Hari ini ceritanya saya harus ‘berkunjung’ ke Kantor
Kesehatan Pelabuhan kelas II Husein Sastranegara Bandung untuk mendapatkan
vaksin. Fyi, hingga saat ini, saya paling tidak suka berada di bandara ini.
Lebih kumuh daripada terminal ;-(
Rencananya, saya mau daftar vaksin untuk Yellow Fever disana
sebagai persyaratan visa, ternyata oh ternyata vaksin tersebut tidak tersedia.
Namun setelah berkonsultasi dengan dokter yang sedang bertugas di KKP, akhirnya
saya ambil vaksin Meningitis. Kalau ada yang bingung saya mau kemana, nanti
saya ceritain kalau udah pulang dari sana which is 3 months later. Hahahaha.
KKP sangat penuh dengan calon jamaah haji. Ruangan KKP yang tadinya penuh-penuh-enggak
tiba-tiba penuh sesak karena hujan besar menyapa Bandung tiba-tiba. Rata-rata
yang mengisi adalah orang tua ditemani oleh anak cucu mereka. Bau minyak
nyong-nyong mulai merebak. Melihat wajah mereka, saya merasa sedikit gelisah.
Akankah saya ikut mengantarkan ibu dan ayah untuk vaksinasi sebelum nanti
diizinkan Allah pergi umroh atau bahkan haji? Semoga..
Kembali ke pengurusan vaksinasi Meningitis di KKP Husein
Sastranegara. Langkah pertama adalah menyiapkan fotokopi paspor dan foto
berwarna ukuran 4x6. Semua persyaratan itu masing-masing 1 lembar fotokopian.
Setelah itu, kita harus mengambil formulir ICV (International Certificate of Vaccination
or prophylaxis) lalu menyerahkannya kepada petugas pendaftaran di dalam ruangan
KKP. Jika sudah menyerahkan formulir dan persyaratannya, kita akan mendapatkan
nomor antrian dan perkiraan waktu pemberian vaksinasi. Saat itu saya dan teman
datang jam 11.30 WIB dan jadwal vaksinasi kami jam 13.30 WIB. Kami memutuskan
untuk makan dan istirahat terlebih dahulu.
Ada kejadian yang lucu saat kami memutuskan untuk makan di
Warung Makan Padang yang dekat dengan KKP. Saya memilih rendang sapi sebagai
menu makan siang. Teman saya memilih ayam goreng dan supir kami memilih ikan.
“Jadi berapa semuanya, bang?” tanya saya.
“Makan apa tadi?” tanya abang penjual.
“Saya makan rendang dan satu kerupuk,” kata saya.
“Oh, jadi 15 ribu,” katanya.
“Saya ikan,” kata supir.
“Em sama ikan jadi 30 ribu,” kata abang penjual sambil
menjumlahkan dengan harga makanan saya.
“Saya ayam goreng dan satu kerupuk,” kata teman saya.
“Saya ayam goreng dan kerupuk jadi 45 ribu.”
Setelah membayar saya agak heran juga dengan harganya.
Ternyata harga makanannya dipukul rata Rp. 15.000,- Ngapain si abang pura-pura
mikir buat ngitung antara menu berkerupuk atau tidak ya? Hahaha.
Setelah makan, ternyata air di WC umum habis. Kami
berkeliling mencari WC umum lainnya. Saat kami kembali untuk sholat di WC umum
sebelumnya (hanya ditempat itu satu-satunya mushola dekat KKP) ternyata air
bersih sudah mengalir. Oala jaaan..jaaann..
Waktu menunjukkan jam 12.30 WIB. Kami kembali ke KKP dan
enggan duduk bergabung di depan bersama nenek-kakek yang menunggu di luar.
Karena ruangan KKP di dalam cukup kosong, kami masuk dan duduk manis di dalam.
