Wednesday, December 21, 2016

Menamai Perasaan



Beberapa minggu lalu saya melihat video ibuknya Kirana yang memperlihatkan Kirana sedang diajari apa itu sedih, marah, senang dan bagaimana ekspresi dari emosi-emosi tersebut, kapan dilakukan dan kapan tidak boleh dilakukan. Saya tertegun sejenak. Ah ya, menamai perasaan itu penting. Padahal caranya mudah sekali, tapi sering alpha dilakukan. Enggan dibiasakan.

Kesal, kecewa, marah itu berbeda warna dan tempat dalam spektrum emosi Plutchik. Berbeda emosi, berbeda cara berekspresinya. Katanya, (ini judgmental) orang-orang yang terbiasa mudah dimarahi oleh orang tuanya, mereka akan dengan mudah mengekspresikan emosi marah dan kesulitan mendeteksi emosi lain yang ada di belakang kemarahan mereka. Marah bisa karena kecewa, marah bisa karena sedih, marah bisa karena enggan, marah bisa karena tak pernah melewati kondisi tertentu sebelumnya. 



Saya pernah melihat seorang pengguna jalan yang marah-marah saat motornya mogok. Bapak itu membonceng seorang anak perempuan. Bapak itu berteriak-teriak seperti orang marah lalu meminta anaknya untuk turun dari motor karena motornya tiba-tiba berhenti. Sepertinya marah juga bisa karena panik. 

Mendeteksi emosi, menamai perasaan. Dua hal yang susah-susah-mudah dilakukan. Saya pernah merasa down selama beberapa minggu. Minggu loh men, bukan hari! Uring-uringan tak jelas kepada semua orang yang saya temui. Berbicara dengan nada tinggi kepada siapapun yang mencoba memberikan perhatian. Menyakiti mereka yang sebenarnya ingin membantu.

"Lo anamnesis diri sendiri aja deh, Ki. Lo inget-inget lagi apa yang lo alami beberapa minggu ke belakang. Lo cari tahu kenapa lo ngeselin kayak model iklan sn*akers yang kelaparan akhir-akhir ini. Nyebelin tau!!" keluh seorang teman dekat saya. 

Sakit hati sih waktu itu. Hahaha. Tapi akhirnya saya lakukan juga. Ternyata saya baru sadar saya merasa kecewa lalu saya pendam sendirian. Saya baru sadar saya kesal pada diri saya sendiri karena tidak mencapai apa yang ingin saya capai. Saya lelah karena terlalu banyak yang sedang saya kerjakan. Saya butuh orang untuk berkeluh kesah. Singkat cerita, mood model iklan sn*akers pun hilang karena saya curhat habis-habisan kepada teman saya yang merekomendasikan untuk melakukan anamnesis terhadap diri saya sendiri. Hahaha. Salah siapa suruh anamnesa, kan jadi katempuhan :D

Menamai perasaan terdengar terlalu lebay mungkin ya. Tapi coba bayangkan seorang anak yang tidak tahu apa yang ia rasakan dan tidak bisa mengekspresikan emosinya saat ayahnya menolak untuk bermain dengannya, Ia akan berteriak, menangis, atau mungkin melempar. 

Menurut saya, manusia dewasapun begitu. Emosi untuk dikenali, emosi untuk diekspresikan. Bukan untuk dipendam dalam-dalam. Kalau semua dipendam dalam-dalam dan disimpan dalam diam, lama-lama mungkin otak dan hatimu akan meledak. Tak tahan dengan semua kebingungan yang kamu rasakan. Gak mau jadi gila, kan?


Nb: akhirnya kelar juga nulis postingan ini. Isinya gak penting sih, tapi sampai 2 bulan baru kelar. wkwk


Read More

Friday, November 18, 2016

Skandal


Di otakku hingga hari ini, ikatan pernikahan itu adalah ikatan yang sakral, kalau bisa hanya 1 kali seumur hidup. Menikah artinya siap mencintai, siap mencintai kelebihan dan kekurangan pasangan. Kalau kata seseorang, "pada akhirnya pasangan kita itu selalu menyebalkan, jadi baiknya kita cari calon pasangan yang kita benar-benar rela dibuat sebal olehnya."

Saya masih yakin, setidaknya hingga hari ini, pasangan (suami/istri) yang kita pilih itu sudah benar-benar dipikirkan matang-matang. Maka, jika ada kesalahan yang dilakukan, saya mengkhayalkan bahwa menegur, menasehati dan menjaga adalah hal yang wajar dan HARUSNYA dilakukan. Tapi seringnya keyakinan ini tidak sesuai dengan banyak kejadian dimana saya menjadi saksinya. 

Skandal terjadi dimana-mana. Pada teman dekat maupun teman yang sekedar lewat. Dari dianggap sebagai hal yang memalukan hingga dianggap wajar karena salah satu cara pelarian. Skandal, seperti warung makan di bulan Ramadhan, ada yang buka-bukaan, ada yang hanya tertutup tirai. 

Need two to tango. 

Skandal tidak akan terjadi bila salah satu menolaknya, sekeras apapun salah satu pihak menghendakinya. Skandal bisa bermula jika kedua pihak sama-sama membuka diri, entah dengan alasan apa. 

Kalau kata The Changcuters, "main serong berbahaya but it's so fun."

Fun ya? 

Hemm.


Skandal. Seringnya saya menjadi pengamat dan mendapatkan bagian sebagai penampungan cerita-cerita macam ini. Biasanya diawali dengan alasan lawan skandal orang yang bercerita kepada saya. Selalu keluar alasan yang dibuat masuk akal agar skandal terdengar manusiawi, bisa diterima dan dianggap wajar. Tapi biasanya saya hanya diam, mengerenyitkan dahi lalu menangis diam-diam sebelum tidur. Iya, menangis. Saya sedih dan merasa kasian. Pada para pasangan yang ditinggalkan dan seakan ditusuk dari belakang oleh orang yang (setidaknya pernah) mereka cintai. Pada kepercayaan yang ternodai. Pada beberapa orang yang masih beralasan dan beranggapan mereka orang baik padahal menodai ikatan suci. Kenapa tak menyelesaikan satu masalah (cerai) lalu memulai kehidupan (yang penuh masalah) lagi? 

Hubungan interpersonal terutama hubungan dekat yang intim (intimate relationship) memang selalu membingungkan. Banyak buku mengupas bagaimana cara mempertahankan hubungan, tapi masih banyak kasus perselingkuhan. Banyak orang terlalu cinta pada pasangannya sehingga pasangannya tersebut terlalu berbesar kepala dan merasa pantas melukai hati orang yang mencintainya. 

"Ki, kejadian kayak gini tuh karena istrinya dia gak pernah dandan di rumah, kucel, bau, pake daster. dsb dsb."

Beliin atuh lah! Kasih duit buat beli make up, nyalon, ajakin belanja. Situ mau istrinya cantik kayak selebritis harum mewangi sepanjang hari tapi gak dimodalin? Ah elo.

"Ki, kejadian kayak gini tuh karena suaminya kurang perhatian, cuek dan kayak gak mau tau sama istrinya."

Untuk yang satu ini saya angkat tangan. Masih gak tau cara meningkatkan kepekaan dan tingkat perhatian para lelaki kepada pasangannya. Tapi apa para lelaki itu terlalu sibuk untuk memberi sedikit waktu mereka kepada orang yang (katanya) mereka cintai? Padahal kadang berbicara beberapa menit melalui telepon atau beberapa waktu bertukar cerita itu cukup untuk wanitanya. Padahal menurut saya mencintai adalah meluangkan waktu. Ada orang bilang, "tidak ada seorangpun yang sibuk, kecuali kamu tidak ada dalam urutan prioritas mereka."

Tapi respon saya terlalu "perempuan tak pernah salah" ya. Hahahaha. Maklum, akupun wanita #eaaaaaa.

Dulu saya sering bertanya-tanya kenapa ibu saya sibuk banget kalau ayah belum pulang lepas jam 7 malam. Saya juga sempat terheran-heran mengapa setiap teman kerja lelaki yang belum pulang ke rumah selalu ditelepon para istrinya jika masih ada di luar rumah diatas jam 7an. Ternyata rasa waswas dan tak percaya ataupun khawatir wanita tak pernah hilang pada pasangannya, karena dalam urusan hati kabarnya lelaki tak bisa sepenuhnya dipercaya. 

Oh ya, ini hanya pendapat pribadi saya. Kamu berbeda pikiran? Sudahlah, ini hanya berisi omong kosong belaka. 


Bandung, 18 November 2016
Read More

Wednesday, November 16, 2016

Bahasa Akar Rumput


Hari ini ada seminar singkat tentang bagaimana meningkatkan produktivitas karyawan dan profitabilitas perusahaan dalam satu waktu. Pembicaranya adalah seorang trainer yang katanya terpilih sebagai trainer terbaik dalam konferensi entrepreneurship internasional di Hongkong. Cara beliau menyampaikan materi cenderung unik karena biasanya para trainer terlalu banyak gimmick, games, dll yang membuat saya sebagai peserta terlalu lelah untuk fokus ke materi inti karena terlalu senang bermain games. Masa kecil kurang piknik kayaknya. Hahaha. 

Pemateri menjelaskan betapa pentingnya menjadikan Learning & Growth-nya karyawan sebagai akar sebuah perusahaan. Karena dengan learning & growth yang baik, maka karyawan akan memberikan performa optimal mereka kepada perusahaan yang mengakibatkan tingginya kualitas maupun profitabilitas perusahaan. 

Beliau memberikan banyak contoh tentang perusahaan yang sukses melakukan perubahan dari hanya sekedar Good Company menjadi Excellent Company. Maksud dari Excellent Company ini adalah situasi dimana target produksi melampaui target namun tidak ada yang stress dengan target tersebut. Para leader biasanya berfokus pada sistem dan membuat banyak standar untuk meningkatkan kualitas tanpa memperhatikan sekumpulan orang yang menjadi penggerak utama bisnis mereka, yaitu para karyawannya. Mereka juga seringnya lupa kalau kebanyakan pekerja adalah para blue collar, alias buruh pabrik. Buruh pabrik yang masih tak mengerti urgensi kolaborasi, mereka yang tak mau tahu mengapa mereka harus ikut pusing dengan kondisi perusahaan, toh gaji mereka masih UMK UMK saja, tidak seperti para atasan yang pendapatannya beberapa kali lipat dari gaji mereka.

