Sunday, October 1, 2017

Renungan Akhir Tahun


Bulan September itu sangat berarti setiap tahunnya. Bukan hanya karena saya lahir di bulan itu, tapi juga karena di bulan itulah saya dan seluruh karyawan di kantor saya dinilai pencapaian tahunannya. Daaaan tahun ini tidak seperti tahun lalu ataupun tahun lalunya lagi. Pencapaian saya dibawah 100%. Sedih juga ya karena artinya bonus akhir tahun mungkin menyedihkan nominalnya. Tapi salah saya juga sih tidak sungguh-sungguh. 

Berbicara tentang pengukuran akhir tahun, kebetulan di kantor saya bantu semua karyawan untuk level staff hingga manager dalam proses pengukurannya. Bantu-bantunya sederhana banget, cuma bantu mereka isi di sistem dan update semua progres semua formulir pengukuran beberapa saat sebelum deadline. Ya kurang lebih kayak customer service tapi urusannya khusus pengukuran kinerja dan target. Tambah-tambahnya sebagai orang yang dikomplain pertama kali kalau ada struktur organisasi yang gak seharusnya atau salah.

Saya pribadi cenderung mudah sedih dan pasrah kalau penilaian orang lain terhadap apa yang kita lakukan itu tidak sesuai dengan yang diinginkan, dengan kata lain buruk. Tapi selama 3 tahun ikut serta dalam pengukuran kinerja banyak orang, saya menemukan banyak respon unik yang muncul setiap membantu mereka. Ada yang merasa capaian mereka harusnya di bintang 5 atau 100% lalu dengan mudahnya bad-mouthing atasan dan berkata bahwa meskipun capaiannya seperti itu ia merasa atasannya akan menilai jelek. Ada yang merasa mereka sudah mencapai targetnya dengan percaya diri tanpa bantahan. Tapi ketika saya bertemu dengan atasannya, formulir mereka harus di re-route ke tahap sebelumnya karena tidak sesuai dengan kenyataan. Ah, self esteem dan kesadaran diri memang selalu berbeda setiap orangnya. Dan itu unik. Kadang membuat saya terheran-heran sendiri.


Lalu saya berkaca dan melihat diri saya sendiri. Saya orang yang seperti apa? Lalu tertawa karena terlalu konyol juga jika dijabarkan. 



Kebetulan akhir-akhir ini saya kembali melihat review buku karya Angela Duckworth tentang Grit. Emm apa ya bahasa Indonesianya. Kalau menurut Google translate, courage and resolve; strength of character. Kurang lebih grit itu keberanian dan tekad, kekuatan karakter. Pertama kali kenal konsep ini saat ada rekaman Tedx tentang grit. Di video itu Angela menjelaskan penelitiannya selama kurleb 10 tahun untuk mengetahui karakter orang-orang yang sukses dan lebih maju dibandingkan orang lain. Ia mencari jawaban itu kemana-mana. Mulai dari melakukan penelitian di sekolah militer yang paling terkenal di US hingga ke perlombaan Spelling Bee (perlombaan mengeja) disana. Pertanyaan yang ia ajukan hanya 1 : 

"Siapa yang paling sukses disini? Kenapa?"

Dari sekian banyak jawaban, akhirnya Angela menemukan bahwa bukan IQ atau kecerdasan kita yang paling menentukan masa depan. Tapi GRIT

Dalam video-video review buku Angela di Youtube, banyak dibahas tentang konsep grit yang ditemukan oleh Angela. Grit itu tentang passion dan perseverence. Tentang gairah/ketertarikan dan ketekunan. Tentang hal yang disukai namun tidak seperti kembang api. Hal itu muncul terus bahkan bertahun-tahun lamanya. Grit adalah kunci sukses seseorang. Ada rumus yang selalu disebut dalam setiap review buku ini. Dalam konsep grit, effort atau usaha selalu dihitung 2 kali lebih besar dari hal lainnya. 

Talent x Grit = Skills
Skills x Grit = Achievement
Talent disini bukan seperti konsep lainnya. Talent disebutkan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan sesuatu sampai tuntas. Berat ya? 

Saya masih belum baca bukunya, jadi saya juga masih bingung apa bedanya grit dengan motivasi, apa bedanya grit dengan konsep flow di psikologi positif dan lain sebagainya. 

Lalu apa hubungannya dengan pengukuran akhir tahun yang saya ceritakan sebelumnya? 

Saya hanya mau bilang bahwa sepertinya saya tidak memiliki grit. Orang dengan grit yang tinggi, akan menyelesaikan semua yang sudah menjadi tanggungjawabnya, sedangkan saya tidak begitu. Orang dengan grit yang tinggi ia akan memiliki kualitas kerja yang baik, sedangkan sepertinya saya juga tidak begitu. 

Tapi kabar baiknya Angela menyampaikan bahwa grit bisa dibangun dan dibentuk dengan banyak cara termasuk menentukan target capaian hari ini lebih dari kemarin, pikiran yang terbuka dan juga secara konsisten menjalankannya. 

Lalu apakah saya bisa meneliti tentang grit dan mengaplikasikannya? Apakah grit berkaitan dengan self-esteem seseorang? Apakah grit dipengaruhi budaya? Apakah grit bisa muncul setelah terjadian kejadian-kejadian tertentu? Apakah....

Seperti selalu, renungan ini hanya kicauan otak saya yang seringnya eror. Sekian. 


Bandung, 1 Oktober 2017


0 comments:

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)