Yeah, entah kenapa hari ini ingin bahas salah satu topik yang menurut saya termasuk privasi: keluarga. Sejujurnya, saya kurang merasa nyaman bila ditanya tentang hal-hal yang menyangkut tentang keluarga. Apalagi kalau baru kenal, eh udah nanya tentang keluarga, males deh. Tapi kali ini saya mau curcol tentang keluarga saya. Sebagai anak CEWEK pertama dari 6 bersaudara (adik saya gak ikut foto bareng karena belum balik dari tugasnya sebagai pelajar di Univ Al-Azhar, Kairo, Mesir), saya pernah merasa sangat malu dan sering berbohong saat ditanya jumlah saudara kandung. Dipikiran saya, angka 6 itu banyak sekali. Apalagi rata-rata teman-teman saya hanya 2-4 bersaudara, malah banyak juga yang jadi anak tunggal. Jadi saya sering bohong kalau ditanya jumlah saudara kandung. Saya sering jawab "punya adik perempuan dan adik laki-laki". Titik. Secara rasional sih betul ya, orang-orang yang dengar jawaban saya pasti mikir kalau saya 3 bersaudara, padahal mah 2 adik perempuan dan 3 adik laki-laki. Mwahahaha.
Sikap aneh ini baru bisa mencair saat saya sudah merasa nyaman dan sangat dekat dengan banyak orang di angkatan saat kuliah. Itupun saat berstatus mahasiswa tingkat akhir. Mungkin karena makin dewasa, makin mendalam juga saat bercerita dengan teman. Jadilah hal-hal yang menurut saya rahasia tentang keluarga terbongkar juga. Terbongkar dengan sukarela tepatnya, alias saya suka curcol.
Tapi masih sering ngerasa sakit hati sih saat ada orang yang komentar bercanda tentang jumlah saudara kandung saya. Mulai dari komentar, "Ortumu produktif ya" sampai "Gak kurang banyak adiknya, Ki?" Yakali, kalau saya boleh milih saya punya adik berapa, ya saya bakal pilih jadi anak tunggal keles, eh enggak juga deng. Seru juga soalnya bersaudara sama 5 orang adik-adik saya ini.
Beberapa bulan yang lalu, saking sakit hatinya, saya masih ingat celetukan teman saya tentang hal ini dan menurut saya menyakitkan.
"Ki, tahu gak, si X sama si Y jadian loh!"
"Oh ya? Baguslah, mereka cocok ini."
"Iya ya, si X kan anak kedua dari 2 bersaudara, sedangkan si Y anak pertama dari 2 bersaudara."
"Iya iya, pas ya.."
"Iya ya, beruntuk ya X."
"Beruntung karena?"
"Iya, sama-sama dapat yang cuma 2 bersaudara, coba sama kamu Ki. Kamu kan banyak saudaranya. Hahahaha"
"..............."
Sederhana sih, mungkin karena masalah seperti ini cukup sensitif untuk saya, mungkin juga saya yang terlalu sensitif dan gak bisa diajak bercanda. But it was hurt for me.
Yasudah lah. Mari kita skip.
Dulu, saya sering merutuki nasib kenapa saya harus lahir di keluarga besar. Saya sering ikut bingung saat biaya pendidikan saya dan adik-adik membengkak karena diminta secara bersamaan. Dulu saya sempat mikir putus sekolah saja dan bantu orang tua cari uang. Boro-boro dapat restu, malah kena damprat dari ayah dan ibu.
Saya dibesarkan dengan pola asuh cenderung otoriter, meskipun akhirnya berangsur menjadi demokrasi. Saya sering dilarang untuk ini itu tapi juga sering didorong untuk melakukan ini itu yang lainnya. Percaya gak, saya sering ikut kontes fashion show, lomba menggambar, kaligrafi, mewarnai, sampai lomba menulis surat loh waktu kecil. Hahaha.
