Sunday, May 31, 2015

Malaysia, We Are Coming!!! #4

Ternyata manusia itu manusia yang kami tunggu sejak tadi. Melati. Ia sudah menunggu lebih dari setengah jam yang lalu. Padahal kami sudah mengamati setiap orang yang keluar dari train sejak tadi dan tidak menemukan sosoknya. Ada yang lucu saat kami menunggu Melati. Ada dua orang bule wanita yang menggunakan dress berwarna hijau mencolok dan kuning mencolok. Warna stabilo. Kami hanya tersenyum saja. Ternyata ada yang iseng nyeletuk, "Nice color and nice dress, madam. You are so beautiful." Si bule dengan santainya tersenyum dan mengatakan terimakasih. Padahal kami tahu semua orang di sekitar dua wanita itu tersenyum dan beberapa tertawa karena warna baju yang 'sesuatu' sekali.

Setelah bertemu Melati, kami beranjak ke Petronas Twin Tower. Jam setengah 12 malam pun pelataran kantor Petronas ini masih ramai. Bule-bule juga pada norak ya kalau foto-foto. Segera kami buat tulisan supaya kekinian. Malah ada segerombolan bule yang bawa banner mini dengan tulisan. "you should be here!" Inspiratif ya. Saya jadi mau bikin. Hahaha.

Setelah foto-foto narsis dengan beragam pose disana plus mendengarkan Melati memainkan biolanya, kami pulang dengan berjalan kaki menuju Bukit Bintang. Asli jauh pisaan! Sebetulnya ada Skywalk yang menghubungkan KLCC dengan Bukit Bintang. Karena menurut informasi beragam pihak fasilitas umum itu sudah tutup dan tidak bisa digunakan, akhirnya kami berjalan menelusuri jalan. 

Akhirnya, kami sampai ke Jl. Alor tercinta dan moyoy cantik di hotel. Kami semua bertekad untuk berangkat jalan-jalan di KL jam 8 pagi karena harus check out jam 11 siang. Nyatanya tekad itu hancur lebur. Wkwkwk. Kami berangkat dari hotel jam 10 pagi dan itu sempat membuat Azka ngomel-ngomel lewat telepon. Haha. 

Karena keterbatasan waktu, akhirnya kami pergi ke Pasar Seni saja. Padahal Azka sudah wanti-wanti untuk mampir ke Merdeka Park. Disana kami bisa berpose di tempat sejuta umat sebagai pengganti Batu Caves yang tak bisa kami kunjungi. Menurut saya, Pasar Seni tidak terlalu menarik kecuali hiasan di Kasturi Walknya. Isinya hanya penjual oleh-oleh Ah ya, saya kurang merekomendasikan membeli coklat disini, rasanya enakan Chungky Bar. Hehe. 

Tak terasa, sudah jam 11.00 siang! kami harus kembali ke hotel dan pergi ke bandara. Disana kami sudah ditunggu oleh Pak Ron, beliau teman Pak Jamal kenalannya Ica. Akhirnya kami pergi menuju KLIA yang ternyata jauh dari hotel. Kami harus masuk tol untuk sampai kesana. Mungkin seperti bandara Soetta di Cengkareng. Eh iya, di SG dan MY, motor boleh masuk tol. Kami pernah mengomentari ini saat di SG tapi respon Pak Mahfud hanya, "Kasihan dong orang miskin gak boleh masuk?"

Hemm, tapi kebayang dong kalau motor boleh masuk tol, pasti pinuh pisan tol di Indonesia. Jumlah pemilik kendaraan roda dua di negara tercinta kan membludak luar biasa. 

Sesampainya di KLIA, kami berterimakasih kepada Pak Ron dan beliau pulang ke rumahnya. Kami langsung menuju imigrasi dan kejadian menyebalkan terjadi. Saya lupa kalau tumblr saya masih berisi air sisa perjalanan hotel-Pasar Seni-hotel. Petugas bea cukai berkicau dengan kalimat yang menurut saya menyebalkan sekali.

"Awak kalau nak buat kopi disini, belilah di kedai. Jangan bawa air minum." 

Dia mengoceh kesana kemari dan membuat saya mangkel. Begonya, saya jawab terus omelannya dia. 

"I forget if I have water inside my bag in my tumbler. No worry, I will never make any coffee in plane."

Melati dan Ica berbisik dan mencegah saya berkomentar lagi. "Gak usah diladenin sih," kata mereka. 

Entah emang PMS syndrome, saya yang mudah tersinggung atau memang petugas itu kurang ajar dan lebay. Intinya, saya kesal dan sebal. 

Kami mampir ke Dunkin' yang ada di tempat boarding kami. Pesawat delay dan tak ada air siap minum di bandara ini. Melati sampai menjuluki bandara ini pelit karena tak ada trinken Wasser alias drinkable water tak seperti di Bandara Changi dan Soetta. 

Saat menunggu pesawat, nama-nama kami dipanggil. Ternyata saat check in di mesin check in kami tidak melakukan scan paspor. Bwahahaha. Jadi, jangan lupa ya untuk scan paspor di mesin check in. 

Tak lama, kami masuk ke pesawat. Saya dan Melati duduk bersisian sedangkan Ica harus rela terpisah dan duduk di belakang kami. Aneh loh, padahal kursi di sebelah kami kosong. Selama perjalanan saya cenderung kurang nyaman. Sakit tenggorokan saya tidak membaik. Rasanya ingin batuk terus menerus dan perih. 

Sekitar 2 jam lebih di atas awan, akhirnya kami tiba di negeri tercinta Indonesia. Agak sedih ya, saat sampai di imigrasi kami tidak dibedakan dari pemilik paspor yang lain. Padahal waktu datang dari Begia akhir tahun lalu, rasa-rasanya saya ngerasa dipisahin dari pemilik paspor dari negara lain. Untungnya, proses ini tidak berlangsung lama. Saya dan Ica langsung pulang ke Bandung sedangkan Melati menunggu temannya menjemput karena dia akan tinggal di Jakarta sampai besok. Perjalanan Jakarta-Bandung nyatanya lebih lama daripada KL-Jakarta. 

Sesampainya di pool bus Primajasa di Batu Nunggal, saya di jemput Papski tersayang dan Ica dijemput pacarnya. Kontras ya? Haha. Da aku mah apa atuh, belum punya pacar #curcol

Sejam perjalanan ke rumah, saya sampai dengan selamat. Alhamdulillah. Nah, berikut kisi-kisi pengeluaran selama perjalanan SG-Melaka-KL. 

