Sunday, March 15, 2015

Refleksi 15 Maret 2014-2015

Hari ini tepat setahun yang lalu saya dan sekitar 28 orang teman lainnya di wisuda. Kami, 29 orang yang akhirnya menutup penjelajahan kami sebagai mahasiswa S1 program pendidikan Ilmu Psikologi UIN Sunan Gunung Djati. Tak jelas apa yang saya rasakan saat itu. Tak jelas apa yang saya rasakan juga saat ini. Tahun lalu, saya baru merutuki nasib saya yang terlalu asyik menenggelamkan diri di organisasi dimana sebenarnya saya lari dari kenyataan bahwa saya punya tugas akhir yang harus saya selesaikan. Saya menggap bodoh diri saya sendiri karena tak bisa lulus tepat waktu alias selesai dalam 8 semester. Saya semakin jauh dari ambisi menjadi lulusan tercepat dengan nilai yang mengkilat. Saya ketakutan, apakah saya bisa mendapatkan pekerjaan dan melanjutkan S2 bila telat lulus kuliah. Saya sangsi terhadap kemampuan akademik saya sendiri. Nilai tinggi rasanya tak berharga bila tak lulus tepat empat tahun, pikir saya setahun yang lalu. Sehingga, wisudapun menjadi acara penutup yang menurut saya biasa-biasa saja.

Hari ini saya seperti tersadar, entah dengan kesadaran yang benar menurut orang lain atau sebaliknya. Lulus tidak tepat waktu bukan akhir dari segalanya. Karena terlambat lulus, saya bisa ada di perusahaan dimana saya bekerja sekarang. Karena terlambat lulus, saya bisa terbang ke Eropa. Karena terlambat lulus, saya memiliki tambahan jumlah teman dekat. Karena terlambat lulus, saya melihat banyak usaha keras orang lain yang rasanya saya tak bisa melakukannya. Karena terlambat lulus bukan akhir dari segalanya.

Tapi kembali lagi bahwa lulus adalah moment dimana saya bisa menunjukkan bahwa saya bertanggungjawab atas apa yang saya telah mulai. Alasan terlambat lulus pun bisa menjadi bekal pengalaman yang tak pernah terlupakan. Saya tak pernah merasakan diremehkan sekian banyak orang bila tak memutuskan untuk menunda kelulusan demi ikut berorganisasi. Saya tak pernah dipandang sebelah mata oleh banyak kepala bila saya lulus tepat waktu dan memilih jalan hidup 'biasa'. Saya juga tak pernah mendapatkan orang-orang yang terus percaya kepada saya walau angin dengan kabar buruk berhembus di suatu masa bila saya tak mengambil keputusan yang sama di tahun itu.

Bila tahun lalu saya merutuki keterlambatan lulus dari universitas, tahun ini saya tak ingin melengkapinya dengan merutuki kebodohan masa lalu saya.

Hidup pasti berputar. Semua ketakutan dan rasa minder selalu muncul tenggelam. Santai saja, semua ada waktunya. Hari ini saya bersyukur atas banyak kejadian yang saya lalui selama ini. Tuhan terlalu sayang pada hamba-Nya yang sering lupa cara berterimakasih kepadanya.

Ciparay, 15 Maret 2015




Nb: kali pertama menggunakan aplikasi blogger di ponsel

Read More

Thursday, March 5, 2015

Punya Cerita

Entah ini keberuntungan, entah sebaliknya. Mungkin karena wajahku memancarkan aura 'boleh curhat ke gue', mungkin juga bukan. Yang jelas, banyak orang yang saya kenal akhirnya bercerita banyak tentang sisi lain mereka yang tak pernah diceritakannya pada siapapun. Akhirnya, saya menjadi sawah tadah hujan kembali.

Saya senang dengan mereka yang mempunyai banyak cerita. Saya senang dengar banyak cerita dari mereka. Saya, dengan sukarela, menyerap energi negatif (terkadang positif) yang mereka pancarkan. Saya menerima itu semua.

Dari banyak cerita, sebagian saya simpan dalam hati, sebagian lain saya tuliskan dalam blog ini, sisanya masuk kedalam ruang bawah sadar.

