Tuesday, December 29, 2020

Hanya Teori

Dulu, orang hebat itu adalah orang-orang yang mengeluarkan teori. Teori psikoanalisa oleh Sigmund Freud, teori relativitas dari Einstein dan teori-teori lainnya. Makin kesini, mengutarakan teori dianggap sampah. Padahal membuat teori itu tidak mudah. Bayangkan saja proses berpikir dimana kita bisa sampai kepada kesimpulan lalu berasumsi dan membuat teori. Teori ini nantinya akan divalidasi melalui penelitian dan juga berbagai pembuktian. Belum lagi ketika teori baru itu bertolak belakang dengan teori lama yang banyak pendukungnya. Ah, membayangkannya saja sudah rumit, apalagi membuatnya. 

Sekarang, yang penting orang membuat karya nyata. Karya nyata yang biasanya berbentuk benda. Padahal teori dan membuat benda maupun karya sama-sama sulitnya. Sama-sama membutuhkan waktu yang lama. Sama-sama membutuhkan kita untuk berpikir secara mendalam dan menyusun bukti-bukti secara perlahan. 

Semakin lama orang akan semakin mudah mengungkapkan pendapatnya. Dimana salah dan benar selalu ada pendukung yang saling menyalahkan satu sama lain. Membuat perbedaan terlihat tak berarti dan harus diluruskan. Padahal, berbeda tak selalu salah. Bertolak belakang tak perlu saling menyerang.


Teori terdengar seperti bukan karya, padahal ia adalah karya pikiran yang jarang dilakukan oleh orang sembarangan. Hanya orang-orang yang berkeyakinan kuat, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan mampu untuk meluangkan waktunya untuk menyimpulkan apa yang ada dipikirannya.

Banyak dari para pemikir sekarang dianggap selalu ada diatas menara gading. Tak tersentuh. Tak berkontribusi pada masa depan yang lebih baik. Padahal banyak perubahan didasari oleh pemikiran sederhana yang mendalam.

Walau kini teori sering kali disandingkan dengan kata "hanya", tapi berteori membuat kita berpikir dan memproses fakta-fakta yang ada disekitar. Hanya teori, satu frasa yang diperuntukkan bagi orang-orang yang ngomong doang, ngerjain kagak. Membuat para cendikiawan terlihat mengambang dan tak ada di dunia nyata.

Menurutku, teori bukan kata benda yang pantas disandingkan dengan hanya karena teori adalah bentuk karya yang mungkin saja sekarang terlihat tak nyata. 


Bandung, 29 Desember 2020


Read More

Thursday, December 24, 2020

Cita-cita

Dulu saat masih kecil sangat mudah menyebutkan cita-cita. Tidak pernah ada beban apa yang diucapkan harus sesuai dengan kenyataan. Menyebutkan cita-cita seperti menyebutkan makanan kesukaan. Mudah, lugas dan seringkali lebih dari satu. Saat kecil rasanya mungkin menjadi apapun. Orang tua cenderung selalu mendukung dan mengamini apa yang diucapkan. Bisa menyebutkan "ingin menjadi dokter" saja sudah membuat orang tua bangga. 

Tak pernah ada waktu untuk memikirkan dengan matang apa yang bisa kita sebut sebagai cita-cita. Hidup berjalan begitu saja. Ada yang dipaksa untuk menjadi profesi tertentu, ada yang berjalan mengikuti alur yang membawanya, ada juga yang kebingungan dan hilang arah, entah mau jadi apa kedepannya. 



Cita-cita kita seringkali merupakan manifestasi dari cita-cita orang tua, begitupun orang tua kita, banyak dari  mereka yang hidup untuk menghidupkan cita-cita dari kakek nenek kita. Ada yang sukarela mengikuti, ada juga yang memberontak dan melawan demi mengikuti kata hati. 

Saat menjadi dewasa, kita mulai sadar bahwa cita-cita tak semudah itu diucapkan. Akan ada runtutan pertanyaan yang menghadang apalagi jika tidak sesuai dengan harapan. 

Mengejar cita-cita juga kadang penuh zona abu-abu. Standar ketercapaiannya tidak jelas sepenuhnya. Setiap orang bisa mendefinisikan terpenuhinya cita-cita dengan macam-macam cara. Cita-cita pun bergeser dari profesi menjadi aktivitas nyata yang mudah dicapai sekejap mata. Dari mulai jalan-jalan ke luar negeri sampai makan apa hari ini. Cita-cita yang dulu terlihat agung, sekarang mengerdil dan semakin sederhana. 

Tapi seberapa penting sih cita-cita?

Kata orang, gantungkan cita-cita setinggi langit. Jika jatuh, ia akan tersangkut di bintang-bintang. Tapi kenapa harus setinggi itu? Kenapa harus mencari ancang-ancang untuk jatuh?


Bandung, 24 Desember 2020


Read More

Saturday, August 22, 2020

Drama VISA Schengen : Telat Masuk = Telat Datang = Pengajuan VISA BATAL

Tahun 2019, saya kembali dapat kesempatan untuk ikut training di Aalst, Belgia. Disana ada kantor pusat untuk salah satu unit bisnis perusahaan tempat saya bekerja. Agar bisa ikut dalam pelatihan tersebut, saya harus mengurus VISA Schengen di kedutaan Belanda, karena tidak ada kedutaan Belgia di Indonesia. Ada banyak perbedaan dibandingkan dengan pengurusan VISA di tahun 2014.

Di tahun 2014, saya harus datang ke kedutaan besar Belanda, sedangkan di tahun 2020, saya cukup datang ke kantor VFS di mal Kuningan City. Beberapa berkas juga berbeda. Kini, saya diminta untuk mempersiapkan terjemahan kartu keluarga dan KTP dalam Bahasa Inggris. Dulu gak ada syarat itu seingat saya. Saya juga diminta untuk menyediakan fotokopi paspor full, seingat saya dulu tidak perlu. Tapi entahlah, sudah 5 tahun berlalu saya jadi kurang ingat juga bagaimana pastinya. 


Tahapan pertama, baiknya kamu mengunjungi lama VFS di link ini. Disana kamu harus mengisi formulir pengajuan visa. Jika sudah, akan ada daftar dokumen yang harus disiapkan olehmu. Jika ingin liburan, biasanya visa yang diajukan adalah visa jangka pendek, bisa single entry, bisa juga multiple entry.

Tahapan kedua, mengatur janji temu untuk pengajuan visa. Di website VFS juga dapat dilakukan pembuatan janji temu, yang mana kita harus datang ke kantor VFS untuk menyerahkan berkas-berkas, wawancara, perekaman biometrik dan pembayaran visa. 

Di tahapan kedua inilah saya melakukan kesalahan (lagi). Cerita pembuatan visa saya sepertinya penuh dengan kebodohan saya yang terungkap. Kali ini, saya tidak melihat janji temu yang saya buat dengan seksama. Janji temu yang saya buat itu jam 11.00 WIB. Sedangkan saya mengira, memiliki janji temu di 11.30 WIB. Padahal saya sudah datang dari jam 10.00 WIB. Sial banget kan fufufufu. Peraturannya menyebutkan bahwa kalau kita telat 15 menit, maka kita dianggap tidak datang dan pengajuan janji temu dibatalkan. Artinya, saya tidak bisa mengajukan visa di hari itu dan harus menunggu 2 minggu lagi. Gimana? 

Setelah berdebat dengan security dan saya meyakinkan dia bahwa saya ada di depan kantor mereka selama menunggu, saya tetap tidak diperkenankan masuk kantor di hari itu. So sad :(

Sampai akhirnya saya diminta bertemu dengan salah satu pegawai VFS yang handle pengajuan VIP. Beliau menjelaskan kalau mau tetap mengajukan di hari tersebut, maka saya bisa mengambil slot setelah jam 2 siang, jika slot pembuatan visa masih ada (ya pasti ada wong saya gak jadi masuk karena telat -_-). Untuk mengambil slot tersebut, kita harus menambah biaya sekian ratus ribu. Saya lupa pastinya. Kita juga bisa mendaftar menjadi pengurusan VIP dengan lounge terpisah dan tidak ngantri, tapi harus bayar lagi sekian juta.