  • Tiket Bandung - Singapura: Rp. 199.000 + Rp. 75.000 (airport tax)
  • Hostel di Singapura           : 28 SGD/ orang
  • Singapore Tourist Pass     : 26 SGD (dibalikin 10 SGD saat kartu dikembalikan) + 2 SGD untuk deposito
  • Woodland - Johor Bahru   : 0,65 SGD
  • Jajan cendol                     : 4 RM
  • Bus Melaka-KL               : 10 RM
  • Tiket KL-Jakarta              : 83 RM

Nb: karena hotel selama di Melaka dan KL kami tidak bayar plus transportasi untuk ke Melaka dan ke KLIA kami juga tidak bayar, jadi begitu deh rincian pengeluarannya. Btw, rincian ini tidak termasuk oleh-oleh dan cemilan juga ya. Kurs SGD saat itu 9.900 IDR dan Kurs MY saat itu 3.800 IDR. Jadi 834.835 IDR + 378.300 IDR = 1.213.135 IDR total pengeluaran selama 8-11 Mei 2015

Ini cerita perjalananku, mana ceritamu?
Read More

Malaysia, We are Coming!!! #3

Sore di Terminal Bersepadu Selatan, kami lelah dan duduk senderan di samping tong sampah. Sedih ya? Hanya itu satu-satunya tiang yang ada terminal kosongnya dan tak bertuan. Ceileh bahasanya tak bertuan. Hahaha. Saat kami mulai lemas dan waswas karena makhluk bernama Melati yang memilih tinggal di Singapura lebih lama daripada ikut saya dan Ica untuk pergi ke Melaka belum datang juga. Tiba-tiba ada seseorang yang mencolek saya. Saya menoleh. Ternyata ada manusia cantik berkacamata yang tersenyum pada kami. Ooo em jiiii. Azka!

Kami pikir nasib naas kami hanya milik kami saja. Nyatanya, lebih naas lagi nasib Azka. Calon guide kami yang memang belajar di Malaysia ini sudah menunggu kami sejak jam 9 PAGI! PAGI loh PAGI!!! Sedangkan kami sampai di KL jam 5 sore. Fufufu. Sejenak melepas lelah perjalanan Masjid Jamek-TBS, kami mengobrol ringan. Tanpa diminta, Azka sudah bercerita panjang lebar tentang kegiatannya, kesibukannya dan pengalamannya ikut lomba debat antar negara di Qatar beberapa waktu lalu. Akhirnya paspor Azka kena cap lain selain cap imigrasi Malaysia dan Indonesia. Hahaha. 

Kami kelaparan. Tapi kebingungan saat ditanya, 'mau makan apa?' Akhirnya kami menuju restoran cepat saji sejuta umat : KFC. Haha. Awalnya saya ingin makanan yang tak bisa ditemukan di Indonesia. Sayang disayang, rata-rata harganya cukup membuat kami berpikir ulang. Akhirnya ke-KFC-lah kami menuju :D

Oh ya, kalau tidak biasa dengan nasi lemak atau lemang eh apalah itu, baiknya tidak memesan paket nasi. Karena kata Azka, nasi disana disesuaikan degan lidah orang-orang Malaysia. Tante Azka yang beberapa waktu lalu datang ke Malaysia pernah protes karena nasi di KFC seperti nasi basi yang basah dan lengket-lengket. Yaaa namanya juga selera orang di tiap negara beda ya.. Karena saya sedang manja alias males makan yang aneh-aneh dulu setelah berjalanan panjang Melaka-KL, akhirnya saya nurut apa yang disarankan Azka. Saya pesan ayam dan kentang plus spagetti. Rasanya saya bisa gendut mendadak kalau setiap pergi jauh nafsu makannya kayak kesurupan begini. 

"Kak, kalau di Indonesia, sering kan kita lihat tulisan kalau kita bakal dapat bonus apaa gitu saat kasir atau pegawainya gak senyum dan ramah. Nah, kalau disini gak ada tuh rumusnya begitu. Jadi muka pegawainya kayak kurang uang semua."

Saya tertawa mendengar lelucon itu. Tapi saya jadi mikir, ramah banget yaa orang-orang di Indonesiaaaa!!! 

Makanan kami datang. Dari segi rasa memang agak berbeda dengan KFC yang ada di Bandung. Apapun yang saya makan rasanya enak-enak saja saat itu. Lapar, jenderal!

Selesai makan, kami memutuskan untuk pergi terlebih dahulu ke hotel dan menaruh barang-barang disana. Masalah Melati sampai di KL jam berapa, kami pikirkan kemudian. Kami menggunakan Rapid KL. Konter pembelian tiketnya persis seperti konter pembelian MRT di Singapura. Kami hanya perlu memilih stasiun tujuan, jumlah orang dan bayar. Uang yang bisa dimasukkan ke mesin kalau tidak salah mulai dari 5-20 RM. Bila uang sudah dimasukkan, koin plastik Rapid KL akan keluar. Kami hanya perlu tap koin di tempat yang disediakan. 

Agak lama kami menunggu monorel datang. Akhirnya monorel yang kami tunggu datang. Kami kebagian tempat dudukk!! horeeee!!!

Butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke stasiun Bukit Bintang. Ah ya, kami turun dulu di Hang Tuah untuk sholat sebentar. Eh ya, kisah Hang Tuah dan Hang jebat dan Hang-Hang yang lainnya cukup terkenal disini. 

Sesampainya di Bukit Bintang, kami harus mencari Jl. Alor. Wohooo pencarian yang melelahkan karena kami harus berjalan memutar karena ada perbaikan jalan di sekitar jalan. Sampailah kami di Apple hotel. Hotel yang ada di pinggir jalan yang penuuuuuhhhhh dengan penjual makanan di malam hari. Sungguh, Jalan Alor benar-benar hamparan kuliner malam yang tak pernah tidur. 

Hotel yang kami tempati menarik. Semua furniturenya selalu berkaitan dengan apel hijau alias apel Malang. Kamar kami di-upgrade oleh pihak hotel karena kebetulan hotel sedang penuh. Tak payah lah. Haha. Sesampainya di hotel, kami mengobrol ngalor ngidul sebentar. Disanalah saya tahu bahwa logat sok-sok-an Melayu yang saya pakai adalah Melayu Sumatera. Wkwkwk. Pantesan dapatnya harga turis terus. Padahal hanya beda 'kah' dan 'keh'. Yasudahlah, rejekinya si mamang dan si ibu yang jualan. 

Merasa cukup bugar untuk kembali jelong-jelong, kami menuju Petronas Twin Tower. Kami menggunakan Go KL Bus Green Line dari Bukit Bintang Bus Stop. Oh ya, kamu bisa naik Go KL Bus dengan gratis bila menggunakan Go KL Bus Green Line dan Purple Line. Untuk Blue Line kamu harus bayar. 

Sesampainya di Petronas Twin Tower, Azka ditelepon Melati. Katanya dia baru sampai TBS. Duilee.. 

Akhirnya kami janjian di statiun monorel KLCC. Kami menunggu cukup lama, hampir 2 jam. Azka tidak bisa menemani kami karena dia harus kembali ke Negeri Sembilan menggunakan train terakhir. Azka juga tidak jadi menjadi guide kami sebagai tamu agung di Malaysia, karena ada ujian 2 mata kuliah yang harus ia hadapi besok. Yasudahlah, kami cukup sotoy untuk keliling titik utama foto sejuta ummat di KL. 

