Friday, July 27, 2012

MENCERDASKAN ANAK BANGSA ITU TIDAK MUDAH

Sore itu, disalah satu hari Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa (KKNM) yang kuikuti, belasan anak duduk disekitarku. Beberapa diantara mereka mengeja satu persatu huruf hijaiyah yang ada di buku tipis bernama Iqra'. Beberapa yang lain sibuk menulis materi. Mata mereka berbinar ingin tahu. Senyum mereka merekah setiap ada bacaan huruf yang salah. Entah karena malu, entah karena apa.

Aku termasuk orang yang kaku. Sulit mencairkan suasana dan cair dalam suasana. Tapi tatapan mereka, senyuman mereka, semangat mereka untuk belajar memaksaku cair dalam suasana yang bisa mendukung mereka belajar. 

Kukira menjadi guru itu mudah. Nyatanya, sangat diluar dugaan. Banyak yang harus kukuasai sampai anak didikku benar-benar paham apa yang kuajarkan. Banyak yang harus kupelajari hingga mereka menggangguk karena mengerti. Banyak yang harus kudalami, salah satunya adalah cara mendengarkan.

Kenapa harus mendengarkan?

Karena anggukan belum tentu berarti memahami. Karena senyuman belum tentu berarti mengerti. Karena binaran mata belum tentu berarti menguasai. 

Jangankan hal yang rumit, mengajak anak-anak mampu untuk membedakan huruf hijaiyah yang satu dengan yang lainnya saja masih sulit. Rasanya tak adil bila mengharapkan murid yang cerdas dari guru yang tak cerdas. Karena itulah, mencerdaskan anak bangsa itu perlu dilakukan oleh guru yang cerdas pula. 

Saat itu, aku beserta temanku berjibaku memikirkan cara terbaik membantu mereka mudah membaca Al-qur'an dikemudian hari. Satu hingga tiga hari cara itu ampuh. Tapi tidak dengan hari keempat dan kelima. Mungkin karena bosan dengan metode yang itu-itu saja, atau entah karena apa.

Hari kelima berlalu tanpa ada kemajuan berarti dari adik-adik kami. 

Malam itu kami merencakan banyak metode pembelajaran yang dapat menarik minat mereka kembali. Tapi sayang, kabar kurang enak didengar harus kami terima keesokan harinya. Pengajian untuk sementara diliburkan selama 2 minggu untuk persiapan peringatan Isra' Mi'raj. Mereka akan menampilkan kreasi seni dan menurut penyelenggara pengajian, jadwal mengaji sore hari akan mengurangi waktu istirahat mereka. Baiklah, siapalah kami? toh kami didatangkan untuk membantu penyelenggara pengajian setempat. 

Waktu demi waktu berlalu dengan cepatnya. Tak terasa dua minggu seperti dua hari. Akhirnya kami kembali mengajar disana. Sayang, seluruh program yang kami rancang tidak bisa terlaksana secara sempurna. Hari berganti, maka targetan pencapaian materipun ikut berganti. Program yang kami susun kebetulan hanya cocok untuk materi pengenalan makhorijul huruf. Jadi, saat lahir keputusan dari ketua kelompok KKNM untuk menyamakan materi yang disampaikan disetiap masjid, kami mengamininya.

Adik-adik kami itu memang tidak buta huruf Al-qur’an. Tapi banyak dari huruf hijaiyah yang mereka tahu itu keliru cara bacanya. Misalnya, huruf “fa” sering kali dibaca “pa” dan banyak lagi contoh lainnya. Ini memang kesalahan kecil, tapi cukup mendasar dan akan mempengaruhi cara baca Al-qur’an mereka nantinya. Sayang, targetan kami tak tercapai seluruhnya.

Satu pelajaran penting bagi kami, bagiku khususnya. Kecerdasan lain yang harus dimiliki para pendidik di dunia ini adalah kecerdasan mengatur waktu. Kecerdasan ini yang tak kami kuasai sehingga target kami berantakan.

Teringat pada salah satu dosen favoritku, serumit apapun materi yang beliau sampaikan pada kami, entah bagaimana caranya selalu berakhir sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Hebatnya lagi, hampir seluruh mahasiswa yang ada di dalam kelas itu mengerti apa yang beliau sampaikan.

Suatu saat beliau pernah bertanya pada kami, “Apa yang kalian rasakan saat belajar mata kuliah saya?”
Beberapa orang dari kami menjawab senang, merasa tertantang dan lain sebagainya. Beliau kemudian berkata, “Alhamdulillah, berarti doa saya dikabulkan oleh Allah.”

Kami terperangah. Doa?

Ah ya, rasanya doa pantas menjadi pamungkas dari usaha-usaha yang dilakukan oleh para pendidik.  Usaha tanpa doa itu sombong. Sedangkan doa tanpa usaha itu bohong. Doa beliau membuat kami lebih mudah memahami materi.

Intinya, mencerdaskan bangsa itu tidak mudah. Perlu usaha, kemauan untuk mendengar, cerdas mengatur waktu dan juga doa dari para pendidik untuk pemahaman yang terbaik.