Lalu bagaimana caranya agar para blue collar ini paham tentang pentingnya meningkatkan profibilitas perusahaan?

Menurut pemateri yang mengajar saya, caranya menyampaikan apa yang perusahaan inginkan kepada mereka dan menyederhanakannya dengan bahasa akar rumput, grassroots language. 

Di awal sesi training sang trainer menunjukkan banyak cara kreatif untuk mengkampanyekan bahasa akar rumput tersebut. Awalnya saya risih dan berpikir, "apaan sih? Perlu banget ya teriak-teriak 'kami bisa! PT.XXX nomor 1! Target 1 trilliun enteng! ENTENG!' emang ngaruh ya sama produksi?? Emang bisa meningkat dengan cara itu?"

Saya lupa modifikasi perilaku bisa dilakukan dengan cara apapun. 



Pak Trainer bercerita, salah satu pemimpin anak perusahaan sebuah grup besar di Indonesia mengatakan kalimat ini saat memberikan sambutan sebelum program ini dimulai:

"Saya tidak peduli para kompetitor mengambil mesin-mesin saya, database saya, bahkan mengambil pabrik saya. Tapi jangan lakukan satu hal kepada saya, mengambil karyawan saya. Karyawan perusahaan inilah yang bisa membuat perusahaan ini ada hingga saat ini. Mereka orang-orang yang paling berharga di perusahaan ini."

Konon, semua mbok-mbok (perusahaan ini kabarnya masih mempekerjakan lulusan SD), bahkan tukang sapu di perusahaan tersebut ikut serta dengan senang hati dalam program peningkatan kinerja dan profitabilitas tersebut.

Ada lagi cerita lain tentang bahasa akar rumput. Pak Trainer bercerita bahwa ia sampai kehabisan ide untuk mengubah kondisi pabrik cat yang luar biasa berantakannya. Tempat yang berantakan ini seringkali dijadikan sebagai transit barang-barang curian dari dalam perusahaan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Hingga akhirnya ia terpikir satu ide yang menurut saya unik-unik-lucu. 

Pak Trainer membuat spanduk besar dengan tulisan yang kurang lebih seperti ini: "Segeralah bertaubat karena tempat ini tidak bersih dan mencerminkan orang-orang didalamnya kurang beriman" pada tempat-tempat yang dianggap tidak rapi. Selang 3 hari dari pemasangan spanduk, pihak perusahaan mengirimkan surat kepada istri pekerja yang bekerja di area tidak rapi tersebut lengkap dengan foto lokasi kerja dan tulisan "Tolong bantu untuk mendorong suami anda melakukan sholat tahajjud lebih banyak lagi agar imannya lebih bertambah." Dampaknya? Kurang dari seminggu setelah peringatan unik tersebut diberikan, tempat yang tidak rapi sudah rapi jali lagi. Hahaha. Ada-ada saja idenya. Ini mungkin terdengar SARA dan kurang enak bagi saya, tapi peringatan ini beliau lakukan berdasarkan hasil observasi lapangan dan ternyata cocok dengan keadaan disana. 

Bahasa akar rumput, saat semua orang punya bahasa yang berbeda. 


Bandung, 16 November 2016
Read More

Tuesday, October 25, 2016

Pelangi Malam Hari


Kabarnya, saat hujan reda ada pelangi yang akan muncul dengan indahnya. Sayangnya, hujan kali ini menyapa dikala bulan sedang terjaga. Hanya dingin yang menyergap, menelusup ke setiap celah yang ada di bangunan tua. Menambah kesan sunyi dari bangunan itu. Menambah poin sepi di malam ini. 

Ada hujan di malam hari, dimana matahari menyapa bagian lain dari bumi. Dimana pelangi mustahil muncul berseri-seri. 



Sebenarnya, bukan rintik hujan yang membuat dunia rasanya suram. Bukan pula gelap malam yang membuat hati kelam. Apalagi desau angin yang menambah suhu dunia yang dingin. Tiadanya pelangi lah yang membuat semuanya terasa menyedihkan. Warna warni yang sebenarnya membuat hujan pun terasa menyenangkan tak bisa dinikmati di malam hari. Pelangi memiang tak berwujud pasti tapi hadirnya saja sudah membuat sepi hilang dari hati.

Kabarnya, pelangi akan hadir jika ada sinar mentari setelah hujan membasahi bumi. Akankah pelangi muncul esok hari? Entahlah. Esok hari saja belum tentu ada. Mentari saja belum tentu menyapa. Usia saja belum tentu sampai esok lusa. Yang jelas, tak pernah ada pelangi di malam hari. Tak pernah. 


Bandung, 25 Okt 2016
Read More

Thursday, October 13, 2016

Jabat Tangan


"Ki, lo tau gak jabat tangan bisa bermakna apa saja?" tanya temanku di sela-sela obrolan grup yang gak masuk akal.

"Jabat tangan ya? Emm. Tanda sepakat. Tanda dimulai sesuatu. Tanda berakhirnya sesuatu. Tanda diterimanya sesuatu. Apalagi ya? Emm."

"Lo kalau suka sama orang jabat tangan dulu gak? Terus kalau kelar sukanya gara-gara satu dan lain hal jabat tangan gak?" tanyanya iseng.

"Yakali..."



"Gue gak sangka ternyata jabat tangan masih jadi pertimbangan seseorang dapat pekerjaan atau tidak. Kemarin di kantor gue ada interview untuk posisi MT dan lo tau apa yang jadi salah satu pertimbangan user terima kandidat atau tidak?"

"Jabat tangan?" kataku menerka. 

"Bener. Hahahaha."

"Oh ya? Maksudnya gimana sih?" tanyaku. 

"Usernya bilang sama gue: saya pilih X daripada Z. Z cuma bilang kalau dia hands on ini hands on itu tapi jabat tangannya aja lemes kayak gitu. Hands on apanya."

"Serius? Gara-gara itu doang?" aku masih tidak percaya.

"Ya itu salah satu sebab aja sih. Namanya user kan inginnya dapat orang yang kompeten dan dapat chemistrynya."

"Iya juga sih. Tapi gue sering ketemu orang yang oke, penggerak komunitas yang anggotanya mungkin ratusan dan tersebar di seluruh Indonesia (beberapa ada yang di dunia) dan jabat tangannya lembut. Gak kayak gue yang kalau jabat tangan semangat banget bawaannya. Hahaha," kataku.

"Iya juga, tapi bos HR regional gue kalau jabat tangan bikin tangan orang sakit dan orangnya memang sistematis, passionate, dan penuh ide perbaikan berkelanjutan alias continues improvement," sanggahnya. 

"Wah, mungkin gue titisan bos lo," ujarku asal.

"Iya kali." sahut temanku asal.
Read More

Thursday, October 6, 2016

Profit First, Safety Later


Ceritanya hari ini saya mengikuti training Behavior Based Safety (BBS) yang diadakan oleh perusahaan tempat saya bekerja. Training ini menghadirkan Direktur konsultan safety yang menjadi partner perusahaan dalam implementasi budaya keselamatan sebagai pematerinya. Menarik, bukan? Direktur konsultan langsung hadir memberikan materi training. Beliau berkata bahwa Safety First adalah slogan yang hanya menjadi sebuah slogan, karena masalah keselamatan, kesehatan, dll adalah hal-hal yang menunjang bisnis, bukan proses utama sebuah bisnis. Benar juga, pikir saya. Keselamatan kerja menjadi perhatian perusahaan jika profit perusahaan sudah didapatkan dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Beliau membawakan materi dengan santai, tenang, tidak serius tapi bisa tepat sasaran. Saya suka! Suka cara pembawaan dan penyampaian materinya. 

Kembali ke materi training BBS tadi. Program keselamatan kerja memang tidak untuk meningkatkan produktivitas karyawan. Ya, betul. PROGRAM KESELAMATAN KERJA BUKAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS. Karena tanpa program ini pun karyawan akan tetap bekerja 40 jam kerja (atau lebih jika ada lembur). Karena tanpa program ini pun hasil produksi bisa meningkat, tinggal ditambah mesin, orang, dll. Tapi dengan program keselamatan kerja, perusahaan bisa mencegah berkurangnya produktivitas karyawan. Perusahaan juga bisa mencegah kerugian-kerugian yang lebih besar jika tidak ada program tersebut, salah satunya kehilangan kontrak ataupun pelanggan. 



Ada 2 teori yang berkaitan dengan kecelakaan kerja, yaitu teori domino dan teori swiss cheese. Teori domino menyatakan bahwa untuk terjadinya sebuah kecelakaan kerja, ada sistem keselamatan kerja yang harus dibangun. Sedangkan teori Swiss Cheese menyatakan bahwa terjadinya kecelakaan kerja dikarenakan ada pembatas-pembatas yang tidak bisa mencegah terjadinya kecelakaan. 

Yang lebih menarik adalah teori pendekatan manusia yang terkait dengan keselamatan kerja. Teori ini tidak akan saya ceritakan sekarang karena saya juga lupa. Hahahahaha. 

Seperti halnya budaya pada umumnya, budaya diawali dari nilai yang dianut bersama dan diwujudkan dalam perilaku yang berulang kemudian nantinya akan menjadi kebiasaan berjamaah. Kebiasaan berjamaah ini punya pakem-pakem tertentu yang disebut norma. Jika seseorang bertindak diluar kebiasaan berjamaah, ia akan dianggap konyol, aneh, dll. Dampaknya, ybs akan disisihkan, dikucilkan, dimarginalkan, dll. Jika kebiasaan berjamaah di perusahaan adalah bertindak sesuai dengan prosedur keselamatan dan tidak segan saling mengingatkan satu sama lain tentang keselamatan kerja, maka orang yang tidak bertindak sesuai prosedur keselamatan akan dianggap aneh, dikucilkan, dimarginalkan, dll. Yang pada akhirnya, hanya ada 2 pilihan, tetap berada di perusahaan dengan mengikuti kebiasaan tersebut, atau hengkang dan cari kerja lagi. 