Jam 11 malam kami masih belum bertemu Melati. Azka harus pulang. Saya dan Ica masih harus menunggu di depan penjaga tiket supaya mudah melihat orang yang masuk dan keluar train. Ah ya, penjaganya jutek banget mak!!! Kami tanya, "train terakhir sudah datang?" Dia jawab, "Tak tahu lah. Kenape? Coba tanya teman awak sudah sampai dimana dia."

Deziiig. Kalo bisa nanya gak akan nanya elo keles!

Hampir jam 12 malam dan kami masih belum bertemu Melati. Saya dan Ica memutuskan untuk menunggu di depan Petronas Twin Tower. Ternyata kami berpapasan dengan manusia yang kami kenal.

(Bersambung)

Read More

Sunday, May 17, 2015

Malaysia, We are Coming!!! #2

Setelah terkaget-kaget dengan bahasa Indonesia dari sang Ibu, tiba-tiba saya ingat kalau merekalah yang melihat saya makan nambah. Mwhahahaha. Yaudah deh, gak bakalan ketemu lagi juga. Melaka pagi itu hujan deras dan kami tidak membawa payung. Hiks. 

Ponsel saya berbunyi. Manusia dari Yogyakarta bertanya rencana perjalanan saya hari itu. Saya bilang kalau disini hujan. 

Melaka memang hujan, tapi keinginan kami jalan-jalan tidak surut. Keinginan saya untuk pulang ke Bandung bagai kentut yang tercium baunya sesaat saja. Kami bersiap, dan menitipkan ransel kami di resepsionis tak lupa meminjam payung lalu pergi untuk berkeliling World Heritage City-nya Malaysia. 

Kami berjalan ke arah Jonker Walk kembali dan berfoto di depan Gereja Merah. Ada 3 orang turis bule yang sedang bergaya lucu dengan jas hujan dan tas ransel mereka. Gaya mereka bak anak-anak alay yang kocak. Hiburan dimana-mana. Hahaha. 

Kami mampir ke Tourist Information Center di bawah Surau Warisan. Kami mendapatkan peta Melaka yang lebih bagus daripada peta dari hotel. Saat itu tujuan kami hanya 1, menara Taming Sari dan Museum Maritim karena menurut informasi yang saya dapat dari Bang Yayan, salah satu tempat oleh-oleh itu ada di depan Museum Maritim. 

Ternyata oh ternyata, kami melewati Bukit St. Paul, dimana Gereja St. Paul berada. Alamak, kami kira jarak ke tempat ini cukup jauh. Bahkan kami berpikir untuk menggunakan taksi untuk sampai kesana. Untungnya tidak jadi. Hehe. Ada yang lucu di gereja ini. Ada banyak bongkahan batu berukuran setinggi pintu rumah dan tebal sekali. Disana ada tulisan dengan bahasa (seperti) Spanyol dan penjelasan dengan Bahasa Melayu maupun Inggris. Karena penasaran dengan banyaknya batu ukuran pintu itu, saya baca keterangan diatasnya. Ternyata oh ternyata, itu semacam batu nisan. Hiiiiiiihhh...

Usai turun kembali dari St. Paul, kami menuju Museum lainnya. Kami hanya sempat mampir di Museum Arsitektur atau bahasa Melayunya Muzium Seni Bina. Disana dijelaskan perkembangan seni arsitektur di Melaka. Selain itu juga terdapat maket-maket untuk beberapa bangunan yang ada di Malaysia. Penjaga museum ini judes parah. Saat kami mau masuk, kami diteriaki dan diminta mengisi buku tamu dengan bahasa Melayu. Tapi setelah saya menulis INDONESIA di kolom asal, ia berubah menjadi lembut dan logat jawanya langsung kentara. Orang Indonesia ternyata. Hahahaha. 

Saya sempat berfoto narsis di gerbong kereta yang menjadi kios-kios di sekitar area museum. Ada juga pesawat terbang nangkring disana. Katanya, itu adalah moda transportasi yang digunakan untuk mengangkut bahan makanan maupun kebutuhan masyarakat Melaka. Huuiih penuh cerita ya. 

Kami berjalan terus menuju menara Taming Sari. Secara tak sengaja kami menemukan taman dengan fasilitas Free WiFi!!! Hahaha, senang tiada tara. Tapi itu tak berlangsung lama karena saat kami sampai di menara Taming Sari, tiket menara itu tertinggal di hotel. Wakksss. 

Ica dengan baik hati menawarkan untuk mentraktir saya naik menara. I love gretongan, jadi tak saya tolak. Tiket naik menara sebesar 20 RM. Harga itu sudah termasuk cemilan semacam kue ali agrem yang berbentuk bunga dan air mineral sebanyak 2 botol. 

Kami masuk menara Taming Sari dan akhirnya menemukan spot-spot yang tak kami ketahui sebelumnya. Karena naik menara pula lah kami dengan mudah menemukan pasar di depan Museum Maritim. Hahaha. Kami bergegas masuk dan melakukan tawar menawar. Cukup berat menawar disini karena memang kisaran harganya sudah hampir mirip dengan di Indonesia. Kaos dengan tulisan atau gambar Melaka harganya sekitar 10-17 RM. Gantungan kunci dibandrol 7 RM satu set. Saya menawar dengan sok-sok-an berbahasa Melayu ternyata Melayu yang saya pakai Melayu Sumatra. Deziiig!

Seusai menenteng beragam keresek dengan berbagai isi, kami kembali ke hotel dan memanggil taksi untuk pergi ke Melaka Sentral alias terminal bus di Melaka. Entah mahal atau murah, kami harus membayar taksi sebesar 35 RM dari Little India ke Melaka Sentral dengan mampir sebentar di apa yah namanya, semacam BEC di Melaka. Pusat elektronik ada disana. Kami mampir kesana karena Ica mau membeli SIM card Malaysia. 

Tak lama kami sampai di Melaka Sentral. Kau tahu, ternyata disana banyak tukang kartu perdana. Mwahahaha. Pelajaran moral selanjutnya, beli SIM card di terminal saja, Kakaaak. 

Kami menuju loket Bus Delima SS karena berdasarkan baca sana sini, bus itu cukup kredibel. Sayang disayang, Bus Delima tiketnya sudah sold out! Kami bergeser ke loket sampingnya yaitu Metrobus Ekspress. Harga tiketnya sebesar 10 RM. Saat kami duduk di dekat platform bus, baru kulihat wujud bus Metrobus Ekspress. Beuh, jelek euy tampilannya. Saya sempat mengeluh ke Ica dan mengira-ngira bisakah kita menukar tiket bus dan menggantinya dengan bus lain. Ica bilang lebih ekonomis lebih baik dan sepertinya tak bisa tukar tiket lagi. Jadilah saya merutuki nasib kenapa harus beli tiket di bus itu. Tapi saat kami masuk ke dalam bus, ternyata bus itu tak seburuk tampilan luarnya. Bus ini memiliki jarak antar tempat duduk yang luas. Mungkin karena tidak ada kabin di dalam bus. Tapi karena luas inilah kami jadi bisa duduk menjelang tiduran. Kursi bisa kami mundurkan dengan optimal. Jadi selama di perjalanan saya pribadi merasa nyaman. PO BOX ya, dipoyok bari dilebok alias udah dicaci maki tapi ditelan juga. 

