Wednesday, April 27, 2016

(BUKAN) TIPS MENGHADAPI WAWANCARA KERJA

Gara-gara tulisan sebelumnya, salah satu teman meminta saya menceritakan tentang hal-hal yang menyebalkan saat wawancara. Dengan kata lain, saya diminta untuk menyampaikan apa sih sebenarnya yang harus dihindari pelamar saat wawancara kerja. Saya berusaha mengingat-ingat pengalaman mewawancara yang saya lakukan selama hampir 2 tahun ini. Sayangnya saya banyak gak ingatnya. Hahaha. Tubuh dan jiwa saya memang muda, tapi ingatan saya haduh mak, begitulah, tak usah dijelaskan. 



Bagi saya, mewawancarai kandidat itu kegiatan yang menarik. Kenapa menarik? karena dalam hitungan jam, bahkan menit kita bisa tahu banyak tentang seseorang yang sebelumnya belum pernah kita kenal. Seru kan? Mendengar cerita orang lain yang mungkin saja tidak pernah kita dengar sebelumnya. Tak jarang, wawancara menjadi momok yang menakutkan bagi beberapa orang karena takut salah dan takut-takut lainnya. Sebenarnya, tak perlu takut untuk mengikuti wawancara kerja. Bertindak sewajarnya dan tampilkan dirimu apa adanya. Namun, kamu bisa hindari hal-hal dibawah ini saat wawancara kerja. 

Menangis

Memang ada kandidat yang menangis saat wawancara kerja? Banyak, Bos! Banyak! ala Isyana Sarasvati. Suatu hari teman saya cerita, "tadi pagi gue shock banget, Ki. Masa ada orang gue tanya tentang riwayat pendidikannya dan alasan dia pilih jurusan tiba-tiba orangnya segukan. Dia cerita kalau dia ambil jurusan karena permintaan mamanya yang meninggal. Gue bingung, mana di ruangan gak ada tisu lagi." 

"Terus kamu ngapain?" tanya saya.

"Ya dengerin lah. Tapi orangnya minta maaf karena keceplosan curhat," kata teman saya sambil cengengesan. 



Hem, begini ya. Saya tidak ingin menghakimi seseorang, tapi peristiwa penuh muatan emosional seperti itu baiknya tidak diceritakan dengan detail kecuali kamu bisa kontrol diri kamu sendiri dan atau peristiwa itu berkaitan dengan pencapaian yang telah dicapai serta meningkatkan kompetensimu sehingga pantas untuk menempati posisi kosong yang dilamar. Terdengar kejam ya? Ya begitulah. 

Oh ya, menangis sering dipakai untuk topeng oleh beberapa kandidat. Untuk para pemula pasti akan serta merta terenyuh dan terbawa suasana dengan cerita kandidat tersebut, tapi untuk pewawancara yang menggunakan teknik wawancara terstruktur, hal itu tidak akan berhasil. Jadi, jangan nangis lah. Nangisnya pas nonton drama Korea, India atau Turki aja. Hehe. 

Enggan Bertanya

Karena satu dan lain hal, kadang-kadang pewawancara 'agak meleng' dari kaidah wawancara terstruktur. Saya pernah salah bertanya kepada kandidat dan mendapatkan jawaban yang membuat saya geli sendiri. 



"Apa target kamu setahun kedepan dan sudah mempersiapkan apa saja untuk mencapainya?" tanya saya. Ini pertanyaan yang salah ya karena terdiri dari 2 pertanyaan sekaligus. 

"Saya ingin nikah, bu. Pokoknya tahun depan saya ingin menikah," kata kandidat tersebut dengan segenap keyakinan.

Saya (kebetulan sedang melakukan wawancara dengan atasan saya) hampir mau ketawa ngakak karena mendapatkan jawaban di luar prediksi sebelumnya. Tapi kebetulan atasan saya langsung merevisi pertanyaan saya dengan santai, "maksudnya yang berkaitan dengan pekerjaan."

Saya yang hampir ketawa ngakak berusaha sok cool kembali dan berkata, "iya, maksud saya yang berkaitan dengan pekerjaan."

Kandidat itu terlihat malu lalu menjawab pertanyaan dengan benar. 

