Showing posts with label travelling. Show all posts
Showing posts with label travelling. Show all posts

Thursday, August 4, 2022

Membuat VISA Bisnis Swiss 2022

Alhamdulillah saya berkesempatan pergi ke luar negeri lagi setelah pandemi. Kali ini, perjalanan bisnis ke Swiss selama 7 hari! Gila! Gak kebayang saya bakalan bisa ke Swiss. Negara yang terkenal mahal dan keju serta cokelatnya itu!!! Saking excitednya, saya sampai siapkan berkas-berkas secepat kilat yang saya bisa dan itu menguntungkan karena di saat masa pandemi ini slot kosong untuk biometrik dan interview di VSF cenderung terbatas. 

Dokumen yang diperlukan

  • Paspor yang masih berlaku min 6 bulan sebelum keberangkatan (Selama proses aplikasi visa paspor tidak dapat dipinjam)
  • Paspor lama (Bila ada)
  • Formulir aplikasi (bisa diakses disini)
  • Foto berwarna terbaru ukuran 3,5 x 4,5 cm sebanyak 2 lembar dengan latar belakang putih (fokus wajah 70%, hasil cetak digital tidak boleh hasil scan atau editan). Di depan kantor VFS ada jasa foto VISA.
  • Surat sponsor asli dari tempat bekerja yang menjelaskan, lama bekerja, gaji, jabatan,  tujuan perjalanan dan menyatakan bahwa kita akan kembali lagi ke Indonesia setelah trip ke Swiss
  • Untuk kunjungan bisnis diperlukan surat undangan, boleh berupa hasil fax/scan (Sebelum dokumen disubmit ke kedutaan, surat undangan yang ditandatangani dari pihak pengundang harus dikirim melalui email langsung ke kedutaan Swiss jakarta.visa@eda.admin.ch , jakarta.cc@eda.admin.ch oleh pihak pengundang.
  • Asuransi perjalanan wisata dengan nilai perlindungan minimum EURO 30.000 atau setara
  • Surat referensi bank (biasanya bayar 50rb)
  • Fotocopy Rekening Koran atau tabungan 3 bulan terakhir yang sudah dilegalisir dan ditandatangani oleh pejabat bank (biasanya bayar sekian belas ribu per lembar)
  • Untuk kunjungan bisnis, rekening koran/ tabungan perusahaan 3 bulan terakhir harus dilampirkan
  • Slip gaji 3 bulan terakhir
  • Reservasi tiket perjalanan wisata
  • Reservasi hotel selama perjalanan (ini email konfirmasi dari hotelnya juga harus dilampirkan ya)
  • Fotocopy KTP/ untuk warga negara asing, harus melampirkan surat ijin tinggal di Indonesia (KITAS/KITAP)
  • Fotocopy Kartu Keluarga
  • Fotocopy Akte Lahir (Bila pemohon berusia di bawah 18 tahun)
  • Fotocopy Akte Nikah (Bila sudah menikah)
  • Fotocopy Kartu Pelajar/ Surat Keterangan Sekolah (Bila pemohon masih berstatus pelajar)
  • Fotocopy SIUP (Bila kunjungan bisnis)
  • Fotocopy TDP (Bila kunjungan bisnis)
  • Surat Izin Suami (Bila pemohon adalah wanita yang sudah menikah tanpa didampingi oleh suami pada saat berpergian)
  • Surat Izin Orang Tua (Bila pemohon masih berusia di bawah 18 tahun dan akan bepergian tanpa didampingi oleh kedua orang tuanya)

Dokumen seperti akte lahir, KTP, dll tidak perlu ditranslate ya. SIUP dan TDP tidak perlu dibawa aslinya. Selain dokumen diatas, saya juga menyiapkan itinerary simple yang kalau ditanya saya bisa tunjukkan. 

Biaya pembuatan VISA

Biaya pembuatannya beragam tergantung usia. 
  • <6 tahun : free
  • 6-12 tahun : 650k IDR
  • >12 tahun : 1.3mio IDR

Biaya foto VISA di VFS

Saat saya datang, fasilitas ini sedang error. Seingat saya, saya membayar sekitar 50k IDR. Yang dibutuhkan hanya 2 lembar foto 3X4 saja. Jadi tidak usah terlalu banyak buat fotonya ya. 


Alur pembuatan VISA

Pembuatan VISA saya dimudahkan oleh perusahaan karena diurus oleh travel agent. Jadi saya tinggal siapkan dokumen, datang tepat waktu dan nunggu paspor dengan VISA Schengen dikirim ke rumah. Tapi berikut rangkuman aktivitas alur pembuatan VISAnya: 
  1. Kunjungi website VFS Global untuk pembuatan VISA Schengen via Swiss dan buat akun disana.
  2. Siapkan dokumen dan pastikan semuanya sesuai dengan listnya
  3. Book jadwal untuk perekaman biometrik dan interview disini
  4. Datang di jadwal yang sudah ditentukan. Jangan lupa bawa uang untuk bayar permohonan pengajuan VISA, dokumen asli dan fotocopy.
  5. Cek dan tunggu VISA kita selesai. Cek melalui akun VFS yang sudah kita buat sebelumnya

Batas minimum saldo untuk VISA Schengen

Saya dapat informasi dari beberapa blog lain, kabarnya minimum saldo untuk apply VISA Schengen via Swiss adalah 100 CHF X jumlah hari tinggal. Tapi saya tidak tahu apakah itu masih valid karena saya mengajukan VISA Bisnis dan melampirkan rekening koran perusahaan dan rekening koran saya. Tapi untuk persiapan, mungkin teman-teman juga bisa jadikan hitungan tersebut sebagai patokan. 

Lama proses pembuatan VISA

VISA saya dan suami selesai sekitar 10 hari kalender, padahal yang dijanjikan adalah 15 hari kerja. Rajin-rajin saja cek dan track status VISA kamu di website VFS. 

Do and don't

Do : 
  • HARUS BANGET datang 15 menit sebelum jadwalmu. Karena kalau lewat 15 menit, kamu harus ngajuin permohonan yang baru setelah 1 bulan. PR banget kan kalau bolak-balik
  • Bawa semua dokumen asli dan fotokopi yang lengkap
  • Berpakaian rapi
  • Boleh bawa minum
  • Ambil jadwal pagi, karena kl ambil jadwal siang cenderung molor dan lebih lama karena ngantri dengan antrian sebelumnya
Don't:
  • Telat. BIG NO
  • Gak usah bawa laptop, karena semua barang harus dititipkan kecuali tas kecil dan map untuk dokumen. Untuk penitipan laptop dan tas besar ini lumayan loh kalau gak salah di 25k-50k IDR. 

Paling itu saja informasi yang bisa saya bagikan. Semoga proses pembuatan VISAnya lancar jaya ya! Alps are waiting for you!

#Switzerland #VISA #Schengen #BusinessVISA #VISASchengen #Swiss
Read More

Saturday, August 22, 2020

Drama VISA Schengen : Telat Masuk = Telat Datang = Pengajuan VISA BATAL

Tahun 2019, saya kembali dapat kesempatan untuk ikut training di Aalst, Belgia. Disana ada kantor pusat untuk salah satu unit bisnis perusahaan tempat saya bekerja. Agar bisa ikut dalam pelatihan tersebut, saya harus mengurus VISA Schengen di kedutaan Belanda, karena tidak ada kedutaan Belgia di Indonesia. Ada banyak perbedaan dibandingkan dengan pengurusan VISA di tahun 2014.

Di tahun 2014, saya harus datang ke kedutaan besar Belanda, sedangkan di tahun 2020, saya cukup datang ke kantor VFS di mal Kuningan City. Beberapa berkas juga berbeda. Kini, saya diminta untuk mempersiapkan terjemahan kartu keluarga dan KTP dalam Bahasa Inggris. Dulu gak ada syarat itu seingat saya. Saya juga diminta untuk menyediakan fotokopi paspor full, seingat saya dulu tidak perlu. Tapi entahlah, sudah 5 tahun berlalu saya jadi kurang ingat juga bagaimana pastinya. 


Tahapan pertama, baiknya kamu mengunjungi lama VFS di link ini. Disana kamu harus mengisi formulir pengajuan visa. Jika sudah, akan ada daftar dokumen yang harus disiapkan olehmu. Jika ingin liburan, biasanya visa yang diajukan adalah visa jangka pendek, bisa single entry, bisa juga multiple entry.

Tahapan kedua, mengatur janji temu untuk pengajuan visa. Di website VFS juga dapat dilakukan pembuatan janji temu, yang mana kita harus datang ke kantor VFS untuk menyerahkan berkas-berkas, wawancara, perekaman biometrik dan pembayaran visa. 

Di tahapan kedua inilah saya melakukan kesalahan (lagi). Cerita pembuatan visa saya sepertinya penuh dengan kebodohan saya yang terungkap. Kali ini, saya tidak melihat janji temu yang saya buat dengan seksama. Janji temu yang saya buat itu jam 11.00 WIB. Sedangkan saya mengira, memiliki janji temu di 11.30 WIB. Padahal saya sudah datang dari jam 10.00 WIB. Sial banget kan fufufufu. Peraturannya menyebutkan bahwa kalau kita telat 15 menit, maka kita dianggap tidak datang dan pengajuan janji temu dibatalkan. Artinya, saya tidak bisa mengajukan visa di hari itu dan harus menunggu 2 minggu lagi. Gimana? 

Setelah berdebat dengan security dan saya meyakinkan dia bahwa saya ada di depan kantor mereka selama menunggu, saya tetap tidak diperkenankan masuk kantor di hari itu. So sad :(

Sampai akhirnya saya diminta bertemu dengan salah satu pegawai VFS yang handle pengajuan VIP. Beliau menjelaskan kalau mau tetap mengajukan di hari tersebut, maka saya bisa mengambil slot setelah jam 2 siang, jika slot pembuatan visa masih ada (ya pasti ada wong saya gak jadi masuk karena telat -_-). Untuk mengambil slot tersebut, kita harus menambah biaya sekian ratus ribu. Saya lupa pastinya. Kita juga bisa mendaftar menjadi pengurusan VIP dengan lounge terpisah dan tidak ngantri, tapi harus bayar lagi sekian juta.