Perjalanan menuju Kuala Lumpur menghabiskan waktu cukup lama. Kami sampai di Terminal Bersepadu Selatan sekitar jam 5 sore. Kami kehilangan kontak dengan Melati. Saat dia mengirimkan kabar dari Singapur, kami masih muter-muter di Melaka. Azka yang sudah menunggu kami di Mesjid Jamek sejak pagi-pagi akhirnya kami ajak bertemu di TBS. Sungguh, saya lafaaar pake F bukan P. Ternyata asupan energi sebanyak 2 piring nasi goreng tak membantu apa-apa. 

Tiba-tiba ada orang yang mencolek saya dari belakang...

(to be continue)
Read More

Malaysia, We are Coming!!! #1

Dari Singapur kami melanjutkan perjalanan ke Malaysia.

Kami numpang mobil Pak Mahfud sampai Woodland Checkpoint. Selanjutnya kami naik bus antar negara. Dari Woodland ke Bangunan Sultan Iskandar hanya 6,5 sen loh! Murah bingits. Sesampainya di Johor, kami dijemput oleh Pak Jamal. Nah, Pak Jamal inilah yang akhirnya nganterin kita sampe ke Melaka, Malaysia. Kami ditraktir makan seafood di Merlimau. Enakan di Indonesia ah seafoodnya, dia cuma dibakar doang, kalau di kita kan bisa dibumbuin asam pedas, pedas manis dan sebagainya. Entah berapa udang yang saya habiskan, tapi setelah mencoba daging kepiting beberapa potong, bibir saya gatal-gatal dan menjelang jontor. Sial. 

Setelah makan di Merlimau, kami meluncur ke Melaka. Awalnya saya mau ketemuan dengan Bang Yayan, orang Palembang yang kebetulan sedang ada di Melaka. Dia berkali-kali bertanya, "sudah dimana, Ki?" karena saya gak sampe-sampe. Hahaha. Tapi kami tidak jadi bertemu karena saya datang jam 10 malam dan muter-muter nyari Bang Yayan di sekitar Gereja Merah pun tak ketemu.

Saya dan Ica sampai di Melaka sekitar jam 10 malam. Setelah check in dan leyeh-leyeh sebentar, kami memutuskan untuk keluar dari hotel dan berjalan-jalan di Melaka. Karena salah baca peta, bukannya menuju Jonker Walk, kami malah jalan ke arah yang berbeda. Saat kami berbalik arah, ada seorang staff hotel yang mengikuti kami. Kami pikir, manusia itu adalah staff utusan hotel yang dengan baik hati menjemput kami dan mengantarkan kami ke jalan yang benar. Ternyata oh ternyata, manusia itu sedang modus ke si Ica. Alamak jaaannn~

Ah ya, kami menginap di daerah Little India. Serius loh, berasa di India! Saya agak pusing dengan bau-bauan khas India. Mulai dari wangi bunga hingga dupa. Semuanya bikin saya pusing tujuh keliling. Gak cocok kayaknya saya ke India. Yaudah deh ke Kashmir dan ke Gulmarg aja saya mah. *apaseeh?

Back to the story, begitu kami bertemu orang modusan itu, feeling saya sudah gak enak. Dia tanya nomor kamar hotel kami. Dia melihat kartu kunci kamar kami yang sedang dipegang Ica. Sesampainya di hotel, kami tanya satpam yang sedang berjaga dan orang modusan itu berhenti mengikuti kami. Kami berjalan dengan kurang nyaman karena kondisinya sudah terlalu malam dan kami berjalan di jalan yang sepi. Saat berjalan, Ica melihat lampu-lampu di seberang gang yang kami lalui, penasaran, kami hampiri lampu-lampu itu. Ternyata oh ternyata itu Melaka River. Aaaahhh, hiburan malam yang jadi moodbuster malam itu!

Kami dapat tiket river cruise gratis dari hotel, tapi karena tak kami bawa dan ternyata itu adalah perahu gelombang terakhir di malam itu, maka kami tak jadi menikmati sungai Melaka di malam hari. Setelah berjalan agak lama, kami melihat gereja merah dan pohon-pohon berbalut lampu kuning. Turistik pisan lah. Kami mampir ke Jonker walk dan berjalan sepanjang Jonker Walk. Mampir juga ke tempat oleh-oleh Melaka. Pedagang-pedagang di Jonker Walk bubar sekitar jam 12 malam. Lucunya adalah saat kami datang, pedagang masih tumpah ruah disana, tapi saat kami kembali hanya tinggal tersisa beberapa pedagang saja. Pasar malam yang asik, tapi kurang korsel atau bianglala. Yakali di Indonesiaa. Haha. 

Disana kami membeli cendol yang recommended versi tripadvisor. Enakan cendol Elizabeth ah kata saya mah. Pun cendolnya hanya sedikit. Ada kacang yang warnanya hitam tapi rasanya kayak kacang hijau. Entahlah namanya kacang apa. Harganya 4-6 RM.

Kami menikmati cendol di pinggir sungai disamping Hard Rock Cafe Melaka yang ributnya tiada dua. Setelah menikmati cendol, kami mampir ke bekas benteng yang berisi lebih dari 4 meriam. Bukan meriam berlina ya. *jayus. 

Kami pikir, jarak antara satu objek wisata ke objek wisata lainnya itu berjauhan. Ternyata oh ternyata itu hanya sebentar saja. Hahaha. Jalan kaki juga sampe loh. Malam itu kami lewati Masjid Warisan yang ada Tourist Information di bawahnya, selain itu juga kami ke Jonker Walk, Gereja Merah, Gereja Putih dan juga melewati kincir air. Merasa cukup lelah, kami kembali ke hotel sekitar jam setengah satu malam. 

Saat kami sedang asyik mengobrol di kamar hotel, tiba-tiba bel kamar berbunyi. Sempat kaget dan takut. Saya malah ngumpet dan meminta Ica yang membuka pintu. Sialan, ternyata itu petugas hotel yang mengikuti kami tadi. Ica menahan makhluk kurang ajar itu untuk tetap diluar, ia malah mendorong pintu dan memaksa masuk padahal Ica sudah bilang kalau saya berkerudung dan saya tidak pakai kerudung saat itu. Saya kesal dan berteriak-teriak mengancam manusia stres yang nekat mendorong pintu. Astagaaa, gak dimana gak dimana ada aja ya manusia stress. Saya telepon resepsionis dan komplain dengan bahasa Inggris yang berantakan. Resepsionis kebingungan dan saya mengulang komplain dengan bahasa Indonesia. Ah, bodoh. Harusnya saya yang buka pintu. Saya tonjok dan maki-maki langsung deh orangnya. Fyuh~

Setelah komplain, datanglah security beserta resepsionis dan kami menceritakan kejadian tadi. Mereka kebingungan, saya marah-marah bagaikan itu terjadi pada saya, padahal Ica masih bisa kalem. Wkwkwk. Salah satu kesalahan dari pihak kami adalah memberikan nomor kamar hotel. Pesan moral nomor kesekian, jangan pernah beri tahu siapapun kamar hotel anda. Seumur-umur nginep di hotel ya baru kali ini ada kejadian aneh macam ini. Ah ya, saya kan nginep di hotel kalo gretongan doang pas ada acara-acara formal. Deu..

