Wednesday, October 16, 2013

HIDUP DAN MOTOR

Pagi tadi sama seperti biasanya. Udara terasa segar. Burung-burung masih riuh berkicau. Kendaraan roda empat hilir mudik di jalan kecil di desa kami. Hal yang tak biasa adalah pada kegiatanku pagi itu. Aku tak berkutat dengan setumpuk cucian di rumah bagian belakang. Bukan pula diam di depan laptop dengan kening berkerut dan pikiran yang tak karuan. Pagi itu aku dan adikku memutuskan untuk pergi dari rumah. Menuju jalan raya yang cukup jauh dari rumah kami. 

Adikku memanaskan mesin motor. Aku mencari-cari sandal yang selalu malu-malu dan bersembunyi entah dimana saat akan kupakai. Setelah semuanya siap, kami berdua bergegas pergi keluar rumah dengan kendaraan roda dua itu. Tinggal dan berada di lingkungan dengan nilai kolektivisme yang tinggi membuat kami tidak bisa cuek bebek dan tak menebar senyum saat bertemu tetangga. Ya, walaupun kita tidak tahu siapa mereka karena tak pernah berinteraksi secara langsung, tapi tak ada yang salah menebar senyum kami yang memang manis :D

Jalan desa kami sedikit unik. Setengah aspal pas-pasan dan setengahnya lagi hotmix. Perjalanan dari depan rumah agak sedikit menyebalkan karena harus cekatan memegang dan menarik rem karena kondisi jalan yang cukup jelek. Seperti halnya proyek-proyek pembuatan jalan di tempat-tempat yang terpencil. Bagus di depannya saja, di ujung jalan entah bagaimana nasibnya. 

Seperti tanggungjawab. Saat tangungjawab dipikul oleh seorang manusia yang mengajukan diri untuk memikul tanggung jawab itu, sepertinya semua orang yang mendukungnya akan selalu ada sampai di penghujung jalan nun jauh disana. Mereka benar-benar "terlihat" membawa cangkul dan berbagai perlengkapan membangun jalan lainnya. Meter berganti meter, beberapa meter pertama luar biasa bagusnya hasil kerja mereka. Sangat mudah membedakan mereka yang benar-benar ingin membantu dengan mereka yang hanya bisa berkomentar saja. Namun semua berubah di meter ke-40. Semua orang disana mengeluhkan bagaimana mereka bisa kerja dengan baik bila pasokan logistik yang dibutuhkan tidak tersedia. Semua orang meragukan kemampuan mereka membuat jalan puluhan meter jauhnya. Semua orang sudah bosan dengan pekerjaan-pekerjaan yang menghabiskan waktu mereka siang dan malam. Semua orang sepertinya sudah tak berdaya. Tapi pemimpin proyek harus tetap ada dalam posisi yang tak semakin menyulitkan mereka. Singkat cerita, proyek selesai. Setelah proyek itu selesai, tak pernah ada orang-orang yang mengungkit kembali permasalahan pembangunan jalan. Tak ada lagi orang yang berkomentar "uangnya dipakai apa sih? kok bikin jalan saja tidak becus" atau "bagaimana sih yang pegang proyek. Tidak menghormati pengguna jalan," dan sebagainya dan sebagainya.

Ah, menurutku hidup tak lebih seperti membangun jalan itu. Apalagi bila kita mendapatkan amanah dalam sebuah proyek, jabatan ataupun tanggungjawab yang sejenisnya. Fase pembangunan jalan yang kuceritakan tadi pasti terlewati. Lengkap dengan dinamikan permasalahan yang berbeda satu sama lain. Tapi itulah hidup.

Aku masih cukup takut menyatakan diriku telah mengambil banyak keputusan yang benar dan sesuai dengan kebutuhan maupun permasalahan yang ada. Aku masih jauh dari kata sempurna. Toh tidak kentut sehari saja bisa menangis, mana bisa aku sombong?

