Thursday, November 27, 2014

TAHU APA

Tahu apa aku tentang ikatan? Terikat sedikit mengelak, tidak terikat malah terhenyak. Tahu apa aku tentang ungkapan? Mengungkapkan saja kebingungan, memendam semuanya ketakutan. Tahu apa aku tentang percaya? Bilang 'percaya' saja susah, bilang tak percaya dipahami salah kaprah. 

Niat tak ingin menyakiti, nyatanya menjadi tamparan sakti. Niat ingin menjaga, nyatanya berujung pada tak terjaganya apa-apa. Tahu apa aku tentang menyakiti lebih-lebih menjaga?

Rasanya 'mengapa' sudah tak ada di dalam kumpulan kosakata. Padahal dulu selalu menjadi kata pembuka. Mengapa kata harus menyakiti padahal maknanya tidak semenyakitkan itu? Ah ya, tahu apa aku tentang segalanya. 


Read More

Saturday, November 22, 2014

MEMBUAT VISA BELGIA

Ceritanya minggu lalu saya baru mendapatkan VISA Belgia. Ceritanya sih saya ditugaskan untuk belajar tentang suatu hal disana. Ya semacam Naruto berguru pada Jiraya lah intinya. Singkat cerita, saya harus mengurus VISA ke Belgia. Karena ini business trip saya yang perrrrtama kalinya dan juga perjalanan ke luar negeri yang perrrrrtama kalinya, makanya neuron di otak saya gak bisa selow. Anxiety abis. Riweuh pisan nyiapin ini itu. Sampai-sampai ngerasa dosa karena banyak orang yang saya susahin karena keriweuhan saya ini. Nah, karena saya urus VISA untuk keperluan bisnis, jadi maaf kalau ternyata ada hal-hal yang kurang jelas untuk pengurusan VISA turis. 

Berkas
Yap. Ini yang utama. Kalau gak ada ini, mending gak usah datang ke embassy. Oh ya, karena kedutaan Belgia sudah tidak menerima pembuatan VISA, maka pembuatan VISA untuk Belgia, Luxemburg dan Belanda dilakukan di Kedutaan Besar Kerajaan Belanda. Cari aja di jajaran Jl. Rasuna Said, seberang kedutaan India pas tempatnya. Eh kok malah jadi melenceng dari sub-nya ya? hahaha. 

Baiklah, berkas yang harus ada itu: 
  1. Formulir pengajuan VISA (untuk pengisiannya banyak kok guidelinenya di internet. Googling aja biar puas. Pengisiannya bisa ditulis tangan dan diketik. Gak ada aturannya kok)
  2. Surat sponsor (Kalau yang turis kalau gak salah surat sponsornya harus dilegalisir di kantor pemerintah kota). Surat sponsor dari perusahaan harus ngejelasin perusahaan akan cover apa saja. Biasanya perusahaan yang sering kirim orang ke luar ngerti formatnya kok. 
  3. Surat undangan. Karena saya acaranya training di Belgia, jadi saya minta surat undangan dari kantor yang ada di Belgia. Buat minta surat undangan, diperlukan data-data seperti nama lengkap, nomor paspor, tanggal dibuat dan berakhirnya paspor, kebangsaan sampai tanggal perjalanan. Lucu nih, waktu saya minta surat undangan, kebangsaan saya ditulis Asia Pasific. Mungkin karena Indonesia masuk regional Asia Pasific. Minta ganti deh jadi Indonesia. Tapi dipikir-pikir enak banget ya kalau kebangsaannya Asia Pasific. Gak perlu paspor kelessss keliling Asia Pasific. Hahaha. 
  4. Konfirmasi booking hotel. Ini yang bikin saya agak pusing. Saya baru dapat file ini jam satu malam sebelum pembuatan VISA. Itupun dengan bantuan si empunya training. Mungkin karena satu dan lain hal yang saya gak tahu, makanya berkas ini sulit saya dapatkan. Tapi Alhamdulillah saya dapat sebelum berangkat ke Jakarta. 
  5. Asuransi. Nah, asuransinya minimal 30.000 USD. Karena di-cover kantor, semua diurusin sama orang kantor. 
  6. Bukti pemesanan tiket pesawat. Ini gak usah dijelasin lah ya. 
  7. Rekening koran. Minta rekening koran 3 bulan terakhir ke akunting kantor. Kalau pribadi biasanya copy buku rekening. Saya gak tahu berapa jumlah minimum tabungannya. 
  8. Kalau kamu pengusaha, lampirkan SIUP entah kepanjangannya apa, tapi intinya surat izin usaha. 
  9. Foto. Karena agak ribet syarat-syaratnya, akhirnya saya pilih foto di kedubes. Dapat 4 foto dengan bayar 50ribu. Kalau perusahaan kamu based on bill payment, jangan lupa minta bukti bayar foto VISA ya. 
  10. Fotokopi kartu keluarga. Kalau keperluannya untuk keperluan bisnis, kamu gak perlu bawa fotokopi kartu keluarga. 
Saya agak bingung juga sebetulnya. Di website resmi disebutkan bahwa semua file yang dibawa harus berupa file asli dan file fotocopy, tapi waktu saya serahkan copy dan asli, file fotokopian dikembalikan ke saya lagi. Entahlah gak ngerti. Pokoknya bawa aja copy-annya untuk jaga-jaga. 

