Tuesday, December 29, 2020

Hanya Teori

Dulu, orang hebat itu adalah orang-orang yang mengeluarkan teori. Teori psikoanalisa oleh Sigmund Freud, teori relativitas dari Einstein dan teori-teori lainnya. Makin kesini, mengutarakan teori dianggap sampah. Padahal membuat teori itu tidak mudah. Bayangkan saja proses berpikir dimana kita bisa sampai kepada kesimpulan lalu berasumsi dan membuat teori. Teori ini nantinya akan divalidasi melalui penelitian dan juga berbagai pembuktian. Belum lagi ketika teori baru itu bertolak belakang dengan teori lama yang banyak pendukungnya. Ah, membayangkannya saja sudah rumit, apalagi membuatnya. 

Sekarang, yang penting orang membuat karya nyata. Karya nyata yang biasanya berbentuk benda. Padahal teori dan membuat benda maupun karya sama-sama sulitnya. Sama-sama membutuhkan waktu yang lama. Sama-sama membutuhkan kita untuk berpikir secara mendalam dan menyusun bukti-bukti secara perlahan. 

Semakin lama orang akan semakin mudah mengungkapkan pendapatnya. Dimana salah dan benar selalu ada pendukung yang saling menyalahkan satu sama lain. Membuat perbedaan terlihat tak berarti dan harus diluruskan. Padahal, berbeda tak selalu salah. Bertolak belakang tak perlu saling menyerang.


Teori terdengar seperti bukan karya, padahal ia adalah karya pikiran yang jarang dilakukan oleh orang sembarangan. Hanya orang-orang yang berkeyakinan kuat, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan mampu untuk meluangkan waktunya untuk menyimpulkan apa yang ada dipikirannya.

Banyak dari para pemikir sekarang dianggap selalu ada diatas menara gading. Tak tersentuh. Tak berkontribusi pada masa depan yang lebih baik. Padahal banyak perubahan didasari oleh pemikiran sederhana yang mendalam.

Walau kini teori sering kali disandingkan dengan kata "hanya", tapi berteori membuat kita berpikir dan memproses fakta-fakta yang ada disekitar. Hanya teori, satu frasa yang diperuntukkan bagi orang-orang yang ngomong doang, ngerjain kagak. Membuat para cendikiawan terlihat mengambang dan tak ada di dunia nyata.

Menurutku, teori bukan kata benda yang pantas disandingkan dengan hanya karena teori adalah bentuk karya yang mungkin saja sekarang terlihat tak nyata. 


Bandung, 29 Desember 2020


Read More

Thursday, December 24, 2020

Cita-cita

Dulu saat masih kecil sangat mudah menyebutkan cita-cita. Tidak pernah ada beban apa yang diucapkan harus sesuai dengan kenyataan. Menyebutkan cita-cita seperti menyebutkan makanan kesukaan. Mudah, lugas dan seringkali lebih dari satu. Saat kecil rasanya mungkin menjadi apapun. Orang tua cenderung selalu mendukung dan mengamini apa yang diucapkan. Bisa menyebutkan "ingin menjadi dokter" saja sudah membuat orang tua bangga. 

Tak pernah ada waktu untuk memikirkan dengan matang apa yang bisa kita sebut sebagai cita-cita. Hidup berjalan begitu saja. Ada yang dipaksa untuk menjadi profesi tertentu, ada yang berjalan mengikuti alur yang membawanya, ada juga yang kebingungan dan hilang arah, entah mau jadi apa kedepannya. 



Cita-cita kita seringkali merupakan manifestasi dari cita-cita orang tua, begitupun orang tua kita, banyak dari  mereka yang hidup untuk menghidupkan cita-cita dari kakek nenek kita. Ada yang sukarela mengikuti, ada juga yang memberontak dan melawan demi mengikuti kata hati. 

Saat menjadi dewasa, kita mulai sadar bahwa cita-cita tak semudah itu diucapkan. Akan ada runtutan pertanyaan yang menghadang apalagi jika tidak sesuai dengan harapan. 

Mengejar cita-cita juga kadang penuh zona abu-abu. Standar ketercapaiannya tidak jelas sepenuhnya. Setiap orang bisa mendefinisikan terpenuhinya cita-cita dengan macam-macam cara. Cita-cita pun bergeser dari profesi menjadi aktivitas nyata yang mudah dicapai sekejap mata. Dari mulai jalan-jalan ke luar negeri sampai makan apa hari ini. Cita-cita yang dulu terlihat agung, sekarang mengerdil dan semakin sederhana. 

Tapi seberapa penting sih cita-cita?

Kata orang, gantungkan cita-cita setinggi langit. Jika jatuh, ia akan tersangkut di bintang-bintang. Tapi kenapa harus setinggi itu? Kenapa harus mencari ancang-ancang untuk jatuh?


Bandung, 24 Desember 2020


Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)