Friday, May 25, 2012

GURITA

Lagi-lagi sore hari. Di kelas mata kuliah tersusah yang pernah aku masuki. Satu persatu psychogram dianalisa. Satu persatu kepribadian dan dinamikanya terungkap. Semua terungkap sekilas saja, hanya sebentar dan menurut "Sang Pembaca" itu hanyalah hasil menebak. Menebak yang tepat sasaran.

Kuliah diakhiri dengan hamdalah. Kami bersiap pulang. Salah satu temanku mendekat dan berkata, "Ki, maaf tadi salah satu yang dibacakan adalah punyamu."

DEZING!!!

Sudah kuduga. Sungguh, aku tak kaget. Tapi hanya terkejut. Lalu apa bedanya? :D

Entah mengapa, rasanya apa yang diucapkan dosenku itu bukan hanya menerka saja. Serius, seratus persen "tebakan" beliau benar.

"Pemberontakan" yang tak terlaksana. Topeng anak baik. Pemikiran picik yang sebenarnya sering terlintas di pikiranku juga tepat. 

Dulu, karena kongsi antara aku dan dia (tokoh yang enggan kusebut namanya), yang terpikir hanya satu. Saat kubesar nanti, aku akan pergi jauh. Jauh dari sisinya. Bahkan jika bisa, aku ingin pergi ke tempat yang tak bisa ia kunjungi. Jadi, aku akan menemuinya bila kumau saja. 

Ada lagi opsi lain yang lebih menyakitkan hatinya. Memasukkannya ke suatu tempat dimana orang-orang seumurannya berkumpul bersama.

Tapi opsi kedua sudah kusadari terlalu sadis bila dilakukan. Kesadaran yang datang saat tak sengaja menguping kakak tingkat sedang berdiskusi dengan pembimbing skripsinya.

Opsi pertama tetap kupegang hingga kini, walau sebenarnya aku tak sepenuhnya tega.

Kau bilang aku jahat? 

Hahaha

Sebaiknya kau diam, kecuali kau benar-benar tahu rasanya menjadi aku. Sebaiknya kau gantung lidahmu, jika kau hanya ingin menasihatiku. Sebaiknya kau pendam kata-kata bijakmu karena aku tetap lebih tahu dengan apa yang kuhadapi. Sebaiknya jangan kau katakan apapun, karena aku takkan pernah mendengarmu.

Aku benar-benar hafal mati apa yang harus kulakukan padanya. Tapi apa dia juga benar-benar telah melakukan apa yang seharusnya dia lakukan untukku?

Kau tak pernah tahu. Sungguh. Topeng kami terlalu tebal untuk kau tembus. Kecuali jika kau seperti Sang Pembaca yang sudah 19 tahun berkelana di dunia dinamika kepribadian manusia. Ah, lupakan. Sang Pembaca tak ada urusan disini. 

Bila harus kujabarkan bagaimanakah ia sebenarnya, mungkin hanya satu kata : Gurita. Terlalu banyak tangan untuk menyanggah. Bahkan impianku saja ia sanggah.

"Ada yang lebih penting, berguna dan bermanfaat," katanya padaku.

Penting untuk siapa? berguna untuk siapa? bermanfaat untuk siapa?

Aku benci diatur dan dibelenggu oleh gurita berwujud larangan-larangan yang dengan otak hancur saja tak mungkin kulanggar. 

Ah, entahlah. Terkuaknya masalah ini sukses membombardir kelapangan hati yang kubangun dengan susah payah. Sungguh, semuanya tertekan kesana. Ke alam bawah sadar yang tak pernah aku tahu ada dimana.

Aku marah? jelas. Tapi yang kutahu hanya satu, apa yang ia putuskan tak pernah bisa berubah. Dulu aku rajin bermimpi. sekarang rasanya tak perlu lagi bermimpi. Rasanya semua mimpiku adalah mimpi-mimpinya yang harus kulaksanakan. Mimpiku itu ambisinya. Ambisinya itu mimpiku.

Apalah bedanya aku dengan robot dengan ambisi penemunya!

Baiklah, masalah ini tak akan pernah terselesaikan dengan baik, kecuali jika aku hanya mengangguk dan menurut. Tanpa banyak tingkah, tanpa banyak sanggah, tanpa banyak mnengucapkan "ah".

