Monday, July 28, 2014

Ied Mubarok

Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillahi laa ilaaha illallahu ahad. 
Ied Mubarak 1435 H.

Kehilangan paling menyakitkan sampai saat ini adalah kehilangan waktu untuk berkumpul dan mendapatkan 'quality time' bersama keluarga. Alhamdulillah masih bisa merasakan Ramadhan dan Syawwal bareng keluarga. Nuhun Gusti :-)

bareng de Izza

Azka dan Momsky

Nana dan Alfa lomba makan :D :D :D

Papsky, Momsky dan Zimam

Anak-anak ayah bunda (ex saya)

Anak-anak ayah bunda (ex saya)

Zimam, Momsky dan saya

Zimam, Momsky dan saya

Nana, Momsky dan saya

Papsky, Momsky dan anak-anaknya (ex Alfa dan de Izza)

idem

Keluarga (ex de Izza)

Keluarga (ex momsky)

Komplit!

Cheers :-)

Ciwi-ciwi

Tantan, Caca kruncil dan Kiki

Tante 'Mawar', Upi dan Om Apih

Om Apih and Family

Ciwi-ciwi Bunda

Ciwi-ciwi bunda

Ciwi-ciwi bunda

Keluarga

Read More

Friday, July 25, 2014

Belajar

Hingga saat ini saya masih meyakini bahwa setiap orang di dunia ini punya satu misi. Misi dari Tuhan yang harus dituntaskan sebelum ajal datang. Misi yang bila tidak serius mencarinya bisa saja menjadi bias tak berupa. Misi yang misterius. Misi yang membuat setiap orang bertemu dengan banyak rangkaian kejadian yang berhubungan dengan masa depan. Misi yang tak pernah sama satu sama lainnya.
Saya masih belum yakin misi saya di dunia. Terkadang saya meyakini A, terkadang B. Terkadang tak keduanya. Terkadang merasa sebaliknya. Ahahaha.

Tapi akhir-akhir ini berbeda. 

Saya pernah minta dipertemukan Tuhan dengan orang-orang hebat agar saya bisa belajar dari mereka. Saya minta Tuhan menyatukan saya dengan orang oke punya dalam sebuah tim. Dimanapun. Kau tahu, keyakinan itu sepertinya sedikit demi sedikit menguat dan doa saya terkabul. Pada akhirnya saya yakin, misi saya di dunia ini belajar dari mereka. Menuangkannya dalam tulisan dan membacanya kembali ketika kehilangan akal. Misi saya di dunia adalah belajar.
Read More

Friday, July 18, 2014

Hati-hati

Menakutkan. Itu kesimpulanku dari film Salt yang baru saja kutonton. Film yang diluncurkan pada tahun 2010 (which is four years ago) ini kok rasa-rasanya cocok dengan berbagai propaganda yang dilakukan dalam berbagai 'kegiatan politik' di negara manapun, bahkan di lingkup paling kecil, organisasi kampus. 

Evelyn Salt, seorang agen CIA yang nyatanya adalah seorang agen Rusia. Ia agen ganda yang sudah dipersiapkan sejak dini. Setelah diberi pelatihan ekstra keras tentang berbagai hal termasuk penanaman ideologi, anak-anak Rusia ini dioperasi mukanya. Dengan berbagai cara mereka 'diselundupkan' ke Amerika Serikat. Semua orang dari anak-anak di kamp pelatihan itu harus bisa menyusup ke badan keamanan AS atau kalau bisa dunia. Mulai dari NATO hingga CIA. Mereka membawa misi yang berbeda bertujuan sama, membangkitkan Rusia. Gila.

Pembunuhan presiden Rusia direncanakan, agar sikap anti Amerika merebak luas di penjuru Rusia. Rencana itu tepat di hari dimana Presiden Rusia datang ke pemakaman -entah siapa saya lupa- di Amerika. Beragam kejadian terjadi. Saya sampai dibuat bingung, Salt ini agen mana sebenarnya. Ternyata, rencana pembunuhan Presiden Rusia adalah awal mula Day X. Hari dimana misi sesungguhnya dimulai. Misi yang sebenarnya adalah membunuh Presiden AS dan meluncurkan roket nuklir ke Teheran dan Mekah. Politis sekali. 

Pun saya tahu, film ini kurang lebih melakukan 'brainwash' secara halus. Memberikan perspektif baru tentang tuduhan-tuduhan yang menempel pada negara adidaya, Amerika. Menawarkan pemahaman bahwa semua stigma negatif yang menempel beberapa diantaranya merupakan hasil propaganda orang lain, terutama musuh bebuyutan mereka, Rusia. 