Satu lagi tambahan penting dari seorang teman, “bila apa yang kita berikan itu berasal dari hati, maka hal itu akan sampai ke hati yang dituju.” Mari berkontribusi menggunakan hati. Bukan karena impian untuk naik jabatan, naiknya gaji atau naiknya nilai anak-anak. Itu semua hanya dampak dari seluruh usaha yang kita jalani. 

Mari mencerdaskan anak bangsa karena mencerdaskan anak bangsa itu tidak mudah!
Read More

Tuesday, July 24, 2012

[IM-HAN] SEPUCUK SEMANGAT YANG MENGGEBU


Salam. Hai anak Indonesia. Bagaimana kabar kalian disana? Kakak harap selalu sehat dan semangat untuk menimba ilmu.

Adikku..
Andai kalian tahu betapa bertemu kalian adalah anugerah dari Tuhan yang tiada dua. Andai kalian tahu betapa setiap senyum dan langkah kalian adalah berkah yang membuat semangat kami berkobar. Andai kalian tahu, membayangkan bisa mengajak kalian belajar adalah godaan terindah sepanjang masa.

Betapa banyak keuntungan dan karunia Tuhan yang kalian terima hari ini. Kalian masih bisa melihat hamparan sawah, laut, gunung dan danau diberbagai penjuru Indonesia. Kalian masih bisa merasakan hebatnya pengalaman belajar dengan guru-guru terpilih. Kalian masih bisa merasakan betapa indahnya menuntut ilmu.

Kakak punya sedikit cerita tentang teman kalian yang pernah kakak temui di Bandung. Sebut saja namanya Rina. Rina adalah anak jalanan yang bertempat tinggal dibawah kolong jembatan dekat mall besar di Bandung. Sore itu, kakak bertemu dengannya di atas jembatan sedang duduk lemas. Kakak bertanya padanya, “Apa yang sedang kau lakukan?” Ia meringis dan berkata, “Sedang menahan lapar, kak.”

Kebetulan kakak membawa sepotong roti yang masih tersisa di tas. Ia menerima roti itu dengan tatapan berbinar. Seperti belum makan 3-5 hari lamanya. Setelah itu ia mulai bercerita tentang cita-citanya. Bercerita tentang impiannya. Bercerita tentang sebab musabab ia bisa tinggal dikolong jembatan.

sumber : http://h41-zone.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

Dulu, Rina sempat bersekolah hingga kelas 3 SD. Ia dan ibunya diusir dari kontrakan kumuh dekat jembatan yang ia tempati sekarang karena tak bisa membayar uang sewa kontrakan berbulan-bulan lamanya. Sejak saat itu, Rina dan ibunya tinggal dibawah kolong jembatan. Rina putus sekolah. Mengubur cita-citanya menjadi guru dan berkeliling Indonesia. Pagi hingga malam hari Rina berkeliling Bandung untuk mengamen. Tak jarang dipukuli oleh pengamen lain dan dipalak oleh para preman.

“Andai bisa kerja yang lain, Kak. Gak enak ngamen gini, badan kena tonjokan terus. Belum lagi uang penghasilan yang sedikit. Saya senang belajar, Kak. Setiap ada mahasiswa yang ngajak belajar bersama, saya selalu ikut. Pokoknya, saya ingin jadi guru.”

Adikku...
Yuk, belajar lebih giat. Ilmu seperti lautan luas yang harus kita selami dengan benar. Tanpa ilmu, kita hanya makhluk yang tak jauh berbeda dengan binatang. Tanpa ilmu, kita mudah dibohongi orang. Tanpa ilmu, kita sulit menolong diri kita dan orang lain. Tanpa ilmu, kita selalu jadi yang terbelakang. Dulu, para pendiri negara ini adalah orang-orang yang berilmu. Orang yang tak berilmu hanya menjadi kacung-kacung tak berdaya para penjajah.

Adikku...
Yuk, berusaha lebih keras lagi. Orang-orang seperti kita hanya punya mimpi yang harus diwujudkan. Indonesia takkan merdeka tanpa perjuangan dan usaha ekstra para pejuang. Kitapun demikian, akan menjadi orang yang biasa-biasa saja bila tanpa usaha lebih dari orang kebanyakan.

Adikku...
Yuk, berdoa lebih khusyuk. Tuhan selalu bersama hamba-Nya yang taat dan berserah diri pada-Nya. Usaha tanpa doa itu sombong. Sedangkan doa tanpa usaha itu bohong. Tuhan selalu suka diminta banyak hal oleh hamba-Nya yang mau berusaha.

Adikku...
Mari berkeliling dunia. Mari tegakkan cita-cita. Mari kibarkan kembali bendera Indonesia. Mari maju bersama untuk kebangkitan bangsa. Hanya ditangan kalian bangsa ini bisa maju. Jadi, jangan ketinggalan untuk ambil kesempatan menjadikan impian itu nyata.

Surat kakak rasanya sudah terlalu panjang. Salam hangat untuk keluarga kalian di rumah. Semoga suatu saat kita bisa bertemu dalam kondisi yang berbeda. Disaat kalian sudah menjadi ilmuwan, guru, bahkan mungkin presiden. Terus bercita-cita dan bermimpi setinggi yang kau bisa. Jangan pernah menyerah pada keadaan. Kakakmu disini selalu mendoakan yang terbaik bagi kalian semua. Sukses untuk kita semua. Terus berjuang, anak Indonesia! Ayo kita kembalikan kejayaan tanah air kita! Ayo jadi tuan di negeri sendiri! Ayo buka gembok potensi yang kalian punya! Ayo berkarya!