Saya yang bimbang langsung menelepon atasan saya minta kebijakan beliau. Beliau sarankan untuk mengambil slot diatas jam 2 siang karena kantor saya tidak jauh (di Sudirman), jadi saya bisa pulang ke kantor dulu.

Saya kembali lagi ke KunCit jam 13.30 WIB dan diminta si bapak pegawai tadi untuk foto dulu karena saya juga lupa belum menyiapkan foto. HAHAHA.

Setelah memenuhi janji temu saya dan pemeriksaan berkas sudah dilakukan, saya bisa pulang dan memantau progress visa melalui SMS dan juga website VFS. Kurang lebih sekitar 3-5 hari visa sudah bisa diambil. 

Tahapan ketiga, mengambil paspor yang sudah ditempeli visa. Saya kembali datang ke kantor VFS untuk mengambil paspor dan visa. Jika sudah diambil, artinya tahanya pembuatan visa sudah selesai!

Ada beberapa tips yang saya mau sarankan untukmu: 

  1. Periksa berkas yang diwajibkan untuk dibawa beberapa kali, baiknya kamu gunakan ceklis yang ada di formulir aplikasi visa sebagai acuan
  2. Siapkan beberapa copy dokumen, karena meskipun tidak diminta di dalam list, tapi ada beberapa dokumen yang tiba-tiba diminta rangkapannya oleh petugas. 
  3. Pastikan jam janji temu sesuai dan jangan telat lebih dari 15 menit ya!
  4. Siapkan uang cash untuk membayar visa. Mereka tidak menerima pembayaran menggunakan kartu. Biayanya bisa di cek di VFS
  5. Pastikan foto yang kamu bawa 80% muka. Kamu bisa foto di VFS, biayanya sekitar 50-60rb 
Karena Covid-19, banyak perjalanan yang terbatalkan. Negara-negara Eropa juga masih belum membuka penerbangan dan kunjungan dari wisatawan Indonesia. Walaupun demikian, semoga tulisan ini bisa membantu saat kamu bisa jalan-jalan lagi ke Eropa. Stay safe ya! 


Jakarta, 22 Agustus 2020


Read More

Monday, March 30, 2020

Bandung-Bali-Lombok via Darat (Part 2)


29 Desember 2019

Sehari sebelumnya, secara impulsif saya, suami dan Nana memutuskan untuk pergi ke Lombok menggunakan pesawat karena mobil terlalu penuh untuk perjalanan panjang Bali-Lombok. Baby Mecca ikut serta dalam mobil, jadi kami pikir akan lebih lowong isi mobil jika kami bertiga bisa berangkat terlebih dahulu. Tiket pesawat Bali-Lombok cukup murah, sekitar 300rb/orang. Katanya, kalau tidak mendadak bisa dapat 400rb PP Bali-Lombok. Kami menggunakan maskapai Wings Air. Ini kali kedua saya menggunakan pesawat ATR. Deg-degan poll. 

Sebelum pergi ke bandara, kami memutuskan untuk main dulu ke Pura Luhur Uluwatu. Biaya masuknya 25k/orang untuk turis domestik. Saran saya, untuk main ke tempat wisata ini kalau bisa datang di sore hari atau pagi hari. Disana cukup terik dan membuat pusing saking panasnya. Tapi pemandangan dari atas tebing luar biasa indah sekali. Setiap orang yang masuk ke dalam Pura harus menggunakan kain dan dianjurkan untuk melepas semua barang yang menggantung termasuk kacamata. Ditakutkan barang tersebut di ambil oleh monyet yang tinggal disana. 

Kami disana hanya sekitar 45 menit lalu buru-buru pergi ke bandara dan terbang ke Lombok. Sedangkan keluarga yang lain menuju Pelabuhan Padang Bai untuk berlayar ke Pelabuhan Lembar, Lombok. 

Sesampainya di Lombok, kami langsung menuju ke vila yang ada di Sengigi, Lombok. Dengan menggunakan taksi bandara dengan harga 200k. Saya lupa mencatat nomor bapak taksinya. Tapi kalau mau naik taksi, tinggal keluar dari bandara dan menyebrang sedikit. Nanti banyak marketing taksi di sebelah kanan yang menawarkan jasanya. Sedangkan biaya menyebrang dari Padang Bai ke Lembar adalah sebesar 917rb/mobil (tidak bayar lagi perorangan) untuk 4-6 jam pelayaran (tergantung cuaca). 

The Haven - Senggigi
Untuk vilanya kami booking disini dengan harga 45 USD/malam. Fasilitasnya lumayan bagus. ada 2 kamar tidur lengkap dengan AC dan kamar mandinya. Ada area lesehan dengan kasur single tambahan. Ada juga sofa bed, tv xiaomi smart tv, wifi, dapur dengan isi kompor listrik, water heater pot, rice cooker, kulkas dan alat makan. Pastinya, ada kolam renangnya juga dong. Haha. Kalau mau ke pantai Senggigi yang tidak dirawat, bisa dengan berjalan kaki. Tapi kalau mau area yang bagus ya perlu menggunakan mobil. Sayangnya, vila ini tidak menyediakan water dispenser. Untung saja ada Indomaret terdekat yang bisa meminjamkan galon tersebut.

Hari pertama kami di Lombok, langsung mencoba Ayam Taliwang dan Pecak Kangkung khas Lombok. Enaaaaakkk. 

Rombongan yang menggunakan mobil baru sampai rumah jam 12 malam karena mereka mampir dulu untuk pesta duren. Oh ya, selama perjalanan Bali-Lombok di hari itu, kami isi bensin 1x full tank.

30 Desember 2019

Hari kedua di Lombok kami tujukan untuk snorkeling. Setelah riset dari berbagai sumber, snorkeling di area Gili Kedis, Nanggu dan Sudak lebih sepi dibandingkan dengan Gili Trawangan, dll. Selain itu harganya lebih murah juga. Untuk 1 perahu berisi 11 orang (bayi tidak dihitung) harganya cuma 350rb SEPUASNYA. Saya ulangi yaa SEPUASNYA. Selain itu, sewa alat snorkeling hanya dihargai 50rb/orang. Kalau mau beli roti untuk mengundang para ikan yang berenang itu, kamu bisa beli roti di warung sekitar sebelum berlayar. Harganya 10rb/bungkus roti tawar yang isinya banyak itu. Oh ya, ada biaya retribusi setiap pulau sebesar 50rb/perahu. 

Kami mengawali agenda snorkeling di Gili Nanggu. Perahu akan parkir ke pulau dan kita bisa mulai snorkeling dari pinggir pantai. Ikan disana besar-besar dan warna warni. Seru banget!

Auliya Family di Gili Nanggu
Setelah 1 jam berada di Gili Nanggu, kami memutuskan pindah ke Gili Kedis. Ikannya lebih kecil-kecil tapi tetap asyik untuk snorkeling. Terakhir saya snorkeling itu ke Pulau Harapan, dan saya gak bisa menikmatinya karena sibuk ketakutan wkwkwkwk. Sekarang, sudah mulai terbiasa kaki tidak napak di pasir. Kami segera pindah karena hujan mulai turun. 

Kami mampir ke Gili Sudak untuk makan disana. Seperti halnya di tempat wisata, biaya makan melambung cukup tinggi. Kurang lebih makan siang kami berharga 700rb-an.

Bagi teman-teman yang mau sewa perahu, bisa kontak Mas Izer (+62 878-6402-4686) ya. 

Setelah puas berenang, kami pulang ke vila. Kami mampir untuk beli ikan bakar yang berjajar di pinggir jalan. Kami beli juga Pecak Kangkung yang enak itu.

31 Desember 2019

Hari terakhir kami di Lombok, kami menuju Gili Trawangan. Di Gili Trawangan, mobil kami masuk ke parkiran pelabuhan Bangsal. Lalu kami mencari kantor pembelian tiket yang letaknya sungguh tidak strategis. Tempat wisata se-terkenal ini pengaturannya masih jelek. Kalau tidak salah harganya 17-25rb per orang. Saya lupa tepatnya berapa. Tiket yang kami dapat ada warnanya. Jadi nanti orang-orang harus menunggu petugas memanggil warna tiket mereka. Saat itu kami dapat tiket warna biru. Setelah menunggu sekitar 45 menit. Akhirnya kami dipanggil untuk masuk ke perahu. Perjalanan memakan waktu kurang lebih sekitar 1 jam. 

Sesampainya di Gili Trawangan, kami berpencar. Ada yang minum kopi di kedai pinggir jalan, ada yang sewa sepeda. Saya termasuk orang yang menyewa sepeda. Harga sewa 1 jam adalah 50rb dan sehari 100rb. Karena kami tidak akan lama disana, jadi saya sewa untuk 1 jam.

Setelah transaksi dilakukan, saya baru ingat ternyata saya gak bisa mengendarai sepeda di tempat ramai. WKWKWKWKWKW. Kebodohan yang sangat haqiqi. Akhirnya saya berbagi sepeda dengan adik saya yang lainnya. 

Sepedaan di Gili Trawangan
Tak lama setelah kecapekan bersepeda (padahal cuma dibonceng), kami memutuskan untuk pulang kembali ke vila karena langit mulai mendung. Harga tiket pulang dari Gili Trawangan sama dengan harga tiket berangkat. Bedanya, di harga tiket berangkat, ada biaya retribusi pulau sebesar 7rb (kl saya tidak salah ingat). Intinya, riset saya tentang harga tiket ke Gili Trawangan itu salah besar. Saat saya kesana, tidak perlu menaiki Cidomo atau dokar untuk sampai ke Pelabuhan Bangsal. 

Sesampainya di pelabuhan Bangsal, kami jajan sempol ayam dulu dan langsung pergi ke vila. Setelah mengambil barang-barang yang kami tinggal di pos security, kami pergi ke bandara untuk berpisah. Selama di Lombok, kami hanya mengisi bensin 2x full tank karena tempat yang kami kunjungi tidak banyak. 