Teringat kenangan hampir belasan bulan yang lalu. Kabar miring tentang capres BEM bernama X disebarkan oleh para pendukungnya sendiri. Menggiring opini publik agar bersikap negatif terhadap pendukung 'lawan politiknya'. Banyak contoh lain yang bernada sama. Sama-sama jahat. Sama-sama mencari aman dan posisi terbaik untuk menembakkan peluru-peluru tak terlihat yang busuk luar biasa. Bisa saja yang terlihat paling baik adalah dalang terbusuk yang pernah ada. Semua bisa terjadi, jadi tak usah dimasukkan hati. Begitupun dengan pilpres yang baru-baru ini seakan-akan menggoncang Indonesia.

Mungkin terdengar terlalu disambung-sambungkan sehingga tulisan ini tak ubahnya bagian dari ilmu sambungologi *ngarang. Tapi ada pelajaran yang menurut saya memberikan sisi baru untuk melihat sesuatu. Kita semua perlu ekstra hati-hati memahami segala bentuk pemberitaan yang ada dari media apapun. Banyak hal kecil yang kita lakukan dengan (katakanlah) tidak sengaja dan sangat emosional, justru merupakan respon yang didambakan oleh pihak lainnya. 

Seorang kakak tingkat saya yang nguli di Intervensi Sosial sebuah kampus populer di Depok pernah mewanti-wanti hal yang hampir senada. Hati-hati memahami informasi yang ada di sekitar kita. Chaos kecil yang menumpuk dan meledak jadi kerusuhan besar sudah banyak terjadi dimanapun. Banyak informasi yang sudah 'diolah' sebelum disajikan. Banyak orang-orang yang sudah 'diarahkan' untuk berbuat sesuatu sebelum terjadi sebuah kejadian. Intinya, hati-hati.
Read More

Thursday, July 17, 2014

Sebanding

Beberapa minggu yang lalu, em mungkin sebulan yang lalu seorang teman nun jauh disana bercerita tentang rencana pernikahannya. Ia akan menikah dengan orang yang juga kukenal. Aih, rasanya bahagia sekali dan siapa yang tahan untuk tidak menggoda? Haha.

Nyatanya godaanku berakhir dengan cerita panjang tentang banyak hal yang membuatnya dilema. Kau pasti sadar bahwa menikah dan berbagai hal yang berkaitan dengannya adalah hal yang sangat sensitif dan membuat hati kebat kebit tak karuan. Hati sang calon mempelai laki-laki kebat kebit mempersiapkan diri baik materi maupun non-materi untuk acara sakral ini. Hati sang calon mempelai wanita kebat kebit mempersiapkan diri baik fisik maupun rohani untuk menerima perubahan penanggungjawab kehidupannya. Hati kedua keluarga kebat-kebit tentang banyak hal tentang putra/putri mereka. Ah ya, pernikahan tak pernah terasa sederhana.

Sebanding. Katanya, kondisi kedua calon harus sebanding. Bibit, bebet, bobot. Ini yang seringnya menjadi masalah. Karena menikah bukan hanya bersatu dengan sang pujaan hati, tapi juga keluarganya lengkap dengan jaringan mereka dan berbagai masalahnya. Begitupun dengan berbagai standar yang mereka buat untuk mengotak-ngotakkan manusia dari latar belakangnya, baik ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. 

Pernikahan yang dianggap sakral sering membuat banyak orang menetapkan perbandingan yang dipaksakan terhadap orang lain. Melupakan bahwa standar mereka tak ubahnya rintangan tajam di medan latihan yang tak bisa memastikan kekuatan mental saat para prajurit berhadapan langsung dengan lawana. Mereka lupa, standar mereka bisa saja membuat hidup orang lain tak berbahagia. Mereka lupa, masih banyak orang yang ingin bersatu karena cinta. Ah, apalah cinta di mata mereka? 

Temanku orang berada dengan hati serendah bumi. Ia ingin pernikahannya diselenggarakan sesederhana mungkin, sesyahdu mungkin, sepersonal mungkin. Tapi pernikahan tidak pernah semudah yang ia bayangkan. Em, ataukah seharusnya menikah tak sesulit itu? Entah.

"Kau lebih pantas untuk mendapatkan yang lebih darinya," ujar kolega orang tuanya kepada temanku itu.

Dengungan merekalah yang membuat temanku jengah. Beragam hembusan 'busuk' mereka menelusup ke telinga orang tuanya. Mendengarnya hati temanku itu remuk. Ia yang biasanya tak banyak berkomentar, mulai beberapa kali berdebat tak karuan. Ketakutan menyelimutinya.