Salam hangat dari kakakmu di Bandung


Read More

ES KRIM

Malam itu, malam ramadhan ke-4, shalat jamaah tarawih ketiga di tahun ini. Semuanya terasa biasa saja sebelum ceramah sang imam dikemukakan. Tak pernah terpikirkan analogi sesederhana ini tentang diijabah dan tidaknya doa manusia. 

"Doa tidak diijabah itu bisa dianalogikan seperti ini : suatu malam ibu-ibu mendapati anak anda sakit batuk dan flu. Nah, malam itu anak anda merengek meminta es krim. Apakah ibu-ibu dan bapak-bapak sekalian akan memberi mereka es krim?"

Es krim. Ah, siapa yang tak tahu es krim. Makanan dingin yang meleleh di mulut itu tak ada bandingannya. Apalagi bila dinikmati di siang hari. Astagfirullah...puasa, Ki...puasaaaa!!!! :D



Mari beralih dari pembahasan tentang nikmatnya es krim. 

Benar saja yang dikatakan sang pembicara. Tak mungkin bila aku sebagai orang tua memberi es krim kepada anak yang sedang sakit flu dan batuk dimalam hari. Hanya orang aneh yang memberikannya (Peace v^_^) 

 Mungkinkah begitu juga dengan Tuhan?

Ah, terlalu berani bila aku menyimpulkan demikian. Tuhan pasti lebih tahu keputusan apa yang Ia putuskan. Bila Ia memberi es krim pada anak-anak yang cari perkara itu, Ia pasti tahu dengan sempurna apa yang akan terjadi pada anak tersebut. Begitupun sebaliknya. 

Tapi sungguh, bila harapan-harapan dan impianku bak es krim dimalam hari yang dimohonkan oleh seorang anak kecil, semoga Kau memberikanku waktu yang tepat untuk kembali meminta atau memberiku pengertian yang lebih baik mengapa semua permohonan itu tak terkabul. 

Aku tahu, itu terlalu mudah bagi Tuhan. Semudah mencairnya eskrim di siang hari. 


Read More

APA KABAR SKRIPSI?

Judul tulisan ini rasanya sudah terlalu jelas menggambarkan sebuah karya ilmiah sebagai syarat kelulusan itu belum pernah kusentuh sama sekali. Skripsi oh skripsi. Sejak kapan orang-orang menggunakanmu sebagai syarat kelulusan dan mendapatkan toga ?

Skripsi memang hanya sebuah karya ilmiah dari sebuah penelitian yang dilakukan mahasiswa. Sayang, walaupun "hanya" tapi sangat sulit sekali kuurus.

Sebenarnya, satu semester yang lalu aku seharusnya sudah bisa mengajukan proposal penelitian. Tapi apa yang terjadi? aku berleha-leha tiada dua. Aih, andai penyesalan tak pernah ada. Hasilnya, aku tak lulus matakuliah itu dan artinya aku harus mengulang tahun depan. Harapan menjadi lulusan tercepat seangkatanpun harus kandas karena kemalasan yang kusadari. 

Hingga kini, topik yang kuinginkan masih berubah-ubah. Hari ini A, besok B besoknya lagi C. Ah, labil sekali.

Sore ini, kumelihat beberapa orang teman yang dulu bersama di SMA sudah lulus dari universitas mereka. Ada yang hanya 3.5 tahun dari fakultas kedokteran, ada yang 3 tahun 10 bulan dari jurusan bahasa inggris. 4 tahun tepat dari fakultas psikologi. Sedangkan aku?

Tuhan, aku tahu ini kelalaianku. Tapi kumohon berikan cerita indah karena keterlambatan ini. 

Yang jadi pertanyaan sekarang adalah, mengapa keinginan lulus cepat itu datang dan pergi? coba saja bila ia menetap, mungkin semester depan tinggal menyelesaikan dan juga sidang. Oh ya, mungkin karena hafalan juz amma belum sempurna dan juga hasil toefl belum ditangan. baiklah.. Tuhan pasti tahu yang terbaik. Semoga mulai sekarang tekadku menjadi yang terbaik diamini oleh-Nya. Amin. 

"Skripsi, apa kabar?" tanyaku padanya
"Kabar baik. Kapan kau menyentuhku, memikirkanku dan menyempurnakanku?" tanya skripsi sinis.
"Entah."
"Omong kosong cita-citamu menjadi peneliti! tak ada peneliti yang malas seperti kau!"
.....

Percakapan berakhir tanpa ada akhir yang jelas. Semua serba tak pasti seperti pastinya ketidakpastian. Salam.

Read More

ONLINE

Aku suka dunia maya. Tepatnya lebih menyukainya daripada dunia nyata. Alasannya, aku bisa menahan diri untuk memberikan respon-respon negatif yang cenderung spontan terekspresikan bila aku bertatap muka dengan orang lain. Aku juga merasa lebih nyaman bila berhubungan dengan orang lain secara tidak langsung daripada bertatap muka dengan mereka. Walau menurut beberapa orang temanku, aku termasuk orang yang mudah bergaul. Ah, tau apalah kita tentang diri kita sendiri.