Penutup

Awalnya, saya merencanakan perjalanan dengan sangat padat. Bahkan 4-5 tempat dalam sehari. Nyatanya, Bali sangat macet dan jalan kecilpun ada lampu merah. Membuat kami malas untuk bepergian jauh-jauh dan ke banyak tempat. Perjalanan darat yang panjang dan berdempetan membuat mood kami buruk. Selain karena rombongan besar itu sangat sulit diatur, tapi juga banyak konflik yang terjadi selama perjalanan. Mudah-mudahan nanti ketika perjalanan umroh keluarga kami lebih sabar lagi menghadapi satu sama lain. Amin. 

Biaya total yang saya hitung dengan banyaknya tempat itu sekitar 15jtan (12jt perjalanan & 3jtan untuk penginapan) untuk trip 7 hari (25 Des-1 Jan) dan 11 orang peserta perjalanan. Kami mencoba menghemat dengan masak sendiri dan membawa bahan makanan sendiri. Sepertinya semua total pengeluaran tidak sebesar yang dianggarkan di awal. Tapi saya tidak menghitung detail karena sempat terpisah dan memilih moda transportasi yang berbeda di perjalanan pulang. Selain itu banyak hal yang tidak sesuai dengan rencana. Tiba-tiba beli tiket pesawat ke Lombok, tiba-tiba gak jadi berkunjung ke tempat A, B, C, D, dst. Jadi, mudah-mudahan biaya yang saya sampaikan di setiap bagiannya bisa membantu ya.

Akhir kata, kalau mau coba lihat itinerary yang saya buat, bisa klik disini ya. Semoga membantu dan selamat jalan-jalan!


Read More

Sunday, March 29, 2020

Bandung-Bali-Lombok via Darat (Part 1)


Perjalanan ke Bali dan Lombok via darat ini memang perjalanan yang sangat amat impulsif, tapi memberikan kenangan cukup indah bagi saya dan keluarga. Bayangkan, 9 orang dewasa, 2 anak remaja dan 1 bayi menggunakan 1 mobil APV tahun 2008! Nekat dan terlalu ambisius ya kayaknya. 

Saat pergi ke Bali, kami berpencar. 3 orang menggunakan pesawat dan sisanya menggunakan mobil. Anak bayi dan orang tuanya pergi ke Bali menggunakan pesawat. Sedangkan sisanya empet-empet-an di dalam mobil. 

26 Desember 2019

Kami berangkat dari Bandung jam 05.00 WIB dengan isi mobil 9 orang dan barang-barang. Duksek pisan kalau bahasa baratnya mah. Tapi karena memang niatnya liburan, ya berangkat masih happy lah ya. Kami menggunakan jalan tol dari Majalengka hingga Surabaya. Kami juga berhenti beberapa kali di beberapa rest area dan beberapa daerah. Mulai dari beli tahu sumedang di Sumedang, berhenti di Semarang, Ngawi, Surabaya, dan Situbondo. Melewati seramnya hutan Banyuwangi dan akhirnya menyebrang ke Pulau Bali. Total perjalanan sekitar 30 jam. Kami berhenti di salah satu masjid di Bali untuk tidur sejenak dan sarapan.

Biaya tol Bandung-Bali sekitar 900rb, untuk bensinnya kalau tidak salah sekitar 5x isi full tank. Biaya menyebrang dari Banyuwangi ke Bali adalah 159rb/mobil (tidak bayar lagi perorangnya) untuk 45 menit pelayaran.

27 Desember 2019

Sampai di Bali, kami langsung menuju vila yang kami pesan. Harganya murah 31 USD/malam. Fasilitasnya 3 kamar tidur dengan kamar mandi di dalam, AC, 2 handuk dan alat mandi. Selain itu ada dapur, kolam renang pribadi dan Wi-Fi. Isi dapurnya juga lengkap. Ada microwave, rice cooker, kulkas, kompor dan alat makan lainnya. Bahkan mereka nyediain minyak goreng, garam dan penyedap rasa. Entah sisa tamu sebelumnya atau bukan. Hahaha. Ada TV kabel, tempat parkir yang luas dan ruang tamu yang mayan oke. Untuk saya dan sekeluarga sih, oke banget. Walaupun ada kurang-kurangnya, tapi tidak menutup semua kelebihannya. Buat yang mau cek, mungkin bisa coba klik link ini atau kontak Mas Yoga (+62 812-3657-8156). Atau kamu bisa cari dengan kata kunci "Peaceful 3 bedroom house in sanur (private pool)."

Hari pertama di Bali, kami terjebak macet parah dan panjang. Selain itu, saat kami datang adalah hari baik dimana upacara kematian dan pernikahan ramai-ramai dilakukan di Bali. Walhasil, kami hanya bisa main ke 1 tempat saja, yaitu Air Terjun Kanto Lampo. Biaya masuknya 25k/orang. Ini cukup mahal dan salah waktu, karena ternyata hari besok malah upacaranya free untuk semua orang. Oh ya, ada tempat untuk beli pop mie, kelapa muda dan kopi yang murah. Yang jualnya ibu-ibu dan selalu menyapa bule-bule dengan kalimat, "hi, how are you? coconut water?" 

Pokky di Air Terjun Kanto Lampo

Malamnya, kami menjemput adik saya, istrinya dan bayi mereka di bandara. Kami menghabiskan waktu di jalan yang sangat sangat macet itu. Sesampainya di vila, jebur lagi aja untuk menyenangkan hati dan pikiran karena tidak banyak tempat yang kami datangi di hari pertama. 

28 Desember 2019

Semua anggota keluarga dan peserta perjalanan sudah lengkap. Hari kedua orang tua saya main ke Pasar Sukawati sedangkan saya dan beberapa adik pergi duluan ke Pantai Kuta. Kami menghabiskan waktu di Pantai Kuta sampai siang. Disana hanya bayar parkir saja 10k/mobil. Kami makan di KFC dekat Pantai Kuta dan langsung lanjut ke Pantai Pandawa. Saya dapat info kalau pantai ini tidak ada biaya retribusi, tapi ternyata salah. Biaya masuk per-orangnya sekitar 15-25k/ orang. Detailnya saya lupa. Selain itu ada biaya parkir 10k/mobil. Di sana ada wahana kano yang bisa disewa 35k/orang/jam. Pantainya luar biasa panas. Toilet umunya buruk sekali. Gak ada yang bersih dan berfungsi. Setelah foto-foto kami langsung cabut ke destinasi selanjutnya. 

Narsis di Pantai Kuta
Ah ya, kami mampir untuk sholat dulu di area oleh-oleh dekat gerbang menuju pantai. Kalau mau beli tas khas bali, bisa di Pantai Pandawa atau di tempat oleh-oleh dekat gerbangnya, karena cenderung lebih murah dibanding tempat manapun yang kami kunjungi. 

Kami mampir di salah satu Indomaret terdekat untuk ke toilet dan beli cemilan maupun minuman. Di Bali sudah tidak boleh menggunakan keresek belanja, jadi kami bawa keranjangnya untuk membawa makanan ke mobil. 

Urusan toilet selesai, kami menuju Pantai Nusa Dua untuk melihat sunset. Walaupun cuma kebagian setitik doang, tapi indah banget tempatnya. Keren! Kalau mau kesini untuk lihat sunset, usahakan jam 5 sudah disini ya, karena banyak sekali orang yang berbondong-bondong untuk melihat sunset disini. Biaya masuknya gratis, hanya membayar parkir saja 4k/jam/mobil. 

Selepas dari Pantai Nusa Dua, kami mampir ke toko oleh-oleh Krisna. Menurut pengamatan saya, belanja oleh-oleh di Krisna cenderung lebih murah dibandingkan belanja di tempat lainnya di Bali.

Selesai dari Krisna, kami pulang dan nyemplung lagi ke kolam renang entah sampe jam berapa. Saya ngantuk dan tidur cepat. 
Read More

Monday, February 8, 2016

PASPOR SI KIKI : INI DOUALA!

Perjalanan kami dimulai pada sekitar jam 7 malam. Di jam segitu dengan suhu udara mendekati minus itu membuat saya sedikit tersiksa. Kami diangkut menggunakan bus untuk sampai segera ke tangga pesawat. Rombongan kami hanya satu bus saja. Besar pesawatnya juga seperti pesawat antar negara Asia yang terkenal dengan promo serta tiket murahnya. Tiga bangku berderet di kanan dan tiga bangku berderet di kiri. Bedanya, ruang untuk kaki lebih besar di pesawat mungil Turkish ini. Saya duduk di dekat jendela. Sial, pasti bau duduk disini. Saya memakan bulat-bulat anggapan bahwa penduduk Afrika itu bau. Rasis memang. Saya mengaku salah. Saya duduk disana dan tidak mencium bau-bau yang aneh kecuali pada beberapa orang saja. Yaaah, gak semua orang keteknya bau juga kan, Kaaak!

Kursi di sebelah saya kosong sedangkan kursi di dekat lorong ditempati oleh bapak-bapak paruh baya yang sepertinya berkebangsaan Perancis. 

"Hi," sapanya.

Saya hanya menjawab dengan senyum sambil mengangguk. Saya ngantuk. Sungguh. Kalau sudah ngantuk muncul aslinya, judes kabina-bina. Saat pesawat akan terbang, ternyata sebaris kursi di depan saya kosong, bapak itu akhirnya pindah ke baris tersebut. Langkah yang tepat, pak! Hahaha. 

Oh ya, ternyata benar prediksi Pak Ari. Seluruh kabin kami sangat penuh dengan barang-barang penumpang. Saya heran, barang apa sih yang mereka bawa? Hemm. 

Pesawat mulai terbang dan saya kembali tidur. Selamat malam, Istanbul. Selamat tinggal negeri yang penuh dengan populasi manusia ganteng dan cantik. See you soon!

Tidur saya kali ini tidak nyenyak. Selain karena para penumpang sibuk wira-wiri kesana kemari sepanjang penerbangan, mereka juga tak berhenti ngobrol santai kayak di pantai dari mulai terbang hingga menjelang sampai! Turbulensi selama perjalanan juga berkali-kali terjadi. Membuat para penumpang menjerit takut juga membuat saya bangun lalu kemudian terkantuk-kantuk kembali. 