Saya yang bimbang langsung menelepon atasan saya minta kebijakan beliau. Beliau sarankan untuk mengambil slot diatas jam 2 siang karena kantor saya tidak jauh (di Sudirman), jadi saya bisa pulang ke kantor dulu.

Saya kembali lagi ke KunCit jam 13.30 WIB dan diminta si bapak pegawai tadi untuk foto dulu karena saya juga lupa belum menyiapkan foto. HAHAHA.

Setelah memenuhi janji temu saya dan pemeriksaan berkas sudah dilakukan, saya bisa pulang dan memantau progress visa melalui SMS dan juga website VFS. Kurang lebih sekitar 3-5 hari visa sudah bisa diambil. 

Tahapan ketiga, mengambil paspor yang sudah ditempeli visa. Saya kembali datang ke kantor VFS untuk mengambil paspor dan visa. Jika sudah diambil, artinya tahanya pembuatan visa sudah selesai!

Ada beberapa tips yang saya mau sarankan untukmu: 

  1. Periksa berkas yang diwajibkan untuk dibawa beberapa kali, baiknya kamu gunakan ceklis yang ada di formulir aplikasi visa sebagai acuan
  2. Siapkan beberapa copy dokumen, karena meskipun tidak diminta di dalam list, tapi ada beberapa dokumen yang tiba-tiba diminta rangkapannya oleh petugas. 
  3. Pastikan jam janji temu sesuai dan jangan telat lebih dari 15 menit ya!
  4. Siapkan uang cash untuk membayar visa. Mereka tidak menerima pembayaran menggunakan kartu. Biayanya bisa di cek di VFS
  5. Pastikan foto yang kamu bawa 80% muka. Kamu bisa foto di VFS, biayanya sekitar 50-60rb 
Karena Covid-19, banyak perjalanan yang terbatalkan. Negara-negara Eropa juga masih belum membuka penerbangan dan kunjungan dari wisatawan Indonesia. Walaupun demikian, semoga tulisan ini bisa membantu saat kamu bisa jalan-jalan lagi ke Eropa. Stay safe ya! 


Jakarta, 22 Agustus 2020


Read More

Saturday, July 11, 2020

Berkembang


Di awal pertama kali bekerja, saya selalu berpikir bahwa berkembang itu hanya tentang skill. Bertambahnya kemampuan, koneksi dan keterampilan dalam melakukan sesuatu. Suatu hari saya dikirim ke luar negeri untuk training. Ketika saya pulang, rasanya cukup terkejut kalau banyak orang beranggapan gaji saya akan naik drastis. Padahal, bertambahnya skill, belum tentu bisa menambah pemasukan (walaupun idealnya demikian).

Hidup semakin lama semakin sulit, adik saya bertambah lagi yang kuliah. Jadi penghasilan yang disisihkan untuk keluarga lebih banyak lagi, sedangkan pemasukan masih segitu-gitu saja. Lalu saya bertemu dengan beberapa rekan kerja yang setiap harinya selalu mengeluhkan tentang gaji. Sialnya, saya terkontaminasi. Setiap hari jadi merutuk. Setiap hari serasa semakin membusuk.

Hingga suatu saat, saya merasa tidak nyaman dengan diri saya sendiri. What's wrong with me?

Rasanya ada yang salah dari apa yang saya pikirkan tentang berkembang dan gaji. Saya rasa saya bukan pohon yang terus menerus merutuk tapi tidak bisa mengubah apa yang saya ubah. Lalu saya mencoba mencari pekerjaan lain. Datanglah hari itu, hari dimana saya dapat offering dari perusahaan lain. Kenaikannya cukup signifikan, 40% dari gaji yang sekarang. Pastinya penawaran tersebut juga plus minus ya. Ada yang kurang, ada juga yang lebih. Saya mengajukan resign. Tapi atasan saya melakukan counter offer dan menurut saya itu menarik. Menarik karena selain gaji saya naik, saya juga akan dilibatkan dalam berbagai project di lokal maupun regional, sesuatu yang saya pernah saya dapatkan dulu namun berhenti beberapa saat.



Lalu saya pindah lokasi kerja ke Jakarta. Tidak ada rekan-rekan yang setiap hari saya dengar misuh-misuh karena merasa gajinya terlalu lusuh. Hidup saya lebih tenang. Walaupun saya tahu apa yang saya dapatkan sekarang dibawah standar Jakarta pada umumnya. Tapi saya merasa lebih bersyukur. Entah karena gaji yang menurut saya sudah cukup (walaupun tidak besar) atau karena saya sekarang seatap dengan suami atau karena saya tak mendengar keluh kesah yang membuat saya resah. Saya tidak tahu alasannya.

Pindahnya saya ke Jakarta, diiringi dengan banyaknya perubahan organisasi di kantor di Bandung di kemudian hari. Banyak orang yang di-counter offer, dipromosikan dan juga diperluas area kerjanya. Rata-rata orang-orang tersebut adalah orang yang saya kenal dan tak segan bercerita bahkan bertengkar. Sejak pergantian role dan tentunya besaran nominal gaji yang mereka dapatkan, mereka cenderung lebih menerima perusahaan dengan baik. Kasarnya, mereka jadi tidak lagi misuh-misuh karena gaji yang lusuh. Ah, mungkin gaji memang mempengaruhi sikap seseorang kepada perusahaan.

Tapi agak berbeda dengan suami saya. Ia misuh-misuh bukan karena gajinya lusuh, tapi karena ia merasa semakin bodoh. Ia merasa bahwa dirinya selalu mengerjakan hal-hal yang sama dan tidak berkembang secara keterampilan. Kami merasa bahwa uang yang ia dapatkan dari pekerjaan cukup untuk kehidupan kami, tapi pekerjaannya tidak bisa memenuhi 'kehausannya' dalam menerima tantangan, kesulitan dan perkembangan cara berpikir. Over-rewarded, mungkin itu bahasa kerennya. Suami saya mencari pekerjaan lagi dengan tujuan keterampilan dan kemahirannya bertambah. Ia takut jika dengan ketimpangan yang terjadi antara pendapatan dan keterampilan tersebut membuatnya tidak kompetitif di kemudian hari. Menarik juga.

Satu sisi saya 'besar' dalam kondisi kerja dimana orang-orang merasa skill mereka mumpuni dan berbanding negatif dengan pemasukan yang mereka terima. Di sisi lain orang terdekat saya malah merasa pemasukannya lebih besar daripada pekerjaan dan skill yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut. Keduanya sama-sama tak puas. Keduanya sama-sama misuh-misuh.

Lalu saya berasumsi bahwa berkembang bukan saja dari segi keterampilan, tapi juga pendapatan. Namun bukan hanya pendapatan, tapi juga keterampilan. Saat ini saya merasa pendapatan saya setara dengan keterampilan. Tidak besar, tidak kecil. Cukup saja. Tapi apa serunya jika tidak berkembang?

Dibandingkan terus berharap gaji naik dengan skill yang tetap sama, akhirnya saya memutuskan untuk mengembangkan skill saya terlebih dahulu agar lebih laku di pasar kerja. Siapa tahu kan kapan-kapan bisa jadi karyawan dari reputable companies? Who knows!

Jakarta, 11 Juli 2020
Read More

Thursday, June 11, 2020

Siklus Rekrutmen & Seleksi


Sebagai seorang Rekruter, seringkali keluarga saya bingung dengan pekerjaan yang saya lakukan.

"Teh, ai kerjaan teteh teh apa?" tanya adik saya.
"Ya, banyak," jawab saya singkat.
"Iya ngapain aja itu teh?" tanyanya lagi.
"Nyeleksi orang yang mau masuk kerja salah satunya," jawab saya berharap tak ada pertanyaan lagi.
"Wah, enak dong. Kan yang mau kerja banyak. Tinggal pilih. Udah deh selesai kerjaannya," komentarnya.

Matamu enak.