Profit first, safety later. High margin, first, safety later. Production first, safety later. Married first, loving later *hayah akhirnya tetep ya keluar juga wkwkwkw*

Prosedur keselamatan kerja juga terkadang harus dilabrak karena satu dan lain hal terutama hal-hal yang berkaitan dengan outcome, throughput, etc, etc. Bagaimana jika hal demikian terjadi? Biasanya perusahaan akan menurunkan kadar prosedur tersebut. Pemateri kami menyontohkan kondisi mesin stuck karena alasan teknis. Engineer bisa memutuskan untuk menonaktifkan fitur otomatisasi pada mesin agar produksi tetap berjalan, namun engineer harus memberikan tanda yang jelas agar semua orang yang ada atau melihat mesin tersebut sadar bahwa mesin sedang tidak berfungsi dengan normal dan dalam tahap perbaikan. Ini yang namanya, safety first, production number one. Hahahahaha. 

Intinya hari ini saya senang sekali karena mendapatkan ilmu baru dengan hal-hal yang tidak pernah saya dapatkan sebelumnya. Training tentang keselamatan kerja memang dilakukan setiap tahun, tapi materi hari ini memberikan perspektif baru untuk saya pribadi. Jadi tidak sabar menunggu hari besok untuk training hari kedua! Saya mah ikhlas da walaupun dibully di ruangan gegara banyak hal selama training. Da aku mah apa atuh, yang penting belajar. Titik. 


Read More

Tuesday, October 4, 2016

Tak Mau


Banyak orang bercerita kepada saya tentang bagaimana hari-hari mereka berlalu. Mereka yang mempunyai bayi lucu cukup mendominasi populasi para kontributor sawah tadah hujan saya. Mulai dari teman sekolah, kuliah hingga teman kerja dan orang yang kenal selewat-selewat saja. Hari mereka dimulai dengan dini hari yang tidak sepi. Tangisan bayi, suara adzan bahkan suara teko yang menandakan air sudah matang. Mereka berceloteh tentang hidup yang tak tenang lagi. Tentang hari mereka yang dimulai pagi-pagi sekali. Tentang celotehan lucu dan kepintaran anak mereka. Tentang keluhan rumah tangga. Tentang gosip yang beredar di sekitar rumah atau meja kantor. Tentang banyak hal. Saya iri. Sepertinya hidup mereka ramai sekali. 


Salah satu teman yang punya panggilan sama dengan saya, berkali-kali bercerita bahwa dirinya kini sudah lebih cerewet dari sebelumnya. Segala hal diceritakan mulai dari tukang sayur promo harga hingga jemuran yang tidak kering kepada suaminya. Bahkan ia tak sadar suaminya sudah tidur padahal ia sudah panjang lebar bercerita. Ia menjadi penuh cerita padahal dulu pendiam tiada dua. Sepertinya hidup teman saya ini juga menyenangkan karena ada teman untuk bercerita panjang lebar, bercelotah tak karuan hingga masing-masing dari mereka tertidur karena kantuk yang tak tertahan. Terdengar menyenangkan. 

Jika berhadapan dengan mereka, saya selalu merasa ada jauh di belakang mereka. Merasa masih berteman dengan angan yang entah benar-benar jadi nyata atau tiba-tiba berubah akhirnya. Merasa dunia saya menjadi sangat sepi. Kemudian saya berangan-angan, di masa depan saya tak mau kesepian. Tak mau.


Read More

Wednesday, September 14, 2016

14 September ke-26


Yeay!!! 26 tahun! 

Seharusnya saya sedih atau bergembira ya? Entahlah. 14 September kali ini cukup berwarna. Kamar kos saya penuh balon warna warni. Umur 26 rasa 6 tahun. 

Banyak yang tak terduga di tahun ini. Emosi senang sedih bergantian muncul tanpa ritme yang pasti. Membuat saya menebak-nebak apa akhir dari semua naik turun ini. Sudahlah. Kembali ke 14 September yang ke-26. Alhamdulillah banyak nikmat Allah yang tersebar meskipun bukan naik gaji ataupun bertambahnya penghasilan. Banyak yang menyenangkan. Banyak yang belum sesuai dengan apa yang dibayangkan. Banyak yang jauh dari apa yang direncanakan. Padahal saya sebenarnya tidak punya rencana juga sih. Hahahahaha. 

Di tahun ke-26 hidup di dunia, saya sepertinya semakin sadar, saya tidak benar-benar mampu untuk menangani banyak hal sendiri. Walau saya mulai sedikit demi sedikit menerima diri sendiri, berdamai dengan masa lalu, berdamai dengan kekurangan diri sendiri. Baru sedikit, masih banyak PRnya. Semakin sadar juga bahwa saya butuh bantuan untuk lebih paham apa yang saya inginkan, apa yang ingin saya capai. Saya juga sadar, orang yang membantu saya nantinya juga punya keterbatasan, mungkin saja ia kuat menghadapi saya yang serba kurang, mungkin juga ia menyerah di tengah jalan. Masih banyak kemungkinan.

Sejauh ini, saya pikir saya makhluk mandiri yang sangat siap menerima banyak tantangan kehidupan dengan tangan terlentang. Nyata tidak. Saya masih takut menghadapi ketidakpastian hidup di masa yang akan datang. Saya masih ketergantungan terhadap orang lain.




Saya sibuk membayangkan masa depan, padahal saya tak tahu siapa saja yang tetap ada di masa depan. Sibuk sendiri merencanakan ini itu, padahal saya seringnya lupa memperhitungkan kemungkinan gagalnya. Saya terlalu sering merasa yakin lalu jatuh menangis karena rasa yakin itu bak sebelah telapak tangan yang tak bersambut telapak tangan lainnya. Akhirnya saya belajar, terlalu yakin pada yang tidak pasti membuat tangan hanya melambai, bukan bertepuk tangan. 

Tapi saya cukup beruntung dan berterimakasih karena banyak orang terkasih yang mengasihi saya. Masih ada orang-orang yang membuat kejutan kecil namun membahagiakan. Masih ada kamu yang membuat saya belajar tentang kasih sayang. Masih ada kasih sayang dari keluarga yang tak kurang sedikitpun personilnya. Intinya, saya merasa beruntung dan berterimakasih. Makin lama tulisannya makin kemana-mana. Intinya, terimakasih Tuhan nafas saya masih berhembus dan usia saya menembuh 25 ++



Read More

Tuesday, August 30, 2016

Morning Briefing

Tadi sore saya mengikuti webinar dengan pembahasan 'Morning Briefing'. Isinya kurang lebih tentang rapat singkat di pagi hari untuk anggota tim di dalam departemen. Pak Freddy, sang pemateri, juga menjelaskan do(s) dan don't(s) saat melakukan morning briefing. Briefing hanya dilakukan selama 10-15 dan membahas tentang prioritas apa yang akan dikerjakan di hari itu. Bukan tentang apa masalahmu dan bagaimana kita menyelesaikannya. Jika tidak ada pekerjaan yang bersifat urgent di hari itu, morning briefing juga bisa dijadikan sebagai wadah untuk para atasan memotivasi bawahan dan dirinya sendiri. 

Morning briefing sebenarnya bukan hal yang asing bagi karyawan di perusahaan kami. Hanya beda nama namun bertujuan sama. Hasilnya cukup menyenangkan, semua orang tahu dan saling membantu untuk mencapai KPI harian yang telah ditentukan. Sasaran menjadi lebih jelas, terukur dan terekam progresnya. 

Tiba-tiba saya mengkhayal tentang kehidupan saya di masa yang akan datang. Jika suatu saat saya menikah, rasanya saya ingin melakukan morning briefing dengan suami saya nantinya. Menyenangkan sepertinya mendengarkan apa prioritas hari ini yang akan dicapai. Sampai mana upaya menggapai mimpi yang sudah dilakukan. Proyek unik apa yang akan dilakuakan. Saling tahu apa yang akan dilakukan dan saling menyemangati. Terdengar biasa dan random sebenarnya, tapi bukan saya namanya kalau tidak random. Hahaha.  Ah, berkhayal memang menyenangkan. Entah terjadi beneran atau tidak, saya tak mau ambil pusing lah. Hahaha. 



Kembali ke morning briefing. Morning briefing juga berguna sebagai wadah dimana anggota tim lebih mengenal satu sama lain. Dengan morning briefing, atasan bisa dengan mudah memberi arahan kepada anak buah tentang hasil yang diharapkan dari pekerjaannya. Disini juga bisa menjadi tempat berlatih setiap anggota tim untuk mengungkapkan pendapatnya. Yaaa seperti yang kita tahu lah ya kalau kebanyakan orang malas, ragu bahkan takut untuk menyampaikan pendapat. Apalagi kepada atasan. Beuuh...

Disini juga atasan menjadi role model atas perilaku positif dan persuasif untuk bawahannya. 

Morning briefing juga bisa dilakukan di siang, sore bahkan malam hari, tinggal diganti saja namanya menjadi evening briefing, shift briefing, dll.

Materi sore ini seakan mengajarkan saya bahwa komunikasi dua arah memang tidak bisa dilakukan sendirian meskipun mungkin diawali oleh satu orang. Perlu antusiasme semua pihak yang terlibat dalam briefing tersebut untuk tercapainya tujuan dari morning briefing. Need two to tango. Karena masalah komunikasi juga terjadi karena kesalahan 2 orang, bukan salah satunya. 


Bandung, 30 Agustus 2016




Read More

Thursday, August 18, 2016

Dari Manusia

Kau tahu apa yang paling mengesalkan dari manusia? Pikirannya sendiri. Ia sibuk menduga-duga padahal seringkali kejadian nyata jauh dari dugaannya sebelumnya. Seringkali ia alpa bahwa dugaannya hanya membuat hatinya gundah gulana. Membuatnya hidupnya tak lebih baik dari sebelumnya. 

Kau tahu apa yang paling membingungkan dari manusia? Perasaannya sendiri. Ia sibuk berkutat dengan perasaannya. Padahal ia sadar perasaan seperti gradasi warna yang bergerak dari warna terpekat menuju warna termuda. Bergerak dari sangat terasa hingga tak terasa sama sekali. Sibuk berjibaku meyakinkan dirinya sendiri dengan perasaan yang sebenarnya ia sudah tentukan diawal, dan mungkin bisa berubah hanya karena satu dua kejadian.

Kau tahu apa yang paling menyedihkan dari manusia? Keraguannya pada diri sendiri. Membuat manusia hidup segan mati tak mau. Membuat manusia mundur selangkah dibandingkan macan tutul pincang yang berani menerkam cheetah di daratan Afrika sana. Membuat kemampuannya terkikis sedikit demi sedikit karena dirinya sendiri. 