Tak lama kemudian, ada wanita masuk ke dalam ruangan dan ditegur oleh keamanan
karena belum jadwalnya masuk ruangan. Ternyata tidak boleh masuk sebelum
waktunya. Nasib baik ada di pihak saya dan teman saya. Tak lama kemudian hujan
turun dengan derasnya. Kursi di luar sudah basah disapu air hujan. Ruangan KKP
mendadak sesak.
Setelah menunggu cukup lama, saya dipanggil untuk di tensi
dan diukur suhu tubuh. Anehnya, saya diajak bicara saat tensi, padahal setahu
saya diusahakan tidak bicara sama sekali saat pengukuran tekanan darah
dilakukan. Jidat saya ditembak alat pengukur suhu. Sepertinya alat itu persis
seperti yang digunakan oleh Chef Juna untuk mengukur panas minyak di
penggorengan.
Setelah itu, saya diminta untuk masuk ke ruangan pemberian
vaksin bersama belasan orang lainnya. Kami diklasifikasikan berdasarkan jenis
kelamin dan usia. Saya masuk ke kelompok wanita muda cerdas ceria. Hahaha.
Bukan deng, perempuan usia produktif. Artinya, saya harus menjalani tes
kehamilan. Asik, akhirnya ngerasain juga pake test pack. Hahaha.
“Neng, kenapa ya ibu gak dikasih plastik itu?” kata nenek
disamping saya yang datang terakhir sambil menunjuk testpack yang sedang saya
buka kemasannya.
“Oh, ini tes kehamilan bu.”
“Emm.. ibu mah udah tua ya, 65 tahun neng. Jadi enggak usah
tes segala ya,” katanya sambil tersenyum setengah tertawa.
Saya bingung memberi respon apa. Harus tertawa atau malah
sedih mendengarnya. Akhirnya..
“Tapi alhamdulillah sehat ya bu..” menjadi respon yang
keluar dari mulut saya.
Vaksinasi dibuka oleh dokter yang memberikan penjelasan
tentang pentingnya vaksinasi, respon yang diberikan tubuh saat vaksinasi,
bagaimana bila sakit setelah vaksin, masa berlaku vaksin dan sebagainya.
Uniknya, dokter itu dengan santai menganggap kami semua mau umroh. Saya juga
salah sih, gak bilang saya mau vaksin Yellow Fever bukan Meningitis. Saya tanya
dokter yang bertugas tentang vaksin Yellow Fever untuk keperluan VISA kami.
Ternyata tidak ada stok vaksin itu disana. Padahal saya sudah menelepon sehari
sebelumnya dan pemberian vaksin Yellow Fever bisa dilakukan disana. Bleh bleh
bleeeh...
Setelah konsultasi yang lebih tepat disebut ngobrol-ngobrol
tentang penugasan saya ke negara yang saya tuju nanti selesai, mereka tetap
menancapkan jarum suntik dengan vaksin mati Meningitis ke tubuh saya. Singkat
cerita, mereka mengusulkan untuk datang ke KKP Tanjung Priok atau KKP Soekarno
Hatta. Kalau saja tahu sejak awal akan berakhir begini, saya sudah ngacir ke
Priok dari pagi tadi. Tapi sudahlah. Yang lalu biarlah berlalu. Hikmahnya saya
tidak perlu beli buku atau kartu ICV dan tinggal melakukan vaksinasi Yellow
Fever ke KKP lainnya di Jakarta demi mendapatkan VISA.
Setelah mendapatkan vaksinasi, kami kembali mengantri untuk
mendapatkan bukti pembayaran dan buku ICV. Selesailah perjalanan vaksinasi
Meningitis yang sukses masuk ke dalam tubuh ini dengan masa berlaku 2 tahun
setelah hari ini. Bagaimana ya proses vaksinasi Yellow Fever nanti? Saya juga
tidak sabar! Jakartaaaaaa, vaksin akuu! Hahaha.
0 comments:
Post a Comment