Dari dunia maya kudapat beberapa orang yang cukup nyaman untuk diajak berkomunikasi. Tidak terlalu sering dan tidak terlalu jarang. Cukup sesuai dengan porsi keinginanku. Dari dunia maya kudapat banyak informasi yang tak bisa kutahui. Dari dunia maya, kudapat membaca beberapa lembar artikel yang tak jarang malas kulakukan bila kutemui versi cetaknya. 

Dari dunia maya kutemukan banyak kabar tentang orang-orang yang jarang bahkan tak pernah kutemui di dunia nyata. Di dunia maya tak banyak kewajiban ataupun tuntutan yang harus kupenuhi setiap harinya. Dari dunia maya juga aku sukses dibuat iri oleh banyak keberhasilan teman-temanku. 

Entah apa arti sukses bagimu. Bagiku, sukses itu dapat rukun dengan orang tua, kuliah atau plesiran ke luar negeri sana, mempunyai usaha yang sesuai passion, menciptakan sesuatu yang luar biasa di usia muda, mengikuti berbagai kegiatan tanpa ada halangan berarti,  bebas berekspresi tanpa ada banyak harapan yang terlalu berat kuemban. Bagiku, sukses adalah menemukan ketertarikan yang dapat membuatku lupa waktu, lupa makan, lupa tidur dan lupa online. Terlalu muluk ya? memang. 

Arti sukses bagiku, sudah dicapai orang lain. Ini yang membuatku setengah sedih dan setengah gembira. Sedih karena aku tak bisa mencapainya, sedangkan orang lain dengan mudahnya mencapai itu semua. Gembira karena aku tahu mereka pantas mendapatkannya. 



Suatu hari seorang teman berkata padaku, "Ki, doakan ya. Saya sedang menulis buku. Pengorbanan lulus di tahun ini semoga terbayar lunas."

Ah, Tuhan. Mimpi lainku sudah dicapai orang lain. Lagi.

"Sukses ya. Berada diantara orang hebat itu bukan membuatku hebat, tapi malah minder," kataku.

"Semua orang hebat, Ki. Termasuk kau."

"Hebat katamu? aku tak pernah bisa benar-benar menyelesaikan apa yang kumulai. Hebat darimana?"

"Temukan energi minimalmu, Ki. Dengan energi minimal kau bisa melakukan apapun dengan maksimal karena kau seakan lupa segalanya saking asiknya dengan apa yang kau lakukan."

"Aku suka online, selalu lupa waktu bila berada dalam jaringan internet. Apa itu energi minimalku? Ah, rasanya tidak keren!" keluhku.

"Haha. Mungkin ya dan mungkin juga tidak. Perlu kau tahu, karena kau suka online, kau buatkan aku blog dan itu sangat bermanfaat, Ki. Sungguh. Terimakasih."

"Hei, pembicaraan kita tentang energi minimalku belum selesai. Apalah artinya sebuah blog. Akupun sudah lupa itu semua."

Dan seterusnya. Pembicaraan kami mengalir entah kemana.

Kata-katanya membuatku teringat pada kisah Sang Penandai karya Tere Liye. Mungkinkah aku seperti Patra eh entahlah siapa itu namanya. Tokoh yang membantu tokoh utama, Jim, mewujudkan kisah yang menjadi tugasnya. Ia ditakdirkan untuk menjadi jembatan orang lain menyelesaikan kisah yang ditakdirkan untuk mereka. 

Aih, rasanya terlalu berlebihan. Lagipula, mimpi dan cita-cita apa yang telah kubantu hingga tercapai?

Baiklah, apapun akhir keputusan yang Tuhan tentukan. Aku berharap, semoga kebiasaan dan kesukaan onlineku dapat bermanfaat bagiku dan bagi orang lain. Terimakasih Tuhan telah mengijinkan manusia mengembangkan internet :D
Read More

PRINTERKU SAYANG PRINTERKU MALANG

Ini printer yang keempat selama aku kuliah di Bandung. Kota yang katanya penuh dengan berbagai pesona. Rasanya, usia printerku itu tak lebih dari 5 bulan. Eh, atau lebih ya? entahlah. Yang kutahu hanya memakai dan memakainya. Tak urus lah semua perawatan utilitasnya. Printer itu satu tingkat di atas printerku yang kedua dan 3 tingkat dibawah printerku yang ketiga. Tapi pasti jauh lebih oke daripada printerku yang pertama. Tak pentinglah membahas tingkatan printer. Hanya terbesit lalu ingin menulisnya saja.

Entah apa pasal, ia tak bisa bekerja seperti biasanya. Bilapun bisa, bak penari tua yang kelelahan menggerakkan pinggulnya. Lama. Mencetak satu lembar dokumen saja seperti mencetak 5 dokumen saat kondisinya masih fit dulu. Bayangkan berapa lama waktu yang kubutuhkan untuk mencetak 121 halaman rencana pembelajaran pelajaran yang ditugaskan oleh ibuku saat itu.