Malam itu mood saya benar-benar anjlok. Saya jadi ingin cepat-cepat pulang ke Bandung. Malas melanjutkan perjalanan dan sempat ketakutan buat tidur. Tapi karena dasarnya gampang molor, ya nempel bantal langsung pingsan. 

Esok paginya kami bergegas sarapan. Banyak pilihan menunya. Ada nasi goreng, nasi putih plus teri, sambal, timun dan sebangsanya. Ada juga bubur dan roti. Lengkap deh. Eh iya, ada kwetiau juga. Lagi-lagi entah karena lapar atau memang dasarnya rakus, saya nambah nasi goreng 2 kali plus kwetiau yang setengahan sama Ica. Saya juga bingung, nafsu makan saya yang meningkat atau memang dasarnya hasrat makannya tinggi. Haha. 

Saya ngobrol dengan bahasa Indonesia karena sepengamatan saya, orang-orang berwajah melayu disana berbicara bahasa melayu dan orang-orang berwajah oriental berbicara bahasa Cina. Jadi santai lah yaaa.. 

Selesai makan, kami kembali ke kamar. Kami satu lift dengan pasangan beranak satu dengan wajah oriental. Saya bertanya, "How old?" 

Eh, si ibu menjawab, "Baru satu tahun."

Deziiiiiiiiiiiiggg...


(to be continue)
Read More

Singapore, Here We Go! #3

Sesampainya di kamar, ada dua manusia cantik diatas kasur mereka masing-masing. Ada Christin dan Rima. Seperti yang sudah saya jelaskan di potingan sebelumny, Christin orang Jerman yang keliling dunia sejak satu tahun yang lalu. Dia sudah pernah ke Indonesia dan itu Bali. Christin berkomentar tentang banyak hal termasuk mata uang Rupiah kami yang menurutnya 'nothing' karena murah pisan. Secara dia baru balik dari Aussie untuk program WHV alias Working Holiday Visa, lalu langsung mampir ke Bali. You can buy anything laaah. Tapi Christin juga sempat mengeluhkan betapa mahalnya Singapur daripada Malaysia atau Indonesia, ya eyalaaahh..Rencanaya, Christin ini mau ke Hongkong setelah dari Singapur. Mau ke Disneyland katanya. Da aku mah apa atuh, ke Dufan juga baruu tahun ini, dia mah udah siap-siap ke Disneyland. Haha. 

Selanjutnya, Rima. Cewek berjilbab satu ini kocak banget. Dia sebenarnya adalah mahasiswi ITS jurusan Matematika. Tapi karena menurutnya itu bukan passionnya, ia memutuskan untuk ikutan tes lagi tahun ini. Seinget saya, SBMPTN itu sebentar lagi dan dia masih ada di Singapura??? Orang pinter yang nyentrik. Rima juga ekspresif sekali. Manusia yang lahir di Makassar dan besar di Jakarta ini terlihat selalu semangat dan mudah dipengaruhi. Bayangkan saja, awalnya Rima berniat check out dan langsung pergi ke bandara, padahal pesawat yang ia tumpangi terbang jam setengah 8 malam. Setelah dibujuk sebentar, ia dengan mudah mengiyakan untuk ikut kami mampir ke spot foto sejuta umat: Merlion. 

Perjalanan kami agak mudah kali ini, ada kenalan Ica disana. Namanya Pak Mahfud. Pak Mahfud ini mengendarai taksi SMRT yang katanya miliknya sendiri yang dijadikan taksi umum. Mungkin semacam angkot-angkot di Bandung kali ya? Entahlah. Kami diajak makan dulu di Little India dan diajak mampir ke Mustafa Center. Nah, saran saya, kalau mau beli pajangan khas Singapur, jangan beli di Mustafa Center, tapi beli di kios di depan Mustafa Center. Kami bisa dapat 3 pajangan seharga 10 SGD, sedangkan di Mustafa Center harganya 5-17 SGD per pajangan. Tapi, jangan beli gantungan kunci disana karena di Mustafa Center lebih murah. Kami bisa mendapatkan satu set gantungan kunci seharga 3,5 SGD disana sedangkan di kios itu harganya 5SGD per set. 

Mustafa Center itu kalau kata saya sih mirip Carefour atau Sarinah di Malang. Toko serba ada yang jual mulai dari oleh-oleh sampai parfum dan buah-buahan. Jadi pelajaran juga sih buat saya, karena dulu beli oleh-oleh di Aalst yang paling murah ya di toserba macam ini. Ah ya, kami ditraktir Pak Mahfud untuk pajangan yang kami beli di kios di depan Mustafa Center. Yeeeaaayyy!

Sesudah beli perintilan oleh-oleh, kami beranjak menuju Merlion Park, spot sejuta umat yang katanya harus dikunjungi kalau ke Singapur. Dari taman ini selain kita bisa foto patung merlion yang terkenal, kita juga bisa melihat Marina Bay Sand dari sana. Asli ya, keren pisan. Modern banget. Kata Pak Mahfud, kalau jajan di Merlion Park, sama harganya dengan makan sebulan di Bandung. Karena saya masih punya kekuatan Sariroti, jadi gak minat juga jajan cantik disana. Hoho

Selesai dari Merlion, kami berangkat menuju Johor Bahru, Malaysia. Saya dan Ica berpisah dengan Rima. Oh ya, Melati melanjutkan hari kedua di Singapur karena ia ingin mengunjungi banyak toko buku dan perpustakaan maupun museum yang ada di Singapur. Hanya saya dan Ica yang berangkat ke Melaka via Johor Bahru. 

Di tengah perjalanan, kami mampir ke toilet yang ada di SPBU, ternyata untuk toilet wanita, pintu terkunci dan digembok. Cara untuk masuk ke dalamnya adalah meminta kunci ke kasir minimarket yang ada di SPBU. Tuh, cowok-cowok, kalian gak bisa iseng masuk ke WC cewek dengan alasan apapun. Mwahahaha. 

Kunjungan ke Singapur pun berakhir, lanjut ke Malaysia...