"Aku takut kami tidak jadi menikah, Ki. Aku takut Mas X lelah dengan semua problema ini. Aku takut aku tidak bisa bersatu dengannya."

Saya hanya bisa terdiam. Kebingungan menyusun kata yang patut dan cocok untuk situasi seperti ini. 

"Aku kesal. Tak usahlah undang pejabat yang tak kutahu namanya. Untuk apa? Apa pentingnya bagi hidupku dan hidup suamiku nanti? Apa pentingnya pernikahan di gedung megah yang menghabiskan biaya lebih dari tujuh digit angka? Apa sakralnya pernikahan yang bisa mengundang ribuan orang? Memangnya siapa aku? Artis? Anak Presiden? Aku ingin segera pergi dari banyak standar itu, Ki. Aku lelah. Aku ingin semua ini dilaksanakan segera, tapi untuk mencapai kesana aku perlu menunggu menunggu berlalunya belasan purnama. Aku takut Mas X lelah, Ki. Aku takut akhirnya aku menyerah."



Sebanding. Sungguh perbandingan tak akan habis untuk dibahas dengan jelas. Orang tua mencintai anaknya, begitupun sebalinya. Anaknya mencintai orang lain, begitupun sebaliknya. Orang itu dicintai orang tuanya, begitupun sebaliknya. Cinta memang tak pernah bisa dibandingkan. Ekspresinya terkadang bertolak belakang. Perdebatan bukan bukti ketiadaan cinta, bahkan kabarnya lebih sering menjadi bukti adanya cinta. 

Pernikahan memang menjadi momen yang diharapkan bisa sebanding dengan apa yang diharapkan. Semua orang bahagia disana, baik pengantin, keluarganya bahkan para tamu yang hadir disana. Sampai disini saya tidak bisa berkomentar apapun tentang kejadian yang menimpanya. Terlalu banyak simbol dari beragam tradisi yang tak kupahami. Terlalu banyak harapan yang tak bisa kukenali. Terlalu banyak hal yang tak pernah kualami. Saya hanya bisa mendoakan: semoga kau bisa melewatinya dan kebahagiaanmu kedepannya bisa sebanding dengan pengorbanan hati, pikiran maupun waktu yang telah kau habiskan selama menunggu semua ini menjadi nyata. 
Read More

Berteman

Hampir delapan tahun yang lalu saya pernah belajar bagaimana mengenal seseorang jauh sebelum dekat dengannya. Kenali temannya. Ya, teman. Sebegitu berpengaruh kah teman kepada hidup seseorang? Menurutku sangat berpengaruh, apalagi teman hidup *mulaigalau.

Setidaknya, teman-teman saya benar-benar mewarnai kehidupan saya. Entah seberapa besar warna yang telah saya berikan kepada kehidupan mereka. Sayangnya, saya hanya punya beberapa teman dekat dengan kadar dekat yang berbeda-beda dan cara berbincang maupun berkomunikasi yang beraneka rupa. 

Tapi perlu diingat, dirimu akan diingat melalui hal-hal yang disukai temanmu. Temanku yang suka menulis, menceritakan kisah kami dan bahkan curhatanku padanya ke dalam sebuah tulisan. Temanku yang senang membuat film, mengutip secuil kenanga-kenangan bahkan obrolan singkan kami ke dalam sebuah skenario film. Temanku yang menggandrungi puisi mengutip beberapa kejadian yang membuat kami terdiam tertampar oleh hikmah maupun pelajaran dibaliknya dalam bait-bait puisi yang memikat hati. 



Dulu saya hampir tidak percaya pertemanan. Dulu, saya merasa teman hanya orang yang datang saat ia membutuhkan sesuatu, begitupun sebaliknya. Yang ada di pikiran saya, berteman baik dalam jangka panjang hanya membuang-buang waktu dan menutup kesempatan untuk bertemu orang-orang baru yang lebih membuat hidup terasa berwarna. Tapi nyata agamaku menganjurkan kami berteman. Berteman, bersosialisasi dan menjalin silaturahmi lebih baik daripada berdiam diri dan terus menerus memuja Tuhan. Melalui kalam-Nya, Ia menunjukkan bahwa tujuan penciptaan manusia di dunia ini untuk memperluas kasih sayang di dunia melalui manusia lainnya sebagai perpanjangan kasing sayang-Nya. 

Saya kemudian menyadari bahwa sikap saya yang terlalu sinis memandang sebuah pertemanan itu hanya sebuah ekspresi bagian hati yang terluka dan tak mampunya diri ini untuk berdamai dengan masa lalu. 