Saat saya sadar alias tidak tidur, saya melihat Pak Ari berjalan ke toilet. 

"Loh Ki sendiri?" tanyanya saat melewati bangku saya. 

"Iya nih, Pak. Tuh bapak yang sebelah saya pindah ke depan. Bapak sini lah. Saya minder jadi minoritas disini."

"Oke. Saya ke toilet dulu."

Tak lama Pak Ari kembali dan duduk di tempat duduk bapak-bapak Perancis yang kemudian pindah. 

"Ki, tahu gak? Ternyata mereka yang naik itu rata-rata orang kaya. Mereka hanya transit di Turki. Penumpang sebelah saya cerita tadi. Katanya, dia importir motor mewah dari Perancis ke Kamerun. Dia gak pernah travelling ke Asia kecuali ke Jepang. Paling sering jalan ke US dan Europe alias Eropa," kata Pak Ari. 

Buseeng. Pantesan tampilan mereka blink-blink abis!

Gimana ya susah ngejelasin tingkah polah para penumpang ke Douala ini. Sekali lirik saja kamu bisa tahu kalau mereka orang kaya. Daaannn yang membuat situasi agak canggung adalah, baju mereka rata-rata rapi dan bagus, hampir semuanya bawa koper kecil untuk di kabin. Sedangkan kami (saya, Pak Ari dan Pak Zul) pakai kaos dan jeans belel plus bawa-bawa backpack. Sejak kami menunggu di gate keberangkatan, kami mengamati mereka dan mengeluarkan banyak komentar. Padahal kami tidak sadar bahwa kami adalah minoritas disana dan mungkin saja banyak dikomentari juga oleh mereka. Terimakasih Tuhan Kau menciptakan banyak bahasa, jadi saat manusia ngomentarin satu sama lain belum tentu objek komentarnya ngerti~

Perjalanan kami menuju Kamerun hanya sekitar 4-5 jam. Namun turbulensi yang semakin menjadi-jadi membuat lama perjalanan rasanya lebih dari 4-5 jam. Setelah turun naik tak karuan, saya melihat banyak titik cahaya di daratan sana. Waaah, saya sudah ada di langit Afrika! Bak melihat Indonesia, tak lama saat melihat pendar cahaya, kami kembali disuguhkan hamparan tak bercahaya. Mungkin hutan, mungkin juga pemukiman tanpa listrik. Pembangunan disana rasanya juga tak merata. 

Pilot kemudian memberitahu kami bahwa beberapa menit lagi kami akan mendarat di Yaounde, ibukota Kamerun. Para penumpang dengan tujuan Douala diminta diam di tempat dan tidak beranjak dari duduk. Semua orang prelente turun. Mereka sibuk dengan bawaan koper yang entah berapa beratnya dan entah apa saja isinya. Tak lama setelah para penumpang itu turun, flight attendance langsung menanyakan barang penumpang yang tersisa satu persatu. 

"Is this your luggage?"

Kalau jawaban orang yang ditanya "YA" maka para FA akan langsung beralih ke penumpang lainnya. Jika "BUKAN" penumpang harus menunjukkan mana saja barang bawaannya. Kau tahu, proses memastikan barang ini luar biasa heboh, sodara-sodara! Hanya sekitar 30 menit transit di Yaounde, kami terbang kembali ke Douala. Kau tahu berapa lama kami terbang? HANYA 18 MENIT!!!! Mungkin terbang Jakarta-Bandung juga akan memakan waktu yang tak jauh berbeda. Saya bertanya-tanya kepada diri saya sendiri, mengapa harus ada transit di Yaounde jika jarak Yaounde dan Douala begitu dekatnya? Boros gak sih bahan bakarnya? Ah yasudahlah~

Singkat cerita kami sampai di Douala jam 01.29 dini hari. Saat kami keluar dari garbarta, ada seorang wanita muda membawa tulisan berisi nama-nama kami lengkap dengan logo perusahaan. Kami mengikutinya dan mengisi form yang harus kami isi. Lalu menghadap ke mas-mas dan mbak-mbak imigrasi. Wanita muda itu adalah agen perjalanan yang disewa oleh perusahaan kami untuk mengatur semua proses kedatangan para champion ke Kamerun. Agak mengecewakan sih pelayanannya. Wanita muda ini seperti baru pertama kali menangani klien seperti kami. Padahal dalam email kami dijanjikan untuk mendapatkan VIP lounge dengan akses wifi, ruangan ber-AC, makanan ringan dan toilet di dalamnya. Sialnya, tak satupun yang kami dapatkan. Kami juga diminta untuk mengambil barang kami sendiri-sendiri, padahal kabarnya sebagai penerima VIP lounge kami tak perlu melakukan itu. Kami hanya perlu duduk cantik di dalam lounge. Tapi kami bukan anak manja yang sangat ketergantungan pada fasilitas VIP, jadi semua proses riweuh di bandara kami jalani dengan senang hati. 

Kami tak mendapatkan VISA dan paspor kami di tahan di imigrasi saat itu karena tak ada petugas yang berjaga. Kami diberikan fotokopi paspor dan diminta pergi ke hotel. Kami diantar ke hotel oleh mobil perusahaan dan ditemani salah satu kolega kami di Kamerun. Malam terlalu larut dan pemandangan kota Douala menurut saya mirip dengan Kota Garut. 

Mobil kami melaju dan kami tiba di bangunan berhiaskan kain bertuliskan A berwarna merah. 

Hotel Akwa Palace
"This is your hotel. Akwa Palace," kata sopir. 

Kami turun dan menenteng barang-barang kami. Saya agak shock karena di depan hotel kami ada wanita-wanita yang mejeng dan sepertinya sedang mangkal. You know what I mean lah ya~

Sesampainya ke lobi utama hotel yang berdiri sejak tahun 1956 ini, kami langsung diberikan kunci kamar. Tapi sialnya Denis tidak dapat kamar karena tidak ada namanya di dalam list. Kami meminta tambahan 1 kamar untuk dia dan meminta pihak hotel untuk menghubungi kolega kami di Kamerun siang nanti. Mereka setuju dan memberikan kunci kamar kepada kami. 

Seperti biasa saya selalu merasa ketakutan jika tinggal di kamar hotel sendirian di negara lain. Pengalaman saya di Belgia tahun 2014 juga begitu. Hal ini disebabkan hal sepele yang tak masuk akal. Sebelum keberangkatan saya ke Aalst, saya membaca postingan tentang makhluk ghaib yang ditemui para traveller saat mereka melancong ke luar negeri di sebuah grup jalan-jalan di Facebook. Di kolom komentar salah seorang anggota grup merekomendasikan film horror tentang para hantu yang merasa dihantui oleh para manusia. Bodohnya saya malah nonton film itu daaaan ketakutan sendiri~

Singkat cerita, jam 9 saya ditelepon oleh Pak Ari. Diajak makan pagi. Haduuh pas banget, saya kelaparan, vroh!

Saat turun ke bawah ternyata makanannya sudah banyak yang habis dan saat kami selesai makan kami diminta tandatangan invoice. 

"Kenapa kami harus tandatangan ini?" 

"Karena kalian sudah makan pagi."

"Siapa yang akan membayar? SIC Cacaos kan?"

"Iya, mereka yang akan bayar."

Oalaaah, saya dan Pak Ari tidak pernah diminta tandatangan setelah breakfast di hotel, jadi kami agak keheranan gitu. Plus agak katrok juga lah yaaaa. Haha. 

Selesai makan yang seadanya, saya mejeng sebentar di kolam renang yang ada di area hotel. Denis membaca buku. Pak Zul main game di handphone. Karena bosan dan gak ada kerjaan, saya memutuskan kembali ke kamar dan menonton TV. Seluruh saluran TV disana berbahasa Perancis dan saya tidak menemukan lebih dari 2 stasiun TV lokal! Sisanya adalah saluran TV Perancis dan ini terjadi di semua hotel yang saya tempati termasuk hotel di kota kecil.

Saya menonton TV dan tiba-tiba ada petugas hotel yang mengetuk pintu. 

"Cleaning service," katanya.

"Sok mangga, saya disini boleh kan?" tanya saya. 

"Okay!"

Sang petugas dengan sigap mengganti seprai juga sarung bantal dan selimut lalu mengambil semua sampah. Saya minta air mineral ukuran 1,5 liter dan sang petugas memberikannya dengan gratis kepada saya karena kebijakan hotel tidak memberikan air tambahan setiap harinya. Kejam yaaa~

"Nih, saya ngasih air ini buat kamu. Gratis!" katanya. 

Saya senyum dan berkali-kali bilang terimakasih dengan mata berbinar-binar. Ternyata setelah memberikan saya air, sang petugas keluar sambil bilang, "It is finished."

"Kamu gak nyedot debu karpet dan ngelap meja gitu? Atau nyikat kamar mandi?"

"Enggak kok. Gini doang tugas saya."

Alamak jaaaaaannnnn. Pantesan penuh debu kamar hotelnya. Yoweslah kalau begitu. 

Sekitar jam 15.00, Denis menelepon saya dan mengajak kami untuk makan siang dan saya diminta memanggil Pak Ari. Kami makan siang di restoran yang berbeda dari restoran saat sarapan tadi. Kata Pak Zul, tadi beliau bertemu Marina dan bertanya mengenai makan siang, katanya kami bebas makan apa saja dan akan diklaim ke perusahaan di Kamerun. Wueenak tenaan~

Ini udang pesanan kami. Enak kaan?
Kami memilih ikan dan udang. Dua porsi untuk empat orang. Ternyata saat saya ngerem di kamar, mereka bertiga jalan-jalan demi menemukan "pantai" yang ditemukan Denis di Gmap. Ternyata tempat itu bukanlah pantai melainkan pelabuhan. Mereka juga bercerita bahwa ada oknum polisi yang meminta identitas mereka. Saat diberikan kartu kunci kamar yang dianggap sebagai identitas, si Polisi angguk-angguk saja lalu meminta uang sebesar 5000 kepada mereka. Denis mengajak Pak Ari dan Pak Zul segera pergi darisana dan menganggap polisi itu seperti angin lalu. Saat mereka kembali ke hotel dan menceritakan perjalanan singkat mereka berjalan-jalan di sekitar hotel kepada Veronique, mereka kena damprat habis-habisan dari Veronique. 