Lalu apa hubungannya dengan judul tulisan ini? Ah, sudahlah. Kau terlalu mengambil pusing banyak hal kecil :D
Read More

Sunday, October 13, 2013

Dekat

Feeling close to another person is a wonderful experience, but one that assumes the risk of experiencing loss or rejection. Accordingly, before growing closer to a partner, one would like to be sure that the partner also desires closeness.
Mendekati, didekati, memaksa dekat dan merasa dipaksa dekat seperti hal yang lumrah di dunia ini. Saya baru sadar jika hal-hal remeh seperti ini bahkan menjadi perhatian para peneliti asing yang mengabdikan dirinya dalam dunia sosial dan hubungan interpersonal.

Banyak sekali hal-hal yang menyebabkan seseorang dekat dengan orang lain. Ketertarikan satu sama lain atau satu pihak saja bisa disebabkan oleh banyak aspek. Mulai dari ketertarikan karena fisik hingga wawasan. Ah, tak usah kujelaskan pun kau sudah mengerti, bukan?

Saat seseorang dekat dengan orang yang menarik untuknya, ada beberapa hal yang mempengaruhinya, salah satunya persepsi tentang perasaan orang tersebut terhadap hubungan yang mereka jalani saat ini. Seperti yang saya kutip di atas, memiliki perasaan yang dekat dengan orang lain memang sebuah pengalaman yang menyenangkan, tapi risikonya adalah merasakan pengalaman kehilangan atau ditolak.

Persepsi tentang apa yang dirasakan oleh -katakanlah- pasangan sangat berkaitan erat dengan hasil atau outcome dari sebuah hubungan daripada perasaan nyata yang dirasakan pasangan. Hal ini sering disebut dengan efek akurasi (Kenny & Acitelli, 2001). Ah, kau pasti tahu saat orang jatuh cinta, ia tak mungkin dengan mudahnya tahu dan sadar bahwa ia sedang jatuh cinta. Terkadang kita menilai apa yang pasangan kita rasakan dengan apa yang dirasakan oleh kita sendiri. Ini jelas asumtif dan perlu dibuktikan atau bahasa kerennya diobjektifikasi. 

Terlepas dari hal itu, tanda-tanda spesifik alias kode sangat penting untuk menstabilkan respon umum yang diterima oleh pasangan. Kepuasan yang dirasakan oleh pasangan mengarahkannya pada persepsi kedekatannya dengan kita. Kau tahu, ini dapat mempengaruhi pada tingkat kedekatan seseorang terhadap pasangannya. 

Secara cepat saya menyimpulkan bahwa kepuasan pasangan kita terhadap hubungan yang sedang dijalani dapat 'dideteksi' dengan tingkat kedekatan pasangan terhadap kita. Maka bila kau ingin komitmen hubunganmu kalian oke, maka yang perlu pertama kali ditumbuhkan adalah persepsi positif pasangan terhadap hubungan yang sedang kalian jalani. Hal ini bisa terjadi karena persepsi positif terhadap hubungan akan menumbuhkan kepuasan seseorang pada hubungan yang sedang dijalani. 

Sebagai informasi, tulisan ini bersumber dari jurnal sosial dan hubungan interpersonal yang sedang saya baca. Jadi, jika kurang sesuai dengan apa yang kau rasakan, jangan marah-marah di blog ini, oke? :) 
Read More

Saturday, October 12, 2013

Dari Tak Mungkin menjadi Mungkin

Tiba-tiba teringat dengan beberapa kompetisi tingkat nasional yang kami ikuti. Bukan, bukan saya yang mengikuti kompetisi itu, tapi mahasiswa/i Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang diakomodir oleh SMF Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Beberapa minggu yang lalu, kami mengikuti sebuah event tahunan dari fakultas Psikologi salah satu universitas terkemuka di Indonesia. Event ini terdiri dari berbagai cabang lomba olahraga dan seni. Dari sekian banyak cabang lomba, kami hanya mengirimkan 3 tim (Futsal putra, basket putra dan tari) karena keterbatasan kuota yang disediakan panitia untuk cabang lomba tertentu. 

Masih teringat jelas raut muka kebingungan teman-teman bidang pengembangan seni dan olahraga. Hal mendasar yang paling membuat mereka bingung adalah bagaimana memfasilitasi pemain atau peserta lomba dengan sebaik-baiknya. Berbagai cara sudah kami upayakan. Namun kekurangan pasti tak bisa dinafikan. 