Sekarang, setidaknya sedikit demi sedikit saya sadar bahwa berteman bukan hanya berkisar dibutuhkan atau membutuhkan. Berteman juga berbicara tentang bagaimana kita saling mengingatkan tentang tujuan terbesar dalam hidup yang ingin dicapai. Berteman membahas tentang bagaimana caranya kami bisa saling mendukung satu sama lain dalam hal yang positif. Berteman juga tentang bagaimana bersama dalam sebuah kebersamaan yang bermakna, bukan sekedar bercanda tawa. Berteman mengajarkanku caranya berkasih sayang pada orang yang dulunya bukan siapa-siapa. Karena menurutku, teman adalah orang yang bisa membersamai kita menentukan masa depan. 
Read More

Monday, July 14, 2014

Saat Hati Meninggi

Suatu hari, berabad-abad yang lalu pimpinan kawanan semut berkata kepada seluruh semut di koloninya, 

"Wahai semut-semut, masuklah ke sarang-sarangmu agar tidak terinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadarinya."

Nabi Sulaiman 'alaihissalam tersenyum lalu berdoa,

"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh."

***
Dari sikap Nabi Sulaiman kita ditegur dan diajarkan untuk menjaga hati agar tetap ada di tempat yang seharusnya. Kalau meminjam kalimat dari Pidi Baiq, "tetap serendah bumi."

Rabb, bantu kami menempatkan hati kami serendah bumi dan syukur kami setinggi langit. Tiada Tuhan selain Engkau dan Muhammad adalah utusan-Mu.

Saat hati meninggi, seharusnya kita sadar hanya Tuhan yang patut melakukannya.
Read More

Saturday, July 12, 2014

Berjuang Untuk Islam

Dua jenis berita yang membuatku geram dengan perasaan yang berbeda. Yang pertama adalah kisah pilu dari negeri dimana Masjidil Aqsha, kiblat pertama muslimin berada. Yang kedua adalah gerakan 'absurd' ISIS yang mengatakan bahwa umat Islam sudah melenceng dari ajaran Islam dimana mereka mengunjungi ka'bah hanya untuk menyentuh kiblat muslim sedunia itu, bukan karena Allah.

Duh, Gusti.

Berita pertama membuat hati saya pilu. Apalagi ditambah dengan foto-foto maupun video-video yang penuh dengan darah. Sungguh, perpindahan rumah suci ke Masjidil Haram benar-benar upaya preventif terbaik, menurut saya. 

Konflik Israel-Palestina bak cerita legenda yang tak pernah berakhir menjadi legenda karena masih aktual hingga sekarang. Yang membuatku tertohok adalah beberapa fakta tentang Palestina yang kubaca di sosial media akhir-akhir ini. Fakta yang mengatakan bahwa mayoritas penduduk Gaza adalah hafidz, setiap orang mendambakan syahid, tingkat pendidikan mereka rata-rata strata 2. Masya Allah. Terlepas berita itu benar atau hoax, entah mengapa saya bahagia sekaligus merinding dibuatnya. 

Ini akan terdengar tendensius dan sangat subjektif, tapi saya adalah salah satu orang yang berpendapat bahwa perang di Palestina adalah jihad. Jihad karena membela diri dari serangan manusia tak tahu malu yang berkumpul menjadi sebuah koloni dan diberi judul negara bernama Israel. Meskipun saya tahu, tidak ada yang membahagiakan dari peperangan, yang ada hanya kerusakan, kesedihan dan permusuhan. Tapi bukankah kita harus mempertahankan diri untuk tidak diremehkan dan diinjak-injak orang lain? Namun jujur, bisakah Palestina-Israel berdamai? Bisakah Israel berhenti mencaplok negara Palestina terutama Gaza? Bisakah?

Ya, yang saya lakukan baru bisa berdoa saja. Berdoa untuk keselamatan para muslim disana. Berdoa untuk kelapangan kedua belah pihak agar mau menghentikan gencatan senjata. Berdoa agar para keluarga yang kehilangan keluarganya atau bagian tubuhnya diberikan ketabahan dan kelapangan hati. Berdoa agar semua kutukan untuk menghancurkan Israel berhenti lalu berganti dengan doa yang baik untuk sesama muslim. Berdoa agar semua bisa diatasi. Ah, bagaimana pula dalam perang semua hal bisa diatasi :(

Oh ya, saya juga berharap agar berita-berita yang menampilkan banyak foto berdarah itu segera berhenti. Jerih hati ini melihatnya :'(