"Gimana kalau kalian semua dideportasi? VISA belum ada di tangan kalian! Jangan berani seperti itu di Kamerun!"

Tapi karena yang kena omel bapak-bapak iseng semua, dianggap angin lalu pula omelan Veronique. Omelan itu berlalu dan berganti pemberitahuan bahwa kami harus berkumpul di ruang meeting jam 6 sore.

Hai Kamerun, kami siap. Saya siap menjejak kaki disini selama satu minggu penuh!


Bandung, 8 Februari 2016





Read More

PASPOR SI KIKI : MENUJU TITIK KECIL DI AFRIKA

Setelah mengunjungi Basillica Cistern, kami diajak untuk kembali ke restoran dan makan siang. Nah, kali ini ini kami diminta memilih antara menu ayam atau sapi. Saya dan Pak Zul pilih sapi, Pak Ari ‘terpaksa’ pilih menu ayam karena mengira kami makan ayam. Hidangan pembuka sudah tersaji di meja kami. Ada salad wortel, mentimun dan entah sayuran apa lagi di mangkok kami. Kecombrang gitu ya? Tapi masa ada kecombrang di Turki? Hahaha. Saya mencoba sesuap dan kapok. Tak cocok dengan lidah katrok saya.

Ceritanya appetizer lunch pertama di Turki
Tak lama setelah itu datanglah hidangan utama, kebab sapi, yihuy! Porsinya sedikit tapi enaaaakk. Kurang sambal sih menurut saya mah, maklum bu biasa makan sambal goreng kentang. Hahaha.

Makaaan gratisaaan~
Setelah makan siang, Burhan (ternyata guide kami namanya Burhan bukan Omar. Saha atuh nya si Omar teh? Maaf pemirsa!) mengajak kami kembali ke bus. Bagi orang-orang yang masih transit lebih dari jam 6 sore ikut bus lain sedangkan sisanya kembali ke Bandara. Saya sempat berbincang dengan orang Korea yang punya bisnis di Iran. Beliau terheran-heran saat tahu kami bertiga akan berkunjung ke Kamerun. Pak, jangankan bapak, saya juga heran loh sebenernya. Haha. Di pikiran saya, keren juga ya bapak-bapak ini bisa business trip ke Iran sebagai konsultan mesin disana. Jalan-jalan agak jauh dari rumah memang selalu penuh kejutan ya.

Ini guide kami di Istanbultour dari Turkish Airlines, Burhan.

Rombongan tur kami berkurang hampir setengahnya. Kami langsung berangkat kembali ke bandara tanpa Burhan karena Burhan melanjutkan tur dengan orang-orang yang tidak ada di bus kami. Melihat burung-burung (entah pelikan, entah burung camar, saya tidak tahu jenisnya) berterbangan dan membuat formasi membuat saya kembali mengucap syukur atas nikmat Allah yang sudah diberikan kepada saya dengan cuma-cuma. Gak pernah nyangka bisa mampir ke negara ini. Melihat saksi bisu sejarah yang dulunya memegang peran penting sebuah negara dan sekarang hanya menjadi objek foto yang juga pelajaran sejarah bagi umat manusia. Karena hidup selalu berputar. Kejayaan tak bisa abadi dipegang.

Sesampainya di bandara, kami langsung mencari Mescit untuk melakukan sholat ashar dan dzuhur. Setelah itu sibuk melihat papan informasi gate. Ternyata gate kami belum dibuka. Kami berjalan-jalan di bandara. Saya sibuk mengikuti Pak Zul bak anak takut kehilangan ayahnya. Kami masuk ke ruangan terbuka yang ternyata smoking area.

Mescit alias mushola di bandara Attaturk

“Hei, kalian nak apa kemari? Ini tempat aku dan orang-orang seperti aku!” seru Pak Zul.

Saya dan Pak Ari tertawa karena baru sadar bahwa itu adalah ruangan merokok di bandara. Oonnya dibawa-bawa sampai Turki sih. Hahaha.

Kami sibuk berjalan dan mendekati Starbuck yang tersebar dimana-mana. Saya dengar kabar bahwa di bandara Attaturk tidak ada koneksi Wifi gratis. SALAH! Ada kok! Saya nemu. Tapi syaratnya adalah mendekat atau bahkan nangkring di Starbuck atau Coffee Nero. Pakai Wifi bernama Wispotter. Di awal kita harus mendaftarkan diri dengan akun Facebook dan mengaktifkan nomor Indonesia (saat itu saya pakai provider IM3 karena kartu 3 saya tidak berfungsi disana). Setelah mendaftar menggunakan akun Facebook dan memasukkan nomor telepon Indonesia, akan ada pesan text yang mengirimkan kode untuk verifikasi. Kalau sudah verifikasi, kita sudah bisa berselancar di dunia maya dengan Wifi gratis.

Selain Wifi gratis, saya juga baca artikel bahwa troli di bandara ini berbayar. Nyatanya tidak seperti itu, ada kok troli gratis.

Entah saya yang memang gratisan hunter atau memang bandara ini sudah lama berbenah dan menjadi lebih baik sehingga banyak fasilitas gratis yang bisa didapatkan oleh para penumpang, yang jelas saat saya di bandara ini, saya menemukan banyak akses gratis.  

Dekat kafe sumber Wifi gratisan berada~
Setengah jam sebelum penerbangan kami, kembali kami telusuri nomor gate, ternyata sudah muncul. Kami berjalan menuju gate yang dipenuhi oleh orang-orang Afrika. Ada sih beberapa orang bulenya, tapi gak banyak. Menurut jadwal penerbangan yang disebarkan melalui email ke setiap champion, kami mempunyai 1 orang champion dari Rusia yang akan berangkat ke Douala bersama-sama dari Turki. Tapi hingga saat itu kami belum menemukan orang Rusia tersebut.

Karena bosan, kami bertiga bermain tebak-tebakan.

“Yuk kita tebak yang mana yang namanya Denis –Denis nama kolega kami-“ kataku.

“Oh, kayaknya yang itu deh,” sahut Pak Zul.

“Yang mana?” tanya Pak Ari.

Pak Zul menyebutkan ciri-ciri lelaki bule yang berdiri di dekat tiang. Kami hampir meyakini itu Denis sebelum ada teteh-teteh bule yang nyamperin orang tersebut dan mereka pergi berdua.

“Yaaaaahhh...salah! Tetot!”

“Oke, tebakan kedua yang itu. Yang pakai baju warna hijau lumut dan bawa koper kecil,” tebakku.

“Orangnya sedang pegang handphone bukan?” tanya Pak Ari.

“Iya. Itu yang jalan ke toilet,” jelasku.

“Coba aku datangi dan kutanya sambil pura-pura ke toilet,” kata Pak Zul sambil berlalu ke toilet.

Pak Zul berpapasan dengan orang itu di pintu toilet lalu masuk ke toilet sedangkan lelaki bule tersebut mengantri di gate sebelah kami. Salah juga! Fyuh!

Kami melihat Pak Zul berakting mencuci muka dan membasahi rambutnya. Saya dan Pak Ari cengengesan melihat tingkah Pak Zul dan tingkah udik kami semua. Di saat yang sama, kami melihat rombongan keluarga sedang ber-tos ria dengan gelas berisi minuman keras. Kami menghela nafas dan mengulum senyum lalu melanjutkan tingkah udik kami itu.

“Jangan-jangan Denis itu ternyata ketinggalan pesawat dan gak ada di bandara sekarang,” celetuk Pak Ari.

Saat kami sibuk memilih target tebakan lainnya, tiba-tiba ada keributan di gate antara penjaga gate dengan salah satu wanita anggota keluarga yang tadi minum di depan kami. Memang ada pemberitahuan bahwa ada delay yang tidak dijelaskan alasannya. Wanita itu mengomel dengan bahasa Perancis dan menjadi pusat perhatian.

“Pak, kita terakhir saja ya masuknya,” kataku pada Pak Zul dan Pak Ari.

“Jangan, Ki. Kita harus masuk duluan. Mereka bawa barang banyak. Kemungkinan kita gak dapat tempat di kabin nanti,” kata Pak Ari.

“Iya, Ki. Sekarang kita ngantri saja deh,” kata Pak Zul.

Sebagai anak bawang, saya ikut saja apa yang diusulkan oleh bapak-bapak itu. Kami ikut mengantri karena petugas Turkish Airlines sudah meminta kami mengantri. Wanita itu masih mengomel tiada henti. Bahkan bapak-bapak yang awalnya komplain kepada petugas sudah berhenti komplain tapi wanita itu tetap tak kehabisan kata-kata dan keluhan! The power of women~

Pesawat kami delay lagi beberapa belas menit. Petugas tidak juga menjelaskan alasan delay. Komplain makin bertaburan.

Untuk mengatasi antrian pemeriksaan boarding pass yang mengular, petugas wanita dari Turkish Airlines bergerilya memeriksa paspor dan juga boarding pass para penumpang. Tibalah giliran saya. Ia tampak keheranan karena tidak ada cap VISA Kamerun di paspor saya.

“Punya VISA?” katanya.

“Belum, saya pakai Visa on Arrival. Tapi ini ada surat menyuratnya,” jawab saya.

Sebelum pergi ke Kamerun, kami diberikan surat keterangan bekerja dari SIC Cacao (cabang Barry Callebaut di Kamerun) dan juga semacam surat pemberitahuan bahwa kami mendapatkan izin untuk Visa on Arrival dari pemerintahan Kamerun. Surat-surat inilah yang saya berikan kepada teteh dari Turkish itu.

Surat saya dibawa, tak lama kemudian diberikan kembali dengan senyuman, “all is OK!”