Buat kamu-kamu yang tidak pernah terbayang kerjaan Rekruter, mari sini saya ceritakan sedikit. Siklus rekrutmen dimulai jika ada permintaan atau kebutuhan penambahan orang di perusahaan. Bisa saja penambahan orang, bisa juga penggantian. Tidak semua orang yang meminta penambahan pekerja itu benar-benar tahu apa yang mereka inginkan.

"Ki, cari yang pinter ya," pinta seorang atasan.
"Pinter itu definisinya gimana, bu?" tanya saya.
"Yang cerdas gitu. Ada inisiatifnya. Gak diam saja kalau ada masalah. Aktif bertanya kalau mereka gak tahu. Berani salah." jawabnya panjang lebar.
"Emm..bu, itu bukan pinter. Itu inisiatif, problem solver, communicative and willing to learn new things," celetuk saya.
"Ah, sama aja!"

Bayangkan orang seperti ini gak cuma satu dua, sayangku. Banyak yang minta klasifikasi A, dikasih yg A- gak mau, dikasih A+ ketinggian expected salarynya. Pusing akutu.

Setelah adanya permintaan dari atasan, lalu saya mempublikasikan lowongan. Dalam satu lowongan, bisa jadi ada 1000 orang yang mendaftar. Saya gak bohong, Ferguso. Ada seribu orang yang daftar. Bahkan ada yang nembus 1 lowongan 2500 aplikasi. Gak kebayang sih sama perusahaan sekelas Unilever, Google, dll. Berapa banyak aplikasi yang masuk ke mereka setiap harinya. Bisa-bisa mabok oe kalo handle sendiri. Haha.

Itu baru pelamar, belum yang shortlisted atau terpilih dari tampilan CV yang mereka miliki. Lalu belum lagi pelamar titipan dari lingkungan sekitar. Ada titipan Pak RT lah, titipan Pak Lurah lah, titipan manager PT sebelah lah, titipan Disnaker lah, titipan anu, itu dan sebagainya.

Saya pernah di SMS oleh Pak RT sekitar pabrik saat ada kandidat yang ditolak karena tidak sesuai dengan kualifikasinya.

"SALAM. SAYA KETUA RT 001 DARI DS. XXX TEMPAT DIMANA PABRIK ANDA BERDIRI. KENAPA XXX TIDAK LOLOS SELEKSI? ANDA ITU HARUS SADAR KALAU ANDA PENDATANG! HATI-HATI YA ANDA!"

Gak persis gitu sih SMSnya, tapi ya kurang lebih begitu. Lalu teman saya ada yang didatengin ke kontrakan dan ditawari besaran sejumlah uang untuk meloloskan salah satu kandidat. Tindakan yang sangat melukai sisi integritas yang kami pegang teguh-teguh. Tapi itulah yang terjadi.

Dari sekian banyak kandidat itu, saya sortir berdasarkan apa yang mereka tampilkan di CV. Itulah sebabnya CV yang baik dan jelas itu penting. Gak harus alay atau heboh desain segala rupa. Yang penting jelas isinya. Jelas apa yang dikerjakannya dan bisa ditemukan kesamaannya dengan apa yang kita butuhkan di perusahaan. Kalau gak diminta portofolio ya gak usah ngemodal banyak-banyak untuk bikin portofolio fisik. Nanti malah ngutruk udah modal gede-gede kok gak diterima. Cari cara melamar kerja yang membutuhkan sedikit modal awal seperti kertas, amplop, fotokopi, foto, dll.

Setelah ditemukan calon-calon yang berpotensi, maka dilakukan beberapa verifikasi dengan interview, tes, dll. Kalau benar-benar cocok dan sesuai dengan budaya perusahaan, keterampilan yang dimiliki dan SELERA DARI HIRING MANAGER (posisi yang menjadi atasan orang yang akan bekerja), maka lanjut ke tahapan offering.



Sebagai gambaran, tahapan interview itu bisa saja lebih dari 2x. Oleh karena itu waktu rekrutmen untuk 1 posisi kisarannya sekitar 1 bulan-3 bulan dan tak terhingga (kalau gak nemu-nemu kandidat). Dari 1000 pelamar tadi, hanya 2-5 orang yang bisa lanjut sampai ke interview final. Dan hanya 1 orang saja yang diterima oleh perusahaan.

Persaingan lolos rekrutmen dan seleksi di perusahaan itu memang seperti persaingan para sperma menuju indung telur. Banyak yang berguguran. Banyak yang tidak bisa menembus dinding indung telur dengan sempurna. Bahkan, sebagaimana jabang bayi, ada juga yang keguguran atau gugur di masa percobaan atau kontrak pertama karena satu dan lain hal.

Itu baru 1 posisi ya, bayangkan kalau ada 10 posisi yang muncul secara bersamaan. Tiada hari tanpa interview dan tiada hari tanpa diteror kandidat maupun atasan. Sialnya, walaupun sudah sekuat tenaga mencari kandidat yang cocok, atasan seringkali dengan mudah bilang, "those candidates are rubbish." dan kandidat dengan mudah bilang, "Apaan sih HR perusahaan ini, pas butuhnya aja gercep. Giliran gak diterima kok gak ada kabar." Padahal di awal interview sudah disampaikan kalau 14 hari tidak ada undangan ke tahapan selanjutnya artinya tidak lanjut proses seleksinya alias tidak terpilih.

Ah, rupa-rupa lah cerita rekrutmen dan seleksi mah. Tapi dari sekian banyak interview, ada juga interview yang menurut saya menyenangkan. Yaitu saat bertemu dengan kandidat-kandidat yang mudah beradaptasi, punya ide inovasi dan perubahan yang unik dan cerita-cerita mereka tentang bagaimana mereka menyelesaikan sebuah masalah. Banyak sekali kandidat yang sangat rendah hati walaupun sudah memiliki pengalaman puluhan tahun lamanya. Banyak juga yang dengan lembutnya menolak undangan untuk melamar dengan bahasa yang sopan walaupun beliau-beliau sudah ada di level senior manager. Mengingatkan saya tentang cara untuk menerapkan ilmu padi dimana tetap merendah ketika berisi.

Singkat cerita, siklus rekrutmen dan seleksi itu unik untuk setiap posisi. Ada posisi yang cepat sekali terisinya. Ada juga yang puluhan purnama gak keisi-keisi juga. Silkus rekrutmen itu dimulai dengan siklus saling memohon: kandidat memohon untuk dipanggil seleksi, rekruter memohon pada hiring manager untuk memilih salah satu dari sekian banyak kandidat yang diajukan, hiring manager memohon pada rekruter untuk meminta kandidat lain sebagai pembanding. Lalu diakhiri dengan siklus kelegaan: kandidat lega karena akhirnya lolos seleksi dan pindah kerja, rekruter lega karena akhirnya satu posisi bisa terisi, dan hiring manager lega karena beban kerjanya akan berkurang dan dibantu lagi oleh seseorang.

Tapi sialnya akhir rekrutmen tidak selalu menyenangkan. Ada kandidat yang menolak masuk kerja di hari pertama. Ada juga perubahan organisasi secara tiba-tiba. Ada kandidat yang bertahan tapi ternyata kinerjanya tidak memuaskan. Ada kandidat yang hanya bertahan beberapa bulan lalu cabut lagi untuk kerjaan lainnya.

Intinya, rekrutmen & seleksi itu ibarat cerita tanpa ending story. Kita tidak bisa tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Jadi, apa enak jadi rekruter? Emmm...Mayan lah~




Read More

Monday, May 18, 2020

Menjadi Tua


Menjadi tua artinya pernah menjadi muda. Pernah bergelora dengan idealisme menjadikan Indonesia lebih baik lagi. Pernah tanpa takut menggugat keputusan-keputusan yang diputuskan oleh satu pihak, baik diputuskan oleh kampus, orang tua bahkan atasan sendiri. Hingga akhirnya kita menjadi tua. Kita kemudian sadar bahwa hal-hal yang dulu kita lakukan sungguh kekanak-kanakan.