Berita kedua membuat hati saya pilu juga. Sependek itukah cara berpikir mereka? Mungkin mereka lupa, dulu saat Rasululah masih ada di dunia, ia melarang pembunuhan terhadap musuh yang bersyahadat sebelum mereka dibunuh oleh tentara Islam. Walaupun mungkin saja alasan syahadatnya orang tersebut agar ia selamat dan tidak dibunuh. 
Nahnu nahkumu bi al-dhawir wallahuyatawallas sarair (kita hanya menghukum apa yang tampak dan hanya Allah yang menentukan apa yang ada di dalam bathin orang)

Ya, saya tidak perlu melanjutkan apa yang ingin saya katakan. Jelas bukan? Kita tidak bisa menilai 'sebenar-benarnya' iman seseorang. Yo sampeyan iku sopo to bisa tahu isi hati orang lain?

Terlebih lagi berita selanjutnya yang saya baca adalah bagaimana 'jihadis Islam' di Inggris sangat menginginkan lambang ISIS bertengger di salah satu kota di negara mereka. Mereka ini mengaji Al-Quran dan mengkaji hadist Rasulullah yang mana sih? Pun dengan pimpinan mereka, Al-Bakr Al-Baghdadi. Sugan gelo kitu jelema ieu? Di kejadian apa Rasulullah mencontohkan penghancuran rumah ibadah? Apakah Rasulullah menghimbau untuk menyerang saudara seiman? Apakah Rasulullah mencontohkan menjadi bagian dari kelompok fanatik yang pendek akalnya?

Astagfirullahal'adzim. 

Manusia itu diciptakan sempurna dengan akalnya. Sempurna dengan akal yang terkadang tidak berfungsi optimal. Akal yang dengan logikanya bisa dengan mudah dibolak-balikkan oleh rangkaian kata dalam sebuah perdebatan maupun perbincangan tentang agama. Akal yang diciptakan Tuhan dan dimainkan oleh ciptaan-Nya untuk menggugat Sang Pencipta. Ah, kau. 

Saya jadi penasaran, seberapa berpengaruh si Al-Baghdadi itu. Seberapa sempurna sih ideologi yang ditawarkannya. Seberapa paham sih dia dengan semua kalam Tuhan dan sabda Rasul-Nya. Seberapa sih. Mungkinkah dia adalah salah seorang calon penghuni rumah sakit jiwa dengan diagnosa skizofrenia berwaham kebesaran? Entahlah.

Ya, saya bukan salah satu dari segelintir orang yang lebih paham agama dibandingkan manusia aneh bernama Al-Baghdadi itu. Sholat saya masih belum cukup untuk bekal mati esok hari. Kemampuan mengaji saya juga masih dibawah standar. Pemahaman dan pengetahuan saya tentang hukum-hukum Islam juga masih jauh dari kata 'paham'. Saya sedang kesal saja. Kesal karena kalimat berjuang untuk Allah dipermainkan seenaknya. Kesal karena semua tingkah anarkis mereka dilegitimasi sebagai upaya berjuang untuk Islam. Kekesalanku juga untuk organisasi atau lembaga yang senada dengan ISIS ya. 

Coba bertanya kembali kepada diri sendiri, benarkah yang kita lakukan sudah mewakili kalimat 'berjuang untuk Islam'?
Read More

Friday, July 11, 2014

Siapapun Presidennya

Siapapun presidennya, Mbak Hanna tetap diintimidasi sama Karin, Sang Hello Kitty di sinetron CHSI. Tukang Bubur yang sudah naik haji tidak pulang-pulang ke rumahnya. Mastin tetap memberi kabar gembira bahwa kulit manggis ada ekstraknya. Iklan cat bermodelkan bule KW tetap teriak "bocor bocor" juga. Minuman lo tetep teh botol aja. Bocah di iklan Bisku*t tetep nanya 'kenapaaa?' Iklan sirup dan kue kalengan tetap merebak menjelang lebaran dan bulan puasa. Bobotoh-Jakmania, masih musuhan aja.

Siapapun presidennya, status lo gak berubah-ubah dari mahasiswa. Skripsi yang enggak lo kerjain tetep gak akan ketahuan dimana ujungnya. Mahasiswa pasti sibuk demo-demo kebijakan pemerintah ke depannya. Standar IPK dikatakan cukup baik masih 3. Para jomblo tetap dengan statusnya. Orang-orang yang ditinggal nikah tahun ini sama mantan pacarnya tetap merana. Organisasi ekstra kampus masih gontok-gontokan juga. Kondisi keuangan lo masih stagnan di titik nadir grafik keuangan. Kehidupan lo masih berkisar dengan lingkungan dan orang-orang yang sama seperti sebelumnya. Amal ibadah lo masih dihisab perorangan, bukan perkelompok simpatistan. Kewajiban untuk menjaga aib orang lain masih ada. Temen lo yang dulu gak sependapat saat hari-hari menjelang pilpres mendekat harusnya masih bisa dekat.