Kau tahu apa yang paling mudah terlupa dari ingatan manusia? Janji-janjinya sendiri. Suatu waktu mengatakan dengan lugas dan pasti bahwa ia akan melakukan begitu begini. Kemudian waktu berlalu dan janji hanyalah ungkapan kata yang tak bisa digenggam lagi. Ia lupa karena tertumpuk memori lain yang bisa jadi terasa lebih penting. 

Kau tahu apa yang menyenangkan dari manusia? Senyumannya sendiri. Ia sadar bahwa tersenyum membuat dirinya lebih baik lagi, namun jarang ia tersenyum pada dirinya sendiri. Bahkan ia sering tak sadar bahwa senyumnya menjadi sumber senyuman orang  lain. Ia sering lupa bahwa tersenyum hanya membutuhkan usaha sedikit saja. Ia sering abai pada senyumannya yang tak jarang ditunggu oleh orang lain kemunculannya. 

Kau tahu apa yang paling menarik dari manusia? Semangat hidupnya. Mungkin terkadang hal ini muncul tenggelam, tapi ketika muncul bisa membuat bidadari mabuk kepayang. Semangat hidup manusia membuatnya berbeda dari makhluk lainnya. Membuat hal yang tak mungkin menjadi mungkin. Membuat pagi lebih cerah daripada malam. Membuat malam lebih syahdu daripada waktu lainnya.

Kau tahu apa yang paling mengagumkan dari manusia? Harapannya. Walau banyak manusia putus harapan, tapi tetap harapan menjadi salah satu titik terang yang membuat manusia begitu mengagumkan. Hanya karena memiliki harapan, hidup manusia bisa berubah 180 derajat dari sebelumnya. Yang jelas, harapan yang mengagumkan bukan harapan yang hanya harapan saja, tetapi yang diselaraskan dengan upaya pemenuhan harapan.

Kau tahu apa yang seringkali membuat manusia kesulitan dalam hidupnya? Berinteraksi dengan sesama manusia. Karena menghadapi manusia adalah kesulitan tingkat tinggi yang pernah ada.


Curug Candung, 18 Agustus 2016
Read More

Over-qualified

Saya pernah ditanya seorang kandidat saat wawancara. 

"Mbak, saya mau tanya alasan kenapa pelamar kerja ditolak oleh perusahaan."

Saya diam sejenak. Mengambil nafas panjang. Menjawab pertanyaan ini saya harus yakin 100% dengan apa yang saya ucapkan. Bagi saya, itu tidak mudah. 

"Banyak alasannya. Intinya karena tidak sesuai dengan kriteria untuk posisi kosong ataupun dengan perusahaannya. Bisa karena less-qualified atau over-qualified."

"Over-qualified? Bukannya perusahaan senang ya kalau calon pekerjanya melebihi kualifikasi yang dibutuhkan?" tanyanya lagi. 

Saya menarik nafas panjang. Mencoba mengingat apa yang atasan saya pernah ceritakan kepada saya saat posisi kosong tak kunjung terisi. 

"Gini, mbak. Posisi kosong di perusahaan itu seperti botol yang tidak ada tutupnya. Kita hanya perlu tutup botol yang pas dengan botol yang terbuka. Tidak lebih kecil, tidak lebih besar. Harus pas. Walaupun sulit dan tak mudah menemukan yang 100% pas, tapi kita akan mencari yang kemungkinan pasnya lebih besar daripada yang lain. Kita ibaratkan pelamar kerja seperti tutup botol. Sulit bagi perusahaan menerima orang yang memiliki kapasitas jauh dibawah kriteria dari lowongan pekerjaan yang dibuka. Resikonya terlalu besar, perlu training dan waktu yang mungkin perusahaan tidak miliki sekarang. Jadi perusahaan perlu orang-orang dengan kapasitas mumpuni untuk dapat mengoptimalkan perannya nanti. Semua orang belajar hal baru meskipun pernah memiliki pengalaman sebelumnya, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa pengetahuan dan potensi seseorang juga bisa menentukan seberapa cepat karyawan baru bisa memikul tanggungjawabnya secara penuh. Pas juga dari sisi budget, alias ada kesesuaian antara ekspektasi gaji yang diinginkan calon karyawan dengan budget yang sudah dianggarkan perusahaan untuk posisi tersebut. Apa jadinya kalau over-qualified? Budget lebih tinggi dan ada kemungkinan untuk kehilangan karyawan kembali karena beban kerjanya terlalu mudah bagi orang tersebut," jelas saya panjang lebar. 

"Jadi, mbak kalau tidak lolos seleksi kerja, jangan putus asa dan merasa rendah diri. Mungkin saja mbak salah satu dari kandidat yang over-qualified," tutup saya sok bijak. 

Orang diseberang telepon terdiam sejenak. Sepertinya ia berusaha mencerna dan mempercayai apa yang saya katakan. Atau mungkin ia sedang berpikir saya berbohong. Entahlah, yang jelas saya sudah menjelaskan apa yang saya tahu dan apa yang sebenarnya terjadi dalam dunia rekrut-merekrut karyawan baru. 

Beruntung, mbak yang bertanya ini akhirnya bergabung di perusahaan kami. Senang rasanya melihat orang lain mendapatkan pekerjaan dan kesempatan untuk menjadi bagian dari keluarga kami. Terdengar klise ya? tapi sungguh, yang menyenangkan dari menjadi rekruter itu melihat orang lain senang karena salah satu harapannya tercapai. Bekerja di perusahaan yang ia inginkan.



Curug Candung, 18 Agustus 2016
Read More

Tuesday, July 12, 2016

Tambahan

Ingin nambah, artinya yang sudah didapat belum cukup. Entah memang tidak cukup atau tidak merasa cukup. Yang jelas butuh tambahan. Titik. 

Banyaknya keinginan, membuat saya ingin menambah penghasilan. Saya masih bekerja dari jam 8-5 (bahkan beberapa kali melebihi jam kerja), tapi ternyata saya masih bisa sibuk chatting, main media sosial mulai dari FB, IG, Path, dll. Karena satu dan lain hal, rasanya saya perlu menyibukkan diri. Terutama dengan hal-hal yang bisa memberikan income tambahan untuk saya. Menjadi pekerja lepas bukan sesuatu yang baru bagi saya. "Ngamen" psikotes di beberapa sekolah atau instansi pemerintah membuat saya terbiasa bekerja sampai pantat pegal atau mata jereng karena jejeran angka alat tes Pauli. Haha. Selain ngamen psikotes, saya juga ikut-ikutan proyek menulis dari rekan seperjuangan nyari duit saya, Pradita, atau lebih sering disebut Mawar eh Belalang maksudnya. Kenapa Belalang? Karena kacamatanya mirip belalang. Besar. Hahaha. Tenang, saya tidak sedang mem-bully. Dia memanggil saya Capung karena kacamata saya juga besar. Hahaha. 

Kembali ke pekerjaan lepas. Karena bosan tidur pasca lebaran, saya iseng mencari tahu situs penyedia lowongan pekerjaan lepas alias freelance. Dari sekian banyak rekomendasi, sepertinya saya cuma jatuh hati pada 2 situs, yaitu : 

1. Projects.co.id

Situs ini menarik karena cara pakainya mudah dan gratis. Hahaha. Gratis itu kriteria pertama cari kerja sih. Memang kebanyakan pekerjaan lepasnya untuk IT sih, tapi ada kok pekerjaan yang meminta pekerjanya untuk menulis, mendesain poster, dll. Lama-lama saya belajar coding juga ini mah euy. Demi sebongkah berlian. Hahaha. Berikut penampilannya : 



2. Sribulancer.com

Pilihan kedua saya jatuh ke Afgan. Hemeh. Hahaha. Maksudnya ke sribulancer.com. Kenapa saya senang dengan situs ini? karena pekerjaannya banyak yang membuat saya tertarik dan cenderung gak terlalu banyak fiturnya jadi kesannya gak ribet. Entah ini kelebihan atau kekurangan. Hahaha. Berbeda dengan situs yang pertama, situs ini tidak menyediakan fitur chat dengan owner proyek, kecuali jika owner proyek menghubungi pekerja terlebih dahulu. Jadi kalau ada proyek yang kurang jelas, antara menulis pesan dan menawarkan harga dengan sejelas-jelasnya, atau bid now, ask later. Haha. 



Semoga dari sekian banyak proposal kerja yang saya masukkan ada yang lolos, jadi bisa rada sibuk dan bisa dapat penghasilan tambahan. Yuk, cobain atuh biar sama-sama bisa beli sebongkah berlian. Haha. 

Oh iya, satu hal yang saya pelajari dari kejadian hari ini. Keterampilan melakukan sesuatu diluar latar belakang pendidikan (atau mungkin bertolak belakang dengan pendidikan yang ditempuh) bisa menghasilkan juga. Makanya, jangan banyakin jajan, banyakin kursus aja sekarang mah. Demi sebongkah berlian! #kekeuh

Bandung, 12 Juli 2016
Read More

Saturday, July 2, 2016

O Captain, My Captain

O captain, my captain. Panggilan unik guru Bahasa Inggris bernama John Keating di Welton Academy dalam film Dead Poets Society. Panggilan yang tentunya tidak lazim di negara manapun untuk seorang guru. Saya suka caranya menerima semua jawaban dari para muridnya. Tidak merendahkan walaupun mungkin ia tahu murid tersebut tidak menyukai pelajarannya. Ia mengajak para murid berdiri di atas meja untuk melihat perspektif lain walaupun saat mereka merasa pendapat atau jalan yang mereka ambil itu benar. Hal ini mengingatkan saya pada dosen saya yang luar biasa. Beliau memang terkenal killer karena standarnya yang tinggi dan caranya mengomentari tugas mahasiswa 'malas baca' di kelas yang agak bikin tegang. Suatu hari beliau duduk diatas meja. Sore hari di pelajaran Psikodiagnostika. Seingat saya beliau menyebutkan alasan yang sama dengan John Keating. 

sumber

Kembali ke cerita tentang film Dead Poets Society. 

Karena uniknya cara mengajar Keating, sekelompok murid 'gaul' Welton penasaran dengannya. Salah satu anggota menemukan wajah Keating dan sekilas tentang biodatanya di masa lalu di sebuah buku tahunan. Keating adalah anggota Dead Poets Society. Komunitas murid Welton yang suka membaca puisi di sebuah gua tak jauh dari sekolah asrama mereka. Lalu ceritapun dimulai. 