Appointment
Saat berkas dirasa lengkap dan siap menghadap kedutaan untuk mengajukan pembuatan VISA, langsung tag tanggal untuk datang kesana  secara online (cek website kedutaan Belanda). Kalau tidak salah jadwalnya mulai dari jam 08.00 sampai dengan 11.30 WIB. Pikirkan dengan matang pemilihan jadwal Anda. Fyi, letak kedutaan itu ada di daerah Kuningan, jadi rawan macet. Tapi jangan terlalu kepagian juga. Kita boleh masuk ke dalam kedutaan sesuai dengan jadwal yang kita pilih. Jadi, saat kamu buat janji pada jam 09.00 dan kamu sudah sampai disana jam 07.00, maka bersiaplah menunggu di depan kedutaan selama 2 jam. Mwahahahah. 

Jika sudah memilih waktu untuk datang kesana, jangan lupa print ya. Ini akan menjadi acuan security mempersilahkan kita masuk ke area kedutaan. 

Proses
Pertama kali, security akan berteriak-teriak sesuai jam ('jam sembilan masuk', dsb). Kalau sudah masuk, langsung berjalan ke arah petugas yang ada di belakang meja (biasanya dekat dengan petugas pemberi kunci loker). Tunjukkan kertas jadwal perjanjian dan tunjukkan lembar asuransi kepada petugaas. Sesudah itu, isi ittinerary yang diberikan petugas. Lakukan dengan cepat karena memang prosesnya sangat cepat. Jangan lupa berkas disusun sesuai dengan susunan yang diberikan petugas bersamaan dengan ittenerary. Setelah itu, minta kunci loker dan masukkan barang ke dalam loker. Jangan lupa bawa dompet. Jangan bego kayak saya. Sudah duduk manis ngantri eh lupa bawa dompet. hahaha. 

Sesudah menaruh barang di loker, berjalan luruuuuuuussss sampai nemu ruangan yang didepannya ada kolam ikan. Langsung ambil nomor antrian. Nomor antrian ini menunjukkan seberapa hoki kamu. Karena ada salah satu loket yang petugasnya ketus mampus. Saya kebetulan sedang tidak hoki karena saya kedapatan ngurusin VISA di loket terkutuk tersebut. Fufufufu. Mana ada kejadian ngasih uang kurang gocap pulak. Mampus dah. Hahaha

Sesi wawancara sepertinya tak pantas disebut wawancara karena saya hanya ditanya: "mau kemana?" "berapa lama?" "untuk apa?". Selesai. Sisanya adalah perekaman sidik jari. Entah sidik jari saya yang terlalu centil dan susah dideteksi atau entah bagaimana, pokoknya saya merasa proses sidik jari ini terlalu lama. 

