Thursday, April 25, 2013

BERUBAH

Dunia tak pernah diam. Bumi dan alam semesta bergerak sesuai dengan aturannya. Semua bergerak. Hingga daratan bisa menjadi lautan ataupun sebaliknya. Gunung himalaya yang tadinya hamparan samudera berdiri kokoh hingga kini. Tak bisa dinafikan kemungkinan bahwa rumah kita dulunya adalah lautan, pegunungan atau bahkan aliran sungai, danau dan hutan. Gambaran itu kudapat dalam sebuah acara televisi di salah satu televisi swasta di indonesia.

Seperti biasa, khayalanku melesat entah kemaana. Membayangkan diriku sendiri duduk di atas kursi dan bisa mengamati perubahan iklim serta kondisi di dekatku. Lingkungan di sekitar tempat dudukku berubah menjadi daerah pegunungan, hutan, sungai hingga lautan. Tuhan, Kau selalu bisa menjaga keseimbangan ciptaan-Mu.

Dunia berubah, alam berubah, manusia pun berubah. Aku, kau, kita, dia, mereka. Semua orang berubah. Yang tak berubah hanya perubahan.

Kau tahu, perubahan kadang bisa diprediksi, kadang sebaliknya. Perubahan kadang bisa diatasai, kadang tidak. Perubahan kadang harus diterima, kadang harus dilawan. Perubahan kadang harus ada, kadang tak perlu adanya. Semua kadang-kadang. Semua tidak pasti. Semua bisa berubah. Termasuk kita.

Kau bilang aku berubah, tak sadarkah kau juga demikian? Kurasa aku tak berubah dan kau bisa merasakan yang sama.

Subjektvitas sangat erat kaitannya dengan perubahan. Apalagi perubahan sikap. Sikapmu, sikapku, sikap kita tak perlu dipertanyakan lagi dinamikanya. Tak perlu merasa aneh dengan perubahan. Bukankah dirimu juga termsuk orang2 yg suka perubahan? Kontra dg  status quo?

Kau, aku, kita, kadang akan mengalami perubahan seperti bumi dan dunia ini. Kadang merasa berubah dan kadang tidak. Kadang menerima perubahan dan kadang sebaliknya.

Karena kita semua berubah, maka pandangan tentang perubahan juga sepertinya harus berubah. Mungkin kata "kita" nantinya akan berubah kembali menjadi tiada dan kembali seperti sebelumnya, menjadi aku dan kau, bukan kita.
Read More

Sunday, April 21, 2013

MACET LAGI


Sore ini, sabtu sore. Waktu dimana aku seharusnya berkumpul dengan beberapa panitia gebyar kampus untuk menonton pagelaran teater unit kemahasiswaan kami. Tapi aku tak bisa berada bersama mereka. Ada beberapa hal yang tak bisa kutinggalkan dirumah, termasuk ibu dan adikku.

Baiklah, itu tak penting. Yang jelas, sore itu tak seperti biasanya. Ular panjang kendaraan terpampang di depan mata. Sungguh, aku tak tahu pasal apa yang membuat mesin2 berisi manusia itu bisa mengantri begitu panjang. Kukira ini macet biasa, kuputuskan untuk menunggu kendaraan umum yang kutumpangi berjalan kembali. Nyatanya, setengah jam berlalu kami tak beranjak dari tempat semula. Kesal menjalar. Semua penumpang memutuskan turun dan berjalan. Astaga, entah seperti ular apa, yang jelas antrian kendaraan2 itu panjang tiada tara.

Aku berjalan, seperti orang lain yang kesal duduk menunggu kemacetan terselesaikan. Kupikir hanya perlu lima atau tujuh meter untuk mendapatkan angkot selanjutnya lalu melanjutkan perjalanan pulang, ternyata sekitar 1-2 kilometer kuberjalan, yang kutemukan hanya tumpukan kendaraan dan orang2 yang kesal dengan kemacetan ini.

Kau tahu permainan traffic jam? Ya, seperti itulah keadaan jalan sibuk kami. Bedanya, tak ada ruang bagi manusia mengatur kendaraan yang sama2 ingin melaju dari berbagai arah. Polisi-polisi kebingungan, pengendara mobil, truk hingga sepeda motor dan sepedaa bertambah kesal, pejalan kaki tak mendapatkan haknya di trotoar. Aih, betapa macet membuat banyak orang sibuk dengan diri mereka masing-masing.

Aku seperti titik tak terlihat diantara banyaknya manusia disini. Sungguh, bagaimana banyaknya jika seluruh manusia dikumpulkan di padang mahsyar nanti? Jelas, tanpa motor dan mobil. Tanpa handphone dan high heels.

Lelah? Pastinya, iyaa. Tapi mau bagaimana lagi? Jika tak berjalan, aku hanya akan seperti orang2 yg ada didalam angkot dan tertahan diantara panjangnya kemacetan.

Tapi sungguh, sore ini indah. Indah karena ketidakindahan yang ada. Indah karena kemacetan.