Saya senang dengan film ini. Dirilis tahun 1989 tapi tetap terasa inline dengan kejadian di masa sekarang. Masa dimana teori tentang anak adalah miniatur orang dewasa hampir dilupakan. Masa dimana artikel parenting sudah banyak ditemukan. Masa dimana family advisor dan hasil tes minat bakat anak mulai dianggap penting. 

Konflik yang dimunculkan dalam film ini juga terasa alami. Persis seperti kehidupan remaja lelaki pada umumnya: konformitas, cinta dan cita-cita. Entah cita-cita siapa, mereka atau milik orang tuanya. 

Saya pernah melihat film yang mirip dengan ini namun beda plot dan akhir cerita. Saya pernah sekolah di asrama, namun anehnya tak banyak merasakan hal-hal unik seperti di film-film itu. Mungkin karena keunggulan sekolah dalam film macam Dead Poets Society ini adalah mempersiapkan anak untuk masuk universitas terbaik di negerinya, sedangkan sekolah saya tidak bertujuan demikian. 

Secara garis besar, saya beri nilai 9,5 dari 10 untuk film ini. Saya suka akting Robin Williams, dll. Saya suka plotnya. Saya suka tidak ada darah-darah di film ini. Hahaha. Gampang ngeri soalnya anaknya. Ah ya, saya agak terheran-heran juga saat tahu klub-klub anak-anak pintar itu tidak jauh dari pelajaran. Hahahaha. Jadi bikin pengen belajar bareng #eaaaa #kode

Carpe diem, seize the day, make your lives extraordinary. 
Robin Williams sebagai John Keating di DPS
Read More

Monday, June 27, 2016

Bunga

Pagi ini salah satu rekan kantor mengingatkan saya kalau rekan kami berulang tahun di tanggal 27 di bulan ini. Ia menyiapkan diri untuk memberi buket mawar pink imitasi. Tapi saya mengusulkan untuk membeli buket bunga asli. Saya sedikit terheran-heran saat bertanya alasan mengapa ia menghadiahi rekan kami itu buket bunga.

"Saya mau ngehadiahin bunga aja deh, soalnya dia pernah bilang gak pernah dapat bunga," kata temanku ini. 

Menarik. Bunga ya? Terakhir saya dapat bunga itu saat wisuda. Saat-saat yang harusnya menggembirakan, namun jadi momen yang biasa saja. Saat itu, mendapat banyak bunga tidak membuat saya senang. Tapi seharusnya saya mampu mengendalikan diri. Saya berandai-andai bagaimana jika saat itu saya bisa mengontrol diri saya sendiri. Mengontrol emosi. Mengontrol amarah. Mengontrol kecewa. Ah, pasti hari itu menjadi hari bahagia. Dimana semua orang tersenyum mengucapkan selamat. Dimana banyak bunga di tangan saya. Barang yang menurut saya istimewa. Tapi apa daya, masa lalu tidak bisa diputar kembali. Penyesalan memang ada diakhir, kalau diawal namanya pendaftaran. Itu kelakar yang saya catut dari seorang teman yang saya lupa siapa. Hahaha. 



Kembali ke bunga. Sejak bunga hadiah itu datang, kami sibuk berfoto sambil memegang bunga. Menarik ya, semua wanita suka bunga. Asal jangan bunga melati yang ada di pinggir kuburan. Hiiiiiiiiih. 

Sulit juga ya menjadi bunga. Dirawat dari bibit atau steak oleh si empunya. Diberi pupuk bahkan pestisida. Setelah muncul kuncup, bunga-bunga mekar kemudian bermunculan. Singkat cerita, bunga yang sudah mekar dipotong, terpisah dari batang induknya lalu dijual ke penjual bunga. Bunga-bunga itu dirangkai oleh penjual bunga dan dibeli oleh orang-orang yang ingin membeli bunga. Rangkaian bunga itu kemudian berpindah tangan. Dibawa sang penerima ke rumahnya, lalu dimasukkan ke dalam vas. Diganti airnya beberapa kali lalu saat sudah mulai layu dibuang ke tong sampah. Bersatu dengan sampah lainnya, mulai dari struk belanja sampai pembalut wanita. 

Tapi sepertinya bunga-bunga sudah tahu dan paham bahwa segala hal yang indah dari mereka akan layu dan sirna. Setelah bau mereka tak wangi lagi, setelah helai-helai mahkota tak segar lagi, wangi bunga tak lagi menggoda. Sang penerima bunga mungkin lupa, bahwa buket bunga yang diterimanya itu juga berisi rangkaian perasaan sang pemberi. Bunga-bunga itu mungkin saja sudah menjadi sampah, tapi bisa jadi kenangan tentang kegembiraan saat menerima bunga sudah melekat dan tak mudah terhapus begitu saja. 

Saya juga gak ngerti sih, kenapa cerita tentang bunga jadi rumit begini di tulisan ini. Hahahahaha. Kesimpulannya tidak ada kesimpulan. 

Bandung, 27 Juni 2016

Read More

Wednesday, June 22, 2016

Apa Bosan?

Beberapa minggu ini cukup menarik bagi saya. Banyak hal yang tak pernah terpikir ada terjadi dalam hidup saya. Mulai dari dipindahkan kembali ke gedung awal tempat saya bekerja, sampai harus interview kandidat program percepatan karir di Jerman sana. Kaget? Jelas. Baru? Tentu. Semangat? Sayangnya tidak. 

Enaknya jadi orang ekspresif itu, tetap bisa menutupi kegundahan hati (ceileh) dengan ketawa ketiwi. Mungkin tak ada orang kantor yang sadar. Orang terdekat saya juga mungkin tak sadar. Tapi tak apa. Memang itu urusan saya dan mereka tak perlu harus tahu, tapi kalau tahu sih seneng juga #deuuuuuuu.

Pekerjaan banyak terlantar. Malas selalu melambai-lambai. Mengantuk jangan ditanya. Apakah ini namanya putus cinta? eh maksudnya apakah ini namanya burnout? Rasanya tidak juga. Saya masih senang pekerjaan saya, walaupun sedikit kesal karena satu dan lain hal. Tapi sejauh ini, pekerjaan saya cenderung mudah dan mendapatkan banyak bantuan dari atasan saya. Entah saya yang memang bukan good follower, atau memang atasan saya benar-benar problem solver. Entahlah. 

Bosan. Iya, sepertinya saya bosan. Bosan dengan kegiatan harian yang itu-itu saja. Bosan dengan tingkah laku absurd saya setiap harinya. Bosan dengan ini itu. Bosan. Semua hal yang sebenarnya bisa jadi menyenangkan tetap terlihat membosankan. Mood saya naik turun tidak jelas, padahal siklus bulanan yang menjadi sebab hormon naik turun dan munculnya kondisi senggol bacok sudah terlewatkan. Resah dan gelisah padahal tidak ada semut merah yang memandangi saya dan bertanya, "sedang apa disana?". Tidak ada juga yang meminta jawaban,"menanti pacar jawabku."

Kalau minta diri sendiri menjelaskan tentang resah dan gelisah di hati, satu-satunya jawaban paling masuk akal adalah iman saya mungkin sedang turun. Kalau bahasa gaulnya mah, futur. Mungkin kurang dzikir, mungkin kurang ikhlas dalam beribadah, mungkin terlalu banyak bergantung kepada manusia. Atau mungkin saya sudah terlalu lama tidak bermonolog. Berbincang sendirian. Berbicara dengan diri sendiri. Mengomentari diri sendiri. Mungkin. 

Sebetulnya saya bukan orang yang mudah bosan. Tingkat toleransi saya terhadap rasa bosan cenderung baik. Saya bisa mengerjakan hal yang sama dengan waktu cukup lama, apalagi tidur dan leyeh-leyeh, itu bisa lama pisan. Haha. 

Ah ya, mungkin ini bisa menjadi salah satu penyebabnya. Akhir-akhir ini saya suka mendengarkan lagu Maudy Ayunda, Jakarta Ramai. Hampir mirip dengan kondisi saya sekarang. *gak ada yang nanya, ki*
...Apa kabar mimpi-mimpi mu
Apa kau tinggal begitu saja
Apa kabar angan-angan mu
Hari ini...
...Langitnya abu hati ku biru
Banyak hal baru tapi ku lesu...

Malam ini saya jadi berpikir ulang, sebenarnya apa mimpi saya? Apa rencana saya untuk mimpi-mimpi saya? Apa usaha saya untuk mencapai mimpi-mimpi itu? Apa sebenarnya hal baru yang saya inginkan? Apa benar saya bosan? Apa saya kecewa? Apa saya mulai bergantung pada orang lain? Apa saya jadi tidak bisa mengendalikan diri saya? Apa begini? Apa begitu? Apa ini? Apa itu? Apa?

Kenapa saya masih lesu padahal biasanya bersemangat dengan mudahnya? Kenapa tak melakukan apa-apa padahal punya mimpi begitu banyaknya? Kenapa malah dengan urusan lain yang sebelumnya tak pernah dipusingkan, bahkan dipikirkan? Kenapa perasaan macam ini bercokol cukup lama? Kenapa tidak menjalani hari seperti biasanya saja? Kenapa?


Apa saya benar-benar merasa bosan? Apa benar bosan? Entahlah.


Bandung, 22 Juni 2016


Read More

Saturday, June 18, 2016

Saat Semua Menghilang

Ia datang ketika hujan mereda. Ia menjejak saat permukaan tanah basah. Menyentuh dedaunan yang disapa rintik air sapaan khas langit. Kedatangannya disambut oleh perginya mendung dari langit yang menjadi atap bumi. Langkahnya terus maju dan tak ada satupun yang bisa membuatnya mundur sedikitpun. Semakin depan, semakin cepat, semakin lebar langkah yang ia ambil. Membuat semesta terheran-heran karena tipisnya durasi yang dihabiskan untuk berjalan.

Manusia itu tersenyum. Menyambut tempat ia dilahirkan. Menyapa tempat ia ditinggalkan orang-orang tersayang. Tempat dimana ia pernah ingin pergi saja tanpa bilang-bilang. Rumah.