Sampai sidik jari, proses sudah selesai. Karena saya urus itu semua di hari Kamis, maka saya diminta datang kembali di hari Senin jam 3 sore untuk ambil VISA. 

Viola~

Paspor saya tidak polos lagiiiii. Dia sudah diperawani oleh VISA Schengen. Alhamdulillah..... Mudah-mudah sebelum habis masa berlakunya bisa melipir ke Swiss, Belanda atau mana-mana deh pokoknya. Amin.


Bandung, 22 November 2014
Read More

WANITA BERKALUNG SURBAN

Beberapa menit yang lalu saya baru saja selesai menonton film yang sudah lamaaaaaaaa sekali lahir di Indonesia. Wanita Berkalung Surban. Kisah tentang Anisa, anak bungsu perempuan seorang Kyai salah satu pesantren di Jawa. Saya tidak terlalu paham dimana setting film tersebut. Entah Jombang, entah yang lain. Pesantren salafi yang kewalahan menghadapi 'otak pemberontak' Anisa. Bak aktivis feminisme, ia 'menggugat' semua 'sabda' guru yang menurutnya mengajarkan sisi diskriminasi Islam terhadap wanita. Saya takjub dengan otaknya yang sangat 'kiri'. Membuka kesempatan sangat lebar untuk perubahan dan kebebasan berpikir. Sangat bertolak belakang dengan keluarganya yang menganut faham sebaliknya. Kisah yang menyenangkan untuk disaksikan dan diikuti hingga akhir cerita. 

Saya alumni pesantren. Sebuah pesantren modern yang tidak membatasi bacaan para santriwatinya. Seluruh isi sekolah saya perempuan. Para lelaki tinggal ratusan kilometer dari tempat kami berada. Kebebasan berpikir terbentang. Buku-buku jenis apapun ada di perpustakaan. Para guru yang pernah belajar ke berbagai penjuru negeri senang bercerita tentang nilai-nilai perbedaan yang ada di dunia nyata. Pimpinan sekolah kami, orang yang moderat. Menyampaikan hal yang bersifat esensi dengan sangat apik dan mendalam. Kami diajarkan untuk menilai dengan mengetahui landasan dan latar belakang terjadinya sesuatu. Bukan menelan bulat-bulat apa yang tertulis di dalam kitab suci dan sabda nabi. Jadi, setting pesantren di film WBS menurut saya sangat menyedihkan. 

Dulu, entah kapan saya lupa pastinya. Saya pernah menonton film yang hampir mirip inti ceritanya. Ada seorang guru wanita yang datang ke sebuah sekolah khusus wanita yang terkenal dengan murid-murid yang sangat pintar di Inggris sana. Ia geram dengan semua pelajaran yang diajarkan disana karena selalu mengatakan bahwa wanita yang sempurna adalah wanita yang bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik. Ia mendekati murid-murid yang menurutnya potensial. Ia ingin melakukan perubahan berpikir pada murid-murid perempuannya. Ia ingin mereka menyadari bahwa dunia itu terlalu sempit bila dilihat dari balik jendela rumah dengan kesibukan mereka menjadi ibu rumah tangga. Ditentang? jelas. Sistem kuno yang sudah melekat selama bertahun-tahun tidak bisa diubah dalam semalam. 

Persis Anisa, guru itu melakukan apapun yang ia bisa untuk mengubah nasib para muridnya. Ia mencari beasiswa untuk sekolah hukum untuk anak didiknya. Tapi kejadian demi kejadian berlalu dengan cepat. Seakan memberitahu pada sang guru bahwa untuk beberapa kondisi dan beberapa manusia, perubahan tak pernah mereka inginkan. Setiap orang punya pilihan masing-masing untuk menentukan arah perubahan yang mereka inginkan. Dengan akhir anti klimaks, sang guru tak memberikan perubahan berarti pada murid-muridnya. Murid yang ia incar untuk sekolah lanjutan, memilih menikah dengan kekasihnya. Sedangkan murid yang menjadi opsi kedua malah memilih untuk melanjutkan studi. 