Ayah sering mengajak saya ke toko buku, perpustakaan atau tiba-tiba ngasih majalah dan buku untuk anak kecil. Saya diajarkan untuk menulis resensi, menulis cerita dan menulis puisi. Ada satu cerita yang sampai sekarang masih saya ingat. Dulu, saya sempat ikutan lomba menulis cerpen fantasi. Karena pemula dan kurang baca, tulisan saya minim komen dan sekalinya ada yang komen nyakitin hati. Pas saya cerita saya gagal ke ayah dan ibu, ayah dengan spontan bilang, "mana linknya, kasih tahu ayah gimana cara vote dan komennya, nanti ayah bantuin sebarin. Nanti bakal ada komen dari ayah sama yang lainnya." Nyooooosss, saya langsung mewek terharu. Hahaha. Sayangnya, ayah itu keras, umur 20-an saja saya masih sering kena pukul. Tapi yah begitu lah mungkin cara dia ngasih tahu yang benar dan salah. Tapi, hal itu juga yang kadang bikin saya sedih, kenapa ayah harus kasar dan sering marah-marah. Kalau kata ibu sih karena dulu didikan dari Mbah Kakung seperti itu. Saya jadi ketakutan sendiri, nanti anak saya bakalan saya galakin kayak gitu gak ya? Kan manusia kalau sedang marah selalu uncotrolled dan saya kayaknya sejak lahir udah galak. Hahaha. Ah entahlah. Kumaha engke weh lah.
Ayah sama ibu sama aja sih, sama-sama keras. Tapi yaaa namanya juga ibu, gampang luluh dia mah. Ibu masih suka ngasih saya uang walaupun sedang marah ke saya. Namanya juga ibu-ibu kali ya. Saya paling sering bertengkar sama ibu karena beda pendapat. Tapi selalu lagi-lagi kembali membaik tanpa drama. Tiba-tiba ibu nyuruh saya makan padahal udah diem-dieman selama beberapa hari. Ibu itu wanita canggih millenium. Disaat saya gak bisa motor, dia mah udah kayak Valentino Rossie, ngebut sana ngebut sini. Otak bisnisnya selalu jalan. Saya diajarin jualan sama ibu, tapi emang dasar gak bakat kali ya, saya gagal mulu kalau jualan. Hahaha. Meskipun ibu jarang masak, sampai-sampai anak-anaknya protes secara kontinyu, tapi sekalinya masak, kayak orang yang selalu masak, alias enak banget. Ibu juga bisa bikin kue dan camilan-camilan lainnya. Pokoknya kalau ibu udah kambuh rajin masaknya, perut orang serumah bisa tentram pagi-siang-malam. Ibu juga pinter bikin baju walaupun jarang banget bikin baju buat anak-anaknya. Ah pokoknya mah ibu mah serba bisa. Meskipun ibu teman berantem saya, tapi ibu gak pernah nyakitin saya dengan kata-kata, "masa perempuan gak bisa masak, gak bisa ini gak bisa itu" dan kata-kata nyakitin lainnya. Waktu ibu minta saya masak, dia cuma bilang, "pengen dong makan masakan teteh." atau saat ibu ultah, "tuh ibu udah 49 tahun, tapi belum tua, soalnya belum punya cucu. Kalau udah punya cucu baru deh tua." Yekali kan, emak gue.
Fyuuhh...nulis tentang ayah dan ibu itu butuh energi yang ekstra ya. Berat-berat gimana gitu rasanya. Tapi ya begini lah keluarga saya. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya, saya merasa sangat bersyukur sudah ditakdirkan ada diantara mereka. Kami memang tidak sebaik yang terlihat, tapi juga tak seburuk cerita orang-orang yang tak suka dengan kami. Ayah dan ibu adalah salah satu sebab terbentuknya pribadi saya yang sekarang.
Terimakasih penemu internet dan pencipta blogger. Rasanya saya tidak pernah sanggup cerita langsung di depan orang lain secara lisan. Kalaupun sanggup, saya perlu siapkan tisu 1 pack.
Ya, inilah secuil cerita tentang kotak 'unkown' saya.
Ciparay, 13 Juni 2015