“Terimakasih,” jawab saya.

Dikarenakan saya menjadi kelinci percobaan, maka Pak Zul dan Pak Ari tidak mendapatkan pertanyaan yang berarti kecuali senyuman dan kata, “OK!”
Menunggu pesawat ke Kamerun sambil tebak-tebakan berhadiah

“Kalian orang Malaysia dan Indonesia dari Barry Callebaut bukan?” tanya seorang bule yang ujug-ujug ada di belakang kami.

“Oalah, kamu Denis?” tanya kami serempak.

“Iya.”

Kami langsung menceritakan kejadian tebak-tebakan tadi setelah mengenalkan diri. Ternyata pesawat Denis delay dan ia baru datang beberapa menit sebelum antrian dimulai. Tebakan Pak Ari nyerempet benar juga ternyata. Kami langsung masuk ke pesawat dan benar saja kabin sudah penuh karena para penumpang yang sudah masuk membawa barang bejibun. Bayangkan saja, setiap orang bawa koper yang sepertinya lebih dari 9 kg! Pokoknya kalau koper jatuh ke kepala saya, saya kutuk mereka semua jadi batu!

Perjalanan ke salah satu titik kecil di benua Afrika dimulai.

Bandung, 8 Februari 2016
Read More

Sunday, January 24, 2016

PASPOR SI KIKI : BERTATAP MUKA DENGAN PATUNG MEDUSA

Tujuan tur selanjutanya adalah Basillica Cistern, yaitu tempat penampungan air di masa Romawi yang bisa menampung sampai dengan 100.000 m3 air TANPA BOCOR! Jaman sekarang mah gentong juga pada bocor! Kabarnya, dulu untuk mengunjungi tempat ini para turis harus menggunakan perahu. Tapi sekarang sudah dibangun jembatan yang bisa mempermudah akses kunjungan para wisatawan dan juga lebih aman untuk selfie-selfie. Di dalam penampungan air ini banyak sekali ikan dalam ukuran jumbo loh!

Basillica Cistern sengaja dibangun untuk memenuhi kebutuhan terhadap air masyarakat sekitar Konstatinopel. Selain itu, tempat ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan supply air Hagia Sophia dan sekitarnya. Pembangunan tempat ini dilakukan (kalau tidak salah) bersamaan dengan pembangunan Hagia Sophia. Air yang terdapat di penampungan air ini berasal dari sungai sebelah utara. Entah teknologi macam apa yang dibuat mereka tapi penampungan ini selalu memiliki supply air yang cukup, tidak kurang dan tidak lebih. Sejak Kesultanan Utsmaniyyah, tempat ini ditutup karena air di tempat ini dikhawatirkan tidak memenuhi syarat air bersih untuk bersuci umat Islam. Tempat ini ditemukan kembali secara tidak sengaja. Ada yang bilang seorang warga Istanbul yang terheran-heran karena ia bisa mendapatkan ikan besar dari bawah rumahnya. Ada juga yang bilang kalau penampungan tersebut ditemukan oleh sejarawan Perancis yang terheran-heran karena melihat warga Istanbul mengambil air dari bawah rumah mereka. Entahlah~

Suasana lembab dan agung sangat terasa saat kami baru memasuki tempat ini. Saya merasa berada di dalam aula besar yang gelap dan megah. Tiang-tiang di tempat ini bergaya Yunani yang memperlihatkan pengaruh Yunani di masa itu. Ada cerita bahwa tempat ini adalah hasil renovasi Kaisar Constantine karena 2 abad sebelumnya penampungan air yang ada rusak karena kebakaran. Tapi saya tidak tahu detail ceritanya.

Ornamen tiang-tiang yang ada di dalam Basillica Cistern sangat khas. Rata-rata ornamennya berbentuk seperti mata dan aliran air dalam waktu yang bersamaan. Saya pernah baca bahwa itu adalah simbol yang digunakan untuk mencegah datangnya kejahatan alias tolak bala oleh orang-orang romawi kuno. Simbol ini juga mudah ditemukan di berbagai oleh-oleh pernak-pernik di Grand Bazaar, Spice Bazaar maupun pedagang emperan jalan.

Kami berjalan di atas jembatan dan mulai menelusuri Basillica Cistern. Saya menebak-nebak dimana kepala Sang Medusa berada. Ternyata di ujung jembatan, ada dua patung medusa yang diletakkan terbalik. Ada mitos yang mengatakan bahwa patung tersebut sengaja diletakkan seperti itu agar tidak ada makhluk hidup yang menjadi batu karenanya. Tapi ada penjelasan yang lebih masuk akal, tiang itu sengaja dibalik karena lebih pas menompang penampungan air tersebut, kalau diletakkan terbalik malah akan membuat penampungan air miring. Sekali lagi, entahlah~

Tiket masuk tempat ini adalah 10 tl, sekitar 50.000 rupiah. Lagi-lagi saya mah dapat gratisan karena ikut tur jadi gak bayar lagi.

Menurut saya, tempat ini adalah tempat yang harus masuk daftar kunjungan ketika mampir ke Istanbul. Saya masih gak habis pikir sih, di abad ke 6-12 kok otaknya udah pada encer-encer gitu ya? Makin kesini manusia itu tambah pinter atau tambah bego sih?


Bandung, 24 Januari 2016
Read More

PASPOR SI KIKI : BERTEMU HAGIA SOPHIA PART II

Omar menjelaskan tentang tanda salib yang seharusnya ada di pintu tapi dikikis sehingga terlihat menjadi seperti garis panjang saja. Ini menunjukkan betapa kaum muslimin saat itu sangat toleran karena kalau mereka mau, mereka bisa mengganti pintu tersebut. Kami juga diberi penjelasan tentang gambar-gambar malaikat, maria, yesus, dll yang ditutup kain atau kaca putih saat Hagia Sophia menjadi masjid. Gambar-gambar tersebut tidak dimusnahkan sebagai bentuk penghormatan terhadap umar Kristen saat itu. Ironisnya, langit-langit Hagia Sophia yang memang berlapiskan emas itu sudah sedikit terkelupas catnya karena sempat dijarah oleh manusia yang tidak bertanggungjawab. Disana juga terdapat banyak pamflet yang sangat informatif tentang kondisi Hagia Sophia pada awalnya dan sejarah yang berkaitan dengannya.

Saat kami diajak masuk kedalam, kami diperlihatkan lekukan di depan pintu gerbang. Lekukan tersebut disebabkan oleh prajurit yang selalu berdiri sigap disana dan membuat tanah yang mereka pijak menjadi lekukan.

Di dalam Hagia Shopia, kami dibuat terkagum-kagum lagi. Meskipun sering melihat dari liputan televisi, tapi rasa takjub melihat seluruh desain interior dalam Hagia Sophia membuat saya tetap mengaga. Keren pisan!

Tulisan Allah, Muhammad, nama-nama khalifah dan cucu nabi Muhammad terpampang jelas disetiap sudut Hagia Sophia. Lukisan Maria dan Jesus yang tadinya ditutupi kain putih terlihat jelas diantar tulisan Allah dan Muhammad. Menurut Omar, waktu pengerjaan Hagia Sophia memakan waktu hingga 5 tahun lamanya dan dome alias kubah Hagia Sophia itu diimpor dari Romawi. Karena sang Kaisar Romawi ingin bangunannya cepat selesai sebelum ia meninggal dunia, maka pembangunan Hagia Sophia bak sopir metro mini di Jakarta, alias dikejar setoran. Kubah Hagia Sophia berkali-kali rubuh karena pemasangan yang terburu-buru. Oleh karena itulah terdapat gambar 2 malaikat yang katanya untuk menjaga kubah Hagia Sophia.

Padahal saya pikir proses pembangunannya memakan waktu hingga 50 tahun loh saking kerennya. Ternyata cuma 5 tahun!

Masih menurut Omar, katanya semua masjid yang ada di Turki mencontek desain Hagia Sophia. Karena ingin menandingi keagungan Hagia Sophia, maka Kesultanan Utsmaniyyah membangun Blue Mosque dekat dengan Hagia Sophia. Tapi nyatanya keindahan Blue Mosque tidak dapat mengurangi keindahan Hagia Sophia. Selain itu, kubah di Hagia Sophia katanya tidak sama sekali berhubungan dengan Islam karena bangunan ini dibangung 40 tahun (eh atau 14 tahun ya?) sebelum kelahiran nabi Muhammad Saw (saya lupa tepatnya). Saya belum cek sih apakah opini tersebut betul atau tidak, menurut saya sih kedua bangunan itu ruar biasa!

Ternyata di dalam Hagia Sophia juga terdapat perpustakaan Sang Sultan Ahmet, selain itu juga ada mimbar yang digunakan imam untuk memimpin sholat di tempat tersebut. Ada juga tempat wudhu yang ada di bagian belakang bangunan ini. Setelah foto sana sini di lantai 1 Hagia Sophia, kami memutuskan untuk naik ke lantai 2. Ternyata tidak ada tangga menuju lantai 2 melainkan jalan menanjak sebagai pengganti tangga. Saya pernah menemukan ‘tangga’ semacam ini di salah satu mall di Jakarta. Tapi kok kepikiran ya aristeknya! Padahal internet juga belum ada pastinya!

Nah, sesampainya di lantai 2, ternyata foto selfie lebih valuable disini karena pemandangan lantai 1 tak kalah indahnya. Saya juga ikut-ikutan selfie demi mengabadikan pengalaman mengunjungi Hagia Sophia. Di lantai dua ini juga terdapat semacam pameran barang-barang antik dan juga kedai oleh-oleh khas Hagia Sophia. Lapak jualan seperti itu juga saya temukan di beberapa titik di Hagia Sophia. Harga barang di dalam museum cenderung lebih mahal ya.

Sampai ke lantai 1, kami melihat sebuah tiang yang bolong dan seorang bapak sedang mengusapkan jempolnya ke sekitar lubang di tiang tersebut. Kabarnya, siapa yang melakukan hal tersebut keinginannya akan terkabul. Karena saya tidak mau terjebak syirik, saya mah berdoa saja ke Allah Swt yang gak perlu diusap-usap sampai berlubang dan termasuk tindakan vandalisme seperti itu.

