang membiarkan sampah bertebaran dimana-mana. Kau dituduh menyebarkan penyakit, padahal penyakit datang karena sebelum datangnya dirimu mereka sudah memamah biak bibit-bibit penyakit itu. Kau dituduh menghambat pekerjaan mereka, padahal sedikitpun kau tak pernah membuat mereka menunda pekerjaannya. Kau dituduh sebagai perusak jalan, padahal memang jalanan itu yang sudah ringkih dan sepertinya berbahan kualitas dua atau bahkan kualitas tiga. Kau dituduh membuat mereka lebih nyaman berleha-leha daripada bekerja keras untuk sesuatu yang lebih baik untuk hidup, padahal kau tak pernah ikut campur dalam kemalasan dan kejengahan mereka.
Hujan, jangan kau marah…
Aku tak pernah membencimu walau terkadang aku menghindar kuyup saat kau datang. Aku tak pernah ingin melenyapkanmu karena kutahu ada beberapa pihak yang sangat membutuhkanmu. Aku tak pernah ingin kau terpisah dari basahmu, karena terlalu ajaib untuk bisa memisahkannya darimu. Apalah artimu jika tak ada air yang kau tinggalkan. Apa namamu jika tak ada basah yang kau sebarkan. Apa arti hadirmu jika tak ada hawa segar dan damai setelah kau datang.


Hujan, jangan kau marah…
Aku tak pernah melihat anak-anak kecil seriang ini sebelumnya. Mereka menyambutmu dengan penuh suka cita. Seperti tak ada sedikitpun beban hidup yang mereka rasakan. Ah, aku lupa. Tahu apa mereka tentang beban hidup?
Tak apa, itu tak penting. Yang penting adalah, masih banyak orang yang bahagia karena hadirmu. Masih banyak kepala yang menanti adanya dirimu. Masih ada kenangan yang selalu datang beriringan dengan setiap rintik dari ribuan rintik yang turun dari langit.
Hujan, tolong sampaikan salamku pada Sang pencipta. Ia begitu bijaksana. Mengutusmu dengan cinta. Cinta Tuhan pada ummatnya.
Hujan, tolong sampaikan salamku pada petir dan kilat disana. Ajari aku tak takut pada mereka. Ajari aku agar bisa menikmati datangnya mereka seperti aku menikmati hadirnya dirimu.
Hujan, kau tahu?
Dulu aku sangat ingin menjadi bagian darimu. Kau apa adanya. Menumpahkan apa yang ada. Tak perlu tambahan. Tak perlu pengurangan. Kau begitu sempurna. Sempurna dalam menuangkan air ke seantero dunia.
Hujan, sungguh kupinta. Janganlah kau marah. Aku tak pernah ingin kau lenyap dari dunia.

Ditemani gemericik air saat hadirmu..
Edensorku, 17 November 2011


Read More

JEMBATAN BAMBU

Hari ini sama seperti kemarin. Aku menyusuri jalanan kampung untuk pergi ke tempatnya para intelek muda belajar, universitas, meskipun mungkin faktanya banyak intelek muda tak datang dari sini. Tak jarang mereka yang ada disana hanya bisa menggosip dan ketawa hahaha hihihi bagai tak ada beban yang dipikul masing-masing pribadi. Hah, sudahlah. Aku tak sedikitpun akan membahas tentang Universitas. 

Di jalanan itu, aku menemukan satu jembatan bambu ditengah banyaknya jembatan beton yang terlihat gagah dan kuat, walau tak jarang, banyak bopeng buruk penunjuk kerusakan sebagian dari mereka (jembatan beton).

Pikiranku mengelana. Seperti biasa, bertanya-tanya.


Mengapa hanya ada satu jembatan bambu?

Aku membayangkan bagaimana berjalan dan berdiri ditengah jembatan bambu. Takut. Aku membayangkan diriku ketakutan karena bunyi dan goncangan-goncangan yang terasa di setiap langkah kakiku. Aku takut tidak dapat berdiri tegak.