Karena kemacetan yang tak kunjung mengurai, pedagang minuman laris tiada dua, pedagang gorengan sibuk memenuhi permintaan pelanggannya, sopir angkot yang putus asa karena kemacetan tersenyum kembali karena kendaraannya penuh muatan yang lelah berjalan.

Karena kemacetan, semua orang dalam angkutan kota berwarna hijau ini saling bertegur sapa. Saling bercerita tentang kabar kemacetan, banjir dan lain sebagainya.

Ya, macet memang mengesalkan, tapi tak selalu semua hal menjadi mengesalkan, setidaknya untukku. Tapi tak ada pengguna jalan yang mendambakan kemacetan dalam perjalanan mereka dan ini masih selalu menjadi pekerjaan rumah kita bersama.

Macet lagi, macet lagi. Banjir lagi, banjir lagi. Posting lagi, posting lagi :)
Read More

Saturday, April 13, 2013

MATI (3)



... Lain ceritanya dengan film yang pernah kutonton sekilas dan lagi-lagi aku lupa judulnya. Hehe

Dalam film itu diceritakan bahwa seorang pria akan mati beberapa hari yang akan datang. Semua hal seakan-akan menunjukkan bahwa dia benar-benar akan mati di waktu yang telah mendesak itu. Awalnya pria itu tak percaya, tapi akhirnya ia percaya bahwa dirinya akan mati di hari itu. Pria itu mempunyai keluarga yang kurang ia perhatikan. Aku lupa apakah pria itu mempunyai anak atau tidak. Hubungannya dengan istrinya kurang baik. Apalagi hubungan dengan orang lain. 

Ia bertemu dengan seorang penjaga rumah duka. Pria penjaga rumah duka itu terlihat terlalu kebetulan muncul dalam hidup lelaki yang akan mati itu. Hingga ada saat pria penjaga rumah duka itu terlihat seperti malaikat pencabut nyawa. 

Aku tak ingat jelas detail ceritanya seperti apa. Intinya, sikap pria yang akan mati itu berubah 360 derajat dari biasanya. Ia ingin menghabiskan waktunya untuk berbuat kebaikan yang ia bisa. Ia lebih romantic dengan istrinya. Ia lebih solider dengan temannya daripada sebelumnya. Ia lebih banyak beribadah daripada sebelumnya. 

Hingga suatu malam sebelum ia mati. Tetangganya memintanya datang ke gereja. Saat pria yang merasa dirinya akan mati itu masuk ke gereja, ia melihat pria penjaga rumah duka menjadi pastor yang sedang berbicara didepan para jemaat. Semuanya terasa terlalu banyak kebetulan yang pria akan mati itu rasakan. Hingga akhirnya semua kejanggalan itu terungkap. Ternyata, pria akan mati itu hanya subjek penelitian pastor yang juga seorang peneliti dan penjaga rumah duka tentang kematian. Pastor itu yang merencanakan semua hal seperti menunjukkan bahwa pria itu akan mati besok.

Hem, kematian oh kematian.

Aku yakin Tuhan tidak akan segegabah Light Yagami saat ia menuliskan banyak nama penjahat untuk mati dengan bantuan Death Note yang ia dapat dari Dewa Kematian. Tuhan lebih canggih daripada yang kita kira. Semua hal sangat kecilpun ia atur dengan rapi. Saat semuanya berantakan karena ulah manusia, Tuhan pasti merencanakan yang lebih baik. Termasuk kematian. Bisa saja sebenarnya kita bisa hidup 70 tahun. Tapi karena pola makan yang tidak baik dan kebodohan-kebodohan lainnya yang kita lakukan, kita bisa mati lebih cepat dari probabilitas umur kita sebenarnya.

Ah mati, apa yang akan aku lakukan ya bila 24 jam lagi aku harus pergi dari dunia ini?
Menulis surat wasiat? Bersujud mohon ampun atas segala dosa? Bersenang-senang menikmati indah fananya dunia sebelum meninggalkannya? Menyenangkan orang tua? Mentraktir adik-adik? Membalas kejahatan mereka yang menyebalkan atau memafkannya? Mengabari orang yang disukai? Atau apa?

Tak ada yang bisa menjawab karena kita (khususnya aku) tak tahu pasti jawaban yang harus dikeluarkan. Sejujurnya, aku belum ingin mati jika pundi syarat masuk syurgaku belum terpenuhi :( 
 
Tuhan, lindungi kami dari kematian suul khotimah. Amin.
(selesai)
Read More

MATI (2)



... Orang-orang yang meminum pil dan akan mati di usia yang telah ditentukan itu akan mendapatkan surat kematian 24 jam sebelum kematiannya. Undang-undang ini ditujukan agar para warga lebih menyadari nilai hidup dan berbagai penjelasan yang tak masuk akal menurutku.