Menjadi tua bagi wanita menumbuhkan banyak standar yang tiba-tiba harus dipenuhi mereka satu persatu. Sebagai gadis muda, standar usia pernikahan menjadi tolak ukurnya. Sebagai pengantin baru, standar memiliki anak dianggap lumrah saja. Sebagai ibu muda, standar anak gemuk, sehat, suka makan dan berkembang pesat sudah dianggap wajar. Sebagai wanita bekerja, standar kantor dan terpenuhinya kebutuhan keluarga menjadi standar ganda yang tak bisa dielakkan satu dan lainnya. Belum lagi tuntutan untuk terlihat tetap cantik, bersih dan menarik. Sibuk sekali hidup menjadi wanita.



Sedangkan laki-laki jarang sekali dituntut untuk menjadi imam yang benar. Jika mereka selingkuh, bukan sikap brengsek mereka yang disalahkan. Istrinya yang disalahkan. Istrinya dipertanyakan atas kemampuannya menjaga keluarga dan merawat suami. Jika para suami tidak bisa ngaji dan mengimami sholat, istrinya diminta maklum dan diajak belajar bersama. Jika suaminya tidak bisa bekerja, istrinya yang bekerja harus tetap melakukan aktivitas rumah tangga. Bahkan jika suaminya ada keterbatasan pada sistem reproduksinya, banyak suami yang menjadi lebih brengsek lagi daripada biasanya. Padahal, jika para istri yang seperti itu, para suami dengan mudah meminta izin nikah lagi demi mendapatkan keturunan. Sungguh, menakutkan.

Menjadi tua membuat saya sadar bahwa banyak hal yang saya pikir membosankan saat kecil adalah hal yang menyenangkan di masa dewasa dan masa tua. Seringkali saya merindukan bermain tanpa keluar uang. Berlomba menjadi rangking 1 di kelas. Ikut banyak acara khusus anak-anak. Sibuk ikut les selepas jam sekolah. Jalan kaki jauh dan menamai perjalan itu dengan petualangan, padahal hanya beli jajanan di warung yang lebih jauh daripada biasanya. Menjadi tua membuat saya merindukan masa-masa kecil saya.

Menjadi tua juga membuat saya menerima beban tambahan sebagai anak yang harus berbakti kepada kedua orang tua. Disebut berbakti banyak definisinya, salah satunya adalah membantu tercapainya mimpi pendidikan adik-adik dan memberikan bantuan finansial kepada orang tua. Banyak orang tua yang tidak ingin melihat anak perempuannya bekerja. Padahal banyak dari anak perempuan itu tidak pernah mampu menjual sesuatu dengan baik. Banyak pula dari anak perempuan itu menjaga semangat hidupnya tetap menyala dengan menyalurkan perhatian dan waktu pada pekerjaannya. Banyak dari anak perempuan itu ingin terus bisa memberi kepada orang tua mereka. Tapi seringkali wanita yang bekerja dianggap hina. Mereka dianggap mengabaikan keluarga. Saat mereka mendapatkan promosi, seringkali mereka terima omongan nyinyir dari wanita lainnya. Dukungan tak pernah cukup untuk perempuan yang bekerja. Karena itu, menjadi tua membuat saya tahu bahwa saya harus mampu menyemangati diri saya sendiri.


Jakarta, 18 Mei 2020
Read More

Thursday, April 23, 2020

Spoiler : Reply 1988


Reply 1988 (Hangul응답하라 1988RREungdabhara 1988) adalah serial televisi Korea Selatan tahun 2015 yang dibintangi oleh Lee HyeriPark Bo-gumRyu Jun-yeolGo Kyung-pyo, dan Lee Dong-hwi.[1][2] Drama ini adalah drama yang menghangatkan hati yang berlatar belakang pada tahun 1988, tentang lima keluarga yang hidup di lingkungan yang sama di Distrik DobongSeoul Utara.[3] Menurut sutradara Shin Won-ho, tema "suami misteri" lainnya termasuk, seperti pendahulu-pendahulunya Reply 1997 dan Reply 1994.[4] Three Families Under One Roof, yang diputar dari tahun 1986 hingga 1994 di MBC, menginspirasi drama ini.[5]

Itulah kurang lebih kutipan dari Wikipedia tentang serial drama Korea Selatan berjudul Reply 1988. Drama tentang kehidupan 5 keluarga di Ssangmundong, Seoul, Korea Selatan.  Dari 5 keluarga itu, ada 5 orang anak yang menjadi sahabat dari kecil hingga dewasa. Tapi drama ini bercerita kehidupan mereka saat SMA kelas 2 di tahun 1988. Film diawali dengan penjelasan 5 orang pemeran utama yang saling bersahabat dan tempat mereka tinggal. Mereka itu adalah Deok Soon, Choi Taek, Jung Hwan, Sun Woo, dan Dong Ryong.

Saat itu, di Korea Selatan pendidikan menengah pertama dan menengah atas (SMP & SMA) dipisahkan antara sekolah laki-laki dan perempuan. Di episode-episode awal banyak menceritakan tentang aktivitas sehari-hari mereka di rumah maupun di sekolah masing-masing. Selayaknya remaja pada umumnya, Jung Hwan, Sun Woo dan Dong Ryong bermain sepak bola, bolos untuk nonton film di bioskop dan kenakalan ala remaja lainnya. Sedangkan Deok Soon diceritakan sebagai anak gadis yang bodoh dan malas belajar. 

Ketika mereka berada di rumah, mereka selalu berkumpul di kamar Choi Taek, seorang pemain Go muda yang terkenal. Di mata mereka, kamar Taek adalah basecamp ternyaman dan teraman karena ayah Taek tidak pernah usil masuk ke kamarnya dan cenderung tidak pernah marah-marah seperti kebanyakan orang tua yang ada di drama ini. 

Durasi setiap episodenya cenderung panjang: 1 jam 30 menit dan ada 20 episode. Mabok kan nontonnya wkwkwk. 

Pada setiap episode selalu ada yang berbeda. Di Episode 1, cerita yang diangkat adalah cerita dimana Deok Soon selalu disisihkan karena ia anak perempuan kedua di keluarga. Kakaknya Sung Bo Ra adalah gadis yang sangat pintar dan bisa diandalkan. Adiknya, Sung No Eul adalah satu-satunya anak lelaki di keluarga. Deok Soon tidak pernah ingin ulang tahunnya dirayakan bersamaan dengan ulang tahun Bo Ra, tapi orang tuanya tidak punya cukup uang untuk merayakan ulang tahun mereka berdua secara terpisah. 

Reply 1988

Dalam satu episode, cerita lucu, menegangkan, mengesalkan dan membuat haru selalu jadi satu. Bila di drama lain kita sudah tahu apa yang akan terjadi di 15 menit terakhir sebuah episode, di drama ini tidak demikian. Selalu ada yang bisa berubah, tiba-tiba muncul atau menghilang dalam setiap episodenya. Di drama ini, semua orang disana sepertinya menjadi tokoh utama karena kisah hidup mereka diceritakan dengan perlahan satu persatu.

Seperti drama seri Reply lainnya, di Reply 1988 juga kita akan menebak-nebak siapakah suami sang pemeran utama wanita. Dalam seri Reply 1988, kita harus mencocokkan ciri-ciri suami Deok Soon dengan ciri-ciri yang muncul sedikit demi sedikit dalam setiap episode. 

Jika saya diminta untuk merekomendasikan drama KorSel oleh teman, saya akan merekomendasikan Reply 1988 untuk ditonton. Walaupun pilihan suami saya untuk Deok Soon meleset, tapi saya dan suami tetap baper nonton seri drama Reply 1988. Dari 1-10, saya beri nilai 9.5!


Read More

Wednesday, April 22, 2020

Review : Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982


Menjadi ibu rumah tangga bukanlah mimpi Kim Ji Yeong, seorang wanita muda kelahiran 1982. Buku yang akhirnya diangkat menjadi film ini kerap kali menuai kritik dari warga Korea Selatan tapi memanen banyak penghargaan di luar negeri. Film ini bercerita tentang sesosok wanita bernama Kim Ji-Yeong dan diskriminasi yang dialaminya dari kecil hingga dewasa. Namun ternyata film dan buku agak berbeda menceritakan kisah Ji Yeong secara mendalam. Di buku, semua konflik yang mendasari kejadian dan cara bersikap Ji Yeong cenderung lebih mendetail dan berkaitan. Sedangkan di dalam film, Kim Ji-Yeong terlihat nelangsa dan sengsara bila mengingat kejadian demi kejadian yang ia alami di masa muda. 