Untuk saya yang cenderung ekspresif dan kurang mampu menyortir ekspresi yang tak perlu, kandidat yang enggan bertanya untuk memastikan kembali pertanyaan yang diterima atau pertanyaan ambigu seringkali membuat saya salah tingkah. Tapi salah saya juga sih, ngasih pertanyaan kok ambigu. Hehehe. 

Jadi, kalau kamu dapat pertanyaan yang ambigu, ya minta penjelasan saja supaya tepat menjawabnya. 

Malu-malu

Nah, model yang begini cukup banyak di pasaran. Begini ya, kalau kamu lolos ke tahapan interview atau wawancara, artinya setidaknya kamu memenuhi beberapa kriteria  sebagai pengisi posisi kosong di perusahaan yang dilamar. Apalagi jika rangkaian seleksi terdiri dari beragam tes, mulai dari psikotes sampai tes fisik. Oleh karena, tidak ada salahnya lebih percaya diri saat wawancara dilakukan. Terlalu pemalu bisa saja membuat potensi dirimu tertutupi. Di jaman MEA begini, perusahaan senang dengan karyawan yang bisa menyampaikan ide dan opininya, bukan yang manggut-manggut geleng-geleng saja. 



Dulu saat baru lulus, saya sibuk konsultasi dengan rekan saya yang sudah bekerja. Teman saya ini meminta saya untuk menuliskan kelebihan dan kekurangan saya dalam kolom yang berdampingan. Selanjutnya saya diminta menceritakan kenapa saya merasa hal-hal yang saya tulis sebagai kelebihan saya dan ia meminta saya menceritakan pengalaman yang menunjukkan kelebihan saya tersebut. Begitupun dengan kekurangan saya. Disitu saya merasa sedih sadar bahwa mengenal diri sendiri juga bisa membantu kita untuk tidak malu-malu 'menjual diri' saat wawancara kerja. Jangan lupa sesuaikan 'kesadaran diri' kamu dengan kriteria yang dibutuhkan untuk pekerjaan yang dilamar.

Malu-maluin

Kalau yang sebelumnya malu-malu, kalau yang sekarang malu-maluin. Teman saya pernah kena semprot kandidat yang tidak terima karena tidak lolos seleksi. Alasan dari tidak lolos kandidat tersebut karena yang bersangkutan tidak bisa hadir di jadwal tes dan wawancara yang telah ditentukan padahal sudah dijelaskan bahwa seleksi tersebut hanya diadakan di waktu yang disebutkan dalam undangan.



"Saya kan sudah bilang saya tidak bisa datang. Lalu bagaimana dengan aplikasi saya? Saya ditolak begitu saja?Kalau saya tahu hanya ini jadwalnya kan saya akan usahakan datang," ungkap kandidat tersebut bertubi-tubi. 

Rekan-rekanku sayang, harap diingat bahwa jika anda tidak hadir pada jadwal seleksi yang ditentukan, artinya anda mengundurkan diri dari posisi yang dilamar. Kenapa malah marah-marah? Kalau kamu tidak diterima jadi salah siapa? salah gue? salah temen-temen gue? *alaAADC

Model rekrutmen dan seleksi di setiap perusahaan memang berbeda-beda. Ada yang melakukan seleksi pada satu hari saja. Ada yang menggunakan gelombang-gelombang, maksudnya seleksi dilakukan beberapa kali tergantung dengan lolos tidaknya kandidat di gelombang sebelumnya. Baiknya jika memang berhalangan hadir ya hubungi saja kantornya dan sampaikan alasannya dengan sopan. Catat ya, dengan sopan. Meskipun perusahaan memang butuh pegawai, tapi jangan lupa kandidat juga butuh pekerjaan. Kalau dari awal tidak sopan, siapa yang mau tertarik dengan anda?

PHP

Saya pernah jadi bagian kandidat seperti ini. Berjanji datang interview tapi tak datang interview. Ternyata saya mendapatkan ganjarannya karena sekarang seringkali kandidat bilang akan datang interview tapi tak terlihat batang hidungnya hingga waktu interview terlewat sudah. Akibatnya apa? Mood recruiternya memburuk dan usernya marah-marah ke recruiter. Hahahaha.