Kesal.

Kubuku tutup badan printerku itu. Tak ada yang salah rasanya bila dilihat dengan mata orang awam ini. Tapi kenapa kerjanya begitu melambat? seperti cara kerjaku saja :(

Kurapikan susunan tumpukan kertas yang mengantri untuk diisi barisan huruf bertinta hitam. Sayang, bukannya menjadi cepat, malah "paper not loaded correctly". Baiklah, kubenarkan tumpukan kertas itu dan printerku kembali menggoyangkan cartdigenya. 

Aih, berapa jam lagi kuharus menunggu?

Dengan penuh "sok tahu" kuteliti bagian dalam printer. Wah, penuh debu. Kuambil kuas kecil pemberih debu perangkat komputer. bersihkan disana sini. Tapi tetap saja kinerjanya tak membaik. Alamak, kenapa pula ini?

Kesal.

Kugosok kembali roller kecil yang ada dialur mondar mandirnya cartridge. Naas, cartridge yang bergerak perlahan kini berhenti bekerja. Seperti terusik oleh tangan sok tahuku. 


Menyerah, akhirnya kumatikan printer itu. Kuputuskan mencari penyebab lama kinerja printerku di internet. Jawaban demi jawaban kudapatkan. Intinya, ia harus dirawat oleh teknisi yang berpengalaman. 

Ah, printerku. Andai kau bisa bicara, apakah kau akan mengeluh apa yang membuatmu lemah dan tak berdaya padaku? Seperti mengeluhnya aku bila merasa lemah dan tak berdaya. 

Printerku sayang, printerku malang. Apakah ini dampak dari ketidakmampuanku merawatmu? kau sakit, lemah dan tak dapat membantuku menyelesaikan banyak tugas. Apakah ini juga yang akan terjadi pada diriku bila aku lalai merawat diri dan hatiku sendiri? Apakah mereka akan sakit, lemah dan tak berdaya?

Printer dan hati memang tak ada persamaannya. Tapi mengapa kalian begitu serupa dimataku?

Mungkin karena kalian sama-sama sakit dan lemah? ataukah kalian sama-sama tak dapat kurawat dengan baik?

Hai waktu, kau tahu dengan pasti apa yang akan kuminta padamu. Bisakah kau melawan takdirmu untuk mundur beberapa saat hingga aku bisa memperbaiki segalanya? Ah, aku tahu kau pasti menolaknya. Baiklah, biarkan aku menerima semua penyesalan ini. Karena bukan kesalahan penyesalan bila ia muncul diakhir cerita. 
Read More

Sunday, July 22, 2012

BERAS DAN BABI


Beras kini sudah "menusantara". Orang-orang dimanapun ia berada di negeri ini hampir tak ada yang tak mengkonsumsi beras kecuali beberapa orang dengan beberapa alasan seperti keterbatasan keuangan dan ikatan hukum adat. Ternyata hal ini bukan suatu kebetulan dan keseragaman pangan yang dianut oleh masyarakat nusantara. Ada suatu pembiasan yang sukses menyingkirkan kebiasaan mengkonsumsi makanan lokal. Berikut beberapa fakta tentang beras : 

  • Sebelum 1960-an, pengonsumsi beras di Indonesia hanya 40%.
  • Masyarakat Papua dan Maluku saat itu masih memanfaatkan komoditas lokal, sagu. Masyarakat Jawa juga masih banyak yang mengonsumsi singkong dan komoditas lokal lainnya.
  • Ketergantungan terhadap beras berawal saat kebijakan pemerintah dahulu untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan dengan memperbaiki kualitas hidup. Caranya dengan mengganti pola makan. Pemerintah melalui program Bimas, meminta masyarakat mengonsumsi beras. Hal tersebut membuat seolah-olah kalau tidak makan beras dianggap bukan makanan elite. Makan singkong dianggap miskin.
  • TNI dan PNS di Indonesia tak peduli dari mana pun daerah mereka, mendapat jatah beras setiap bulan. Beras pun menjadi makanan mereka dan menggeser budaya makanan lokal







Tak sengaja teringat dengan beberapa fakta mengerikan tentang bagaimana babi-babi bisa bergelantungan dengan bebasnya di Cordoba, Spanyol. Saat Cordoba jatuh dan terlepas dari genggaman kekuasaan kerajaan Islam, seluruh warga muslim dipaksa berpindah agama. Semua warga diwajibkan menggantungkan babi di depan rumah mereka bahkan memakan babi sebagai tanda kecintaan mereka terhadap penguasa. Akhirnya, mau tidak mau, suka tidak suka, tubuh babi yang bergelantungan dengan "indahnya" menjadi pemandangan yang sangat biasa. Kini, jangan heran bila kau menemukan banyak babi bergelantungan sekitar Mezquita di Cordoba, tempat yang menjadi pusat peradaban dan pengetahuan saat Islam masih memeluknya. 


Fakta tentang beras yang ditulis seseorang itu seakan sejalur dengan fakta tentang babi di Cordoba. Sama-sama dibiasakan. 

Sebenarnya tak ada hal khusus yang ingin kusampaikan dengan rinci disini. Aku hanya ingin membagikan satu jawaban dari satu pertanyaan. Ingin berubah ke arah lebih baik atau sebaliknya? Biasakan dirimu!

