Thursday, February 2, 2012

JAKARTA, I'M COMING!

Kereta api yag gue tumpangi itu ternyata tepat waktu kalau berangkat, tapi molor sampai di stasiun tujuan (Gambir). Di jadwal yang ada di tiket, gue bisa sampai di stasiun tujuan jam setengah 12 siang lebih dikit, tapi nyatanya, gue sampai jam 12 lebih dikit. Oh, andai saja berangkat yg telat sampai yang tepat waktu, gue udah ada di Gambir sejak beberapa jam yang lalu. Sayangnya, ini sudah takkan terjadi :D

Ah, sudahlah..yang penting saat gue sampai di stasiun Gambir, gue pengen teriak : OI, JAKARTA...I'M COMING!! agak lebay mungkin ya, tapi gak apa-apa lah untuk perjalanan pertama ke Jakarta setelah sekian lama naik mobil dan bus. 

Beruntung, gue punya rombongan yang rela nungguin berjam-jam demi keluar stasiun bareng, Jijah dan Yanti yang rela nunggu berjam-jam di stasiun tanpa lelah sms gue dengan suku kata yang hampir sama : "Udah dimana??"

Dengan bantuan satpam, akhirnya gue berhasil menemukan dua temen tersabar gue. Kita berjalan beriringan. Gue ikuti arah jalan mereka dan mereka sebaliknya. Mereka kira gue tahu betul letak stasiun ini, ternyata dugaan mereka salah total karena ini pertama kalinya gue menginjakkan  kaki di Gambir.

Entah bagaimana ceritanya, kita bertiga terhipnotis oleh megahnya bangunan monumen nasional yang menjulang tinggi. Sebelum masuk ke kawasan Monas, kita bertiga perlu cari bolongan pagar yang secara ilegal jadi pintu masuk ke area itu tanpa memutar ke pintu masuk. 

Angin gelebuk menyambut kedatangan kita disana. Sungguh, tempat itu benar-benar rapi! sempurna rapi-nya bila tak ada para preman yang sibuk berjudi disana! sempurna rapi-nya bila tak ada para runa wisma dan pedagang kaki lima yang berjajar tak karuan disana. 

Lanjut!

Dengan berbagai pertimbangan setelah berbagai pose foto, akhirnya kita memutuskan untuk naik ke puncak Monas. Well, disinilah gunanya KTM (Kartu Tanda Mahasiswa). Tiket yang tadinya 3500, bisa jadi 1000 karena kartu sakti nan rupawan ini. Beruntungnya mahasiswa...

Entah karena apa, semangat nasionalis yang biasanya muncul setiap gue main ke museum-museum yang ada di Bandung (baru KAA sih :D) gak bisa gue rasain disini. Yang terasa hanya hasrat ini foto sebanyak-banyaknya :D

Kunjungan ke Monas diakhiri dengan transaksi gantungan miniatur Monas di pedagang kaki lima yang bertebaran di sana. 

Perjalanan lanjut ke Kota Tua, daerah wisata Jakarta yang menyerupai Braga tapi lebih luas, lebih banyak museumnya, lebih banyak tukang jajannya, lebih banyak orang-orang nyentriknya, lebih banyak orang dengan DSLRnya, lebih banyak bule-bulenya, lebih banyak pengamennya dan lebih banyak pengunjungnya. 

Demi apa, museum di kawasan ini benar-benar gak pernah punya jodoh yang pas buat gue! Dua kali gue kesana dan gue gak bisa masuk ke museum-museum itu! Benar-benar sial! Tak apa. rasa kecewa gara-gara museum tutup semua itu diredakan dengan makan ketoprak depan museum Wayang.

Acara makan siang yang diundur ke sore itu selesai. Hanya delapan ribu, murah untuk kawasan ramai pengunjung di Jakarta. Selanjutnya, Fajar, guide andalan kita (temen gue yang sempet kuliah di Bandung 1 tahun) datang saat kita sedang asyik nontonin dancer sedang latihan depan museum Fatahillah.

Sekitar 30 menit selanjutnya, kita lagi-lagi jalan-jalan. Tapi kali ini jalan-jalan yang berbau hedonis :P. "berkunjung" ke Grand Indonesia Mall. Ah, gue malas cerita bagian ini, yang jelas disana kita keliling cari Krispy Kreme yang katanya hanya ada di dua tempat di Indonesia, salah satunya disana, di Grand Indonesia Mall.

Next, ber-busway ria sampai rawa buaya dan naik ojek yang abangnya entah kenapa belingsatan sekali :(

Akhirnya, perjalanan hari pertama di Jakarta diakhiri dengan menyusahkan keluarga Fajar. Tapi sungguh, gue benar-benar kangen keluarga ini, sejak setahun yang lalu gue berkunjung dan menyusahkan juga disana. Akhirnya bertemu lagi dengan Bapak, Ibu, Bowo dan gak lupa si lucu Ido. Keluargaku bertambah lagi :D



0 comments:

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)