Ia menutup mata. Membayangkan ramainya bangunan yang disebut rumah dengan para penghuninya. Membayangkan  kesedihan yang tak berkesudahan sebelum pemahaman dan kerelaan datang. Ada air mata di ujung matanya. Membuat seluruh ketegaran yang ia bangun bisa runtuh seketika. Namun ia menarik nafas panjang. Ia tahu, semua pertemuan pasti berakhir. Mungkin manusia memang sengaja diciptakan untuk harus selalu menerima perpisahan. Sesakit apapun itu.

Saat semuanya telah tiada. Ia benar-benar paham bahwa dirinya tak memiliki apa-apa. Bahwa semua yang ia benci atau senangi memang selalu akan terjadi. Kerapuhan, keterpurukan, penyesalan, bahkan kebahagiaan memang harus dilaluinya. Dengan atau tanpa izinnya, semua itu akan terjadi kemudian berlalu dan menetap sebagai kenangan. 

Tak ada kenangan pahit, yang ada adalah kenangan yang belum bisa diterima. Tak ada kenangan indah, yang ada adalah kenangan yang sesuai dengan harapan kita. 

Manusia itu kembali mengambil nafas panjang. Ia melihat ke samping, dimana ada manusia lain yang sejak kedatangannya berada disisinya, menggenggam jemarinya erat. Seakan memberi berbicara, "kamu kuat dan semuanya baik-baik saja."

Ia sadar, sosok menyenangkan itupun pasti akan menghilang dari hidupnya suatu saat nanti. Atau mungkin sebaliknya. Ia yang lebih dulu menghilang. Tak pernah ada yang tahu. Tugas manusia bukan menentukan masa depan. Tak ada yang menarik lagi dari hidup jika kita tahu apa peruntungan dan kesialan kita esok hari. 

Saat masa itu datang, saat dimana orang-orang tersayang hilang, tak ada yang bisa kita lakukan selain menerima dan menyadari bahwa kita tak memiliki apa-apa. Bahwa kita hanya menikmati hidup yang diberikan Tuhan secara cuma-cuma. Bahwa semua hal di dunia ini hanya sementara. Bahwa semua orang sedang mendalami perannya dan meyakinkan diri mereka bahwa mereka akan hidup selama-lamanya. 


Bandung, 12 Juni 2015
Sambil mendengar sederet lagu indie yang kaya dengan kata indah
Read More

Sunday, June 5, 2016

Ada di Bulan Juni

Ada hujan di bulan Juni. Hujan yang diabadikan dalam puisi. Membuat para bayi di bulan Juni senang, bulan dimana mereka dilahirkan bisa terkenal. Ada bunga di bulan Juni. Bunga yang tak disangka-sangka bisa mekar juga, meski suhu udara di sekitarnya biasa saja dan tak berbunga-bunga. Ada harap yang tiba-tiba meninggi di bulan Juni. Harap tentang sesuatu yang tak pernah dibayangkan sebelumnya, tentang banyak hal yang bahkan tak pernah lewat di fikiran. Ada anomali di bulan Juni. Dimana semua keputusan penting diambil secara hati-hati tapi tetap terasa terlalu cepat. Dimana ketakutan-ketakutan baru muncul bersamaan dengan banyaknya cerita terungkap padahal dulu ditutup rapat-rapat. Ada kamu di bulan Juni. Apa hanya berakhir di Juni atau tak pernah berakhir sama sekali, semuanya masih jadi misteri. 

Bandung, 5 Juni 2016
Read More

Saturday, May 21, 2016

Pasca Resepsi

Beberapa waktu lalu saya membaca postingan seorang teman tentang pendapatnya atas sebuah artikel kehidupan pasca resepsi pernikahan. Artikel itu mengajak pembaca untuk tidak menghambur-hamburkan uang untuk resepsi pernikahan lalu menghabiskan waktu setelah menikah untuk tinggal di sebuah kontrakan. Kontras sekali perpindahannya. Dari pesta yang megah dan mewah berubah menjadi kontrakan kecil di sudut kota yang tak lebih dari dua juta perbulannya. Teman saya ini tidak setuju dengan artikel tersebut. Saya tahu persis bagaimana usaha ia dan calon pasangannya untuk menyelenggarakan resepsi pernikahan. Mereka perlu menunggu puluhan purnama untuk menabung agar bisa bersama. 

"Kamu jangan pernah anggap Bapak saya jahat ya, Ki. Beliau cuma ingin melihat upaya orang yang berniat menjadi pasangan anak gadisnya. Seperti yang dilakukan Bapak untuk Ibu. Upaya yang menurut Bapak setidaknya sebanding dengan upaya terbaik yang selalu ia berikan untuk anak gadisnya. Ini adalah awal waktu dimana saya dan pasangan saya bisa memberikan tempat yang pantas untuk orang tua kami menyambut tamu. Bukan untuk pamer dan bermegah-megahan. Bukan, Ki. Ah, entah bagaimana saya harus menjelaskannya kepadamu," jelas temanku itu. 

Saya terdiam cukup lama. Mengingat teman saya ini memang anak dari salah seorang pejabat di salah satu instansi pemerintah di ibu kota, rasanya wajar Bapak meminta demikian. Tapi apalah kata wajar itu? Penuh subjektivitas. 

Di waktu lain, saya melihat rekan saya mengomentari artikel yang sama. Ia setuju dengan artikel itu dan dengan menggebu-gebu merutuki orang-orang yang melakukan resepsi pernikahan besar-besaran lalu tinggal di kontrakan setelah resepsi itu dilaksanakan. Menurutnya, melakukan resepsi yang menghabiskan puluhan juta itu tidak masuk dalam daftar mimpinya. Ia hanya ingin akad nikah yang syahdu dan sakral. Tak perlu berdiri menyambut tamu, tak perlu sehari menjadi ratu. Ia hanya ingin statusnya sah secara agama maupun hukum. Tak perlu pusing memikirkan penyewaan gedung, dekorasi, catering, hiburan bahkan mungkin undangan. 

Menarik. Dua kondisi yang berbeda. Dua respon yang tak sama. Pastinya dilatar belakangi oleh alasan yang berbeda, kondisi sosial ekonomi yang berbeda serta pergaulan yang berbeda. 

Terkadang, seseorang tidak punya pilihan untuk tidak melaksanakan resepsi. Bukan hanya untuk harga diri tapi juga alasan lain yang mungkin menurut orang lain hal tersebut tidak masuk akal. Terkadang pula seseorang hanya punya pilihan untuk tidak menggelar resepsi pernikahan karena satu dan lain hal. Alasannya juga beragam. Mulai dari alasan yang membuat kita mengangguk-anggukan kepala atau bahkan mengerutkan dahi karena terheran-heran. 

Begitupun dengan tempat tinggal pasca pernikahan. Saya menjadi saksi hidup bagaimana seorang teman memutuskan untuk tinggal di rumah mertuanya hanya karena ingin menjaga mertua yang sudah menua. Saya juga punya teman yang tinggal terpisah baik ngontrak ataupun menyicil rumah setelah menikah dengan alasan ingin mandiri dan lain sebagainya. 

Menurut saya, tak ada yang salah dengan melakukan resepsi besar lalu tinggal di kontrakan. Tak ada yang salah juga dengan menikah tanpa resepsi besar lalu tinggal di rumah yang dibeli dengan uang sendiri. Tak ada yang salah dari semua keputusan yang diambil manusia, karena kita tak pernah tahu cerita lengkap dibalik keputusan yang mereka ambil. Tak perlu menjadi hakim dan mengomentari kehidupan orang lain. Kehidupan pribadimu jauh lebih penting untuk diperhatikan.



Bandung, 21 Mei 2016
Read More

Friday, May 6, 2016

TAK KASATMATA

Adanya kursi kayu yang tersebar di pusat kota Bandung sangat membuat saya senang. Saya bisa duduk bersama teman tanpa bicara dan asyik mengamati perilaku orang-orang yang ada di sekitar. Semua orang hidup dalam dunia dan pikirannya masing-masing. Ada yang sibuk berfoto di monumen bola dunia dengan nama-nama negara Asia Afrika disaat orang lain kepanasan dalam balutan kostum badut beragam rupa. Ada yang sibuk berbincang dengan mesra disaat orang lain memilih saling diam karena pertengkaran kecil semata. Semua orang sibuk dengan dirinya, membuat kami (saya dan teman) merasa bahwa kami adalah makhluk tembus pandang. Tak ada yang benar-benar sadar kami berada disana kecuali diri kami sendiri. Menarik.  

Akhir-akhir ini banyak cerita menarik mampir di telinga saya. Banyak kejadian yang terjadi di satu ruangan yang sama dengan pelaku dan cerita yang berbeda-beda. Beberapa cerita mirip satu sama lainnya, meskipun setengahnya berakhir dengan muram durja dan setengah yang lain berakhir bahagia. Beberapa pelaku saling terkait, tanpa sadar mereka saling terkait. Setiap orang sibuk dengan diri dan urusan mereka sendiri, menganggap manusia lain sebagai tokoh pendukung dan cerita mereka tak kasatmata. 

sumber : ini

Menurut saya, menjadi pengamat rasanya lebih menyenangkan daripada pelaku. Mereka bisa melihat masalah tanpa terlibat masalah. Mereka bisa melihat walau mereka tak terlihat. Karena seringnya kita berada dalam satu ruang yang semua orang di dalamnya abai terhadap orang lain. Mereka abai pada orang-orang yang tak terlibat dalam urusan mereka. 

Jika ada 100 orang dalam satu ruangan, maka akan ada 100 pelaku dengan masing-masing cerita yang mereka bawa. Terkait atau tidaknya 100 cerita ini tak pernah bisa diprediksi dan bisa saja menjadi misteri yang terkuak di kemudian hari. 

Saya dan teman mengambil nafas panjang. Menandai ritual aneh kami selesai dilakukan. Kami saling melempar senyum dan bangkit dari duduk. Waktunya kami sibuk dengan diri dan urusan kami sendiri. Waktunya mengabaikan orang lain yang tak berurusan secara langsung dengan kami. Waktunya menggeser posisi mereka dari 'makhluk kasatmata' menjadi 'tak kasatmata'.


Bandung, 6 Mei 2016
Read More

Wednesday, April 27, 2016

(BUKAN) TIPS MENGHADAPI WAWANCARA KERJA

Gara-gara tulisan sebelumnya, salah satu teman meminta saya menceritakan tentang hal-hal yang menyebalkan saat wawancara. Dengan kata lain, saya diminta untuk menyampaikan apa sih sebenarnya yang harus dihindari pelamar saat wawancara kerja. Saya berusaha mengingat-ingat pengalaman mewawancara yang saya lakukan selama hampir 2 tahun ini. Sayangnya saya banyak gak ingatnya. Hahaha. Tubuh dan jiwa saya memang muda, tapi ingatan saya haduh mak, begitulah, tak usah dijelaskan. 