Orang yang mendapat surat kematian harus mengkonfirmasi bahwa mereka mendapat surat itu ke departemen Negara yang telah ditunjuk sebagai pelaksana. Rerata, orang-orang yang mendapat surat kematian akan terkaget-kaget luar biasa. Uniknya, mereka adalah orang-orang yang memang mempunyai masalah serius yang berbeda-beda. Ada orang yang menjadi sangat minder dan tidak percaya diri karena menjadi korban bullying saat SMA dulu. Sebelum ia mati, ia membalas semua kejahatan yang telah ia terima. Ada guru bahasa Inggris yang mati setelah memberi “pelajaran” pada orangtua muridnya yang nakal. Ia berprinsip bahwa anak tak pernah salah, orangtua mereka yang salah. Ada anak seorang calon pejabat yang sedang gencar berkampanye berusaha menembak ibunya sendiri yang sedang berkampanye tentang undang-undang ini sebelum ia mati. Lain manusia, lain cerita. Namun satu yang hampir sama adalah sikap dan ekspresi mereka saat menerima surat kematian di kediaman mereka masing-masing. Tak percaya, tidak menerima, ketakutan dan ingin menghabiskan waktu sebelum matinya dengan apa yang ingin mereka lakukan sebelumnya.

Aku jadi membayangkan bagaimana jika negaraku menerapkan hal yang sama dengan Negara ini. Sepertinya yang terjadi pertama kali adalah resistensi yang meluas seluruh Indonesia berwujud demonstrasi pelanggaran UU Hukum dan HAM. Setelah itu petisi akan muncul dimana-mana. Eh, jangankan petisi, disahkan DPR pun sulit. Rasanya tingkat kejahatan yang akan bertambah karena minimnya tingkat keadilan untuk rakyat dalam hal apapun termasuk masalah hukum dan lain-lain. Selanjutnya akan berdampak pada ikutcampurnya Negara lain dalam urusan ini. Mulai dari menuntut negaraku dijatuhi hukuman dari PBB atau badan internasional lainnya, hingga sok pahlawan mengirimkan pasukan perdamaian untuk merusak perdamaian negaraku ini. Aih, tahu apa aku tentang hal-hal seperti ini? Aku hanya mengira-ngira saja, teman. 

Ya ya ya. Tak ada orang yang pernah mau mati saat mereka merasa belum memaksimalkan waktu di dunia. Tak ada orang yang mau melihat orang terdekatnya mati 24 jam setelah diberitahukan melalui surat kematian. Tak ada orang yang tega melihat orang lain mati karena takdir buatan percepatan kematian oleh manusia. Tak ada orang setuju dengan undang-undang ini. Tak akan ada. Tapi karena itu komik, maka aku percaya saja :D

(to be continue...)
 
Read More

MATI (1)



Entah mengapa tiba-tiba aku berpikir tentang beberapa hal yang sudah tak lama terpikirkan olehku. Salah satunya tentang kematian. Aku sungguh tak habis pikir, bagaimana jadinya bila seluruh manusia mengetahui dengan pasti kapan mereka akan mengakhiri hidup mereka di dunia. Apakah mereka akan menghabiskannya untuk kebaikan atau sebaliknya?

Seorang teman di sekolahku dulu adalah orang yang luar biasa aktif. Segala kegiatan ia ikuti. Segala hal yang bisa ia kerjakan, tak segan dikerjakannya. Rasanya dia bukan orang yang tahan dengan stagnannya ritual harian yang kami kerjakan. Itu terjadi hingga sekarang. Hampir setiap hari yang ia lalui dijalani dengan kegiatan yang berbeda. Mulai dari kuliah, latihan orchestra, mengajar pramuka, dll. Aih, aku selalu dibuat iri karenanya.

“Karena hidup itu pilihan. Kesempatan itu tidak akan datang begitu saja. Kita harus mempersiapkan diri untuk merebut kesempatan yang akan kita dapatkan. Semua mimpi, kalau menunggu dan ditunda-ditunda untuk dicapai, gakkan pernah tercapai. Mimpi itu harus direbut. Direbut dengan kapasitas kita yang sudah pantas menggapai mimpi itu. Jadi, daripada bengong-bengong saja selama hidup ini, mendingan maksimalkan dengan apa yang bisa kita lakukan. Istilahnya, kalau kuliah itu jangan Cuma 4D (Datang, duduk, dlangak, dlongok).”
Kalimat panjang yang selalu sukses membuatku menghela nafas panjang. Benar, hidup itu pilihan. Banyak pilihan didalamnya termasuk mati dan mengisi hari sebelum mati.
Aku pernah membaca serial komik (aku lupa judulnya :D ) yang menceritakan tentang suatu Negara dengan undang-undang “pembunuhan warga negaranya”. Begini, Negara itu membuat sebuah undang-undang yang mewajibkan seluruh anak yang baru memasuki jenjang sekolah dasar untuk diberikan pil dan pemeriksaan kesehatan. Dari 1000 pil, akan ada 1 pil yang berisi “bom waktu” bagi peminumnya. Orang yang memakan pil bom waktu itu akan mati saat bom itu meledak dalam tubuhnya saat ia berusia sekitar 20 tahunan. Kerahasiaan tentang pil pembunuh ini dijaga ketat oleh Negara. Setiap tingkatan penyedia pil dibuat serahasia mungkin. Orang-orang yang menyebarkan pil takkan tahu siapa saja yang meramu pil dan membuat kode pil mematikan itu. Intinya, semua berjalan dengan baik dan rahasia. 

(to be continue... )
Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)