Bahkan, film dan buku memiliki akhir cerita berbeda. Jika di dalam film Ji-Yeong berakhir bahagia, tidak dengan di dalam buku. Di dalam buku akhir cerita seperti menyimpulkan cerita itu sendiri, apalagi kalimat terakhir dari Psikolog yang merawat Ji Yeong. 

Kim Ji Yeong Lahir Tahun 1982

Di dalam buku ini saya merasa penulis sedang membandingkan ketahanan mental dari ibu dan anak. Ibu Ji-Yeong bukanlah wanita yang datang dari keluarga berada. Ia kerja keras membanting tulang untuk menyekolahkan anak laki-laki di keluarganya. Tapi semua keberhasilan anak laki-laki tidak pernah disematkan pada Ibu Ji-Yeong. Peran wanita seakan diabaikan disana. Beruntung, Ibu Ji-Yeong kuat mentalnya. Ia bisa menghadapi semua kesulitan yang ia hadapi dengan lapang dada dan berani mengungkapkan pendapat maupun perasaannya kepada suaminya (ayah Ji-Yeong). Berbeda dengan Ji-Yeong yang cenderung selalu merasa tertindas dan tak berdaya. Ji-Yeong tidak memiliki 'kekuatan mental' seperti ibunya. 

Secara plot, buku ini menarik karena menceritakan dengan gamblang kondisi Korea Selatan di era tahun 80-an. Tapi cara penyampaian kisahnya menurut saya kurang menarik. Sangat naratif dan terlalu banyak fakta-fakta yang seakan dipaksakan untuk dijelaskan di dalam cerita. Hal ini membuat saya merasa sedang membaca esai bukan karangan non-fiksi. Namun, sisi informatif ini juga berguna bagi saya yang tidak tahu bagaimana kondisi pada saat itu di Korea Selatan sana.

Dari pemilihan kata, karena novel ini adalah novel terjemahan, diksi yang digunakan tidak terlalu menarik bahkan cenderung biasa-biasa saja. Namun memang membaca buku terjemahan seringkali membuat 'rasa'nya berbeda. 

Walaupun masih ada kekurangannya, buku ini cukup dapat dijadikan referensi untuk memahami setitik budaya Korea Selatan dari sudut pandang kesetaraan gender. Penulisnya Cho Nam-Joo adalah sarjana Sosiologi dari Universitas Wanita Ewha, jadi cara Nam-Joo menerangkan setiap tokohnya sedikit banyak menceritakan latar belakang keilmuan sosial yang ia miliki. Dari 1-10, saya rasa buku ini ada di nilai 7. Review ini saya akhiri dengan kutipan ucapan dari Ibu Kim Ji Yeong yang sedang mengomeli suaminya. 

"Tak bisakah kau berhenti mengoceh tentang bantuan? Kau membantu dalam urusan rumah tangga, membantu membesarkan anak, membantu urusan pekerjaanku. Memangnya rumah ini bukan rumahmu? Memangnya keluarga ini bukan keluargamu? Anak ini bukan anakmu?" (Mi Sook - Ibu Kim Ji-Yeong)
Read More

Wednesday, April 15, 2020

Review- Little Women (2019)



"Women, they have minds, and they have souls, as well as just hearts. And theyve got ambition, and theyve got talent, as well as just beauty. Im so sick of people saying that love is just all a woman is fit for. Im so sick of it!" (Jo March)

Menjadi wanita selalu tidak mudah, entah itu di jaman dahulu atau jaman serba maju seperti sekarang ini. Wanita selalu identik dengan kecantikan. Ambisi, keterampilan dan kepuasan jiwa seringkali berkonotasi jika disandingkan dengan wanita. Wanita seringkali dirasa 'hanya pantas' untuk hal-hal yang berbau keluarga, anak-anak, suami, dan cinta pada lelaki. Itulah yang dirasakan oleh Jo March, anak kedua dari empat bersaudara yang ada di film ini. 

Film ini bercerita tentang kehidupan Meg, Jo, Amy dan Beth yang beranjak dewasa. Mereka dibesarkan oleh orang tua yang sangat peduli kepada sesama dan memiliki ibu yang berpikiran luas. Mereka berempat adalah pribadi yang hangat dan akrab satu sama lain. Meskipun hubungan Jo dan Amy tidak terlalu baik, tapi secara keseluruhan hubungan emosional empat orang kakak beradik itu sangatlah kuat.

Little Women (2019)

Cerita Meg banyak diisi dengan pesta-pesta dansa yang diikutinya untuk mencari jodoh. Cerita Jo penuh dengan ambisinya menjadi berbeda dan kreatif. Tak lupa cerita kedekatannya dengan Laurie, tetangga kaya yang menawan. Kisah Amy penuh dengan keinginannya menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang berbeda dari kondisinya sekarang. Sedangkan Beth hanya berkisar kesukaannya terhadap musik, kepeduliannya terhadap sesama dan kondisi tubuhnya yang selalu tak baik. 

Ini bukan hanya drama keluarga, tapi juga percintaan masa dewasa awal yang amat menawan. Ending yang ciamik dan tidak bisa diprediksi sebelumnya membuat saya ikut patah hati. Percakapan antar pemerannya serasa mengalir dan natural. Baju-baju yang digunakan sangatlah cantik dan memperlihatkan perbedaan kelas ekonomi yang jelas.

Meskipun cerita tentang Jo lebih dominan dibandingkan cerita saudaranya yang lain, tapi saya puas dengan penampilan Saoirse Ronan di film ini. Awalnya memang agak khawatir karena saya kurang suka dengan film Lady Bird yang dibintangi olehnya, tapi akhirnya saya menyukai Saoirse dibandingkan Emma Watson yang tidak menonjol dalam film ini. 

Kalau kamu punya waktu senggang dan ingin nonton drama tapi tidak menye-menye, sepertinya film ini bisa jadi salah satu pilihan. 
Read More

Saturday, April 4, 2020

Spoiler - Money Heist


I hate serials. Gue males ketagihan karena merasa ada yang kurang kalau nonton gak sampai selesai. Tapi setiap kali ada kesempatan minta rekomendasi film apa yang perlu gue tonton dari temen-temen, selalu keluar beberapa judul serial. Entah itu serial Korsel, Jepang, Amerika, dll. Kali ini, karena suami gue ada paket Netflix yang bisa dipake barengan, gue coba nonton salah satu serial dari Spanyol: Money Heist. Yes, filmnya tentang pencurian uang di Percetakan Uang Negara Spanyol. 

Menariknya, setelah nonton 4 sesi, gue baru tau kalau serial ini adalah serial yang gagal di Spanyol. Rating MH melonjak di episode pertama, menurun dan terus menurun hingga episode terakhir di sesi kedua. Akhirnya, serial ini harus gulung tikar dan berakhir. Berakhir dengan bahagia tentunya :)

Tiba-tiba, Netflix datang ke tim MH dan menawarkan film tersebut tampil di Netflix. Film itu muncul di katalog film-film Netflix tanpa promosi. Tidak seperti serial Kingdom 2 yang selalu muncul iklannya setiap gue nonton youtube. MH muncul dalam senyap.

Tak lama setelah rilis, para pemain MH dibanjiri followers baru di Instagram. Tiba-tiba akun mereka naik jumlah followersnya dalam sekejap. Lalu Netflix meminta mereka untuk 'merampok' lagi. Sesi 3 dan 4 muncul dan dunia mulai gila serial Spanyol bernama Money Heist. 