Sebenarnya, inti kejadian tadi sore itu hanya satu. Betapa beberapa menit "tercongkel"nya masalah ini ke permukaan membuatku sukses ingin menangis dengan suara kencang. Ya ya ya...kutahu, memang tak ada hubungannya dengan postingan panjang ini. Sudahlah, hari sudah malam. Aku juga tak tahu apa maksudnya tulisan ini kubuat. Sudahlah, yang jelas dengan menangis sambil menulisnya sudah membuat hatiku sedikit tenang. Sudahlah, kau diam saja, kau tak tahu sama sekali tentang aku. Sudah.


Read More

Wednesday, May 23, 2012

KKN TEMATIK

Hari ini, pengumuman di kelas cukup menggemparkan. 

"Siapa yang mau KKN lebih awal dan tanpa biaya pendaftaran?"

Otomatis, gue sebagai seorang pecinta gratisan langsung mengangkat tangan dengan begitu semangat. Dari desas desus yang tersebar beberapa jam sebelum gue sampai di kelas, program persepatan KKN ini dikhususkan untuk angkatan gue, 2009.

Sebenarnya tak ada jaminan yang lebih kuat selain gratisnya biaya KKN. Karena lulus cepat atau tidaknya, lagi-lagi tergantung dengan kesungguhan dan niat setiap individu. Jadi, gue rasa KKN Tematik alias percepatan program KKN ini kurang tepat bila dijadikan "landasan" ingin cepat lulus kuliah. Namun, tak jadi masalah bila mereka inginnya demikian. 

Karena saingan yang sangat berat, rasanya permintaan "mohon doa agar lolos" yang gue sebar kemana-mana itu kurang banyak. Keputusan akhir tergantung pada kebaikan hati Pembantu Dekan III menunjuk dan memilih nama anak bimbingannya tercinta diantara deretan nama lain yang ia kenal (ngarep). 




Pastinya, lagi-lagi hanya karena kuasa-Nya lah yang bisa menjadikan keputusan besok siang itu menjadi keputusan terbaik sepanjang masa. 

Seandainya gue lolos, dan itu yang gue harapkan, gue mau sujud syukur di mushola. Walaupun pastinya dengan posisi sujud agak aneh karena lutut kanan "tidak antel" dengan lantai. Yang jelas, gue sangat berharap bisa lolos dan terpilih "duluan" KKN daripada teman-teman seangkatan.

Seandainya gue enggak lolos, dan ini tak diharapkan, rasanya gue harus menyiapkan seribu wajah tegar dan topeng legowo agar bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam "gimana hasilnya?" dengan wajah yang tersenyum gembira walau dengan jawaban pahit tiada tara. 

Ya ya ya, semoga Tuhan memberikan yang terbaik. 

Mungkin ini saatnya mengatakan apa yang pernah salah seorang penulis favorit gue bilang, "Saat kau berusaha mati-matian memiliki sesuatu, sesungguhnya kau takkan pernah memilikinya."


Tuhan, bila nanti aku tak terpilih program ini, jangan biarkan aku menangis dan sedih :)
Read More

SAHABAT

Sore tadi. Saat matahari masih menyilaukan mata. Saat angin sore membelai lembut wajah-wajah kelelahan dalam angkutan kota. Entah disebut apa. Anugerah kah? keajaibankah? Ini sesuatu yang menakjubkan. Gue pulang sore! hahaha. Kenyataan yang mendekati impian. Kenapa demikian? gue selalu pulang malam. Selesai kuliah tepat saat adzan maghrib berkumandang dan sampai di rumah saat jam tua sembilan kali berdentang. 

Sore itu perjalanan gue lumayan lancar. Puluhan menit tertahan di Bojong Soang karena tumpukan kendaraan yang tak bisa dikatakan seperti apa antriannya. 

Tapi bukan itu yang akan diceritakan disini. 

Perjalanan pulang gue memang cukup panjang. Tapi tak sepanjang dan selama senyuman gue saat angkot yang gue tumpangi berhenti didepan sekumpulan ibu-ibu pengajian berjumlah lebih dari 5 orang. Berikut percakapan tukang angkot dan ketua "gank" ibu-ibu pengajian tersebut :

T (tukang angkot) : "Ayo bu, ini masih kosong" (padahal disitu ada gue dan 5 orang penumpang lain)
I (ibu-ibu pengajian) : "Ah, penuh. Kita ada sepuluh orang."

T : Cukup, bu. 
I : 10 orang cukup gitu? enggak ah. Enggak cukup.

T : Ayo bu, bisa kok. 
I : ......................

Kau tahu? saking sebalnya dan gereget mungkin ya, beberapa penumpang merapatkan posisi duduk agar rombongan ibu-ibu tadi cepat masuk dan angkot ini cepat berjalan.

T : "Ayo bu.."
I : "Enggak ah, enggak cukup."

