Jemariku masih menari diatas tuts keyboard komputer portabel yang sejak pagi tadi menyala. Malam ini kunikmati ringannya 120 halaman yang tersusun dari ribuan huruf yang kususun lebih dari 5 bulan yang lalu. Bahkan, untuk mencapai tahap ini aku mempersiapkannya lebih dari satu tahun yang lalu. Saat itu salah satu sana saudaraku datang bertamu ke rumah. Mau berlibur, katanya. Hanya om-ku dan dua anaknya. Sore itu aku diinterograsi habis-habisan. Pertanyaan yang sama, "Sampai mana skripsinya?"
Saat itu aku masih belum bosan ditanya hal yang sama. Nasib tugas akhir yang menjadi syarat mendapatkan gelar sarjana psikologi. Jadi kujawab saja dengan santai, "Stuck, om. Hehe."
Pertanyaan itu awal mula bagaimana 120 halaman yang beberapa jam lalu baru kuselesaikan. Pertanyaan itu menyenangkan bagiku, karena setelah bertanya hal itu orang yang bertanya memberikan solusi untukku. Bukan hanya sekedar berkata, "semangat!" dan sejenisnya. Bukan pertanyaan yang membuatku berpikir mereka sebenarnya berucap, "Lo cepet lulus lah, sesusah apa sih nyusun skripsi?". Well, kalimat terakhir itu memang terlalu berbau buruk sangka. Haha.
Hari demi hari aku menelusuri mesin pencari. Mencari minat penelitian yang masih membuatku bingung hingga kini. Ah, kau pasti tahu yang temporal itu lebih menyenangkan, termasuk minat penelitian. Terkadang aku suka tentang A, besok tentang B dan lusa tentang C. Begitulah setiap harinya, sampai aku benar-benar jatuh hati pada bahasan yang berkaitan dengan psikologi bencana. Perjalanan dimulai. Singkat cerita, seminar proposal penelitianku tentang psikologi bencana rampung sudah. Waktunya menyusunnya menjadi bab-bab indah dalam sebuah tugas akhir kuliah. Skripsi.
Aku merasa waktuku masih banyak, hingga akhirnya bersantai menjadi pilihanku. Sayang disayang, teguran datang. Laptopku hilang. Seluruh data belum sempat ku back-up. Cintaku pada psikologi bencana luntur seketika. Ya, aku tahu artinya aku tak terlalu cinta. Sudahlah, kulupakan topik penelitianku dengan mudah. Kumulai dari awal lagi.
Empat kali mengajukan judul baru, empat kali pula judul-judul itu berterbangan. Sebenarnya maksud dari dosen pembimbingku adalah aku harus memperdalam bacaanku sehingga penelitianku nanti akan up to date. Tapi otakku terlalu bebal. Aku tak mengerti. Dengan mudahnya aku berganti hati eh judul. Dari judul itu ke judul ini, dari psikologi itu ke psikologi ini. Entah mengapa perjalanan tugas akhir untuk program sarjanaku berakhir di topik pernikahan mahasiswa. Teman-temanku menggodaku bahwa topik penelitianku merupakan semacam defense mechanism yang sedang aku bangun. Aku juga tak mengerti tapi sudahlah akhirnya hatiku jatuh pada pernikahan mahasiswa, atau kerennya disebut student marriage.
Bagaimanapun akhirnya nanti, aku tak terlalu ambil pusing. Aku sangat menikmati serunya berpusing-pusing ria karena artikel ilmiah berbahasa inggris, kurang tidur karena mengejar deadline, menunggu jawaban email dari dosen pembimbing bahkan menerima dengan senang hati revisi demi revisi. Aku menikmati perjalanan akademikku. Aku senang dengan dunia ini. Apapun hasilnya nanti, semoga aku bisa menerimanya dengan lapang hati
0 comments:
Post a Comment