Read More

Saturday, July 21, 2012

SAMA-SAMA SIBUK

"Dia gak pernah ngerti apa yang aku rasakan, karena dia tak pernah ikut andil dalam organisasi dalam dan luar kampus!" keluh seorang teman padaku.

Saat itu ia sempat dihadapkan pada masalah yang menurutnya tak pernah berakhir. Dihadapkan pada pilihan lebih baik meninggalkan berbagai aktivitasnya di organisasi atau meninggalkan kekasihnya. Ah, ini masalah yang sangat kapiran. Kau pilih aku atau bola. Kau pilih aku atau pekerjaanmu. Kau pilih aku atau buku-bukumu. Memuakkan. Benar-benar pernyataan yang memuakkan dan selalu berakhiran kalimat, "Kamu gak pernah ngerti aku!" Cih!

Menurutku, orang yang sibuk harus berjodoh dengan orang yang sibuk pula. Kesimpulan itu terbersit begitu saja saat aku mendengarkannya bercerita. 

Rasanya aku pernah mendengar kesimpulanku itu diucapkan oleh ibu Tri Mumpuni dalam sebuah event perkumpulan mahasiswa nasional. Entah aku yang salah tangkap ataukah ibu yang salah mengucapkannya.

Tapi rasanya terlalu jelas diingatanku. Apalagi kisah temanku satu itu seakan menegaskan kesimpulan yang aku buat sendiri setelah ia bercerita. Kisahnya pula yang mengingatkanku pada kebodohanku dimasa lalu.

Teringat suatu waktu, ada seseorang yang luar biasa sibuk dengan berbagai kegiatannya bertandang di hatiku (aih, terlalu menggelikan kata-kata itu :D). Aku yang notabene hanya mahasiswa rumahan yang kerjanya hanya kupu-kupu alias kuliah pulang-kuliah pulang menuntutnya untuk selalu menjawab setiap pesan singkat yang kutujukan padanya. Hasilnya, hubungan kami merenggang. 



Memang kisahku dan kisah temanku tak bisa dijadikan kesimpulan yang sesuai dengan realita lain yang bretolak belakang. Tapi setidaknya ada pelajaran penting disini. Jika orang yang kau sayang itu adalah orang yang sibuk, maka sibukkanlah dirimu dengan kegiatan yang kau sukai sehingga kau tak perlu mengais kasih sayang berlebihan darinya. Asal kau tahu, rajukanmu itu terkadang bukan tanda dari keromantisan, tapi malah memuakkan.

Jika kau tak bisa begitu, maka carilah orang lain yang bisa kau perlakukan sebagaimana kau bermain trampolin. Orang yang bisa menerima dan membalas semua rajukan "kasih sayang"mu sesuai dengan yang kau mau, sesuai dengan setiap loncatan yang kau lakukan diatas trampolin itu. 

Sekali lagi aku hanya mengingatkan, aku pernah menjadi memuakkan dan muak karena hal yang sama yang telah kusebutkan sebelumnya. Cukuplah aku, kawan. Tak usah bertambah lagi dengan kau. 

Tinggal pilih, sama-sama sibuk atau pergi dengan orang lain yang tak sibuk karena takkan ada kebersamaan dalam ketimpangan. Salah satu merasa "paling" mencintai saat yang lain berharap mereka berdua "saling" mencintai. 
Read More

DAMPAK TABLIGH AKBAR

Suatu hari menjelang akhir masa baktiku di KKN tematik. Sebagaimana selalu, ada acara besar yang menutup berbagai rentetan kegiatan yang diselenggarakan sebelumnya. Sebenarnya tidak terlalu besar, karena dana yang kami punya juga pas-pasan. Tapi cukuplah untuk dibilang besar dari pada kegiatan lain sebelumnya. Kegiatan itu bernama Tabligh Akbar.

Isinya selayaknya pentas seni di sebuah sekolah. Ada anak yang menyanyi, menari dan lain sebagainya. Satu pelajaran yang benar-benar tak pernah terpikir olehku. Memikirkannya membuatku berpikir ulang melakukan program "akselerasi" berkeluarga seperti yang digembor-gemborkan oleh temanku.

Sore itu, basecamp kami penuh anak kecil yang berasal dari berbagai madrasah di dusun 2 desa Cikadut. Tujuan mereka berkumpul di depan basecamp itu hanya satu, minta didandani sebelum tampil.

Sial, sungguh jebakan batman yang awalnya tak kuambil pusing. Tapi nyatanya sukses membuatku kebingungan setengah mati. Bagaimana tidak, memakai lipstik saja geli setengah mati, apalagi mendandani orang lain? bisa-bisa mereka menjadi salah satu personel baru badut ancol!



Beruntung, saat itu anak-anak masjid sebelah sedang dimake-up oleh ibu-ibu yang ada disana. Dengan sedikit merajuk, kuminta beliau-beliau (para ahli tata rias) itu memperpanjang jam kerja mereka. Awalnya menolak, tapi akhirnya setuju. Fyuh, bebanku berkurang satu.

