Wednesday, March 26, 2014

MAAFKAN SAYA

Memori saya berhenti di suatu waktu, dimana saya menyesali tindakan bodoh yang pernah saya lakukan. Sore itu kami dalam perjalanan pulang dari rangakaian kegiatan sosial yang kami selenggarakan di daerah Parang Gombong, Purwakarta. Aku terkantuk-kantuk duduk di bangku belakang sopir. Bak sedang melakukan off road, mobil angkutan umum ini terguncang membuat hasrat tidurku hilang. 

"Ki, foto-fotonya bagus loh. Good job!" kata ketua LSM yang aku ikuti. 
"Oh ya? kata siapa?" kataku tak yakin.

Setahuku, hasil-hasil foto itu kurang memuaskan. Sebagai koordinator divisi dokumentasi di acara itu aku merasa tidak puas dengan kinerjaku maupun kinerja tim kami. Maklum, aku masih amatir memegang kamera canggih. Mungkin semaca culture shock, dari yang biasanya memegang kamera saku, kemarin harus memegang kamera yang tak bisa dipegang dengan satu tangan. Haha, katrok. Begitulah. 

"Kata Yudi (bukan nama sebenarnya :P)," jawab ketuaku itu. 
"Yudi? Yakin?" tanyaku meragukan.
"Iya, katanya dia foto-fotonya bercerita dan nge-feel abis. Saya percaya bagus kalau si Yudi yang bilang, Ki. Kalau kamu yang bilang sih perlu diverifikasi dulu," tambahnya mencoba bercanda.

Tapi aku tidak menganggap itu candaan. Jawaban dari ketua membuatku seperti ditampar dan dipukul oleh ratusan godam dari segala arah. 

Yudi, koordinator tim film dokumenter yang sempat membuatku kesal itu mengapresiasi hasil kerja keras tim dokumentasi kami. Padahal selama kegiatan berlangsung saya berusaha menghindari dia karena kabarnya dia suka membuat orang lain sibuk untuk membantu proyeknya sehingga abai pada pembagian yang sudah dilakukan jauh-jauh hari. Lengkap dengan segala wejangan beberapa teman tentang Yudi, image Yudi di mata saya sudah sangat buruk. Tapi dia mengatakan hasil foto kami bagus? Apa benar?

Terharu, malu dan merasa berdosa bercampur menjadi satu. Memang aku tak sepenuhnya mengalami hal-hal buruk yang diwanti-wanti teman-teman lain saat bekerjasama dengan Yudi. Selama kegiatan kami hanya berkomunikasi seperlunya saja. Setiap ia minta tolong kepada timku, beberapa kali kami bantu dan sisanya ditolak dengan halus. Kecurigaan, prasangka dan asumsi buruk sudah terlanjur menutup logika. Membuatku malu saat diriku sadar bahwa aku hanya berkutat dengan pikiran picik dan bodoh itu. 

Benar kata pepatah yang berkata bahwa kita akan menyesal dengan apa yang kita katakan tentang kejelekan seseorang saat kita melihat sisi baik dari orang tersebut. 

Mungkin saya tidak bisa seperti presiden Amerika yang mendekati orang yang tak disukainya untuk lebih mengenal dan mereduksi rasa tak sukanya terhadap orang tersebut, tapi pelajaran di sore itu sukses menampar saya secara telak tanpa perlawanan. Maafkan saya, Yudi. 

Read More

Friday, March 21, 2014

Tentang Ijah

Baiklah, aku terlalu kagum dengan temanku satu ini. Namanya Azizah, lengkapnya Nuraini Azizah. Biasanya aku memanggil perempuan energik ini dengan sebutah Ijah. Entah apa yang ada di dalam otaknya. Manusia satu ini selalu optimis. Selalu yakin apa yang ia inginkan dan impikan pasti dapat ia capai. Apapun itu. Pernah suatu ketika aku, Ijah dan beberapa teman berkunjung ke salah satu mall elite di Jakarta. Disana ada kios (eh kedai eh apalah itu namanya) donat dengan label yang tak kukenal namanya. Ijah kekeuh untuk membeli donat itu. Padahal bentuknya lebih kecil daripada donat label lain yang lebih murah harganya. Penasaran, kulontarkan pertanyaan,
"Kenapa kekeuh mau beli itu sih, Jah?"
Kau tahu apa jawabannya? 
"Ini hanya ada di Jakarta dan Bali". 

Just it.

Jawaban pertanyaan yang aku rasa tidak masuk akal. Hanya karena ada di dua tempat di Indonesia dan ia harus membelinya? Logic, please! 