Begini, kalau merasa tidak tertarik lagi dengan pekerjaannya atau sudah mendapatkan pekerjaan atau punya alasan lainnya, bilang saja. Recruiter bukan cenayang yang bisa nebak kamu mau datang atau tidak. Sampaikan saja alasannya dan putuskan untuk menarik kembali lamaranmu. Cara ini lebih manusiawi daripada nge-PHP-in recruiter yang sudah senang menemukan kandidat kayak kamu. 

Meminta Hasil Interview

Ada beberapa rekan saya mengeluhkan tindakan kandidat yang seperti ini. Hasil wawancara memang terlihat mudah keluarnya, tapi sebenarnya tidak semudah yang terlihat. Saat wawancara, pewawancara berusaha memahami kandidat dari cara penyampaian, apa yang sampaikan, dll. Setelah wawancara para pewawancara baik dari pihak HRD maupun atasan langsung posisi yang kosong yang biasa disebut Hiring Manager atau User biasanya berdiskusi tentang kandidat yang sudah diwawancara. Tidak sampai disana saja. Untuk beberapa posisi, hasil interview dilaporkan kepada orang-orang yang akan bekerjasama dengan posisi kosong tersebut. Setelah meminta hasil atau bahkan meminta mereka melakukan wawancara lanjutan, kami berdiskusi kembali tentang kandidat yang sudah diseleksi. Lalu muncullah satu nama yang akan dikabari oleh pihak HR. 



Ada banyak kandidat yang kekeuh meminta hasil seleksi tepat setelah wawancara ditentukan. Ada juga yang secara sengaja bertanya kepada user tentang statusnya. Hal ini sah-sah saja dilakukan bila frekuensi bertanyanya masuk akal. Kalau sehari 3 kali? Kayak makan obat, ya? Hehe. 

Gini deh, kalau kamu pas untuk posisi tersebut, kamu akan diberi kabar gembira untuk kita semua dari pihak perusahaan. Jika sebaliknya, artinya rejeki kamu bukan di tempat itu atau bukan untuk posisi itu. 

Buta

Eits, saya tidak bicara kelemahan fisik. Buta yang saya maksud adalah kandidat yang datang interview tanpa persiapan apa-apa. Memangnya persiapan apa saja yang diperlukan?
  1. Buka website dan temukan informasi tentang perusahaan, produknya, strateginya, dll. 
  2. Baca deskripsi pekerjaan yang kamu lamar
Dua hal diatas adalah informasi dasar yang harus dimiliki setiap kandidat yang akan mengikuti proses wawancara. Ya mosok ora ngerti karo kerjaan seng dilamar to leee.. leee. Buktikan ketertarikanmu dengan memahami tempat bekerja idamanmu itu. 

Mari kita bandingkan
"Bapak sudah melamar pekerjaan untuk posisi Export Supervisor. Apa yang bapak ketahui tentang posisi ini?" tanya pewawancara.
"Oh saya belum tahu banyak ya karena saya juga belum terbayang pekerjaan Export Supervisor ini seperti apa." jawab Kandidat 1
"Seperti yang saya baca di iklan lowongan pekerjaan untuk posisi Export Spv, posisi ini bertanggungjawab atas pengiriman luar negeri dan juga dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengirimannya seperti POB, CoO, CoA hasil fumigasi, dll. Selain itu, posisi ini juga akan berkaitan langsung dengan forwarder baik untuk pengiriman laut maupun udara..." jawab Kandidat 2
Bayangkan kamu menjadi pewawancara, kandidat mana yang mempunyai peluang lebih banyak untuk lolos ke tahap selanjutnya?

Tulisan ini bukan panduan baku menghadapi wawancara kerja, tapi hanya tulisan biasa dari seorang HR yang seringnya galau yang mungkin saja bisa bermanfaat untuk para jobseeker alias pencari Tuhan kerja. Isi dari tulisan ini juga sangat subjektif dan mungkin saja bertolak belakang dengan recruiter lainnya. Lain ladang lain belalang, lain orang lain pacaranya eh maksudnya lain lubuk lain ikannya. Lain recruiter, lain juga cara pandangnya terhadap kandidat maupun proses wawancara, apalagi bila lain perusahaan, bisa saja banyak yang berbeda dari tulisan ini. Akhir kata, bersatu kita teguh, bercerai jangan sampai dan semoga sukses selalu! Cheers!