Mirip kan? Jika tidak, berarti saya mungkin salah sangka dan terlalu menyerupakan satu karya dengan karya yang lainnya. 

Baik film WBS maupun film yang satunya memberikan saya sedikit cahaya. Tentang langkah yang ingin saya ambil dalam hidup seharusnya sepenuhnya menjadi hak saya. Terlepas itu sebuah perubahan atau bukan. Terlepas itu mewakili keinginan dan harapan orang-orang terdekat atau tidak. Semua orang punya kebebasan untuk memilih untuk berubah atau menolak perubahan. Walau banyak orang yang bilang, bila tak berubah kita akan mati tergerus oleh perubahan. 


Bandung, 22 November 2014


Nb: saya menemukan cukup banyak kesalahan secara tata bahasa pada bahasa Arab yang digunakan selama film WBS. Emm..cukup kecewa sih. Huhuhu.

Read More

Wednesday, November 19, 2014

HUJAN

Sebetulnya, aku tak pernah punya kenangan khusus dengan hujan. Tak pernah terkurung di dalam tempat yang sama dengan orang istimewa saat hujan. Namun juga tak pernah merasa baik-baik saja ketika hujan. Namun aku senang dengan suara rintik air saat menyapa dunia. Rintik air yang tak memilih jatuh dimana, diatas apa dan membasahi siapa. Aku senang wangi tanah yang menyeruak saat hujan datang. Memberikan sedikit kedamaian dan menyisakan kekhawatiran tentang dampak hujan bila ia menyapa bumi terlalu lama.

Banyak puisi mengangkat hujan menjadi bagian dari patahan kata yang ada di dalamnya. Banyak lagu yang menculik hujan dan menyelipkannya diantara liriknya. Banyak cerita yang menjadikan hujan sebagai setting tambahan bahkan setting utama kisah pemeran utamanya. Banyak film yang membuat hujan menjadi efek dramatis yang tak tergantikan. Banyak hal menyebut hujan dalam cerita tokoh utama mereka. Tapi aku masih belum punya cerita khusus yang berkaitan dengan hujan.

Apa mungkin hujan diciptakan untuk mewarnai suasana romantis? ataukah hujan memang diturunkan untuk menemani manusia bernostalgia?

Saat hujan tak pernah ada lagi, akankah ia tetap menjadi bagian kisah manusia?
Read More

TER-AADC

Mungkin setelah munculnya film AADC pamor cowok cool, kutu buku dan ketus menjadi meningkat. Mungkin juga pamor aktivis mading perempuan menjadi bintang sekolah secara tiba-tiba. Film AADC mungkin mengubah semuanya. 

Tapi film AADC gak mengubah sudut pandang gue tentang cinta. Ya, cinta. Hal yang terkadang menurut gue dengan mudahnya membuat orang bodoh dan hilang akal. Terdengar menusuk? Gue nulis ini sambil cengengesan kok. Mungkin perasaan lo aja kali.

Cinta, ah ya gue gak pernah hoki dengan hal ini. Tapi gue suka film-film cinta, buku-buku cinta dan cerita-cerita cinta. Bahkan, gue adalah orang yang sering dicurhatin tentang cinta oleh teman-teman gue. Lucu kan? Orang yang sinis sama cinta berhubungan dengan banyak hal yang berkaitan dengan cinta.

Gue akuin sih, gue sinis ke hal-hal yang berkaitan dengan cinta karena gue gak ngerti kalau menghadapi cinta itu harus bagaimana. Kalau sudah jatuh cinta itu baiknya gimana? Kalau patah hati, mau gimana? Cinta tuh rumit. Jadi, sinis terhadap hal-hal yang berbau cinta jadi pilihan gue untuk memandang cinta itu sendiri.