Semua orang punya cerita. Baik sesuai dengan pembawaannya sehari-hari atau bertolakbelakang sama sekali. Semua membawa cerita mereka. Orang-orang seperti saya hanya bisa mengamati, menjadikan contoh atau bahkan meneladani.

Menurut saya, setiap cerita ada latar belakangnya. Saat bercerita nyatanya manusia tak benar-benar ingin ditanggapi. Ia hanya ingin didengarkan, dimintai penguatan atas keputusannya juga dimaklumi. Mereka kadang tak sadar, orang yang diajak bicara terkadang berusaha sepenuh hati untuk menanggapi. Mereka kadang salah arti, sosok di depannya juga manusia yang tak selalu memiliki pendapat yang sama. Mereka kadang tak mau tahu, manusia di depannya juga punya cerita berbeda.

Read More

Friday, February 27, 2015

CV yang Baik?

"Ki, CV yang bagus gimana sih? Harus bagus desainnya atau isinya sih?"

Menarik. Pertanyaan ini sungguh menarik. Jawabannya seperti selalu jawaban dari ilmu sosial yang tak pernah pasti, tergantung. Tergantung dari kapan HR Recruitment/Selection/whatever their job tittle itu membaca CV, mencari CV dan apa yang ingin ia dapatkan dari CV yang diterimanya. 

Saya coba gambarkan apa yang ingin saya sampaikan dengan sebuah cerita. 

Di sebuah jobfair, sebuah booth dipenuhi oleh puluhan orang yang bergelar 'jobseeker' yang memberikan selembar rangkuman tentang hidup mereka dengan penuh harap. Beberapa dari mereka membawa CV dan berkas lamaran lainnya di dalam segepok amplop coklat yang mereka pegang erat-erat. Beberapa yang lain berdandan habis-habisan karena yakin kesempatan walk in interview itu selalu ada. Beberapa sisanya berusaha memodifikasi CV dengan beragam warna dan foto bergaya. Recruiter di booth itu hanya sendiri. Ia kewalahan karena tuntutan kerja serta para pencari kerja yang sibuk tebar pesona. 

Menurutmu, apakah sang recruiter akan melihat kandidat dengan cara yang sama? dari CV mereka yang berwarna? dari dandanan mereka yang cantik rapi tiada dua? dari tebalnya CV yang menyebutkan bahwa empunya pernah juara dance Korea? 

Setahu saya, tidak ada pakem khusus dalam membuat CV yang baik. Tapi baiknya kita hanya mencantumkan apa yang berkaitan dengan pekerjaan yang kita inginkan. Ada beberapa hal yang seringnya dilupa oleh para pembuat CV, yaitu deskripsi pekerjaan yang pernah ia lakukan. Sesungguhnya para kandidat yang memiliki kemampuan khusus bisa dideteksi dengan cepat bila mencantumkan deskripsi pekerjaan yang telah ia lakukan di perusahaan sebelumnya. Menuliskan jobdes akan membantu recruiter untuk lebih cepat menemukan kandidat terbaik yang ada dari setumpuk lamaran tak jelas di kantornya. 

Kedua, tak perlu mencantumkan hal-hal yang tidak berkaitan dengan apa yang ingin diketahui oleh calon perusahaan kita. Begini, bayangkan kamu mau menyatakan cinta dan ingin 'nembak' seseorang, apa kamu akan menyebutkan minuman kesukaan ataupun makanan kesukaan saat mengutarakan cinta? Tidak, bukan. Recruiter itu karyawan yang tuntutannya dari beragam pihak, tak usah membuat pekerjaannya lebih berat dengan menyebutkan hal-hal tak penting. Eh, tapi boleh juga sih. Siapa tahu CV kamu bisa jadi hiburan di sela kepadatan waktu bekerja *mulaijahat

Ketiga, saya cenderung senang CV yang tidak terlalu polos dan standar tapi tidak juga berlebihan. Saya pernah menerima CV dengan warna terang benderang dan foto bergaya bak artis terganteng se-jagad raya. Alamak, siapa pula yang mau menoleh dan membaca CV itu? Kami bukan hanya ingin lihat hasil kreativitas seseorang tapi juga pengalaman dan potensi apa yang ia punya. 