Bagi saya, mewawancarai kandidat itu kegiatan yang menarik. Kenapa menarik? karena dalam hitungan jam, bahkan menit kita bisa tahu banyak tentang seseorang yang sebelumnya belum pernah kita kenal. Seru kan? Mendengar cerita orang lain yang mungkin saja tidak pernah kita dengar sebelumnya. Tak jarang, wawancara menjadi momok yang menakutkan bagi beberapa orang karena takut salah dan takut-takut lainnya. Sebenarnya, tak perlu takut untuk mengikuti wawancara kerja. Bertindak sewajarnya dan tampilkan dirimu apa adanya. Namun, kamu bisa hindari hal-hal dibawah ini saat wawancara kerja. 

Menangis

Memang ada kandidat yang menangis saat wawancara kerja? Banyak, Bos! Banyak! ala Isyana Sarasvati. Suatu hari teman saya cerita, "tadi pagi gue shock banget, Ki. Masa ada orang gue tanya tentang riwayat pendidikannya dan alasan dia pilih jurusan tiba-tiba orangnya segukan. Dia cerita kalau dia ambil jurusan karena permintaan mamanya yang meninggal. Gue bingung, mana di ruangan gak ada tisu lagi." 

"Terus kamu ngapain?" tanya saya.

"Ya dengerin lah. Tapi orangnya minta maaf karena keceplosan curhat," kata teman saya sambil cengengesan. 



Hem, begini ya. Saya tidak ingin menghakimi seseorang, tapi peristiwa penuh muatan emosional seperti itu baiknya tidak diceritakan dengan detail kecuali kamu bisa kontrol diri kamu sendiri dan atau peristiwa itu berkaitan dengan pencapaian yang telah dicapai serta meningkatkan kompetensimu sehingga pantas untuk menempati posisi kosong yang dilamar. Terdengar kejam ya? Ya begitulah. 

Oh ya, menangis sering dipakai untuk topeng oleh beberapa kandidat. Untuk para pemula pasti akan serta merta terenyuh dan terbawa suasana dengan cerita kandidat tersebut, tapi untuk pewawancara yang menggunakan teknik wawancara terstruktur, hal itu tidak akan berhasil. Jadi, jangan nangis lah. Nangisnya pas nonton drama Korea, India atau Turki aja. Hehe. 

Enggan Bertanya

Karena satu dan lain hal, kadang-kadang pewawancara 'agak meleng' dari kaidah wawancara terstruktur. Saya pernah salah bertanya kepada kandidat dan mendapatkan jawaban yang membuat saya geli sendiri. 



"Apa target kamu setahun kedepan dan sudah mempersiapkan apa saja untuk mencapainya?" tanya saya. Ini pertanyaan yang salah ya karena terdiri dari 2 pertanyaan sekaligus. 

"Saya ingin nikah, bu. Pokoknya tahun depan saya ingin menikah," kata kandidat tersebut dengan segenap keyakinan.

Saya (kebetulan sedang melakukan wawancara dengan atasan saya) hampir mau ketawa ngakak karena mendapatkan jawaban di luar prediksi sebelumnya. Tapi kebetulan atasan saya langsung merevisi pertanyaan saya dengan santai, "maksudnya yang berkaitan dengan pekerjaan."

Saya yang hampir ketawa ngakak berusaha sok cool kembali dan berkata, "iya, maksud saya yang berkaitan dengan pekerjaan."

Kandidat itu terlihat malu lalu menjawab pertanyaan dengan benar. 

Untuk saya yang cenderung ekspresif dan kurang mampu menyortir ekspresi yang tak perlu, kandidat yang enggan bertanya untuk memastikan kembali pertanyaan yang diterima atau pertanyaan ambigu seringkali membuat saya salah tingkah. Tapi salah saya juga sih, ngasih pertanyaan kok ambigu. Hehehe. 

Jadi, kalau kamu dapat pertanyaan yang ambigu, ya minta penjelasan saja supaya tepat menjawabnya. 

Malu-malu

Nah, model yang begini cukup banyak di pasaran. Begini ya, kalau kamu lolos ke tahapan interview atau wawancara, artinya setidaknya kamu memenuhi beberapa kriteria  sebagai pengisi posisi kosong di perusahaan yang dilamar. Apalagi jika rangkaian seleksi terdiri dari beragam tes, mulai dari psikotes sampai tes fisik. Oleh karena, tidak ada salahnya lebih percaya diri saat wawancara dilakukan. Terlalu pemalu bisa saja membuat potensi dirimu tertutupi. Di jaman MEA begini, perusahaan senang dengan karyawan yang bisa menyampaikan ide dan opininya, bukan yang manggut-manggut geleng-geleng saja. 



Dulu saat baru lulus, saya sibuk konsultasi dengan rekan saya yang sudah bekerja. Teman saya ini meminta saya untuk menuliskan kelebihan dan kekurangan saya dalam kolom yang berdampingan. Selanjutnya saya diminta menceritakan kenapa saya merasa hal-hal yang saya tulis sebagai kelebihan saya dan ia meminta saya menceritakan pengalaman yang menunjukkan kelebihan saya tersebut. Begitupun dengan kekurangan saya. Disitu saya merasa sedih sadar bahwa mengenal diri sendiri juga bisa membantu kita untuk tidak malu-malu 'menjual diri' saat wawancara kerja. Jangan lupa sesuaikan 'kesadaran diri' kamu dengan kriteria yang dibutuhkan untuk pekerjaan yang dilamar.

Malu-maluin

Kalau yang sebelumnya malu-malu, kalau yang sekarang malu-maluin. Teman saya pernah kena semprot kandidat yang tidak terima karena tidak lolos seleksi. Alasan dari tidak lolos kandidat tersebut karena yang bersangkutan tidak bisa hadir di jadwal tes dan wawancara yang telah ditentukan padahal sudah dijelaskan bahwa seleksi tersebut hanya diadakan di waktu yang disebutkan dalam undangan.



"Saya kan sudah bilang saya tidak bisa datang. Lalu bagaimana dengan aplikasi saya? Saya ditolak begitu saja?Kalau saya tahu hanya ini jadwalnya kan saya akan usahakan datang," ungkap kandidat tersebut bertubi-tubi. 

Rekan-rekanku sayang, harap diingat bahwa jika anda tidak hadir pada jadwal seleksi yang ditentukan, artinya anda mengundurkan diri dari posisi yang dilamar. Kenapa malah marah-marah? Kalau kamu tidak diterima jadi salah siapa? salah gue? salah temen-temen gue? *alaAADC

Model rekrutmen dan seleksi di setiap perusahaan memang berbeda-beda. Ada yang melakukan seleksi pada satu hari saja. Ada yang menggunakan gelombang-gelombang, maksudnya seleksi dilakukan beberapa kali tergantung dengan lolos tidaknya kandidat di gelombang sebelumnya. Baiknya jika memang berhalangan hadir ya hubungi saja kantornya dan sampaikan alasannya dengan sopan. Catat ya, dengan sopan. Meskipun perusahaan memang butuh pegawai, tapi jangan lupa kandidat juga butuh pekerjaan. Kalau dari awal tidak sopan, siapa yang mau tertarik dengan anda?

PHP

Saya pernah jadi bagian kandidat seperti ini. Berjanji datang interview tapi tak datang interview. Ternyata saya mendapatkan ganjarannya karena sekarang seringkali kandidat bilang akan datang interview tapi tak terlihat batang hidungnya hingga waktu interview terlewat sudah. Akibatnya apa? Mood recruiternya memburuk dan usernya marah-marah ke recruiter. Hahahaha.


Begini, kalau merasa tidak tertarik lagi dengan pekerjaannya atau sudah mendapatkan pekerjaan atau punya alasan lainnya, bilang saja. Recruiter bukan cenayang yang bisa nebak kamu mau datang atau tidak. Sampaikan saja alasannya dan putuskan untuk menarik kembali lamaranmu. Cara ini lebih manusiawi daripada nge-PHP-in recruiter yang sudah senang menemukan kandidat kayak kamu. 

Meminta Hasil Interview

Ada beberapa rekan saya mengeluhkan tindakan kandidat yang seperti ini. Hasil wawancara memang terlihat mudah keluarnya, tapi sebenarnya tidak semudah yang terlihat. Saat wawancara, pewawancara berusaha memahami kandidat dari cara penyampaian, apa yang sampaikan, dll. Setelah wawancara para pewawancara baik dari pihak HRD maupun atasan langsung posisi yang kosong yang biasa disebut Hiring Manager atau User biasanya berdiskusi tentang kandidat yang sudah diwawancara. Tidak sampai disana saja. Untuk beberapa posisi, hasil interview dilaporkan kepada orang-orang yang akan bekerjasama dengan posisi kosong tersebut. Setelah meminta hasil atau bahkan meminta mereka melakukan wawancara lanjutan, kami berdiskusi kembali tentang kandidat yang sudah diseleksi. Lalu muncullah satu nama yang akan dikabari oleh pihak HR. 



Ada banyak kandidat yang kekeuh meminta hasil seleksi tepat setelah wawancara ditentukan. Ada juga yang secara sengaja bertanya kepada user tentang statusnya. Hal ini sah-sah saja dilakukan bila frekuensi bertanyanya masuk akal. Kalau sehari 3 kali? Kayak makan obat, ya? Hehe. 

Gini deh, kalau kamu pas untuk posisi tersebut, kamu akan diberi kabar gembira untuk kita semua dari pihak perusahaan. Jika sebaliknya, artinya rejeki kamu bukan di tempat itu atau bukan untuk posisi itu. 

Buta

Eits, saya tidak bicara kelemahan fisik. Buta yang saya maksud adalah kandidat yang datang interview tanpa persiapan apa-apa. Memangnya persiapan apa saja yang diperlukan?
  1. Buka website dan temukan informasi tentang perusahaan, produknya, strateginya, dll. 
  2. Baca deskripsi pekerjaan yang kamu lamar
Dua hal diatas adalah informasi dasar yang harus dimiliki setiap kandidat yang akan mengikuti proses wawancara. Ya mosok ora ngerti karo kerjaan seng dilamar to leee.. leee. Buktikan ketertarikanmu dengan memahami tempat bekerja idamanmu itu. 