Berbeda bila aku bayangkan aku berjalan dan berdiri di tengah-tengah jembatan beton yang ada tak jauh dari jembatan bambu itu. Aku merasa aman, padahal aku tak pernah tahu kapan benda mati bernama jembatan itu akan rapuh dan membawaku jatuh. Tapi setidaknya, aku merasa lebih aman tanpa goncangan disetiap langkahku.

Jembatan bambu, jembatan dimana raga dengan mudahnya terombang ambing dalam sebuah perjalanan. Dimana semangat terseok-seok naik dan turun bak rentetan pelana kuda yang berjajar. Dimana rasa takut menelusup hampir disetiap udara terhirup.

Hidupku hari ini, seperti jembatan bambu. Terlalu takut untuk maju karena pikiran negatif dan kekalahan yang selalu aku bayangkan. Terlalu mudah terbawa arus pasang surutnya emosi yang hampir menguasai. Terlalu terlihat rentan padahal sebenarnya sama mampunya dengan orang lain yang terlihat seperti jembatan beton yang sama-sama tak tahu kapan rubuh dan membuat orang terjatuh.

Aku ingin tetap menjadi jembatan bambu. Tapi bukan jembatan bambu yang merasa rendah karena terkalahkan oleh pesona jembatan beton. Bukan jembatan bambu yang ringkih. Bukan jembatan bambu yang   hanya dinaiki oleh manusia. Jembatan bambuku harus lebih daripada itu! AKU MAMPU KARENA AKU YAKIN DAN TERUS BERUSAHA UNTUK MAMPU!  



Read More

Wednesday, November 16, 2011

BUNGA RUMPUT BIASA

Katanya, aku juga sama-sama bunga. Sama seperti mawar yang melambangkan tanda cinta. Sama dengan anggrek yang harumnya tak hilang hingga sebulan lamanya. Sama dengan bunga sepatu yang membuat orang mabuk kepayang karenanya. Aku sama dengan mereka. Hanya satu yang tak sama. mereka kadang lebih tinggi dari rumput hijau yang menghampar. Lebih dianggap anggun dan menyimpan sejuta makna  yang mendalam. Lebih mewah daripada bunga-bunga lainnya. Lebih mewah dibandingkan aku, lebih tepatnya.

Aku tak iri. Sama sekali tak iri. Karena mawar terlalu dipermasalahkan karena duri-duri tajamnya. Anggrek terlalu diburu karena harum dan uniknya. Kecubung terlalu memabukkan dan membuat beberapa manusia "tergila-tergila" karenanya.

Dan aku?

Aku bisa bebas menghirup udara segar. Tanpa takut diburu oleh banyak orang. Tanpa takut dijadikan bunga-bunga perlambangan rasa cinta dan kasih sayang. Tanpa takut menjadi hiasan ruangan. Tanpa takut membuat banyak kerusakan karena memabukkan.



Resiko hidupku hanya mati lalu layu atau mati muda terinjak manusia. Ya, karena aku hanya bunga rumput hijau yang sangat jarang diperhatikan orang. Lihat saja, kebanyakan dari mereka hanya memandang hamparan rumput hijaunya. Bahkan ilalangnya. Dan sangat jarang sekali tahu bahwa ada aku diantara mereka. Ada aku disana, si bunga rumput yang tak ada artinya.
Read More

Saturday, November 5, 2011

COKLAT KOIN EMAS

Beberapa hari yang lalu, aku bercanda dengan seorang teman tentang sebuah coklat yang masih bertahan "hidup" hingga saat ini. Berbagai bentuk dan merek coklat disebutkan. Sampai akhirnya, satu kalimat yang menggambarkan satu jenis coklat yang sejatinya tak pernah lekang dari ingatanku hingga detik ini. 

Coklat koin emas.