Keempat, rapikan CV kamu sebisa mungkin. CV itu kasarnya hasil proyeksi seseorang tentang hidupnya dan keinginannya untuk bergabung dengan perusahaan. Sayang loh kalau ada tanda titik dua yang 'nyengsol' dari garisnya. Kalau saja recruiter yang menerima CV itu seorang yang sensitif dengan 'nyengsolnya' titik dua, mungkin CV kamu sudah ada di tumpukan rejected files. 

Kelima, lamar posisi yang mungkin diterima. Usaha untuk klik 'apply' di portal lowongan kerja memang sangat mudah. Tapi tahukah bahwa kamu yang berlatar pendidikan Ilmu Komunikasi memiliki kemungkinan yang kecil untuk diterima di departemen Engineering? Bijaklah dalam melamar pekerjaan. Perhatikan syarat dan kriteria pekerja yang dicari. Jangan buang-buang waktu untuk hal yang kamu juga tahu akibat dan hasil yang akan didapatkan. 

Terdengar sadis dan terlalu tajam di beberapa bagian, tapi ini benar-benar berdasarkan pengalaman saya selama di lapangan. Bila ada hal-hal yang kurang berkenan, mohon maaf sebesar-besarnya. 

Sungguh, selama menjadi recruiter, saya tidak hanya design CV seseorang. Tidak juga melihat seberapa tingginya IPK seseorang. Juga tidak hanya melihat seberapa tebal CV seseorang. Menurut saya, job requirements dan job description atau job summary sudah menjadi patokan standar orang seperti apa dan CV seperti apa yang harus saya tindak lanjuti, begitupun sebaliknya. So, jangan terlalu banyak buang waktumu untuk hal-hal yang kau tahu tidak akan berarti apapun di hidupmu kemudian hari. 


Bandung, 27 Februari 2015 (lagi)


Nb: setelah dibaca lagi kok gak nyambung ya? Tapi yasudahlah.. Haha

Read More

Jualan

JUALAN! Yeah, akhirnya saya berani berjualan alias berdagang juga. Sebetulnya dari dulu saya sudah tertarik berjualan namun tidak berani dan kurang percaya diri menjadi penyebab saya tidak melanjutkan aktivitas berjualan tersebut. Benar ya kata Allah, 9 dari 10 pintu rezeki itu ada di perniagaan. Mau sekecil apapun hasil berjualan, terasa lebih gimana ya, ah saya bingung menggambarkannya. 

Awalnya, saya tidak terpikir untuk berjualan, tapi karena salah satu teman dekat saya iseng-iseng jualan, akhirnya saya ikut-ikutan. Dan ikut-ikutan ini pun cukup menyenangkan. 

Ternyata berjualan bukan hanya berbicara tentang untung dan rugi. Tapi juga tentang kesenangan saat konsumen membeli dagangan kita. Padahal yah, untungnya sih gak seberapa. Hanya cukup beli bakso seporsi di tukang bakso pinggir jalan. Tapi entahlah, rasanya senang seperti dapat bunga mawar se-truk dari kekasih pujaan hati *mulailebay

Barulah setelah merasa bahagia itu saya menyadari rasa senang karena berjualan yang dirasa adik saya. Manusia satu itu adalah mesin penghasil uang dimanapun ia berada. Otak bisnisnya lebih lancar daripada otak lainnya (memangnya otak ada berapa sih? Haha). Selama liburan kuliah, kerjaannya hanya mejeng di depan komputer yang terkoneksi dengan internet. Berselancar di dunia maya. Dalam sebulan untung bersih yang ia dapatkan sebanyak 2 juta rupiah. Mungkin sedikit bagi orang yang sering megang uang segitu banyaknya. Tapi buat saya yang sama-sama setiap hari nongkrong di depan komputer dan tidak menghasilkan apa-apa itu luar biasa. Disitu kadang saya merasa sedih.

Malu. Ya, malu menjadi alasan saya tidak ikut-ikutan terjangkit virus berjualan melalui media manapun. Padahal saya gak malu tuh kalau ngutang ke orang lain. Fufufufu. Harusnya kebalik ya! Malu berhutang dan berani berjualan. Hehe. 

Berjualan itu upaya hidup mandiri yang keren kok!