Tapi...
Siapapun presidennya, kita sebagai rakyat Indonesia harus membantu presiden kita nantinya. Rakyat Indonesia perlu mencintai negeri tanpa caci maki tapi dengan aksi. Sudah seharusnya kita menghormati proses panjang bangsa ini dalam memahami demokrasi. Semua usaha KPU dan lembaga-lembaga lain yang berkaitan patut diapresiasi. Sungguh hina bila fenomena remeh semacam quick count menuai perpecahan disana sini. Harus diakui bahwa di bumi pertiwi ini banyak manusia yang menolak untuk abai lagi

Siapapun presidennya, semoga keberkahan, kekuatan dan kemudahan selalu menghiasi hari-hari selama memimpin negeri ini. 

Emm yang terpenting..siapapun presidennya, gue sama lo tetep gini-gini aja. #kodekeras 

Bandung, 11 Juli 2014

Read More

Wednesday, July 9, 2014

Luka Anjing!

Sebenarnya saya malas mengingat kembali apa yang saya alami, tapi kisah ini sukses membuat saya juga kesal dengan makhluk berjakun yang tak punya akal. Em, sebelum bercerita, Anda perlu tahu telapak tangan saya mendadak dingin dan saya mendadak ingin menangis. Saya menyesal mengapa saya tidak melakukan hal yang bisa membuat muka makhluk berjakun bodoh itu bubuk. Ah, sudahlah. Semoga hal ini tidak terjadi padamu, para wanita pengguna transportasi umum. 

Sore itu saya dan teman-teman baru pulang dari kampus. Kami menggunakan Trans Metro Bandung atau TMB karena perbedaan harga yang cukup signifikan dengan angkot yang biasa kami tumpangi. Seperti biasa, kami tidak mendapatkan tempat duduk di TMB, kami berdiri berjajar. Saya menggunakan tas ransel, karena berat dan takut ada copet yang iseng-iseng membuka tas ransel di TMB, akhirnya saya pakai ransel itu di depan, bukan di punggung.

Semakin lama bus TMB semakin penuh. Saya dan teman-teman bercanda dan berbincang satu sama lain. Tiba-tiba saya merasakan ada sesuatu menyentuh (maaf) pantat saya. Sesuatu seperti pulpen atau ujung payung. Saya menggeser posisi, tapi tetap saja tersentuh oleh benda yang saya tidak tahu apa itu. 

Saya membalikkan badan.

ANJING!

Ternyata bukan pulpen ataupun ujung payung. Itu alat kelamin seorang bapak tua yang berdiri di belakang saya. Saya marah. Tapi saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Hati saya terluka. Luka yang disebabkan oleh tingkah manusia beradab anjing!

Segera saya pindahkan tas ransel saya ke punggung berharap bapak itu berhenti melakukan aksinya. Sampai disini saya lupa detail kejadian selanjutnya. Ya, saya sadar, bukan lupa, tapi cenderung berusaha keras melupakan. Fyuh. Sekarang, air mata saya sukses menetes. Hahaha.

Saya lanjutkan ke bagian cerita yang saya ingat. 

Kesal, saya pindah ke bagian TMB yang kosong. Teman-teman saya bertanya apa yang terjadi karena saya tiba-tiba diam tak banyak berkomentar. Saya ingin memaki. Sungguh sangat ingin memaki. Tapi saya tidak tahu kenapa mulut saya ini tidak bisa mengeluarkan satu patah kata pun. Hati saya sakit. Sakit hati oleh luka anjing itu!

Saya hanya bisa menatap penuh amarah ke Anjing tadi. Maaf saya menggunakan kata-kata kasar itu, tapi sungguh saya tidak menemukan padanan kata yang sopan untuk tingkah bejat macam yang ia lakukan. 

Anjing itu diam balas menatap saya dengan tatapan dingin. Tak ada rasa bersalah. Tak ada rasa berdosa. Astaga Tuhaaaaaaaannnnn!!!

Saya ingin menangis, tapi malu. Saya ingin marah, tapi bingung karena saya juga akan malu bila menceritakan ini ke orang lain. Tapi sudahlah, biar ini jadi pelajaran bagi semua. Hati saya berkecamuk. Kesal, marah, merasa bodoh, aaah. Hancur.