(to be continue)
Read More

Singapore, Here We Go! #2

Loket imigrasi dibuka. Kami mengantri demi cap imigrasi. Tentunya setelah bayar airport tax di loket Airasia. Sungguh, slogan Airasia bener ya, everyone can fly. Setelah mendapat cap imigrasi, kami duduk-duduk cantik di waiting room. Selfie sana selfie sini. Kami lupa, kami belum menetapkan tujuan dan belum tahu bagaimana caranya sampai ke hostel. Sebetulnya saya sudah googling dan menyimpan rangkaian cara sampai ke hostel, tapi entah teledor atau apalah namanya, semua catatan tertinggal di laptop. Pesan moral no.1: pastikan kamu tahu cara sampai ke hostel. Manfaatkan lahirnya Google ke dunia dan jangan teledor kayak saya. 

Setelah kurang lebih setengah jam menunggu, ada suara merdu yang memberitahukan kalau kami sudah dibolehkan masuk ke dalam pesawat. Tapi karena kami terlalu banyak selfie dan saya kira ada perbedaan panggilan untuk penumpang eksekutif dan ekonomi, maka kami hampir terlambat masuk. Wkwkwk. Kupikir Airasia kayak Emirates. 

Ternyata kami termasuk orang terakhir yang masuk pesawat, tapi karena di tangga pesawat masih mengantri banyak orang, saya mengajak Ica untuk foto di depan pesawat. Berfotolah kita disana dan berakibat diteriaki bapak-bapak petugas bandara serta ditertawai segerombolan abang-abang backpacker yang pakai baju hitam, celana kargo hitam dan kaca mata hitam. Lucunya, segerombolan abang-abang ini dengan PDnya minta petugas bandara untuk memoto mereka setelah menertawakan kami. Sayangnya, mereka ditolak mentah-mentah dan membuat saya balik tertawa atas naasnya nasib mereka. Hahahaha.

Kami kebagian nomor kursi 27 A, B dan C. Tapi saat kami masuk pesawat, ada seorang bapak muda berwajah oriental duduk di kursi kami. Sempat berdebat sebentar tapi kami dipersilahkan duduk di kursi kosong yang berjajar di belakang. Beberapa menit sebelum take off, si bapak chinese itu minta maaf karena ternyata dia salah duduk. Jiaaahh~

Perjalanan selama satu jam ini cukup melelahkan bagi saya. Telinga saya pengang dan membuat saya sakit kepala. Mungkin karena saya sedang flu atau karena pesawat ini adalah pesawat kecil. Entahlah, yang jelas saya tidak merasakan ini saat perjalanan ke Belgia akhir tahun lalu. 

Singkat cerita, kami mendarat dengan selamat di Changi International Airport. Sesampainya di Changi, kami berdebat tentang dimana kami bisa membeli Singapore Tourist Pass alias STP. Saya sempat membaca di situs resminya dan disana disebutkan kalau kartu transportasi itu hanya bisa didapatkan di stasiun MRT. Tapi entah di MRT mana. Yang gak asik dari group travelling adalah perdebatannya, menurut saya. Akhirnya kami mampir ke Singapore Recommends dan bertanya tentang STP, ternyata benar, kartu itu hanya bisa dibeli di stasiun MRT. Lalu, dimanakah stasiun MRT? Kami bertanya ke cleaning service yang ada di Changi, tapi dia juga kebingungan katanya ada di T2 dan T3. Apa pulak itu T2 dan T3? wkwkwk. Ternyata oh ternyata T adalah terminal. Jadi T2 atau T3 itu terminal 2 dan terminal 3. Dan ternyata tanda menuju stasiun MRT itu jelas sekali. Karena kami turun di terminal 1 dan stasiun MRT ada di terminal 3, maka kami harus naik subway dulu lalu naik turun eskalator untuk sampai ke terminal 3. Alamak jaaaann~

Pesan moral no. 2 : Sesampainya di Changi, langsung lihat arah penunjuk ke T2 atau T3. Lihat saja penunjuk arahnya. 

Akhirnya, setelah muter-muter terminal 1 Changi, kami sampai di Terminal 2. Karena kebutuhan untuk melakukan proses ekskresi kami tak tertahankan. akhirnya kami transit sebentar di depan lift di terminal 2. Saya sempat mengeluhkan tidak adanya peta bandara seperti di Dubai. Tapi ternyata setelah menghampiri lift, ada peta lengkap dengan panduan bandaranya di depan lift. Mwahahahaha~

Setelah naik lift dan turun ke stasiun MRT, ternyata bukan stasiun itu yang kami cari. Kami disarankan pergi ke MRT office di terminal 3. Kesal, capek dan bingung jadi satu. Ya ampun, di tempat semodern Changi saja saya masih kampungan. Weleh weleh weleh.

Setelah kecapekan, kami temukan juga MRT office yang menjual STP. Sayangnya, ternyata STP Plus yang kami incar itu sudah habis stoknya, jadi terpaksa kami beli STP biasa seharga 26 SGD dengan deposito 2 SGD. Kami bisa mendapatkan 10 SGD saat mengembalikan kartu ini besok. Yah, baiklah~

Perjalanan berlanjut. Kami harus tahu bagaimana caranya sampai ke hostel. Keteledoran kami masih menyisakan akibatnya. Saat sampai di Changi, saya mendapatkan akses WiFi gratis. Dodolnya, fasilitas itu tidak saya manfaatkan untuk cari cara sampai ke hostel, malah update sana sini dan berkabar kesana sini. Selain itu, di terminal 1 juga terdapat fasilitas internet gratis lengkap dengan komputernya. Jadi sebetulnya gampang saja bila kita mau akses map dari sana. Tapi yasudahlah, kami begini mungkin supaya kamu tak ikut-ikutan oon seperti kami. Haha. 

Bagaimana cara kami sampe ke hostel? Pakai GPS. Bukan, bukan GPS yang ada di HP karena kami tak ada yang membeli SIM card Singapur, GPS kami adalah para petugas MRT. Hahahaha. Sempat salah turun platform MRT, harusnya B malah turun di D, walhasil nunggu MRT lewat dan itu lamaaa. Ujung-ujungnya naik turun lift-eskalator untuk nyebrang ke platform yang kita tuju. Melelahkan loh. Jadi, besok-besok kalau mau pergi kemana-mana baiknya benar-benar aware sama jalan yang harus ditempuh dan detail cara sampai kesana. Ah ya, yang tadi pelajaran moral no. 3.  

Kami tinggal di Lofi Inn @Hamilton. Hostel ini ada di Hamilton road. Cara sampai kesana adalah, naik MRT dulu di terminal 3, ambil yang jalur hijau alias East West Line dengan tujuan Tanah Merah. Nah, dari Tanah Merah, kamu harus turun dari pintu seberang (pintu yang berlawanan saat masuk) karena beda platform. Sesampainya di Tanah Merah, naik MRT tujuan Joo Koon dan turun di Lavender. Setelah itu jalan luruuus ke arah kanan sampai nemu toko bunga, jalan kesana akan melewati stadion besar. Di Hamilton road sepertinya memang daerah hostel karena saya lihat ada ABC hostel dan beberapa hostel lainnya. Sampailah kami di Lofi Inn @Hamilton jam 5 sore. Padahal kami sampai ke Singapur jam setengah 2 siang. Kebayangkan capeknya? 