Saat saya mengikuti training di Aalst, salah seorang peserta training saya tanya tentang pekerjaannya dan kesibukannya sebelum bergabung dengan perusahaan kami. 

"Me? I'm self employed," katanya tegas. 

Dan saya suka. Hahay. Sungguh, terpesona saat jawabannya singkat, jelas dan padat. 

Jadi, untuk kalian para wirausahawan muda, SEMANGAT!!! Kita telah membantu orang-orang untuk memenuhi kebutuhannya dan terbantu oleh para pembeli yang telah membeli dagangan kita.

Mau tahu apa yang saya jual? Jual diri. Heheh. Enggak deng, naudzubillahi min dzalik. Saya berjualan tas wanita yang harganya dibawah Rp. 100.000,- Alhamdulillah jualan tas, bisa beli tas gratis. Eh gak beli ya berarti namanya. Haha. Yah begitulah.  


Bandung, 27 Februari 2015
Read More

Wednesday, February 11, 2015

Dengan Kekuatan LinkedIn

Ada yang belum tahu apa itu LinkedIn? LinkedIn itu sosial media untuk professional. Maksudnya, sosial media ini ada untuk urusan yang berkaitan dengan pekerjaan. Isinya hampir sama dengan Facebook. Ada profile, ada message dan ada notification. Bedanya, profil kita disini lengkap dengan pekerjaan (kalau mau melengkapinya dengan jobdesc sih lebih bagus), honor & awards, social activities, dll. Fasilitas pesan hampir mirip seperti FB dan e-mail tentunya tanpa fasilitas chatting. Notification-nya juga persis FB dan Path pada awal kemunculannya. Semua orang yang membuka profil kita akan diberitahu oleh sistem. Jadi, gak bisa diam-diam kepo, Kakaaaak. 

Saya biasa menggunakan ini untuk mencari calon karyawan yang mau isi posisi kosong di perusahaan. Heran ya? Kok kita yang menawarkan pekerjaan? Karena gak semua posisi dengan kemampuan spesifik atau spesial bisa terjaring dengan mudah dari iklan lowongan pekerjaan. Oleh karena itu, saya sangat senang sekali dengan orang-orang yang mengisi profilnya dengan lengkap. Mudah disortir. Hehehe. 

Bagaimana mencari kandidat di LinkedIn? Caranya mudah, tuliskan saja kata kunci pencarian. Bisa nama perusahaan, posisi atau bila sudah punya nama kandidat kamu bisa menuliskan nama kandidat. Setelah itu, selamat berkepo ria. 

Bagaimana mencari pekerjaan di LinkedIn? Lebih mudah. Caranya sering-sering kepo ke akun perusahaan yang kita idam-idamkan. Jangan lupa berteman dengan banyak recruiter dan juga pantau terus status mereka. Selain itu, kamu bisa gabung ke grup yang sesuai dengan pekerjaan yang ingin kamu cari. 

Beberapa bulan yang lalu saya mencari orang untuk mengisi posisi Tax Supervisor. Tax alias pajaknya sih cukup mudah, tapi spesialisasi KITE-nya (ketentuan pajak dari pemerintah untuk barang-barang yang diimpor dengan tujuan ekspor) yang menantang. Dari sekian banyak kandidat yang saya kasih pesan cinta, nyatanya sering ditolak mentah-mentah atau bahkan salah sasaran (ini bego banget sumpah!). Tapi akhirnya dapat juga orang yang memiliki 85% kriteria yang diinginkan dengan potensi berkembang yang cukup besar. Tapi karena yang bersangkutan masih dalam masa percobaan, saya gak pernah bisa tenang. Yaaahh begini nasib jadi recruiter. 

Selain itu, saya juga baru tahu kekuatan LinkedIn lainnya. Hanya dengan membuat status semacam: 
We have a lot of vacancies in PT.blablabala. Like, comment or send me a message for further information.
Orang tersebut sudah dengan mudah mendapatkan calon kandidat lalu dengan mudahnya melakukan sortir profil kandidat di LinkedIn.

Oleh karena itu lengkapnya profil di LinkedIn bisa memudahkan orang-orang semacam saya. Walaupun saya akui terlalu malas melengkapi profil LinkedIn seperti halnya seorang profesional. Fufufufu. 