Saat para ibu-ibu mendandani anak-anak itu, aku hanya bisa duduk di sofa melihat mereka sibuk dengan kegiatan yang identik dengan wanita itu. Saat itu terlintas dipikiranku, bagaimana bila nanti suatu saat anakku akan tampil disuatu acara dan aku tak bisa apa-apa? aaaahhhh...tidaaakkk!!!

Well, hari itu semakin menguatkanku, aku belum siap menikah. Jadi tolong, jangan tanya hal itu lagi :D


Read More

Perpisahan

Untuk apa ada pertemuan jika akhirnya ada perpisahan?

Ah, pertanyaan yang aneh. Perpisahan ada karena ada pertemuan. Jika tidak ada pertemuan, apa yang perlu dipisahkan. Ya ya ya, yang mana yang lebih dahulu itu memang tak penting. Bak perselisihan pendapat ayam atau telur yang terlebih dulu ada di dunia. 

Hari ini. Tepat jam 9 pagi hari ini (21 Juli 2011) ada lagi perpisahan yang harus kulewati. Perpisahan dengan beberapa orang teman, warga dan anak-anak lucu nan imut yang sebelumnya diawali pertemuan 43 hari yang lalu. KKN tematik berakhir. Kontrak terjun ke lapangan untuk mengajar baca tulis Al-qur'an pun berakhir. 

Jujur saja, tak terlalu banyak pelajaran yang bisa kuterima selama 43 hari disana. Hanya saja, ada yang aneh dari perpisahan pagi tadi. 

Tak ada setetespun air mata yang keluar dari singahsananya. Aku tak menangis sedikit pun. Rekor besar.

Entah karena memang tak terlalu dekat, atau karena kedatangan ayahku sebagai penjemput yang terlalu cepat. Ah, entahlah. Yang jelas, perpisahan pagi itu sangat-sangat garing. Rasanya enggan menceritakan detail potongan kejadian pagi tadi. 

Yang harus kusadari sekarang, tak ada lagi teman-teman yang menemani selama lebih dari sebulan itu. Tak ada lagi adik-adik ganteng nan oke semacam Opan dan Fikri. Tak ada lagi nasihat dari abah yang sangat bijak dan emak yang imut tiada dua. Tak ada lagi "ungkapan takjub" karena ketidakmampuanku di dapur dari ibu Isur dan bu RW. Tak ada lagi teriakan-teriakan anak kecil yang bisa kudengar setiap saat di basecamp kelompok kami. Tak ada lagi makan bersama di nampan super besar berwarna hijau. Tak ada lagi siram-siraman air big cola dan canda tawa bersama. Tak ada lagi kebersamaan 12 orang yang lebih sering tak bersama. Tak ada lagi mereka. Tak ada lagi anggota kelompok 5.



Walau tak banyak pelajaran berarti disana, puji syukur selalu kehadirat-Mu yang telah memberiku kesempatan menemukan orang-orang aneh yang terkumpul dalam satu kelompok KKN tematik. 

Ada Wawan alias Ball-bul yang ahli membuat ungkapan-ungkapan tak masuk akal. Ada Laz yang hobi meng-update faceding sebagai pelampiasan keterbatasan kami mengakses facebook di dunia maya sana. Ada Nunun yang sangat "bangga" dengan hidung peseknya. Ada Bulbul yang merasa dirinya artis cantik sejagad raya. Ada Enjang yang tak merasa bosan meliput dirinya sendiri dalam berbagai video yang diakuinya sebagai film dokumenter. Ada mas Anang yang selalu meyakinkan kepada banyak orang bahwa ia adalah calon anggota MPR yang penuh konsep brilian. Ada Tika yang sibuk dengan untaian kata dalam bait-bait puisi yang sempat membuatku takjub pada pilihan diksi yang ia pakai. Ada Mang Atep dengan bubur haji Sulamnya yang melegenda. Ada abang Oki yang rasanya tak bisa dipisahkan dengan laptop ataupun cat dan triplek. Ada Vivi yang tak pernah jemu bertahan pada satu stasiun tv swasta untuk melihat aksi spongesbob yang menurutku membosankan. Ada Jenal yang tak pernah berhenti mengelu-elukan kata-kata cinta karena kasmaran yang melandanya. 



Ah, hanya 12 orang, namun begitu banyak perbedaan diantara kami. Aku tak pernah bisa membayangkan bagaimana akhirnya bila kami tak berpisah hingga beberapa tahun kedepan. Apakah akan tetap bisa menerima kekurangan dan kelebihan? ataukah sebaliknya?

Tuhan selalu tahu waktu terbaik makhluknya bertemu dan berpisah. 

Bagaimanapun hubungan kami kedepannya, aku yakin inilah yang terbaik. Toh, berpisah dan bersama tak begitu berbeda. Semuanya hampir sama. Sama-sama akan berujung pada lawan katanya. 
Read More

Sunday, July 8, 2012

CAKAPKU PADA HUJAN

Hari itu entah mengapa aku hanya berniat untuk duduk di dekat jendela. Menikmati belaian angin yang memikat dan menebar sensasi dingin yang tak biasa. Sebenarnya hembusan angin yang kunikmati itu berhembus kencang dan bisa saja menjadi penyebab utama penyakit tak menyenangkan bernama masuk angin. Tapi tak apa. Aku benar-benar menikmati hembusannya karena kutahu, angin hanyalah salah satu pertanda datangnya sesuatu yang selalu kucinta. Hujan.