Saya pernah mendengar bahwa teman saya yang lain juga pernah mengalami hal serupa. Lebih parah. Bahunya basah oleh cairan kental yang berasal dari kelamin Anjing lain yang digesekkan selama perjalanan. Temanku itu hanya bisa menangis dan menyimpan lukanya. Ia tidak berani marah dan melakukan pemberontakan. Saya tahu cerita ini dari teman dekatnya.

Mungkin beberapa dari kalian berpikir, "Bodoh! Masa teriak saja susah?"

Sialnya kebanyakan dari kami memilih diam dan mengubur luka itu dalam-dalam.

Percayalah, bukan hal mudah menceritakan pelecehan seksual seperti ini. Apa kalian harus merasakannya dulu baru mengamini apa yang saya tulis? Ah ya, mungkin respon kalian lebih baik saat mengalaminya. Tidak seperti saya yang memang bodoh ini. 

Saya masih mengalami hal yang lebih remeh, mungkin disana banyak wanita yang mengalami hal-hal yang tidak diinginkannya lebih dari ini. Jadi, tolong jangan diskreditkan para korban pelecehan seksual bahkan perkosaan. 

Pesan saya untuk para wanita pengguna angkutan umum (termasuk saya sendiri), jika kita mengalami hal-hal serupa, teriak saja! Marah! Bila ingin memaki, makilah! Agar anjing-anjing yang berkeliaran di luar sana malu, sadar dan menyesali tindakannya. Kita korban. Tak usah malu dengan apa yang telah terjadi pada kita. Karena mereka hanya ANJING pembuat luka di hati kita yang akan terus menganga.

"Bapak mau saya potong anunya sampai habis atau mau saya laporkan polisi?"

Itu kalimat yang saya sesalkan tidak keluar dari mulut saya saat luka di hati terlanjur tergores oleh Anjing itu.
Read More

Sunday, July 6, 2014

Sudut Mata

Diam tak berarti tak memperhatikan. Melihat dengan sudut mata memberikan sensasi sendiri saat melakukannya. Berpura-pura menikmati apa yang ada di hadapan, sambil melirik mencuri-curi pandang ke arah berlainan. Melihat dengan sudut mata membuatku cukup ketagihan. Menyimpan ketertarikan berlebihan dalam-dalam. Meskipun terkadang usaha untuk merencanakan objek di sudut mata pindah tepat di depan mata juga pernah kulakukan. 

Aku mengamati semua dari sudut mata. Terkadang objeknya berpindah ke depan mata, kadang hilang tertelan titik buta.

Biasanya, yang kuperhatikan dari sudut mata adalah hal-hal yang terasa asing. Beberapa diantaranya langsung kuabaikan, beberapa yang lain dengan mudah berpindah posisi dari sudut mata. Beberapa diantaranya kuterima dengan tangan terbuka, beberapa yang lain hanya kamuflase belaka.

Melihat dari sudut mata, membuatku dianggap tidak mau terbuka. Melihat dari sudut mata, membuat aku selalu membuat jarak terjaga. Melihat dari sudut mata, membuatku tahu apa yang seharusnya tetap kulihat dari sudut mata.
Read More

Thursday, July 3, 2014

Monolog

Siapa yang tak pernah bermonolog ria?

Saya adalah salah satu manusia yang mungkin saja bisa dikatakan lebih sering bermonolog daripada manusia lainnya. Pesatnya perkembangan teknologi membantu saya menyalurkan kebiasaan monolog ini, apalagi dengan adanya social media. Social media membantu saya berbicara sendiri tentang apa yang saya pikirkan, rasakan, harapakan dan kan kan yang lainnya. Bagi saya, social media adalah tempat bermonolog yang ideal. Berbicara sendiri mengungkapkan yang mengganjal di hati. Berbicara sendiri menikmati setiap kata dan pemikiran yang melecut tanpa berpikir berkali-kali. Berbicara sendiri tentang hasil pengamatan manusia dan lingkungan yang memunculkan beragam ekspresi emosi. Berbicara sendiri tentang banyak hal yang tak semua orang dapat memahami. Mereka tak dapat memahami bukan karena tidak mampu menanggapi dan berbincang dengan asyik tentang hal itu, tapi lebih karena apa yang kuucapkan terkadang tak bisa kuungkapkan dengan sistematis, baik dan komunikatif.