Ceritanya lumayan unik. Alurnya cenderung lambat. Film yang menyatukan genre laga dan romantis. Penuh penjelasan atas setiap tahapannya. Film ini tentang sekumpulan rampok yang dipimpin oleh Profesor. Pria misterius yang tidak diketahui latar belakangnya. Ia mengajak orang-orang dengan skill tertentu dan ia latih selama 5 bulan di sebuah rumah di pedesaan Spanyol. Profesor menjelaskan setiap langkah yang harus mereka lakukan. Ia juga membekali pengetahuan hal-hal penting yang terkait dengan aksi mereka. Para perampok ini mempelajari banyak hal, mulai dari ilmu dunia kedokteran, hukum dan tentunya ilmu yang bisa membantu kejahatan mereka. 

Sejujurnya secara tekstual, mereka tidak mencuri uang di percetakan uang negara, mereka 'hanya' memproduksi uang mereka sendiri secara ilegal. Semua ini didalangi oleh Profesor dan dieksekusi oleh kelompok bernama kota: Tokyo, Rio, Moscow, Denver, Helsinki, Oslo, Nairobi dan Berlin. 

Money Heist
Sebagaimana film romantis dari barat, film ini sarat dengan adegan intim, mesra dan lenguhan-lenguhan wanita. Entah apa yang ada dipikiran para perampok itu, kok sempet lagi rampok malah ML. Padahal dalam ketentuan perampokan mereka, ada sebuah protokol: tidak boleh saling mengetahui kehidupan pribadi satu sama lain dan tidak boleh ada hubungan emosional antar perampok. Tapi apa boleh dikata, Profesor juga memakan ucapannya sendiri. Ia jatuh cinta pada Inspektur Raquel Murillo, seorang negosiator dari kepolisian yang baru cerai dari suaminya karena kasus KDRT. 

Banyak hal tidak sesuai dengan rencana awal. Hubungan emosional merusak semua rencana yang tidak boleh ada improvisasinya. Tapi mereka bisa membereskan itu semua. Dengan kabur melalui terowongan yang menyambungkan bank dan hangar Profesor, semua uang yang mereka curi bisa diselamatkan. Sayang disayang, ada beberapa anggota yang nantinya meninggal.

Itu baru cerita tentang sesi 1 dan 2 dari serial Money Heist. Sesi 3 dan 4 beda lagi. Mereka melakukan pencurian untuk sebuah misi: menyelamatkan salah satu anggota geng rampok yang disiksa oleh pemerintah Spanyol. Akan ada banyak nama kota atau personel tambahan di sesi 3 dan 4. 

Menurut gue, dari 1-10, MH ada di level 8.5 walaupun gue sangat terganggu dengan adegan-adegan erotis selama film. Tapi masih untung sih, banyak obrolan yang tidak penting saat scene bercinta dilakukan. Jadi masih aman untuk di skip. Karena Netflix tidak menyediakan fitur menaikan kecepatan fram film, jadi ya harus rutin klik 10 detik forward untuk mempercepat scene-scene yang terlalu melankolis, dramatis dan menjemukan. 

Dibalik kesuksesan serial Spanyol ini, Money Heist menimbulkan dilema. Ada beberapa aksi kejahatan di Spanyol diinspirasi oleh film ini. Ada perampokan bank, perampokan atm, dll. Simbol-simbol yang digunakan dalam film ini pun laris di pasaran. Topeng dali, wearpack merah serta lagu Bella Ciao seringkali dijadikan simbol perlawanan di berbagai negara di dunia. Hal ini menarik, karena ternyata banyak orang menghayati resistensi atau perlawanan sebagai wujud perilaku yang ideal. Padahal, belum tentu begitu. 

Menonton MH membuat saya berpikir, jika saya punya uang 1juta Euro, akan saya belikan apa ya? Ada usul?


Read More

Monday, March 30, 2020

Bandung-Bali-Lombok via Darat (Part 2)


29 Desember 2019

Sehari sebelumnya, secara impulsif saya, suami dan Nana memutuskan untuk pergi ke Lombok menggunakan pesawat karena mobil terlalu penuh untuk perjalanan panjang Bali-Lombok. Baby Mecca ikut serta dalam mobil, jadi kami pikir akan lebih lowong isi mobil jika kami bertiga bisa berangkat terlebih dahulu. Tiket pesawat Bali-Lombok cukup murah, sekitar 300rb/orang. Katanya, kalau tidak mendadak bisa dapat 400rb PP Bali-Lombok. Kami menggunakan maskapai Wings Air. Ini kali kedua saya menggunakan pesawat ATR. Deg-degan poll. 

Sebelum pergi ke bandara, kami memutuskan untuk main dulu ke Pura Luhur Uluwatu. Biaya masuknya 25k/orang untuk turis domestik. Saran saya, untuk main ke tempat wisata ini kalau bisa datang di sore hari atau pagi hari. Disana cukup terik dan membuat pusing saking panasnya. Tapi pemandangan dari atas tebing luar biasa indah sekali. Setiap orang yang masuk ke dalam Pura harus menggunakan kain dan dianjurkan untuk melepas semua barang yang menggantung termasuk kacamata. Ditakutkan barang tersebut di ambil oleh monyet yang tinggal disana. 

Kami disana hanya sekitar 45 menit lalu buru-buru pergi ke bandara dan terbang ke Lombok. Sedangkan keluarga yang lain menuju Pelabuhan Padang Bai untuk berlayar ke Pelabuhan Lembar, Lombok. 

Sesampainya di Lombok, kami langsung menuju ke vila yang ada di Sengigi, Lombok. Dengan menggunakan taksi bandara dengan harga 200k. Saya lupa mencatat nomor bapak taksinya. Tapi kalau mau naik taksi, tinggal keluar dari bandara dan menyebrang sedikit. Nanti banyak marketing taksi di sebelah kanan yang menawarkan jasanya. Sedangkan biaya menyebrang dari Padang Bai ke Lembar adalah sebesar 917rb/mobil (tidak bayar lagi perorangan) untuk 4-6 jam pelayaran (tergantung cuaca). 

The Haven - Senggigi
Untuk vilanya kami booking disini dengan harga 45 USD/malam. Fasilitasnya lumayan bagus. ada 2 kamar tidur lengkap dengan AC dan kamar mandinya. Ada area lesehan dengan kasur single tambahan. Ada juga sofa bed, tv xiaomi smart tv, wifi, dapur dengan isi kompor listrik, water heater pot, rice cooker, kulkas dan alat makan. Pastinya, ada kolam renangnya juga dong. Haha. Kalau mau ke pantai Senggigi yang tidak dirawat, bisa dengan berjalan kaki. Tapi kalau mau area yang bagus ya perlu menggunakan mobil. Sayangnya, vila ini tidak menyediakan water dispenser. Untung saja ada Indomaret terdekat yang bisa meminjamkan galon tersebut.

Hari pertama kami di Lombok, langsung mencoba Ayam Taliwang dan Pecak Kangkung khas Lombok. Enaaaaakkk. 

Rombongan yang menggunakan mobil baru sampai rumah jam 12 malam karena mereka mampir dulu untuk pesta duren. Oh ya, selama perjalanan Bali-Lombok di hari itu, kami isi bensin 1x full tank.

30 Desember 2019

Hari kedua di Lombok kami tujukan untuk snorkeling. Setelah riset dari berbagai sumber, snorkeling di area Gili Kedis, Nanggu dan Sudak lebih sepi dibandingkan dengan Gili Trawangan, dll. Selain itu harganya lebih murah juga. Untuk 1 perahu berisi 11 orang (bayi tidak dihitung) harganya cuma 350rb SEPUASNYA. Saya ulangi yaa SEPUASNYA. Selain itu, sewa alat snorkeling hanya dihargai 50rb/orang. Kalau mau beli roti untuk mengundang para ikan yang berenang itu, kamu bisa beli roti di warung sekitar sebelum berlayar. Harganya 10rb/bungkus roti tawar yang isinya banyak itu. Oh ya, ada biaya retribusi setiap pulau sebesar 50rb/perahu. 

Kami mengawali agenda snorkeling di Gili Nanggu. Perahu akan parkir ke pulau dan kita bisa mulai snorkeling dari pinggir pantai. Ikan disana besar-besar dan warna warni. Seru banget!