Ternyata hanya saya, Pak Ari dan Pak Zul yang terlambat datang berkumpul dengan peserta tur lainnya. Mereka membuat tebak-tebakan dimanakah kota Douala berada dan dari manakah asal kami semua. Karena saking lamanya menunggu, saat kami keluar mereka langsung terlihat lega dan bertanya, “Douala itu dimana ya? Kalian asalnya darimana?”

Saat kami jawab, “Douala itu di Kamerun dan kami dari Indonesia dan Malaysia.”

“Ooooo....”

“Mari kita lanjutkan turnya,” sahut Omar menutup tebak-tebakan siang itu.

Lalu kami berjalan menuju tempat dimana patung kepala Medusa berada...


Bandung, 24 Januari 2015
Read More

PASPOR SI KIKI : TURKI JILID I –BERTEMU HAGIA SOPHIA-

Awalnya saya malas menuliskan cerita ini karena foto-foto saya dari memory card kamera saku sudah berpindah ke laptop yang ada di rumah. Hasrat narsis terhambat, semangat nulis berkurang. Benar-benar blogger abal-abal. Hahaha.

Tapi karena takut keburu lupa dengan ceritanya, baiklah saya curcol sampe meluber-luber di blog ini. Keterangan gambar akan di upload di Flickr atau Facebook.

Nah, menginjakkan kaki di Kota Istanbul membuat saya tersenyum cerah ceria sepanjang hari. Kenapa? Karena disini tukang jagung dan kacang saja ganteng badai. Tengok kanan kiri rata-rata para makhluk berjakun yang ada di kota ini berjanggut, kumis tipis dan macung. Lengkap juga dengan tatapan mata yang tajam dan juga bulu mata yang lentik. Postur tubuh mereka beberapa ada yang atletis, beberapa yang lain yaaa buncit-buncit macam om-om gitu. Ada yang tinggi, ada juga yang mini-mini gitu. Intinya, ganteng deh.  Oke skip pembahasan tentang populasi manusia ganteng yang terakumulasi di Turki.

Saya ikut rombongan Tour Istanbul yang disediakan oleh Turkish Airlines. Sebetulnya jadwal tur di hari Jumat adalah mengikuti Bosphorus cruise. Tapi karena saat saya datang adalah musim dingin, maka tur dialihkan ke area Sultanahmet. Peserta tur berasal dari beragam negara, ada yang dari Italia, Cina, Korea, dll. Pak Zul sempet-sempetnya foto-foto dengan turis Italia yang cantik dan sekseh. Emang yaaa cowok mah begitu udah punya anak juga~

Perjalanan kami di Turki tepatnya di area Sultanahmet dipandu oleh Omar, sang guide. Di perjalanan kami menuju Sultanahmet, Omar bercerita tentang sejarah kota Istanbul yang dulunya disebut Kota Konstatinopel di zaman kerajaan Romawi. Kota ini pun terkenal dengan sebutan “The capital of the world”  dan merupakan ibu kota Kekaisaran Romawi, Kekaisaran Romawi Timur, Kekaisaran Romawi Latin dan juga Kesultanan Utsmaniyah (sumber: wikipedia). Yang menakjubkan lagi selama abad pertengahan, Konstatinopel merupakan kota terbesar dan termakmur di Eropa. Wuih. Mantap kan.  

Nama Konstatinopel berganti menjadi Istanbul di masa berdirinya Republik Turki dan menjadi bagian dari reformasi nasional Ataturk. Oh ya, beberapa huruf khusus dalam bahasa Turki tidak ada di komputer saya, jadi mohon maaf kalau tulisannya tidak sesuai dengan ketentuan penulisan yang seharusnya. Nah, Ataturk ini adalah Bapak Turki. Kata teman saya, beliau ini semacam Hitlernya Turki. Tapi jasa Ataturk dikenang dimana-mana. Bahkan di pelajaran Bahasa Turki teman saya disana ada bahasan khusus tentang bapak ini.

Kota Istanbul dikelilingi benteng yang kokoh luar biasa. Sebelum jatuh ke tangan Kesultanan Utsmaniyah, kota ini sering di serang oleh musuh-musuh Romawi, tapi tidak pernah berhasil terjebol bentengnya. Potongan-potongan benteng masih terlihat di sepanjang perjalanan dari bandara ke Sultanahmet. Kota ini adalah kota pelabuhan yang dapit oleh Laut Marmara yang menghubungkan Istanbul bagian Eropa dan bagian Asia, golden horn atau tanduk emas dan juga selat Bosphorus. Jadi terbayangkan betapa strategisnya Istanbul.

Sebelum menelusuri Sultanahmet, kami diajak sarapan dulu di restoran. Saya agak bingung sih ini sarapan atau apa. Menunya adalah roti dengan mentega, lalu ada telur rebus yang ada cap pink-nya. Ada juga tomat kecil-kecil dan buah zaitun. Gue bingung makannya yang mana dulu. Hahaha. Katrok mah gak bisa dimodifikasi ya. Selain sarapan, kami juga disuguhi teh apel khas Turki. Rasanya mirip teh Rosemary yang suka dibikinin ayah saya. Ah, mendadak kangen ayah~

Selesai sarapan, kami berjalan menuju area Sultanahmet alias kota tuanya Turki. Disini walaupun bangunannya vintage, tapi teknologinya ruar biasa loh. Semua pakai sensor. Indonesia kalah parah (setidaknya kabupaten Bandung kalah telak). Tiang pembatas parkir saja pakai sensor. Keren!

Kami diajak mengunjungi lapangan lengkap dengan 3 hippodromenya. Ternyata setiap tiang disini berbeda-beda asalnya. Awalnya ada 13 tiang dan disisakan 3 oleh Kesultanan Utsmaniyyah. Dulunya, lapangan ini adalah tempat diadakannya pertandingan, saya lupa pertandingan balap kuda atau seperti apa. Yang jelas, pemenangnya akan dihadiahi mahkota oleh raja. Omar menjelaskan asal muasal setiap tiang dan arti dari setiap pahatan yang ada di setiap tiang. Salah satu tiang itu sebenarnya berujung kepala ular, tapi dihancurkan bagian ularnya oleh Kesultanan Utsmaniyyah karena di agama Islam melarang semua barang yang menyerupai makhluk hidup seperti patung, gambar, dll.

Nah, kami ditunjukkan Blue Mosque, mesjid berminaret enam yang menjadi ikon Turki selain Haghia Sophia. Tapi karena mendekati waktu sholat Jumat, maka tidak diperkenankan untuk mengunjungi mesjid tersebut. Kami langsung beranjak ke Haghia Sophia.

Museum ini memang sangat menakjubkan. Saya gak habis pikir ada manusia yang sudah sedemikian canggihnya di abad ke-12. KEREN PISAN! Mulai dari gagah dan kokohnya bangunan, hingga detail ornamen yang cantik luar biasa. Tiket masuk ke museum ini adalah sebesar 30 tl. Karena kami peserta tour gratis, maka kami tidak perlu mengantri dan bayar. Disini Omar membagikan alat komunikasi dan menjadikan boarding pass kami sebagai jaminannya. Kami diminta mendengar penjelasan Omar selama 15 menit dan dipersilahkan untuk eksplorasi museum sampai dengan 13.30.


Haghia Sophia awalnya merupakan gereja Ortodhox yang kemudian berubah menjadi gereja Katholik (kalau tidak salah) dan kemudian berubah lagi menjadi masjid di jaman Kesultanan Utsmaniyyah. Rumah ibadah ini akhirnya menjadi museum dan menjadi situs sejarah pertama yang disahkan oleh UNESCO di dunia. Kata Omar sih alasan pengubahan fungsi tempat ini cenderung politis. 

(to be continued, ceileh~)

Bandung, 24 Januari 2015
Read More

Saturday, January 23, 2016

TIPS APPLY E-VISA TURKI

Sebenarnya tidak perlu tips yang terlalu banyak untuk membuat aplikasi visa Turki. Cukup kunjungi websitenya (alamatnya bisa googling dengan kata kunci “e-visa turkey”) dan isi data diri dengan lengkap. Setelah itu lakukan pembayaran menggunakan kartu kredit. Saya tidak punya kartu kredit. Tapi saya punya teman (tepatnya suhu travelling) yang mempunyai kartu kredit. Cara membayar dengan metode ini adalah: berikan link pembayaran kepada teman yang akan membayar, jangan lupa berikan nomor paspor atau nomor referensi aplikasi visa kita. Setelah dilakukan pembayaran, VISA bisa didownload dari laman pembuatan e-visa atau dapat juga diunduh melalui email. Pembuatan VISA bisa dilakukan berkelompok secara sekaligus, namun batasan jumlah orang dalam setiap kelompoknya saya lupa. Aplikasi VISA anda akan otomatis terhapus bila tidak ada pembayaran lebih dari 48 jam. Jadi, untuk anda yang mau mencoba membuat VISA Turki agar tidak penasaran, bisa dicoba dulu sebelumnya.

Oh ya, VISA Turki itu single entry, artinya kita perlu apply lagi jika ingin keluar masuk Turki lebih dari 1 kali. Mohon dipertimbangkan agar tidak mengajukan VISA di satu hari yang sama. Teman perjalanan saya: Pak Ari, sempat tertahan tidak bisa masuk Turki karena beliau apply 2 VISA dalam 1 hari yang sama. Komputer membaca bahwa VISA Pak Ari sudah dipakai saat kami mengikuti tur gratis (saat transit 13 jam) jadi tidak bisa digunakan kembali. Setelah berargumen cukup lama dan menjelaskan ini itu kepada banyak pihak, beliau bisa masuk ke Turki. Agar hal ini tidak terjadi kepadamu, luangkan saja waktu untuk mengajukan aplikasi VISA di hari yang berbeda.