Monolog memberi saya ruang menyampaikan apapun yang saya pikirkan, memberi sentuhan pribadi dalam setiap kata yang terlontar, menghiasi ruang-ruang dan waktu yang saya habiskan sendiri. Monolog membantuku memercikkan banyak perasaan yang tak bisa diungkapkan dengan jelas dan terperinci.

Social media apapun namanya, sebenarnya merupakan tempat monolog paling asyik di dunia. Iya, monolog yang bisa dibaca semua orang di dunia. Hahaha.

Emm, atau kau mau mengajakku berdialog di alam nyata? #kodekeras
Read More

Berjamaah

Satu lidi tak bisa membantu manusia mengumpulkan helaian daun yang berjatuhan di pekarangan dengan cepat. Tapi koloni lidi yang biasa disebut sapu lidi dapat melakukannya. Satu manusia bisa melakukan satu hal baik yang sangat bermanfaat. Tapi sekumpulan manusia bisa lebih cepat membuat kebaikan dan kebermanfaatan tersebar. Satu orang yang melakukan ibadah sangat mungkin menjadi sosok yang dekat dengan Tuhannya. Tapi bergabung dengan orang lain untuk melakukan ibadah kepada-Nya lebih direkomendasikan.

Berjamaah bagiku seperti benteng penjaga di tubir curam yang berbahaya. Berjamaah bagiku seperti proses latihan kepemimpinan. Dimana imam sebagai pemimpin dan makmum sebagai pengikut, ya memang demikian artian imam dan makmum secara harfiah. Imam bertugas mengarahkan semua makmum dalam setiap gerakan shalat. Imam memberikan aba-aba dengan takbir, makmum mengikutinya. Bila terjadi kesalahan dalam proses shalat baik gerakan maupun bacaan yang dibaca secara jelas, makmum dapat mengingatkannya. Makmum dijaga kesadarannya saat berjamaah oleh imam. Imam dijaga kesadarannya oleh tanggungjawab lebih saat berjamaah. Berjamaah memberikanku pandangan tentang sosok pemimpin yang harus diikuti namun juga tak pantang diingatkan bila melakukan kesalahan. Berjamaah memberikanku pernyataan penguatan bahwa makmum harus mengikuti namun juga dapat mengingatkan orang yang diikuti. Latihan kepemimpinan, bukan?

Suatu hari saya menjadi imam dari sekitar 1500 makmum. Saya gemetaran. Bingung dengan surat apa yang harus saya baca, doa apa yang nanti akan saya panjatkan. Kelimpungan. Menjadi pemimpin tanpa persiapan bukan saja akan melahirkan resistensi dalam diri pemimpin, tapi juga dalam diri para pengikutnya. Itu pertama dan terakhir kalinya saya menjadi imam di satu-satunya masjid di sekolahku dulu. Saya baru tersadar alasan kewajiban menghapal surat-surat pendek dan banyak doa-doa sebelum dianggap layak menjadi imam (sebelum diperbolehkan menjadi imam, kami harus mendapatkan semacam sertifikat terlebih dahulu).

Selain itu, melakukan ibadah kepada Tuhan secara berkala dan bersama-sama memberikan kabar gembira bahwa kita masih mempunyai teman yang berkeyakinan sama. Kita sebagai kaum mayoritas di negeri ini tentu saja tak begitu merasakannya, tapi mari bertanya kepada mereka yang seiman dengan kita dan berada di negeri antah berantah dimana mereka menjadi minoritas. Berjamaah menguatkan iman. Berjamaah meyakinkan bahwa saudara seiman masih tersebar di jagad raya. 

Berjamaah tidak hanya bisa kita lakukan dalam beribadah secara mahdoh (ibadah yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya), tapi juga bisa dilakukan dalam berbagai bentuk ibadah ma'qulah (ibadah yang tidak ditentukan syarat dan rukunnya). Menyatukan nilai-nilai agama yang dipelajari dengan perilaku sehari-hari. Menyatukan berbagai gelombang suara atau frekuensi hingga tercipta resonansi. Setidaknya bagi saya, kegiatan bermanfaat apapun yang kita lakukan perlu dilakukan secara berjamaah agar dampaknya bisa tersebar dengan lebih mudah. 

Dengan berjamaah, tingginya hati bisa direduksi. Dengan berjamaah, kita sadar bahwa diri ini hanyalah satu dari sekian banyak orang yang diciptakan Tuhan untuk membantu hidup sesama. Dengan berjamaah, kita bisa memahami bahwa kita tercipta hanya untuk beribadah kepada-Nya. Dengan berjamaah, kita bisa menyadari bahwa tanpa Tuhan, kita lebih tak berarti daripada butiran debu. 


Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)