Bandung, 27 April 2016



Read More

Monday, April 25, 2016

BUAT KAMU SARJANA PSIKOLOGI

Belajar Psikologi itu gemes-gemes asik. Gemes saat ditanya cowok iseng, "kamu bisa ngebaca saya ya?" dan asik saat jawab pertanyaan tersebut dengan, "iya. Pikiran kamu kotor banget. Shame on you." Lalu drama dimulai. Hahaha. 

Lebih seru lagi setelah lulus dan dianugerahi gelar S.Psi alias sarjana Psikologi. Banyak orang yang melihat kami sebagai cenayang yang bisa menebak kepribadian dengan satu lirikan. Saya tidak mengada-ada, ini benar adanya. Suatu hari saya pernah mendapatkan respon, "kamu nanya-nanya saya sedang analisa psikologi ya?"Rasanya mau bilang, "da aku mah apa atuh...."

Asumsi bahwa lulusan psikologi itu bisa 'segalanya' sering juga ditemukan di dunia kerja. Berikut sedikit kicauan antara harapan dan realita terhadap lulusan S1 Psikologi di dunia kerja. 



Tes Psikologi
Sering kali saya temukan banyak persyaratan "mampu melakukan tes psikologi" di banyak iklan lowongan kerja yang mensyaratkan Sarjana Psikologi sebagai pelamarnya. Kalau mengadministrasikan alat tes yang berada di bawah supervisi Psikolog sih masih bisa. Tapi kalau sudah diminta untuk interpretasi alat tes, apalagi menggunakan alat tes proyeksi, waaah..melanggar kode etik psikologi sih ini namanya. 

How to deal with this requirement? 
  1. Cari posisi lain di perusahaan lain. Pasti banyak kok lowongan kerja mah. Asal mau nyari aja. Ini sih bukan deal  ya tapi kabur. Hahaha. 
  2. Buat alat tes sendiri. Pernah belajar psikometri dan pembuatan alat ukur kan? Yang jadi persoalannya adalah validitas dan reliabilitas alat ukurnya. PR kamu nih, supaya alat ukurnya valid dan reliabel. 
  3. Ikut sertifikasi alat tes. Biaya sertifikasi alat tes semacam DISC, dll itu sekitar 2-3 juta per orang. Bisa juga ikut sertifikasi grafologi agar bisa menjadi Grafolog dan bisa menggunakan metode grafologi sebagai alat seleksi.
  4. Pakai interview tersruktur alias BEI atau BDI. Prinsip dari metode wawancara ini adalah menggali apa yang sudah dilakukan seseorang di masa lampau yang bisa mempengaruhi kinerjanya di masa yang akan datang. Namun jawaban dari setiap pertanyaan yang diajukan harus jelas situasinya, tugas orang tersebut, tindakan yang diambil dan hasil dari tindakan tersebut. Akan banyak anak pertanyaan yang muncul untuk menggali detail kejadian yang dialami oleh ybs. 
  5. Jika memungkinkan, ajak perusahaan untuk bekerjasama dengan biro psikologi yang ada di kota kamu.
  6. Kuliah S2 profesi dulu. 
Saya termasuk orang yang mengambil langkah 3 dan 4. Kebetulan saya ikut sertifikasi alat tes online bernama Talent Q dari Hay Group. Terobosan alat tes psikologi yang mengukur kepribadian seseorang dan juga kemampuannya dalam 1 jam saja. Satu jam tes untuk banyak laporan. Metode psikometriknya ciamik. Kapan-kapan saya cerita lagi tentang alat tes ini. 

Intinya, sarjana psikologi dengan magister profesi psikologi sering terlihat tidak ada bedanya bagi perusahaan. Jadi eaang cabal eaaa~

Problem Solver
Nasibnya anak Psikologi itu ya jadi tempat curhat atau istilah saya mah "sawah tadah hujan". Kami harus rela dan berlapang dada dengan cerita-cerita dari orang-orang yang ada di kantor. Teman saya contohnya, hampir setiap hari dia diminta pendapat dan masukan tentang anak dari salah satu rekan kerja wanita di kantornya. Ada pula teman saya yang selalu jadi tempat curhat cerita cinta, mulai dari orang jomblo, orang PDKT, mau putus atau diputusin, mau tunangan, mau nikah sampai mau cerai. Padahal teman saya itu statusnya Jomblo Mulia tiada tara yang berprinsip tak akan pernah pacaran hingga kiamat tiba, eh hingga akhirnya menikah maksudnya.