Memang tujuan dibuatnya adalah tujuan profesional, tapi tetap saja ada orang-orang -yang bahasa kerennya mah- 'manghiwal' dari tujuan utamanya tersebut. Saya pernah mendapatkan 'sapaan hangat' yang jauh dari kata profesional baik dari manusia-manusia pribumi ataupun bule-bule kompeni (padahal gak semua bule kompeni). Menghindarinya bagaimana? Mudah. Abaikan saja. Anjing menggonggong, tuan puteri berlalu. *ceileh.

Ah ya, LinkedIn seperti halnya FB memiliki fitur yang unik, yaitu pengingat ulangtahun dan pengingat anniversary seseorang dengan posisinya. Hanya dengan meng-klik 'say congrats', kamu sudah bisa menyampaikan ucapan kepara orang yang bersangkutan. 

Saya mencoba fitur ini. Berjalan cukup lancar untuk ucapan ulangtahun, tapi tidak dengan ucapan anniv salah seorang rekan LinkedIn saya. Bunyi pesannya kalau tidak salah begini: 

Subject: Congrats!
Hi XXX,
Congratulation! Hope you're doing well!

Regards,
Arrizqiya

Rekan saya itu menjawab

Subject:re: Congrats!
Hi Arrizq***,
Congrats for what?
Regards,
XXX

Saya lalu menjelaskan bahwa saya mengucapkan selamat atas setahun lamanya ia bekerja di perusahaan itu. Tak lupa saya menjelaskan bahwa saya baru saja mencoba fitur LinkedIn yang bisa membuat saya tahu tentang informasi tersebut. Kocaknya, rekan saya itu kemudian sadar bahwa fitur itu memang ada dan ia juga baru sadar hari itu tepat setahun ia bekerja di perusahaannya sekarang. Saat itu juga saya ingin ngaliang. Hahahaha

Intinya, 'kekuatan' LinkedIn bisa membantu para recruiter dan juga para jobseeker. Jadi, segera buat LinkedIn dan lengkapi profilmu *promotakberbayar

Bandung, 11 Feb 2015
Read More

Friday, February 6, 2015

Bertemu Sosok yang Tepat

Ini bukan tentang jodoh. Sungguh. Ini secuil cerita tentang pekerjaanku sebagai HR Recruitment & Development. Bertemu sosok yang tepat untuk posisi yang tepat di waktu yang tepat itu butuh proses yang tidak pendek. Menurut saya, recruiter itu sales perusahaan. Sales yang mengejar ketercapaian target pemenuhan posisi kosong dan mendapatkan kandidat yang berkualitas. Ini sungguh menantang. Bayangkan, kami harus bertemu orang-orang yang memang sedang tebar pesona dan menjanjikan diri mereka adalah orang yang sangat bisa melakukan pekerjaan tersulit sekalipun. Di sisi lain, kami harus benar memilih orang yang benar-benar kami butuhkan. Gini deh simplenya. Ada botol yang belum punya tutup botolnya. Nah, tugas recruiter itu mencari si tutup botol yang cocok untuk botol tersebut. Gak bisa kegedean atau kekecilan. Harus pas. Mau sebagus dan sementereng apapun tutup botolnya, kalau gak pas yang gak bisa dipakai. Nyari yang pas ini yang kadang bikin hopeless. Gak semua orang yang bagus itu tepat untuk posisi yang kita cari. Dan gak semua orang yang tepat untuk posisi itu ada di waktu yang tepat. 

Dulu, teman saya yang pernah bekerja di perusahaan ternama di Indonesia pernah bercerita bahwa prestasi atau apapun yang dimiliki kandidat yang mau masuk ke perusahaannya tidaklah penting. Yang penting adalah body oke, wajah kece dan kalau digimana-gimanain cuma iye iye. Sayang, perusahaan oke, orang-orangnya ada aja yang gak oke. 

Penampilan memang bisa jadi faktor yang diperhitungkan, dengan catatan posisi yang dilamar membutuhkan penampilan sebagai penunjang. Contohnya posisi customer service, executive secretary, receptionist, sales, dll. Kalau kamu melamar posisi sebagai tax officer atau teknisi misalnya, penampilan akan menjadi faktor kesekian dalam seleksi pekerjaan. Rapi cukup lah ya. Gak perlu menor atau menyebar wangi parfum ke segala penjuru angin. 