Auliya Family di Gili Nanggu
Setelah 1 jam berada di Gili Nanggu, kami memutuskan pindah ke Gili Kedis. Ikannya lebih kecil-kecil tapi tetap asyik untuk snorkeling. Terakhir saya snorkeling itu ke Pulau Harapan, dan saya gak bisa menikmatinya karena sibuk ketakutan wkwkwkwk. Sekarang, sudah mulai terbiasa kaki tidak napak di pasir. Kami segera pindah karena hujan mulai turun. 

Kami mampir ke Gili Sudak untuk makan disana. Seperti halnya di tempat wisata, biaya makan melambung cukup tinggi. Kurang lebih makan siang kami berharga 700rb-an.

Bagi teman-teman yang mau sewa perahu, bisa kontak Mas Izer (+62 878-6402-4686) ya. 

Setelah puas berenang, kami pulang ke vila. Kami mampir untuk beli ikan bakar yang berjajar di pinggir jalan. Kami beli juga Pecak Kangkung yang enak itu.

31 Desember 2019

Hari terakhir kami di Lombok, kami menuju Gili Trawangan. Di Gili Trawangan, mobil kami masuk ke parkiran pelabuhan Bangsal. Lalu kami mencari kantor pembelian tiket yang letaknya sungguh tidak strategis. Tempat wisata se-terkenal ini pengaturannya masih jelek. Kalau tidak salah harganya 17-25rb per orang. Saya lupa tepatnya berapa. Tiket yang kami dapat ada warnanya. Jadi nanti orang-orang harus menunggu petugas memanggil warna tiket mereka. Saat itu kami dapat tiket warna biru. Setelah menunggu sekitar 45 menit. Akhirnya kami dipanggil untuk masuk ke perahu. Perjalanan memakan waktu kurang lebih sekitar 1 jam. 

Sesampainya di Gili Trawangan, kami berpencar. Ada yang minum kopi di kedai pinggir jalan, ada yang sewa sepeda. Saya termasuk orang yang menyewa sepeda. Harga sewa 1 jam adalah 50rb dan sehari 100rb. Karena kami tidak akan lama disana, jadi saya sewa untuk 1 jam.

Setelah transaksi dilakukan, saya baru ingat ternyata saya gak bisa mengendarai sepeda di tempat ramai. WKWKWKWKWKW. Kebodohan yang sangat haqiqi. Akhirnya saya berbagi sepeda dengan adik saya yang lainnya. 

Sepedaan di Gili Trawangan
Tak lama setelah kecapekan bersepeda (padahal cuma dibonceng), kami memutuskan untuk pulang kembali ke vila karena langit mulai mendung. Harga tiket pulang dari Gili Trawangan sama dengan harga tiket berangkat. Bedanya, di harga tiket berangkat, ada biaya retribusi pulau sebesar 7rb (kl saya tidak salah ingat). Intinya, riset saya tentang harga tiket ke Gili Trawangan itu salah besar. Saat saya kesana, tidak perlu menaiki Cidomo atau dokar untuk sampai ke Pelabuhan Bangsal. 

Sesampainya di pelabuhan Bangsal, kami jajan sempol ayam dulu dan langsung pergi ke vila. Setelah mengambil barang-barang yang kami tinggal di pos security, kami pergi ke bandara untuk berpisah. Selama di Lombok, kami hanya mengisi bensin 2x full tank karena tempat yang kami kunjungi tidak banyak. 

Penutup

Awalnya, saya merencanakan perjalanan dengan sangat padat. Bahkan 4-5 tempat dalam sehari. Nyatanya, Bali sangat macet dan jalan kecilpun ada lampu merah. Membuat kami malas untuk bepergian jauh-jauh dan ke banyak tempat. Perjalanan darat yang panjang dan berdempetan membuat mood kami buruk. Selain karena rombongan besar itu sangat sulit diatur, tapi juga banyak konflik yang terjadi selama perjalanan. Mudah-mudahan nanti ketika perjalanan umroh keluarga kami lebih sabar lagi menghadapi satu sama lain. Amin. 

Biaya total yang saya hitung dengan banyaknya tempat itu sekitar 15jtan (12jt perjalanan & 3jtan untuk penginapan) untuk trip 7 hari (25 Des-1 Jan) dan 11 orang peserta perjalanan. Kami mencoba menghemat dengan masak sendiri dan membawa bahan makanan sendiri. Sepertinya semua total pengeluaran tidak sebesar yang dianggarkan di awal. Tapi saya tidak menghitung detail karena sempat terpisah dan memilih moda transportasi yang berbeda di perjalanan pulang. Selain itu banyak hal yang tidak sesuai dengan rencana. Tiba-tiba beli tiket pesawat ke Lombok, tiba-tiba gak jadi berkunjung ke tempat A, B, C, D, dst. Jadi, mudah-mudahan biaya yang saya sampaikan di setiap bagiannya bisa membantu ya.

Akhir kata, kalau mau coba lihat itinerary yang saya buat, bisa klik disini ya. Semoga membantu dan selamat jalan-jalan!


Read More

Sunday, March 29, 2020

Bandung-Bali-Lombok via Darat (Part 1)


Perjalanan ke Bali dan Lombok via darat ini memang perjalanan yang sangat amat impulsif, tapi memberikan kenangan cukup indah bagi saya dan keluarga. Bayangkan, 9 orang dewasa, 2 anak remaja dan 1 bayi menggunakan 1 mobil APV tahun 2008! Nekat dan terlalu ambisius ya kayaknya. 

Saat pergi ke Bali, kami berpencar. 3 orang menggunakan pesawat dan sisanya menggunakan mobil. Anak bayi dan orang tuanya pergi ke Bali menggunakan pesawat. Sedangkan sisanya empet-empet-an di dalam mobil. 

26 Desember 2019

Kami berangkat dari Bandung jam 05.00 WIB dengan isi mobil 9 orang dan barang-barang. Duksek pisan kalau bahasa baratnya mah. Tapi karena memang niatnya liburan, ya berangkat masih happy lah ya. Kami menggunakan jalan tol dari Majalengka hingga Surabaya. Kami juga berhenti beberapa kali di beberapa rest area dan beberapa daerah. Mulai dari beli tahu sumedang di Sumedang, berhenti di Semarang, Ngawi, Surabaya, dan Situbondo. Melewati seramnya hutan Banyuwangi dan akhirnya menyebrang ke Pulau Bali. Total perjalanan sekitar 30 jam. Kami berhenti di salah satu masjid di Bali untuk tidur sejenak dan sarapan.

Biaya tol Bandung-Bali sekitar 900rb, untuk bensinnya kalau tidak salah sekitar 5x isi full tank. Biaya menyebrang dari Banyuwangi ke Bali adalah 159rb/mobil (tidak bayar lagi perorangnya) untuk 45 menit pelayaran.

27 Desember 2019

Sampai di Bali, kami langsung menuju vila yang kami pesan. Harganya murah 31 USD/malam. Fasilitasnya 3 kamar tidur dengan kamar mandi di dalam, AC, 2 handuk dan alat mandi. Selain itu ada dapur, kolam renang pribadi dan Wi-Fi. Isi dapurnya juga lengkap. Ada microwave, rice cooker, kulkas, kompor dan alat makan lainnya. Bahkan mereka nyediain minyak goreng, garam dan penyedap rasa. Entah sisa tamu sebelumnya atau bukan. Hahaha. Ada TV kabel, tempat parkir yang luas dan ruang tamu yang mayan oke. Untuk saya dan sekeluarga sih, oke banget. Walaupun ada kurang-kurangnya, tapi tidak menutup semua kelebihannya. Buat yang mau cek, mungkin bisa coba klik link ini atau kontak Mas Yoga (+62 812-3657-8156). Atau kamu bisa cari dengan kata kunci "Peaceful 3 bedroom house in sanur (private pool)."