Berbeda dengan teman saya yang lainnya. Ia diminta untuk mengobservasi perilaku salah satu divisi yang menurut bos besar di kantornya selalu bermasalah. 

"Mungkin ada yang salah dengan kepribadian mereka. Jadi kamu observasi lalu laporkan hasilnya kepada saya ya!" kata sang bos. 

Syalalala lalalalala~

Belajar psikologi itu menarik karena objeknya manusia dan manusia itu tingkahnya selalu ada-ada saja. Makanya penting sekali belajar psikologi perkembangan, psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi industri dan organisasi, ergonomi, bahkan statistika dan turunannya seperti Konstruksi Alat Ukur, Psikometri, dll.

Bayangkan di kantor masa depan kamu nanti Bosnya minta diadakan analisa kepuasan karyawan dan kamu tidak diperkenankan untuk menyewa vendor atau konsultan dari luar. Gimana hayooh? Mau tak mau pasti harus buka buku untuk mencari teori dan membuat indikator plus turunannya yang berupa item-item survey demi terukurnya kepuasan karyawan. 

Mungkin punya karyawan sarjana psikologi seperti toserba, toko serba ada. Yang gak ada cuma jodoh, Pak. #eaaaaa

Jadi HRD
Saat saya baru lulus, setiap kali saya ditanya tentang posisi yang dilamar di perusahaan saya selalu menjawab, "jadi HRD."

Saat itu saya belum tahu ternyata HRD pun banyak macamnya. Mulai dari Recruitment, Talent Development, Organizational Development, Training and Development, Industrial Relationship, Personalia dan sebagainya dan sebagainya. Bahkan, di beberapa tempat departemen HR itu disatukan dengan General Affair yang mana kerjaannya adalah ngurusin BPJS Kesehatan, Ketenagakerjaan, Asuransi, penyediaan makan, seragam, sampai sedot WC. Tinggal pilih sih, mau jadi HR Generalist atau Spesialist. Keduanya sama-sama capek, kan namanya juga kerja. Hehe. 

Baiknya sih cari tahu dulu dan baca benar-benar deskripsi pekerjaan yang dilamar. Jangan beli kucing dalam karung. Jangan juga coba-coba tanpa berpikir akibat yang diterima nantinya karena setelah bekerja separuh hidup kita dihabiskan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Kalau mau coba-coba, ya jangan ngeluh kalau harus menghadapi akibatnya. 
Dulu saya pernah burnout dan selalu mengeluh saat bekerja, karena lelah dengan semua keluhan saya, teman saya bertanya,
"Ki, kamu dulu pas mau kerja disini niatnya pengen apa?"
"Grow up, lah. Saya ingin bisa ini itu yang berkaitan dengan pekerjaan saya."
"Sekarang kamu merasa berkembang, gak? Pengetahuan kamu bertambah, gak?"
"Hem..iya"
"Yaudah jangan ngeluh. Ada yang harus dibayar dari bertambahnya pengetahuan dan berkembangnya kamu disini. Jangan lupa, ini risiko dari keputusan yang sudah kamu pilih diawal kamu melamar untuk posisi ini di perusahaan ini."
Dan kemudian hening :D
Begitulah sedikit cerita tentang apa yang terjadi kepada segelintir sarjana Psikologi di dunia kerja. Saat bekerja akan banyak cerita yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Dimarahin dosen mah hal kecil. Belum pernah kan ngerasain dimarahin bos besar dihadapan bos-bos lainnya? Belum pernah kan disemprot kandidat karena dia tidak diterima dan tidak terima dengan penjelasan kita? Belum pernah kan? Belum pernah kan ngerasain kandidat yang sudah diseleksi sedemikian rupa ditolak user dengan mudahnya? Eh kok ini malah jadi curhat. Haha. 

Intinya, sebagai orang yang pernah mempelajari tentang manusia, idealnya kita bisa lebih terbuka dan tidak mudah terbawa suasana. Di tempat kerja drama sering terjadi, sinetron pun sering terulang berkali-kali. Jadi, jangan lupa menjadi agen pembawa kedamaian dan perubahan positif di tempat kerja dengan ilmu yang sudah diterima selama bertahun-tahun kuliah. Semangat!

Nah, siapa yang punya pengalaman yang sama?







Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)