Hari keberangkatan tiba. Bus biru tua bertuliskan Angkatan Udara Republik Indonesia datang setelah kami menunggu lama. Padahal pelepasan peserta sudah dilakukan beberapa jam sebelumnya. Terlepas dari lamanya kami menunggu bus itu datang, bila kau tahu bagaimana cerita dramatis yang ada di belakang kehadiran bus itu, kau bisa saja beranggapan seperti kami : Bus itu adalah bus penyelamat. Terdengar terlalu berlebihan memang, tapi itulah yang sesuangguhnya terjadi. 

Melihat bus itu datang, raut muka kebingungan fasilitator sedikit memudar. Baru sedikit saja.

Kami berkumpul di tiang bendera depan gedung rektorat dan berdoa bersama. Apapun dan bagaimanapun hasilnya, mereka tetap orang-orang terbaik yang pernah dimiliki psikologi UIN SGD BDG.

Perjalanan dimulai. 

Bus itu mengangkut sekitar 35 orang dan langsung berangkat menuju Jakarta selepas Ashar. Sungguh, melihat keberangkatan mereka saja membuatku haru sekaligus bangga. Meskipun fasilitas yang kami berikan disana hanya ala kadarnya saja, tapi semangat untuk mengikuti kompetisi ini semakin bekobar. 

Mengapa saya tidak ikut? Ada banyak hal yang harus diselesaikan dengan segera disini. Kegiatan tak lantas berhenti hanya karena berfokus pada satu kegiatan yang sedang berjalan, bukan? Tapi saya berjanji akan menyusul kesana saat giliran tim tari tiba. Karena jadwal mereka cocok dengan pengaturan jadwal pribadi yang saya buat. Selain itu, hanya ada 1 orang staf bidang pengembangan olahraga dan seni yang ikut ke pertandingan tersebut. 

Pertandingan demi pertandingan berlalu. Kalah dan menang bergantian dicapai. Namun hasil akhir menunjukkan bahwa kami (tim futsal dan basket) belum bisa lolos ke babak selanjutnya. Sama halnya dengan perlombaan tari yang kami ikuti, kami belum bisa mempersembahkan kemenangan untuk semua orang yang telah mendukung kami. Tapi kekalahan tak pernah jadi masalah, karena tujuan utama menerima tawaran mengirimkan delegasi ke kompetisi tersebut bukan hanya 'meraup kemenangan' saja tapi memberikan kesempatan teman-teman kami di Psikologi UIN SGD BDG untuk merasakan maupun mempelajari penyelenggaraan kompetisi tingkat nasional. 

Terlepas dari hasil akhirnya, evaluasi besar-besaran perlu dilakukan dengan benar agar kedepannya lebih baik lagi. Meskipun kita semua harus menyadari bahwa semua orang yang terlibat dalam kompetisi ini baik pelatih, pemain maupun pihak kami sebagai official sudah berusaha sekuat tenaga dan sebisa mungkin. Mari saling menghargai. Bukan dengan sejumlah uang, bukan pula dengan pujian-pujian, tapi dengan pengakuan bahwa kita semua sudah berusaha pol-pol-an. 

Secara khusus saya ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kita semua mengikuti kompetisi ini. Semua hal yang sekarang telah berlalu itu sempat berkali-kali terasa mustahil bagi kami. Tapi dengan bantuan semua pihak, hari-hari itu telah kita lewati bersama. Sekali lagi, terimakasih sebanyak-banyaknya dan maaf atas segala kekurangannya. 

Sukses selalu! Salam hangat :)







Read More

Sunday, October 6, 2013

Bisikan

Kau tahu, semilir angin itu membisikkan sesuatu padamu. Tak penting memang, tapi itu cukup mengganggu. Ia berbisik tentang sesuatu yang tak pernah sedikitpun kuharapkan kemunculannya. Tentang sesuatu yang diberi nama kerinduan oleh banyak orang.

Ya, aku rindu. Apakah bisikan itu tersampaikan padamu?
Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)