Urusan proses rekrutmen dan seleksi bukan hanya berkutat pada pihak eksternal yang berharap menjadi bagian internal perusahaan, tapi juga pihak internal perusahaan sendiri. Pengajuan kandidat kepada user seringkali berbuah nihil seperti kami tak sungguh-sungguh mencari kandidat terbaik. Padahal mereka tidak tahu, mata saya sering jereng menguliti profil pelamar ataupun manusia-manusia yang akan saya lamar eh maksudnya saya beritahu tentang posisi kosong di perusahaan kami. 

Proses rekrutmen dan seleksi itu menarik. Banyak manusia unik dan cerita asyik dan beragam hal yang membuat saya merasa sedang tidak bekerja tapi sedang bersenang-senang. Walaupun di banyak waktu saya sering juga merasakan yang sebaliknya, bukan sedang bekerja tapi sedang berada di neraka. Ah ya, jelas itu hiperbolis, kawan. 

Inti dari tulisan ini adalah penjabaran kata 'tepat'. Bertemu sosok yang tepat untuk tujuan yang tepat dalam waktu yang tepat pula terkadang rumit tiada dua. Maka jangan semena-mena menyalahkan hasil psikotest ataupun recruiter atas ketidakberhasilan Anda dalam seleksi di suatu intansi. Bisa saja, mungkin kamu adalah orang yang terlalu oke untuk posisi tersebut, mungkin juga kamu kurang oke untuk posisi tersebut. Yang jelas, saat itu recruiter beserta jajarannya termasuk user merasa kamu belum menjadi orang yang tepat untuk posisi yang tepat di waktu yang tepat. Tepat, bukan?

Ah ya, jika kamu kebingungan siapa itu 'kami'? Anggaplah saya sedang mewakili para recruiter yang ada di dunia. Hahahaha

Ciparay, 06 Februari 2015
Read More

Saturday, January 17, 2015

One Hundred Foot Journey

Ini film India juga. Saya curiga sebentar lagi saya akan menyukai film-film India. Durasi film ini sama panjangnya dengan film-film India pada umumnya. 150-an menit. Sebetulnya ini bukan film India, hanya saja menceritakan tentang keluarga India. Film garapan Lasse Hallstom ini memang oke punya.

Ceritanya, ada sebuah keluarga dengan 6 anak yang hampir seluruhnya suka dan bisa masak. Film ini diawali dengan suasana pasar tradisional di India. Semua ibu-ibu mendekati tukan ikan dan berebut untuk membeli bulu babi. Entah bagaimana rasanya, saya juga jadi ingin mencoba masakan bulu babi ini. Hehe. Pertarungan pembelian bulu babi itu dimenangkan oleh Hassan, seorang anak laki-laki yang menurut penjual ikan 'mengetahui rasa'. Naas, keluarga Hassan harus pergi dari India karena mereka diserang dan rumah mereka dibakar oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Ibu Hassan meninggal dalam kebakaran itu.



Film ini menggambarkan perjalanan keluarga imigran India ke Eropa. Menggambarkan pula keindahan wilayah pegunungan Perancis yang sangat memukau. Asli lah, keren pisan!

Film ini memiliki plot cerita yang sangat menyenangkan, tenang dan berakhir dengan happy ending. Perjalanan Hassan dan keluarganya menghadapi tetangga yang memiliki restoran Italia, kisah cinta Hassan dan Marguerite, kisah cinta ayahnya dan nyonya pemilik restoran Prancis, Madamme Mallory, dan sebagainya dan sebagainya.

Dari film ini saya belajar satu hal, bibit yang baik akan berkembang baik bila memiliki tempat untuk berkembang yang sesuai dengan potensinya. Hassan seorang lelaki India bisa menjadi chef terkenal di Perancis yang terkenal dengan keangkuhan rasa masakannya itu dengan menggunakan bakat serta ketekunannya dalam mendalami ilmu masak memasak.

Setelah nonton film ini, kok saya jadi ingin bisa masak yaaaaaaaaa....
Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)