Di hostel ini kami tidur di lantai 3 sekamar dengan 2 traveller lainnya, Christin dan Rima. Christin itu orang Jerman yang sudah travelling keliling dunia selama 1 tahun, sedangkan Rima orang Indonesia yang sedang ikut seminar motivasinya Tonny Robbins, gurunya Tung Desem Waringin dan favoritnya Merry Riana. 

Hostel ini asik, tapi sayang kamar mandi di lantai 3 kotor dan menjijikkan, untungnya ada toilet lantai 2 yang lebih bersih. Oh ya, hostel ini juga ramai di malam hari karena ada pub plus area main billiardnya. Jadi yah begitulah, kami wanita berkerudung yang mampir ke tempat main wanita yang minim bajunya. Rating dari saya untuk hostel ini ada di 6 dari 10. Nilai plusnya adalah adanya sharing kitchen yang bisa dipakai masak Indomie seleraku. Hahaha. You get what you pay lah ya..

Sesampainya di hostel, kami hanya butuh waktu leyeh-leyeh sebentar dan waktu untuk masak mie. Karena lapar atau memang dasarnya rakus, saya menghabiskan 2 porsi bihun kemasan yang saya bawa dari Indonesia. Hahaha. Asupan energi optimal. Yeah~

Setelah makan, kami merencakanan perjalanan kami lagi dengan lebih detail dan dengan bantuan om Google tentunya. Banyak tempat wisata yang ingin kami kunjungi, tapi sepertinya kami tak bisa mencapai semuanya. Akhirnya, tempat-tempat sejuta umat sajalah yang kami kunjungi. Hahaha. 

Setelah diskusi sana sini, akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Singapore Botanical Garden. Fyi, kami berangkat jam 6 sore. Waktu dimana manusia pulang sekolah dan kerja. Padat nian, kakaaak.

Setelah lagi-lagi salah turun stasiun, dan nunggu lamaaaaa banget LRT, akhirnya kami sampai di SBG. Asli, tempat ini recommended untuk didatangi di siang hari. Kalau di malam hari, jalan-jalan kesini itu kayak jurit malam pas ospek. Serem-serem gimanaa gitu. Semacam hutan mini gitu soalnya. Tapi sempet aja selfie mah, meskipun cahaya kurang mendukung juga. Ah ya, ada kejadian dodol juga disini. Kami agak kecewa sampai di Botanical Garden karena kami kira Botanical Garden itu Garden By the Bay. Mwhahahahaha. Pesan moralnya masih kayak yang sebelum-sebelumnya. Rajin googling!!!

Oh ya, cara ke SBG dari Lavender adalah: naik MRT tujuan Joo Koon, turun di Outram Park lalu keluar dari stasiun MRT kita harus nyebrang ke bus stop. Naik bus nomor 75 dan turun di SBG stop. Setelah itu, jalan kaki ke arah kanan (arah kanan dari kita turun bus). Kalau sudah nemu gerbang SBG, sampailah kita ke SBG. 

Setelah ke SBG, kita berencana langsung cus ke Orchard rd. Jalan yang paling fenomenal di SG. Mungkin ini semaca Jalan Riau kali ya kalau di Bandung, eh Ciwalk? Entahlah, yang jelas disini berjajar beragam mall dan outlet barang-barang branded. Kabarnya, Victoria Beckham mau mengadakan fashion show sepanjang Orchard rd. Asik kan? 

Karena uang saya gak nyukup juga buat beli barang-barang disana dan tujuan ke Singapur memang bukan buat belanja, kami hanya jalan-jalan cantik disana. Kami berencana mampir ke Little India untuk makan ataupun jalan-jalan. Tapi ternyata kebablasan. Haha. Kami turun di Victoria street lalu mampir ke Masjid Malabar di Kampong Glam. Kami sholat sambil ditungguin marbotnya karena masjid mau ditutup. Hahahaha. 

Selepas sholat, kami naik lagi LRT menuju Bugis. Saat turun di Bugis Junction, kami melihat wanita berwajah orientah berbaju hitam yang memperlihatkan beberapa bagian tubuhnya itu menelepon di tengah zebra cross. Ini cukup membingungkan kami dan membuat banyak orang melongo dengan tingkah wanita itu. Betapa tidak, dia dengan santai berteriak-teriak kepada orang di telepon di tengah jalan. Saya ulangi ya DI TENGAH JALAN. Sampai-sampai LRT dan taksi membunyikan klakson mereka berkali-kali dan ibu-ibu itu tetap bergeming. Ada juga orang stress di Singapur ya? Hahaha. 

Saya pribadi senang sekali saat menyebrang di Bugis, kenapa? karena rasanya kayak nyebrang di Times Square di Amrik sana. 

Pasar di Bugis kayak pasar-pasar di Indonesia pada umumnya. Disini diobral banyak barang. Saran saya, kalau mau beli gantungan kunci untuk oleh-oleh, baiknya beli disini, 10SGD dapat 24 pcs!!! Kami memutuskan untuk membeli kebab di kedai kebab yang mau tutup. Karena abang-abang kebab mau tutup, akhirnya kami makan di depan KFC. Hahahaha. Kebab rasa KFC. 

Seusai makan, kami pulang dengan menggunakan LRT. Sungguh, kalau saya tahu Hamilton road itu jauh dari stasiun MRT dan bus stop, gak akan ambil hostel itu deh. Fufufufu. 

Tapi ternyata sesampainya di hostel kami menemukan Christin dan Rima di kamar...

(to be continue)
Read More

Singapore, Here We Go!!! #1

Yeah, setelah menunggu 9 purnama, akhirnya hari yang dinanti tiba. Waktunya jalan-jalan ke Singapur!!! Negeri singa tetangga yang katanya maju tiada tandingannya di ASEAN. Saya dan dua orang teman membeli tiket untuk terbang kesana dari tanggal 26 September 2014, untuk pemberangkatan 8 Mei 2015. Sembilan bulaaan, ibu menganduuuung... lalala yeyeye. Selama 9 bulan itu kami cicil segala printilan yang berkaitan dengan perjalanan kami menuju Singapur-Malaysia, mulai dari hostel, tiket pulang, sampai nabung untuk beli oleh-oleh. Jadi, salah besar kalau ada yang mengira kami punya banyak uang. Tapi dikirain banyak uang juga gak apa-apa deh, biar jadi doa. Amin~

Sebelum tanggal 8 Mei tiba, banyak sekali kejadian yang bikin males berangkat. Mulai dari paspor teman belum jadi, tanggal lauching trailer film teman yang lain yang berdekatan dengan tanggal keberangkatan, hingga meningkatnya aktifitas rekrutmen dan seleksi yang saya lakukan. Omamaaa, andai belum bayar ini itu, mudah saja kami batalkan perjalanan ini, tapi karena uang sudah keluar, sayang lah ya kalau dibatalkan. Hehe.