Bandung, 23 Januari 2016
Read More

PASPOR SI KIKI : MENUJU TURKI JILID I


Judulnya sok iyeh banget ya? Hahahaha. Bodo amat ah, biar sensasional~

Acara Water for Life Cocoa Study Tour diselenggarakan pada tanggal 9-16 Januari 2016, tapi saya dan Pak Ari (champion dari Makassar) harus berangkat dari tanggal 7 Januari 2016 karena perjalanan kami menuju Kamerun memakan waktu 2 hari perjalanan. Mengapa begitu lama? Karena waktu transit kami di Turki memakan waktu 13 jam alias seharian! Jadi tanggal 7 Januari 2016 jam 8 malam berangkat dari Cengkareng dan sampai di Turki sekitar jam 5 pagi. Ada perbedaan waktu kurang lebih 4 jam antara Indonesia dan Turki (Indonesia lebih awal 4 jam). Penerbangan Jakarta-Istanbul memakan waktu sekitar 12-13 jam perjalanan. Jadi masuk akal kan 2 hari perjalanan menuju Kamerun?

Dari Indonesia pun perjalanan saya sudah seru. Saya berencana berangkat ke bandara Soekarno Hatta di Tangerang sana sekitar jam 10 pagi. Tapi karena sepertinya terlalu pagi, maka saya mundurkan hingga jam 2 siang. Ibu saya dan Darwin sampai di gang kosan sekitar jam 2 siang dan masih sempat jajan tongseng Pak Kumis yang membutuhkan waktu jajan + makan kurang lebih setengah jam. Saya pribadi was was karena dulu saat berangkat ke Belgia saya hampir terlambat karena macet parah di Tol Cikampek. Ternyata perjalanan kami lancar jaya kecuali di depan gedung MPR. Waktu menunjukkan pukul 17.30 dan saya masih cukup jauh dari bandara. Ketar ketir sudah pasti karena saya tahu harga tiket Jakarta-Istanbul gak bisa saya ganti sekejap mata kalau-kalau tertinggal pesawat.

“Ki, sudah sampai mana? Early boarding loh. Disana mau ada badai katanya,” begitu bunyi pesan singkat yang Pak Ari kirimkan kepada saya.

Saya gelisah dan berulang kali cek peta di Waze. Mulut saya komat kamit berdzikir. Memang setiap kesempitan itu selalu membuat manusia lebih dekat pada Tuhan ya. Ya Allah, tolooooong, jangan lama-lama macetnyaaaa!

Clingg!

Doa saya terkabul. Tak lama kemudian lalu lintas beranjak lancar. Doa anak sholehah emang tok cer! Haha.

Lolos dari kemacetan ternyata membuat kami tidak awas pada plang informasi yang bertebaran sepanjang jalan. Darwin salah belok dan membuat waktu terulur percuma. Untungnya hanya salah belok ke parkiran sebelum belokan ke terminal 2, coba kalau malah masuk ke terminal 1 atau 3, bisa-bisa ngamuk Hayati, Bang!

Singkat cerita, jam 18.10 kami sudah sampai di bandara. Hanya ibu yang mengantar saya ke dalam. Darwin mencari tempat parkir.

“Ki, sudah sampai mana? Minimal 18.30 sudah di bandara ya.” Pesan dari Pak Ari lagi.

Ibu yang melihat saya gelisah langsung menyuruh saya masuk ke dalam untuk cetak boarding pass. Tapi sebelum itu ibu bilang, “teh, kita foto dulu dong. Minta bapak-bapak itu saja fotoin dulu.”

Jiaaaaaahhhh. Mamake sempet aje ngajakin narsis!

Tapi karena memang dasarnya narsis itu ada di dalam darah saya yang notabene berasal dari darah ibu saya juga, akhirnya saya minta teteh-teteh yang nangkring di pinggir saya untuk mengambil gambar sok imut kami. Akhirnya saya berpisah dengan ibu.  Anw, saya sampai kisbay kisbay jijay gitulah pokoknya mah. Geli juga kalau diinget-inget. Hahaha.

Sesampainya di meja check in, saya ditanya-tanya banyak hal. Tapi mata saya tersangkut pada kartu Miles & Smiles Turkish Airlines.

“Ini boleh minta gak?” tanya saya sambil menunjuk kartu itu.

“Oh, mbak mau? Boleh kok. Sini daftar sekalian.”

Saya diberikan formulir dan mengisi form tersebut.

“Ini bisa digunakan untuk maskapai Turkish, Singapore Airlines, dll yang satu grup. Nanti mbak bisa dapat banyak keuntungannya.”

Saya manggut-manggut sok ngerti. Di otak saya ini mungkin seperti BIG di Air Asia. Tapi tiba-tiba saya teralihkan pada gantungan tas Turkish Airlines dan bertanya, “ini boleh diminta juga?”

“Boleh mbak. Ambil lebih dari satu juga boleh.”

Cihuy!

Selesai mendapatkan boarding pass, saya langsung menghubungi Pak Ari yang ternyata masih ada di musholla. Saya menuju musholla dan ternyata Pak Ari sudah di pintu imigrasi. Bak setrika saya kembali lagi ke pintu imigrasi dan bertemu Pak Ari.

“Ki!” panggil Pak Ari.

Saya menengok dan menyapa balik. Saya cukup terheran-heran mengapa beliau bisa kenal saya. Tapi setelah bertanya ternyata beliau hanya mengira-ngira saja dari tingkah riweuhnya saya. Aduh mak, pantes gue single lama. Riweuh teuing sih ya~

Tempat duduk kami di pesawat sejajar. Saya duduk di depan Pak Ari dan disebelah saya teteh bule cantik yang gak tahu darimana. Teteh itu terlihat tidak mau diganggu dan diajak ngobrol, jadi saya gak berani ngajak ngobrol juga. Selain itu, bahasa Inggris saya kan belepotan, nanti dia semakin ngantuk kan saya jadi gak enak #ngeles

Sekitar 2 jam setelah take off, pramugari dan pramugara sudah berkeliling dengan gerobak dorong yang isinya makanan dan minuman. Sebelumnya, mereka membawakan handuk panas untuk lap muka. Saya paling suka fasilitas ini di pesawat. Handuk panasnya itu benar-benar panas dan membuat segar muka. Mungkin karena saking numpuknya minyak di muka, saya merasa segaaaaarrr setelah lap muka. Tapi sayang, di Turkish penumpang harus mengembalikan handuk itu ke atas nampan. Bayangkan saja, saya numpuk handuk diatas tumpukan handuk lainnya. Tumpukan handuknya sempat jatuh dan jatuh ke pangkuan sayaaaaa. Gimana kalau di handuk itu ada iler oraaaang? Hikshiks. Kalau di Emirate, handuk bekas diambil oleh flying attendant (FA) dan dimasukkan ke dalam plastik besar, jadi tidak jatuh-jatuh.

Oh ya, pesawat saya type Airbus A330. Untuk saya, pesawat ini oke punya. Ruang kakinya juga cukup lebar dan FAnya cukup ramah. Ada salah satu penumpang yang menurut saya sih rese banget. Pertama, setelah FA mengambil handuk, si mbak yang duduk di seberang saya tiba-tiba manggil pramugari minta ngecharge powerbank. Pesawat kami tidak dilengkapi dengan fasilitas tersebut, jadi si pramugari harus bawa powerbank mbak itu untuk di charge di ruangan mereka. Setelah itu dia tiba-tiba minta minuman hangat. Lalu minta ini minta itu dan lain-lain. Mbak itu juga bolak-balik ke kamar mandi. Intinya rusuh banget. Mas-mas disampingnya sampai terheran-heran. Saya? Ngelirik bentar dan tidur lagi~

Dari segi makanan juga Turkish cukup enak. Walaupun rasanya mirip dengan maskapai lainnya: gak berasa. Tapi makanannya cukup hangat. Saya punya pengalaman buruk minum jus di pesawat. Di Emirate saat perjalanan ke Belgia, saya minta jus jeruk. Dampaknya, tenggorokan saya gatal dan saya gak tenang sepanjang perjalanan. Oleh karena itu saya selalu minta air saat ditanya mau minum apa. Sampai-sampai mbak pramugarinya penasaran, “do you want another beverage or drink?” karena saya selalu minta “water” dan “water”.

Sampai di Turki, kami bolak balik mencari tempat sholat tapi tidak ketemu, ternyata kami harus keluar menuju Passport Control atau menuju ke tempat transfer flight untuk menemukan Mescit atau mushola. Semua tulisan berbahasa Turki yang menurut saya lucu-lucu karena tidak tahu cara baca dan artinya. Dengan mudah kami menemukan Mescit. Di Attaruk Havalimani alias Attaruk airport, toilet wanita dan pria berbeda begitupun tempat wudhunya. Kalau melihat tempat wudhu di Turki saya jadi ingat teman saya Hopsah Ali yang selalu saya ejek karena berwudhu sambil duduk seperti nenek-nenek pada umumnya, tapi disini, seluruh tempat wudhu bentuknya begitu. Jadilah saya menjilat ludah saya sendiri, wudhu seperti nenek-nenek.

Selesai sholat kami menuju Danisma alias pusat informasi dan bertanya lokasi hotel desk dari Turkish Airlines tempat kami mendaftarkan diri untuk ikut Tour Istanbul (tur gratis dari Turkish Airlines yang saya ceritakan di tulisan sebelumnya). Kami menyerahkan boarding pass kepada petugas yang ganteng dan diminta menunggu hingga jam 9 pagi lalu berkumpul di Starbuck yang tepat berada disamping desk tersebut.  

Disini kami bertemu Pak Zul, champion dari Malaysia. Kami menjaring wifi dan menguasai colokan listrik bersama-sama lalu Pak Ari dan Pak Zul pergi untuk sarapan sedangkan saya menemui Nabillah, host saya di Turki untuk perjalanan selanjutnya. Tepat jam 9 pagi kami berkumpul di meeting point yang sudah disetujui dan langsung berangkat menuju bis yang ada di luar bandara. Kau tahu, saat itu suhu di Istanbul adalah 5 derajat celcius. Keluar bandara hawa dingin-dingin empuk langsung menyapa. Ya, kami siap menjejakkan kaki di Istanbul!


Bandung, 23 Januari 2016




Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)