Kau pasti tahu, bagaimana bentuk coklat yang kumaksudkan disini. Yup, bentuknya biasanya bulat, dengan cetakan yang menonjol keluar dan serupa dengan tonjolan kertas emas yang membungkusnya. Seperti sebuah uang koin emas. Bentuknya sederhana, sangat sederhana. Tapi tak sesederhana itu maknanya bagiku. 


Bulatan berwarna kuning keemasan itu sempat mempunyai gradasi rasa yang berbeda. Awalnya rasa coklat ini seperti coklat biasa, seiring berjalannya waktu, rasanya bisa melebihi coklat terenak di dunia sekalipun.

Tapi sayang, gradasi rasa itu bak pelana kuda yang naik dan turun. Usai mencapai gradasi tertinggi dengan rasa terenak di dunia, coklat koin emas yang nikmat luar biasa itu kembali bergradasi menjadi coklat biasa yang rasanya sama seperti harganya. Murah. Biasa saja.

Kau tahu semua karena apa? karena ada orang istimewa saat aku memakannya. Istimewa yang juga bergradasi seperti coklat itu. Pertemanan yang bergradasi menjadi lebih dari sekedar teman, lalu bergradasi kembali menjadi pertemanan biasa.

Pahit? tidak!

Karena sampai saat ini pun coklat itu masih manis seperti biasanya. Karena hingga saat ini pun, coklat koin emas, tetap jadi coklat yang istimewa terlepas dari berbagai goresan luka yang sempat tertoreh karenanya. terlepas dari semua bunga-bunga yang sempat hadir juga karenanya.




Read More

BERKURBAN UNTUK KEBERSAMAAN

Kurban itu lebih dari sebuah acara atau kegiatan menyembelih hewan kurban di hari Ied Adha yang mulia. Bukan juga ajang untuk memamerkan kemampuan untuk berbagi. Apalagi ajang untuk saling berlomba-lomba mengurbankan hewan termahal untuk kepentingan pribadi.

Dulu, orang-orang Mesir mengorbankan gadis-gadis tercantiknya untuk jadi kurban yang dipersembahkan untuk Dewi Sungai Nil. orang-orang yang tinggal di Kanada dan irak mengorbankan bayi-bayi lucu mereka untuk Dewa Matahari. Tak jauh berbeda dengan kondisi di Eropa Utara, Skandinavia, mereka mengorbankan para pemuka agama sebagai sesembahan untuk dengan Perang "Odin".

Keputusan Tuhan datang dengan perantara Ibrahim dan anaknya, Isma'il. yang diperintahkan-Nya untuk menjadi kurban, akhirnya digantikan binatang kurban. 

Kejadian ini penuh filosofi yang sangat bermakna dan mendalam. Yang harus dibunuh dalam diri manusia adalah sikap-sikap kebinatangan, seperti ambisius, rakus, suka menindas, suka menyerang, tidak mengenal peraturan dan norma yang berlaku dimana ia tinggal dan mengaktualisasikan dirinya. Bukan manusia yang harus dikorbankan untuk sesembahan demi kesejahteraan. Bukan pula pelestarian budaya penyembahan dengan menggunakan kurban.

Daging kurban yang seharusnya dibagikan ke orang-orang yang memiliki hak atasnya adalah sanggahan nyata dari pelestarian budaya penyembahan dengan menggunakan kurban seperti yang telah disampaikan sebelumnya.

"Daging dan darahnya sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhoan) Allah, tetapi ketakwaanlah yang dapat mencapainya" (Al-Aayah)

Kurban yang baik, sejatinya adalah kurban yang dengan ketakwaan kepada-Nya lah kita berkurban. Dengan kurban inilah kita dapat berbagi kebahagiaan, berbagi rizki yang telah Ia berikan. Kurban yang baik itu sejatinya pengorbanan untuk kebersamaan dalam kebaikan yang selalu diselimuti ketakwaan.

Masih berkurban karena gengsi? Apa kata dunia! :D


Selamat Hari Raya Idul Adha
Semoga setiap pengorbanan yang kita lakukan demi kebaikan diterima oleh-Nya, amin.
Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)