Itu bukan kali pertama Ijah melakukan hal-hal yang ada di luar kebiasaan manusia biasa. Ia juga sempat ngotot untuk menghamburkan uang di salah satu cafe mahal di Bandung. Wajah sumringah dan cerita lucu yang ia ceritakan ke semua orang pasca kunjungannya dari cafe mahal itu tak pernah bisa kulupakan. Ia dengan senang hati menertawakan dirinya sendiri. Kebodohannya sendiri. Disana jawaban itu keluar.

"Aku ingin merasakan semua hal yang bisa saja tak mungkin kurasakan. Aku hanya ingin tahu."

Jawaban yang biasa keluar dari mulutnya, tapi masuk ke dalam hati dan ingatanku sampai aku menulis tulisan ini. 

Dia memang orang luar biasa yang tak bisa disamakan dengan orang biasa. Dia pemimpi profesional yang selalu memperjuangkan mimpinya. Dia orang yang kuat yang tak pernah memandang dirinya sebelah mata. Dia salah satu manusia dengan IQ diatas rata-rata yang aku kenal. Dia, temanku. Teman terhebat yang aku punya hingga saat ini. 

Keputusannya untuk menikah saat ia belum menuntaskan kuliahnya pun tak luput dari alasan unik.

"Aku sudah ingin merasakan pacaran, tapi aku takut pacaran. Itu melanggar aturan agama. Aku ingin menikah saja."



Sekejap mata, tingkah pecicilan dan gaya uniknya yang selalu membuat orang-orang geleng-geleng kepala tertutupi oleh sikap anggun nan tenang yang mengagumkan. Ah, ya. Cinta dan cita selalu bisa mengubah siapapun.

Pernikahannya, kelahiran anaknya, hingga statusnya sebagai ibu dan istri seseorang, tak melunturkan mimpinya dengan mudah. Semua orang disekitarku selalu mengagumi "kesempurnaan" yang ia miliki. Mimpinya berubah, dari melanjutkan studi di Amerika, pindah ke negeri Kangguru dan Selandia Baru. Alasannya juga unik, "Supaya bisa gampang pulangnya."

Aku selalu berkeluh kesah tentang mimpi dan harapanku yang sepertinya tak akan bisa kucapai. Berkuliah ke luar negeri. Ia hanya berkata, "Coba semua kesempatan yang ada, kau tak tahu dimana kau akan mampu membuka jalanmu sendiri. Dari sekian banyak beasiswa, masa sih gak ada satupun yang lolos? Coba dulu." 

Ah, Ijah. Temanku. Teman terhebat dalam ingatanku, terlepas bagaimana aku di dalam ingatannya. Salam hangat untukmu selalu, guru bermimpiku :)
Read More

Thursday, March 20, 2014

TAK MENENTU

Hati ini kembali tak menentu. Tak menentu oleh dosa yang kulakukan sepenuh sadar pada banyak orang yang hadir di acara berharga itu. Harusnya, semua kesenangan dan kebahagiaan menjadi akhir dari perjalanan ribuan mil yang kulakukan sejak dua tahun kebelakang. Idealnya, hari itu penuh dengan suka cita yang tak bisa tergantikan. Sayangnya, semua itu hancur karena ulah egoisku. Manusia yang harusnya paling berbahagia saat itu.

Aku benci. Aku benci diriku sendiri. Aku tak bisa mempertanggungjawabkan pengahrgaan nilai terbaik yang kudapatkan. Aku menghancurkannya dengan sikap bodoh yang tak akan dilakukan oleh orang dewasa berusia 23 tahun. Aku benci. Aku benci diriku sendiri.

Perasaanku semakin tak menentu. Ironis, aku tak merasa sedih sedikitpun. SEDIKITPUN.

Mereka semua kecewa padaku. Padaku yang seharusnya membuat mereka bangga dengan prestasi akademik dan non akademik yang kuraih. Padaku yang harusnya menjadi penengah dalam kelabu. Padaku yang membuat hari itu diakhiri dengan kenangan yang juga kelabu. Padaku, orang terbodoh di masa itu.

Sedih itu baru kurasakan hari ini. Tiga hari setelah berlalunya kejadian paling menyebalkan itu. Hari dimana aku baru menyadari pentingnya mengalah dulu. Hari dimana aku tak tahu bagaimana menghapus luka-luka di hati mereka itu. Hari yang menyenangkan untuk dikenang bila aku bersikap kebalikan. Hari dimana perasaanku semakin tak menentu.
Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)