Wednesday, February 23, 2011

SEDIKIT CERITA TENTANG SEBUAH CERITA

Dengan menyebut nama-Mu yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang..

Kau tahu, sebelum aku menulis sedikit coretan ini, bergegas kuambil syal di lemari dan menutup mata serta mulutku selama beberapa menit. Semua itu hanya karena aku ingin sedikit merasakan seperti apa kebingungan yang dirasakan oleh Melati, gadis kecil berusia 6 tahun yang buta, tuli serta bisu. Tadinya aku ingin menutup juga telingaku untuk beberapa menit, tapi sayangnya saat itu aku sama sekali tak punya ide bagaimana caranya supaya aku tidak bisa mendengar sejenak (sejenak saja, bukan selamanya).

Setelah persiapan tadi rampung, lalu aku matikan lampu kamar dan ku tutup pintu kamarku. Sempurna. Tak ada cahaya yang bisa masuk.

Hanya beberapa menit kegiatan aneh yang kulakukan itu berlangsung. Banyak alasan untuk menyudahinya. Pertama, aku takut kegelapan. Kedua, mataku terus mengeluarkan air mata membuatku tak nyaman di tutupi syal yang basah total di bagian dimana aku menutup mataku. Ketiga, ada sesuatu di hati yang memerintahku untuk segera menuliskan apa yang ada di dalam fikiranku. Dan berakhirlah acara Merasakan kegelapan dan kesunyian yang aku geluti tadi.

Tingkah aneh ini terinspirasi dari sebuah buku setebal 246 halaman. Tipis memang untuk ukuran kisah inspiratif yang terinspirasi dari berbagai sumber ini. Tapi sungguh, buku ini menampar kesadaranku secara telak.
Mengapa harus ada perbedaan? Mengapa manusia bermacam-macam bentuknya? Mengapa sebagian mereka ada yang kaya, ada yang miskin, ada yang sehat, ada yang cacat, ada yang mampu, ada yang tidak mampu…Ah, rasanya terlalu banyak ada yang ada yang harus di tuliskan jika semuanya harus dibeberkan disini.

Yang jadi pertanyaan, apakah semua perbedaan itu bukti keadilan Tuhan? Darimana disebut adil jika gadis kecil nan menggemaskan itu terlahir sehat tapi berkembang menjadi anak yang buta, tuli (serta bisu)?

Apakah itu masih menjadi bagian dari tanda-tanda keadilan Tuhan?

Ya, itu tanda keadilan-Nya! Tuhan itu 100% adil dan benar, akan tetapi kita yang terlalu bebal dan bodoh untuk mengerti keadilan dan kebenaran yang diberikan oleh-Nya.

Apa yang adil dalam cerita ini adalah kemurahan Tuhan yang memberi setiap manusia kesempatan untuk mendapatkan masa depan sesuai dengan apa yang di harapkannya dan di usahakannya terlepas dari berbagai kekurangan yang mereka miliki.

Entahlah, aku pun tak tahu benar tidaknya kesimpulanku.

Satu hal lagi yang membuatku nyengir kuda, coba kau simak kawan, potongan percakapan antara ibu-ibu gendut dan Karang di penghujung hari ketika Karang beranjak keluar rumah.

“….Dua puluh tahun dari hari ini kau akan menyesal dengan apa yang belum pernah kau kerjakan. Bukan pada apa yang telah kau kerjakan meskipun itu adalah sebuah kesalahan.”


Bagaimana? Apa ekspresimu sama seperti ku? Tersenyum sendiri teringat kebodohan yang sebenarnya mungkin bila aku kerjakan berbuah kebaikan, atau malah tak perduli dan menganggapnya sebatas susunan kata-kata?

Terserah padamu kawan, itu hanya bagian dari kehidupan yang penuh dengan pilihan. Terserah kau mau memilih yang mana.

Satu lagi yang cukup membuatku tertunduk malu. Judul buku ini “Moga Bunda Di Sayang Allah”

Sepertinya, seingat dan sesadarku, aku tak pernah mengucapkan ini pada ibuku. Sampai saat ini. Aku tak punya ide bagaimana mengatakannya, mungkin cukup aku simpan dalam hati saja.. sungguh kawan, berkata seperti itu sungguh berat bagiku. Sungguh, itu sungguh sulit…..

Bagaimana denganmu?


IPL o5
27 Januari 2011
dalam kesendirian di kegelapan semu..

0 comments:

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)