Perlahan hembusan angin kencang itu menggiring segerombolan awan kelabu. Walau mendung tak berarti hujan, tapi aku terlalu yakin hujan benar-benar akan datang. 

Prediksiku benar. Tetesan air turun dari langit perlahan. Sepertinya ribuan galon air yang dibawa awan kelabu tak sabar ingin menyapa manusia dengan sensasi dinginnya. Sepertinya ribuan galon air itu tak sabar berbisik padaku untuk bercakap-cakap seperti biasanya. Ya, aku benar-benar bisa bercakap dengan hujan entah sejak kapan, aku tak tahu pastinya.

"Apa kabar?" bisik hujan dengan gerimis yang mulai berjatuhan.
"Baik. Baik sekali. Apalagi setelah kau datang," jawabku sambil terus tersenyum bahagia.
"Ada yang ingin kutanyakan padamu. Kau bisa berjanji untuk menjawabnya?" tanyanya.
"Apa?" tanyaku menyelidik.
"Berjanjilah kau akan menjawabnya."
"Baiklah, ya, aku berjanji."

Ia terdiam sebentar. Desauan angin yang biasa menyampaikan bisiknyapun berhenti. Rasa tak sabar menyeruak dalam hatiku, tapi sekuat tenaga kuhalau.

"Em..apa yang kau ingat tentangku? Hanya itu pertanyaannya. Apa yang kau ingat tentang hujan." 

Aku terdiam sejenak. Kukira pertanyaannya akan menyangkut urusan pribadiku, ternyata tidak. Syukurlah.

"Tentang kau? aku tak ingat apapun," candaku.
"Benarkah?Kau bohong!" hujan menderas.
"Tidak sepenuh bohong. Banyak hal yang aku lupa tentangmu. Aku hanya ingat beberapa hal yang membuatku menyukaimu."
"Apakah itu?" 
"Benar kau ingin mengetahuinya?"



Hujan tak menjawab. Hanya suara petir dan cahaya kilat yang menjawab. Ah, hujan mulai merajuk. Merajuk yang menakutkan.

"Aku ingat pada sensasi dingin yang kau sebarkan disetiap kedatanganmu. Kuingat desauan angin yang membuatku bisa bercakap denganmu, semerbak bau tanah yang membuat sisa waktu setelah kau turn menjadi lebih segar dan menyenangkan, gemerlap bintang dan cahaya bulan saat kau turun di sore harinya. Kuingat bulu kuduk yang selalu berdiri kedinginan, tawa anak kecil menyambut kedatanganmu, orang dewasa yang sibuk berteduh dan menggerutu saat kau muncul dengan tiba-tiba, tukang es yang sedih karena kau telah mendinginkan suasana dan membuat dagangannya tak laku, senyuman dan harapan para ojeg payung yang bisa mendulang beberapa lembar ribuan dari payung-payung lusuh mereka. Yang terpenting, dengan turunnya kau, aku bisa mengingat seseorang yang bisa membuatku tersenyum beberapa waktu lalu. Bukan senyum yang biasa, tapi senyum yang membuatku benar-benar bahagia. Ah, terlalu banyak yang tak kuingat hingga aku tak bisa menyebutkan semuanya. Apa pentingnya kau tahu ingatanku tentangmu?"

"Tidak penting sebenarnya, aku hanya ingin tahu seberapa berartinya kemunculanku di muka bumi ini. Karena jawabanmu, aku semakin bangga pada Tuhan kita. Ia telah merencanakan semuanya dengan begitu sempurna."

Aku tersenyum riang mendengar jawaban hujan. Ah, ya! aku teringat sesuatu!

"Sekarang giliranku. Bolehkah aku bertanya padamu?" tanyaku pada hujan.
"Bertanyalah sebelum bertanya itu dilarang," candanya.
"Kapan kau musnah dari ingatan manusia?"
"Maksudnya?"
"Maksudku, kau tahu bukan manusia selalu menyebutmu dalam lagu-lagu mereka, dalam cerita-cerita mereka, dalam kenangan-kenangan mereka. Mereka selalu melibatkanmu dalam aktivitas mereka. Menyalahkanmu atas kesialan dan kuyupnya baju mereka. Kapan kau tak disalahkan, tak disebut dan tak diingat oleh manusia?" jelasku.
"Aku sudah menjawabnya sebelum kau bertanya. Ini rencana Tuhan kita. Tapi bila aku boleh memprediksi kapan namaku hilang dari ingatan manusia, saat itu adalah saat aku tak turun lagi menyapa manusia serta saat para pecinta tak menyebutku lagi dalam untaian doa, kenangan, dan dalam berbagai ungkapan yang menisbikan kejadian bersama orang-orang yang mereka cintai. Ah, aku bingung bagaimana menjelaskannya padamu. Apakah kau mengerti?"
"Ya, aku mengerti. Apakah saat itu juga saat aku berhenti bercakap denganmu?"

Hujan berhenti dan pertanyaanku tak pernah terbalas lagi.

Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)