Mari kita bandingkan
"Bapak sudah melamar pekerjaan untuk posisi Export Supervisor. Apa yang bapak ketahui tentang posisi ini?" tanya pewawancara.
"Oh saya belum tahu banyak ya karena saya juga belum terbayang pekerjaan Export Supervisor ini seperti apa." jawab Kandidat 1
"Seperti yang saya baca di iklan lowongan pekerjaan untuk posisi Export Spv, posisi ini bertanggungjawab atas pengiriman luar negeri dan juga dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengirimannya seperti POB, CoO, CoA hasil fumigasi, dll. Selain itu, posisi ini juga akan berkaitan langsung dengan forwarder baik untuk pengiriman laut maupun udara..." jawab Kandidat 2
Bayangkan kamu menjadi pewawancara, kandidat mana yang mempunyai peluang lebih banyak untuk lolos ke tahap selanjutnya?

Tulisan ini bukan panduan baku menghadapi wawancara kerja, tapi hanya tulisan biasa dari seorang HR yang seringnya galau yang mungkin saja bisa bermanfaat untuk para jobseeker alias pencari Tuhan kerja. Isi dari tulisan ini juga sangat subjektif dan mungkin saja bertolak belakang dengan recruiter lainnya. Lain ladang lain belalang, lain orang lain pacaranya eh maksudnya lain lubuk lain ikannya. Lain recruiter, lain juga cara pandangnya terhadap kandidat maupun proses wawancara, apalagi bila lain perusahaan, bisa saja banyak yang berbeda dari tulisan ini. Akhir kata, bersatu kita teguh, bercerai jangan sampai dan semoga sukses selalu! Cheers!


Bandung, 27 April 2016



Read More

Monday, April 25, 2016

BUAT KAMU SARJANA PSIKOLOGI

Belajar Psikologi itu gemes-gemes asik. Gemes saat ditanya cowok iseng, "kamu bisa ngebaca saya ya?" dan asik saat jawab pertanyaan tersebut dengan, "iya. Pikiran kamu kotor banget. Shame on you." Lalu drama dimulai. Hahaha. 

Lebih seru lagi setelah lulus dan dianugerahi gelar S.Psi alias sarjana Psikologi. Banyak orang yang melihat kami sebagai cenayang yang bisa menebak kepribadian dengan satu lirikan. Saya tidak mengada-ada, ini benar adanya. Suatu hari saya pernah mendapatkan respon, "kamu nanya-nanya saya sedang analisa psikologi ya?"Rasanya mau bilang, "da aku mah apa atuh...."

Asumsi bahwa lulusan psikologi itu bisa 'segalanya' sering juga ditemukan di dunia kerja. Berikut sedikit kicauan antara harapan dan realita terhadap lulusan S1 Psikologi di dunia kerja. 



Tes Psikologi
Sering kali saya temukan banyak persyaratan "mampu melakukan tes psikologi" di banyak iklan lowongan kerja yang mensyaratkan Sarjana Psikologi sebagai pelamarnya. Kalau mengadministrasikan alat tes yang berada di bawah supervisi Psikolog sih masih bisa. Tapi kalau sudah diminta untuk interpretasi alat tes, apalagi menggunakan alat tes proyeksi, waaah..melanggar kode etik psikologi sih ini namanya. 

How to deal with this requirement? 
  1. Cari posisi lain di perusahaan lain. Pasti banyak kok lowongan kerja mah. Asal mau nyari aja. Ini sih bukan deal  ya tapi kabur. Hahaha. 
  2. Buat alat tes sendiri. Pernah belajar psikometri dan pembuatan alat ukur kan? Yang jadi persoalannya adalah validitas dan reliabilitas alat ukurnya. PR kamu nih, supaya alat ukurnya valid dan reliabel. 
  3. Ikut sertifikasi alat tes. Biaya sertifikasi alat tes semacam DISC, dll itu sekitar 2-3 juta per orang. Bisa juga ikut sertifikasi grafologi agar bisa menjadi Grafolog dan bisa menggunakan metode grafologi sebagai alat seleksi.
  4. Pakai interview tersruktur alias BEI atau BDI. Prinsip dari metode wawancara ini adalah menggali apa yang sudah dilakukan seseorang di masa lampau yang bisa mempengaruhi kinerjanya di masa yang akan datang. Namun jawaban dari setiap pertanyaan yang diajukan harus jelas situasinya, tugas orang tersebut, tindakan yang diambil dan hasil dari tindakan tersebut. Akan banyak anak pertanyaan yang muncul untuk menggali detail kejadian yang dialami oleh ybs. 
  5. Jika memungkinkan, ajak perusahaan untuk bekerjasama dengan biro psikologi yang ada di kota kamu.
  6. Kuliah S2 profesi dulu. 
Saya termasuk orang yang mengambil langkah 3 dan 4. Kebetulan saya ikut sertifikasi alat tes online bernama Talent Q dari Hay Group. Terobosan alat tes psikologi yang mengukur kepribadian seseorang dan juga kemampuannya dalam 1 jam saja. Satu jam tes untuk banyak laporan. Metode psikometriknya ciamik. Kapan-kapan saya cerita lagi tentang alat tes ini. 

Intinya, sarjana psikologi dengan magister profesi psikologi sering terlihat tidak ada bedanya bagi perusahaan. Jadi eaang cabal eaaa~

Problem Solver
Nasibnya anak Psikologi itu ya jadi tempat curhat atau istilah saya mah "sawah tadah hujan". Kami harus rela dan berlapang dada dengan cerita-cerita dari orang-orang yang ada di kantor. Teman saya contohnya, hampir setiap hari dia diminta pendapat dan masukan tentang anak dari salah satu rekan kerja wanita di kantornya. Ada pula teman saya yang selalu jadi tempat curhat cerita cinta, mulai dari orang jomblo, orang PDKT, mau putus atau diputusin, mau tunangan, mau nikah sampai mau cerai. Padahal teman saya itu statusnya Jomblo Mulia tiada tara yang berprinsip tak akan pernah pacaran hingga kiamat tiba, eh hingga akhirnya menikah maksudnya.

Berbeda dengan teman saya yang lainnya. Ia diminta untuk mengobservasi perilaku salah satu divisi yang menurut bos besar di kantornya selalu bermasalah. 

"Mungkin ada yang salah dengan kepribadian mereka. Jadi kamu observasi lalu laporkan hasilnya kepada saya ya!" kata sang bos. 

Syalalala lalalalala~

Belajar psikologi itu menarik karena objeknya manusia dan manusia itu tingkahnya selalu ada-ada saja. Makanya penting sekali belajar psikologi perkembangan, psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi industri dan organisasi, ergonomi, bahkan statistika dan turunannya seperti Konstruksi Alat Ukur, Psikometri, dll.

Bayangkan di kantor masa depan kamu nanti Bosnya minta diadakan analisa kepuasan karyawan dan kamu tidak diperkenankan untuk menyewa vendor atau konsultan dari luar. Gimana hayooh? Mau tak mau pasti harus buka buku untuk mencari teori dan membuat indikator plus turunannya yang berupa item-item survey demi terukurnya kepuasan karyawan. 

Mungkin punya karyawan sarjana psikologi seperti toserba, toko serba ada. Yang gak ada cuma jodoh, Pak. #eaaaaa

Jadi HRD
Saat saya baru lulus, setiap kali saya ditanya tentang posisi yang dilamar di perusahaan saya selalu menjawab, "jadi HRD."

Saat itu saya belum tahu ternyata HRD pun banyak macamnya. Mulai dari Recruitment, Talent Development, Organizational Development, Training and Development, Industrial Relationship, Personalia dan sebagainya dan sebagainya. Bahkan, di beberapa tempat departemen HR itu disatukan dengan General Affair yang mana kerjaannya adalah ngurusin BPJS Kesehatan, Ketenagakerjaan, Asuransi, penyediaan makan, seragam, sampai sedot WC. Tinggal pilih sih, mau jadi HR Generalist atau Spesialist. Keduanya sama-sama capek, kan namanya juga kerja. Hehe. 

Baiknya sih cari tahu dulu dan baca benar-benar deskripsi pekerjaan yang dilamar. Jangan beli kucing dalam karung. Jangan juga coba-coba tanpa berpikir akibat yang diterima nantinya karena setelah bekerja separuh hidup kita dihabiskan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Kalau mau coba-coba, ya jangan ngeluh kalau harus menghadapi akibatnya. 
Dulu saya pernah burnout dan selalu mengeluh saat bekerja, karena lelah dengan semua keluhan saya, teman saya bertanya,
"Ki, kamu dulu pas mau kerja disini niatnya pengen apa?"
"Grow up, lah. Saya ingin bisa ini itu yang berkaitan dengan pekerjaan saya."
"Sekarang kamu merasa berkembang, gak? Pengetahuan kamu bertambah, gak?"
"Hem..iya"
"Yaudah jangan ngeluh. Ada yang harus dibayar dari bertambahnya pengetahuan dan berkembangnya kamu disini. Jangan lupa, ini risiko dari keputusan yang sudah kamu pilih diawal kamu melamar untuk posisi ini di perusahaan ini."
Dan kemudian hening :D
Begitulah sedikit cerita tentang apa yang terjadi kepada segelintir sarjana Psikologi di dunia kerja. Saat bekerja akan banyak cerita yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Dimarahin dosen mah hal kecil. Belum pernah kan ngerasain dimarahin bos besar dihadapan bos-bos lainnya? Belum pernah kan disemprot kandidat karena dia tidak diterima dan tidak terima dengan penjelasan kita? Belum pernah kan? Belum pernah kan ngerasain kandidat yang sudah diseleksi sedemikian rupa ditolak user dengan mudahnya? Eh kok ini malah jadi curhat. Haha. 

Intinya, sebagai orang yang pernah mempelajari tentang manusia, idealnya kita bisa lebih terbuka dan tidak mudah terbawa suasana. Di tempat kerja drama sering terjadi, sinetron pun sering terulang berkali-kali. Jadi, jangan lupa menjadi agen pembawa kedamaian dan perubahan positif di tempat kerja dengan ilmu yang sudah diterima selama bertahun-tahun kuliah. Semangat!

Nah, siapa yang punya pengalaman yang sama?







Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)