Hari pertama di Bali, kami terjebak macet parah dan panjang. Selain itu, saat kami datang adalah hari baik dimana upacara kematian dan pernikahan ramai-ramai dilakukan di Bali. Walhasil, kami hanya bisa main ke 1 tempat saja, yaitu Air Terjun Kanto Lampo. Biaya masuknya 25k/orang. Ini cukup mahal dan salah waktu, karena ternyata hari besok malah upacaranya free untuk semua orang. Oh ya, ada tempat untuk beli pop mie, kelapa muda dan kopi yang murah. Yang jualnya ibu-ibu dan selalu menyapa bule-bule dengan kalimat, "hi, how are you? coconut water?" 

Pokky di Air Terjun Kanto Lampo

Malamnya, kami menjemput adik saya, istrinya dan bayi mereka di bandara. Kami menghabiskan waktu di jalan yang sangat sangat macet itu. Sesampainya di vila, jebur lagi aja untuk menyenangkan hati dan pikiran karena tidak banyak tempat yang kami datangi di hari pertama. 

28 Desember 2019

Semua anggota keluarga dan peserta perjalanan sudah lengkap. Hari kedua orang tua saya main ke Pasar Sukawati sedangkan saya dan beberapa adik pergi duluan ke Pantai Kuta. Kami menghabiskan waktu di Pantai Kuta sampai siang. Disana hanya bayar parkir saja 10k/mobil. Kami makan di KFC dekat Pantai Kuta dan langsung lanjut ke Pantai Pandawa. Saya dapat info kalau pantai ini tidak ada biaya retribusi, tapi ternyata salah. Biaya masuk per-orangnya sekitar 15-25k/ orang. Detailnya saya lupa. Selain itu ada biaya parkir 10k/mobil. Di sana ada wahana kano yang bisa disewa 35k/orang/jam. Pantainya luar biasa panas. Toilet umunya buruk sekali. Gak ada yang bersih dan berfungsi. Setelah foto-foto kami langsung cabut ke destinasi selanjutnya. 

Narsis di Pantai Kuta
Ah ya, kami mampir untuk sholat dulu di area oleh-oleh dekat gerbang menuju pantai. Kalau mau beli tas khas bali, bisa di Pantai Pandawa atau di tempat oleh-oleh dekat gerbangnya, karena cenderung lebih murah dibanding tempat manapun yang kami kunjungi. 

Kami mampir di salah satu Indomaret terdekat untuk ke toilet dan beli cemilan maupun minuman. Di Bali sudah tidak boleh menggunakan keresek belanja, jadi kami bawa keranjangnya untuk membawa makanan ke mobil. 

Urusan toilet selesai, kami menuju Pantai Nusa Dua untuk melihat sunset. Walaupun cuma kebagian setitik doang, tapi indah banget tempatnya. Keren! Kalau mau kesini untuk lihat sunset, usahakan jam 5 sudah disini ya, karena banyak sekali orang yang berbondong-bondong untuk melihat sunset disini. Biaya masuknya gratis, hanya membayar parkir saja 4k/jam/mobil. 

Selepas dari Pantai Nusa Dua, kami mampir ke toko oleh-oleh Krisna. Menurut pengamatan saya, belanja oleh-oleh di Krisna cenderung lebih murah dibandingkan belanja di tempat lainnya di Bali.

Selesai dari Krisna, kami pulang dan nyemplung lagi ke kolam renang entah sampe jam berapa. Saya ngantuk dan tidur cepat. 
Read More

Terkurung


Sejak Januari awal tahun ini, dunia benar-benar menakutkan. Biang keroknya tak kasat mata, berukuran kecil sekali dan tak bisa dideteksi dengan mudah, cepat dan sederhana. Corona virus diseases 19 alias COVID 19 mulai menyerang dunia dari China di akhir tahun 2019. Dengan sekejap menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.

Di Indonesia, pusat dan awal mula penyebarannya dimulai dari area Jabodetabek. Area dimana jutaan orang mencari nafkah, pekerjaan bahkan jodoh disana. Panik? Tentu. Apalagi sekarang saya dan suami tinggal di Jakarta. Tapi kami awalnya tidak menganggap virus ini terlalu serius. Kami tetap bekerja hingga pertengahan Maret Pak Gubernur DKI Jakarta mengambil keputusan untuk menghimbau semua pekerja bekerja di rumah. Bahkan sekolah-sekolah mulai diliburkan karena pandemik ini. Sekarang, diakhir Maret yang berselang hanya 2 minggu dari hari pertama WFH, virus ini sudah menginfeksi seribu orang di seluruh penjuru Indonesia.

Jalanan mulai sepi karena banyak daerah kini memutuskan untuk melakukan lock down alias menutup semua akses keluar masuknya orang di daerah mereka. Komplek-komplek yang memiliki penjaga keamanan ikut-ikutan lock down karena takut warga kompleknya terpapar virus yang tak kasat mata ini. Bahkan, desa-desa yang awalnya mengabaikan kesaktian virus ini juga melakukan lock down. Sayangnya, pemerintah pusat tak pernah memutuskan lock down sebagai solusi dari permasalahan yang mulai meresahkan ini.

Ini hari ke-14 saya diam saja di dalam rumah. Tidak keluar dari area tower kami. Paling jauh keluar untuk beli susu, roti, dan kebutuhan makanan saja. Itupun di lantai dasar. Sisanya hanya kami habiskan berdua. Senang? Tentu, karena biasanya kami hanya bertegur sapa di kala malam mulai menyapa. Bosan? Sangat. Terbiasa melihat banyak orang dalam perjalanan dari rumah ke kantor dan sebaliknya membuat saya cukup jemu dan merasa terkurung di rumah. Tapi inilah salah satu tindakan yang setidaknya tidak membutuhkan upaya lebih dan bisa menyelamatkan kami dari virus ini.



This too shall pass. Saya percaya itu. Tapi kapan? Entah, tak ada yang tahu bahkan pemerintah negara manapun di dunia ini.

Terkurung dalam rumah menuntut saya bersyukur karena saya masih punya rumah dan tinggal bersama orang terkasih. Di saat yang sama, orang lain bahkan kebingungan dimana mereka harus tinggal karena uang untuk membayar biaya bulanan saja tidak bisa terkumpulkan.

Berada di rumah selama 2 minggu ini membuat saya bersyukur tempat kerja saya masih sanggup membayar gaji karyawannya. Entah dengan cara apa alur kasnya tetap berjalan sehingga kami tidak perlu kebingungan untuk membeli bekal makanan.

Ramadhan dan Idul Fitri kali ini mungkin saya akan terkurung di dalam rumah jua, karena diperkirakan Covid 19 memuncak di pertengahan Ramadhan hingga Syawwal menyapa. Tak mengapa. Mungkin seperti ini rasanya tinggal di luar negeri dimana jauh dari sanak saudara di Indonesia.

Hanya Allah yang bisa menyingkirkan semua musibah ini. Hanya atas izin-Nya lah Covid 19 bisa hengkang dari dunia. Hanya ke-Maha Murah-an-Nya lah kita bisa selamat, sehat dan berbahagia saat ada Covid-19, maupun tidak. Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan karunia-Mu. Sehatkanlah kami, keluarga kami dan saudara-saudara muslim kami. Kuatkanlah kami menghadapi cobaan ini. Amin.
Read More

Wednesday, March 11, 2020

Here I'm Back!

Wow! It's been 3 years! Hahaha. I know no one will read this except me. But I am sooooooo excited to write again!

After so many years of adapting myself into the new world of deep relationship, now here I am. I am ready to reflect my life in my blog posts. 3 years without any single blog post made me kinda lost. I don't feel fulfilled when I wrote any Instagram caption. I feel like I am too serious in that platform. When I post some poetic caption, one of my friend will expect that I am in love. Moreover, I can't show off anything in my life. I don't think that what I have can impress them much. But who cares by the way. Lol.



What ever platforms I tried in the past, my feeling somehow is always missing my blog. I think I am going to try posting many silly posts, of course weird things as usual. My obsession into poetic words still remain the same, as well as my unstable emotion.

It's a very nice to come back again to blogspot! Hopefully, this platform will sustain in the middle of massive changes that happens to the world.

Let's write again! Whoooh!
Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)