Lo pernah baca bukunya Dwitasari yang judulnya Raksasa dari Jogja? Nah, mirip tuh sama gue. Tapi ya gak se-ekstrim itu sih kisah hidupnya. Yah intinya begitulah.

Kembali ke pembahasan tentang film AADC. Gue suka sih filmnya. Pemilihan diksi dari setiap dialognya bikin gue terkesima. Canggih betul orang yang nyusun skenarionya. Pantas saja jadi film yang fenomenal hingga sekarang. Sampai-sampai, teman sekantor gue yang terlihat cool dan ganteng *eh maksudnya pendiam (tapi seriusan ganteng) ngaku kalau dia pernah ikutan kabaret dengan 3 orang teman dan joget-joget ala gengnya si Cinta. Alamak, gue pengen liat jadinya. Hahaha.

Film tentang cinta memang asik. Menawarkan banyak keindahan yang bersifat utopis. Semu. Gue jadi ingat lagunya Tangga yang judulnya Tak Kemana-mana.

Awal cerita yang selalu bahagia
Adalah skenario yang ditawarkan cinta
Namun hanya Tuhan yang tahu kemana
Perjalanan ini kan bermuara nantinya

Tapi kayaknya seru juga ya cinta-cintaan. Lucu juga marah-marahan kayak Rangga sama Cinta. Mungkin tahun ini perlu terlibat langsung dengan cerita cinta supaya tahu mengapa ada pertanyaan yang dijadikan judul film fenomenal Ada Apa dengan Cinta. Hari ini, gue sukses ter-AADC. 

Read More

Sunday, November 2, 2014

Ditanya

Entah karena aku terlalu banyak bicara, atau karena memang banyak maunya. Aku senang ditanya dengan pertanyaan yang bisa membuatku bercerita. Bukan pertanyaan yang jawabannya hanya ya atau tidak. Apalagi pertanyaan basa basi yang terkadang menyayat hati seperti kapan lulus atau kapan menikah. Mengapa mereka yang bertanya tak sekalian bertanya kami mati dan kapan dikuburkan? Menyebalkan.

Setiap adegan film dengan kata tanya sederhana tapi romantis selalu memancingku berkhayal ditanya hal yang sama.

Salah satunya secuil adegan di film Mika.

"Kamu mau apa?" Tanya Mika pada Indi

"Aku mau berlari, melompat dan menari."


Seperti selalu selayaknya sebuah film romantis, Mika 'meminjamkan kakinya' untuk membantu Indi merasakan sensasi berlari dan melompat. Mika mengajak Indi bertemu dengan pelatih tari topeng untuk bisa menari. Aih, mungkin hanya di film saja aku bisa menemukan hal yang terlalu manis seperti ini.

Adegan yang sama juga pernah aku lihat dalam sebuah film Korea yang kulupa judulnya. Persis sama. Tak perlu kuceritakan detailnya.

Intinya, bagiku ditanya tentang apa yang ingin kulakukan itu tindakan yang romantis.

Dulu, saat aku terdiam setelah panjang lebar menceritakan apa yang ingin kulakukan di masa depan, seorang teman bertanya dengan santainya,

"Terus, kamu mau apa dan ngapain lagi, Ki?"

Aih, rasanya langsung merasa berharga dan melanjutkan banyak keinginan yang awalnya sempat tidak akan kuceritakan.

Dulu juga, saat aku dengan semamgat membara menceritakan tentang pendakian pertamaku kepada seorang teman, orang itu dengan santainya bertanya,

"Belajar apa disana, Ki?"

Aih, rasanya seperti dapat angin segar di tengah perjalanan di gurun Sahara. .

Terdengar lebay memang, tapi memang terjadi.

Mungkin memang aku terlalu berlebihan. Merasa kata tanya sebagai representasi dari kepedulian. Padahal orang yang bertanya bahkan tak pernah ambil pusingdengan apa yang ditanyakan.


Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)