Tepat tanggal 8 Mei, paspor travelmateku sudah ditangannya, launching trailer film travelmate yang satu lagi sudah di-back up oleh temannya dan kerjaanku juga sudah kukendalikan *walau gak optimal. Saya belum packing sama sekali, membuat list pun tidak. Kelimpunganlah saya di malam sebelum keberangkatan. Sampai-sampai saya baru ingat kalau resleting ransel saya rusak dan ransel itu tak bisa dipakai. Payah pisan euy. Untung punya adik yang suka naik gunung, minjem deh akhirnya~

Selesai packing, saya ngerjain dulu laporan hasil interview kandidat yang akan diinterview user esok siang. Laporan kelar setengah jam kemudian. Masih ada waktu untuk tidur cantik sebelum keberangkatan.

Berangkat jam 6 pagi dari rumah dan sampai jam setengah 8 di kantor. Traveller oke kan? Sebelum pergi masih sempat ngantor. Mwahahahaha.

Setelah urusan di kantor selesai, saya bergegas pergi ke Bandara Husein Sastranegara. Ini pertama kalinya saya mampir ke bandara di kota tercinta. Astaga, bagusan stasiun Bandung lah aslinyaaa!

Telepon sana telepon sini, travelmate muncul satu persatu. Ibu dan adik saya pamit pergi ke Pasar Baru. Biasa, Tuntutan profesi ibu yang notabene penjahit harus bolak balik ke tempat itu untuk beli kain. Ibu saya pergi dengan kalimat yang bikin saya tak bisa berkomentar apa-apa.

"Beranian ih teteh, padahal Airasia baru aja kecelakaan."

Deziiiiiiiiigggg!!!

Ica datang jam 9 lebih sekian menit dengan paspor baru yang masih 'fresh from the immigration'. Asik kan, baru dapet paspor udah dipake lagi? Melati datang dengan dua tas, satu tas ransel dan satu lagi tas biola. Biola modal utama kalau kehabisan bekal. Siap ngamen, bos :D

So, Singapore...here we go!!!
Read More

Friday, May 15, 2015

Lucy dan 100% Otaknya

Semalam saya tidur agak terlambat dari biasanya. Biasanya, jam 8 malam sudah ada di negeri antah berantah. Saya terpaku di depan laptop sambil melipat baju. Pastinya lebih banyak melongonya daripada melipat bajunya. Hahaha. Lucy, film tahun 2014 yang disutradarai oleh Luc Besson ini memikat saya. Awalnya saya agak malas melihat film ini karena sang pemeran utama, Scarlett Johansson ini yang dalam film ini bernama Lucy membuat saya berpikir ini film esek-esek ber-cover laga seperti film Twilight dan sebagainya. Ternyata saya keliru.

Film ini mengisahkan tentang seorang wanita yang terjerumus ke dalam aktivitas sindikat pengedar obat. CPH4 adalah obat yang mereka sedang bisniskan. Obat itu bisa meningkatkan kapasitas otak seseorang. Entahlah, saya tidak begitu mengerti tentang status obat tersebut. CPH4 akan dipasarkan di Eropa dengan cara memasukkan paket obat itu di perut para kurir. Setidaknya ada 4 kurir yang diculik dan dilibatkan secara paksa dalam kejadian ini. Lucy menjadi salah satu kurir cabutan itu. Obat-obat tersebut dibenamkan dalam (kalau tidak salah) rahimnya.

Saya senang film ini karena mengangkat betapa besarnya potensi manusia saat memaksimalkan kapasitas otak yang dimilikinya. Sejauh ini, manusia hanya menggunakan 10% fungsi otaknya, lebih rendah daripada lumba-lumba yang menggunakan 20% fungsi otaknya. Lalu bagaimana orang yang menggunakan 100% fungsi otaknya? Inilah alasan adanya film Lucy.

Lucy secara tidak sengaja menyerap obat yang diselundupkan di dalam badannya. Hal ini membuatnya bisa mengaktifkan fungsi otaknya dengan sangat optimal. Dengan demikian, ia dapat dengan mudah membaca, melihat dan mengetahui beragai informasi yang ada di sekitarnya. Saya paling suka adegan dimana Lucy bisa melihat seluruh informasi dengan menggunakan handphone di Paris. Keren. Seperti apa yang saya bayangkan saat dengan iseng memikirkan bagaimana bentuk sinyal dan informasi terkirim atau diterima oleh handphone seseorang. Tapi ada salah satu adegan yang paling tidak masuk akal menurut saya, yaitu saat sekelompok mafia Korea masuk ke ruang bedah para kurir cabutan. Di cerita sebelumnya, Lucy bisa mengontrol apapun dari jauh, tapi saat dia tahu para kurir terancam, mengapa ia malah memilih untuk nyetir ugal-ugalan, bukan menutup akses masuk-keluar di rumah sakit. Mungkin supaya ada adegan tabrak-tabrakan kali ya ~

Terlepas dari kekurangannya, seru juga ya membayangkan bahwa setiap hal di dunia ini adalah dampak sebab-akibat, meskipun saya masih meyakini ada andil Tuhan yang bisa mengubah rangkaian sebab-akibat tersebut.

Film ini bukan film tentang superhero, tapi ada karakteristik superhero yang dimunculkan. Sejauh ini, saya beri rate 8 untuk film ini. Daebak~
Read More

Friday, May 1, 2015

Random

Hari ini terlalu random. Mulai dari terkaget-kaget karena pas nengok dashboard blog ternyata ada sumber situs porno yang mengarah ke blog saya. Saya aja gak pernah nengokin situs porno, eh situs pornonya ujug-ujug muncul dan ngarahin orang-orang ke blog saya. Padahal isi blog ini hanya curcolan yang tak terhingga banyaknya. Mulai dari jaman alay sampai jamman alay lagi. Yah begitulah. Aneh pisan. 

Selanjutnya, saat iseng scrolling Facebook, LinkedIn dan Twitter, ternyata saya menemukan buanyaaaaakk sekali tebak-tebakan angka yang selalu dibubuhi: "Kalau anda jenius, pasti anda bisa memecahkannya." Lengkap dengan Einstein sebagai icon. Sebegitu ingin dibilang jenius kah? 

Mulai galau saat menengok akun CS saya. Sang host ganteng tiba-tiba tidak ada kabarnya sama sekali. Padahal hari ini adalah H-9 sebelum keberangkatan saya dan teman-teman kesana. Jadilah pagi ini dipenuhi dengan cek harga hostel disana. Tak apalah. Semoga lancar segala-galanya. 

Kejadian random terakhir, saya baru ingat ini tanggal 1 Mei. Seharusnya di bulan ini saya lagi-lagi pura-pura tidak tahu ada hari istimewa di dalamnya. Lalu dengan pura-pura bodoh menelepon seminggu kemudian dan berbincang panjang denganmu. Tapi, yasudahlah. Kata teman, setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya. Masamu sudah berlalu. 

Akhir-akhirnya selalu nayngkut kesana. Padahal sebetulnya tulisan ini tidak ditujukan untuk itu. Haha. 
Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)