T : "Yaudah deh bu, 5 orang kesini. 5 orang yang lain ke angkot yang lain."
I : "Yee..enggak ah. Kita kan sahabat!"

Sontak seluruh penumpang plus sopir yang sebal bukan kepayang tertawa nyinyir. Tersenyum tak enak saat mendengar kata "sahabat". 

Sahabat. Hem, sahabat versi ibu-ibu itu mungkin "kebersamaan" hingga naik angkutan kota pun harus bersama. Mereka tak melihat usaha pak sopir yang sudah rela menunggu dan merayu mereka naik ke angkot tercintanya. Mereka tak melihat raut wajah kesal para penumpang yang sudah ada sebelum mereka. 

Ah, sahabat. Apakah selalu butuh "kebersamaan" ? Bagaimana bila tak bersama dan tak ada kebersamaan, apakah persahabatan dan sahabat itu masih ada? 

Ah, sahabat. Sepenuh hati ini tak mengerti kata itu.



Read More

LOW VISION

Gue gak tahu apapun sebelumnya tentang low vision dan baru tahu malam ini. Saat dr.Ferdiriva, sang penulis CADO-CADO mempublikasikan link video tentang low vision (kalau mau lihat, silahkan klik disini).  Menurut link itu, low vision adalah gangguan penglihatan kronik yang tidak dapat dikoreksi melalui penanganan medis, seperti operasi, obat-obatan dan tidak dapat dikoreksi secara refraktif dengan kacamata ataupun lensa kontak. Namun low vision masih memiliki sisa penglihatan yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatam sehari-hari dengan keterbatasan.

Suatu hari, gue duduk di selasar masjid kampus gue yang sekarang sedang dirombak. Ada seorang laki-laki yang berdiri tak jauh dari tempat duduk gue. Dia mendekatkan handphonenya dengan jarak yang sangat dekat, tak biasa. Saat itu, gue berpikir, mungkin ada sesuatu dengan matanya. Hanya sebatas itu. Tapi rasanya setelah malam ini, asumsi gue bertambah, mungkinkah dia orang dengan low vision?

Entahlah, gue terlalu sok tahu kalau sudah menyangkut tentang judgement.



Ada hal lain yang membuat gue agak jerih setelah melihat video itu dan teringat sepotong kejadian di depan masjid beberapa tahun yang lalu. Hal itu adalah kesamaan antara mereka berdua. Sama-sama masih semangat belajar walau kondisi penglihatan yang tak sempurna.

Mata gue minus. Tapi bisa diatasi dengan kacamata. Gue baru pakai kacamata di kelas 2 SMP. Saat itu, langsung minus 2,5. Setidaknya, gue "sedikit" bahkan sangat sedikit merasakan betapa frustasinya tidak bisa melakukan hal yang sama dengan orang lain saat sedang belajar di kelas.

Semua orang membaca tulisan di papan tulis, gue bosan karena saat mereka berusaha membaca dan menghapal dengan lantang, gue hanya bisa menyipitkan mata, berharap bisa melihat tulisan dengan fokus yang baik.

Ah, rasanya terlalu banyak nikmat yang masih gue abaikan. Nikmat penglihatan yang masih bisa membaca dengan jarak normal walau dengan kacamata. Nikmat diingatkan tentang pentingnya semangat dan perjuangan untuk terus semangat belajar dengan video orang-orang low vision. Ah, nikmatnya hidup ini. Tuhan.....lagi-lagi, terimakasih :)
Read More

Saturday, May 19, 2012

Kompetensi (MSDM)

Karena iseng tapi tetap ingin posting di Blog, akhirnya mengikhlaskan resume salah satu materi yang gue bikin menggunakan program EdWardMind Manager. Semoga bermanfaat :)



Read More

Thursday, May 17, 2012

JEJARING SOSIAL

Jejaring sosial buat gue itu rasanya seperti buku diary yang terbagi-bagi. Seperti kumpulan kata-kata yang kalau dikumpulkan selama setahun bisa menjadi ratusan lembar saking banyaknya ocehan yang terbuat. Seperti tempat pengalihan dari dunia nyata yang membosankan dan penuh stressor pembuat cemas. Sosial Media itu seperti media penolong yang tepat karena ke-maya-an-nya. 

Sungguh, gue adalah salah satu orang yang terbantu dengan adanya jejaring sosial. Kebutuhan berbicara dan mengungkapkan pikiran gue terlalu tinggi. Katanya terlalu ekspresif (dan itu benar). Apapun bisa gue obrol dan obralkan di media sosial. Entah dengan kiasan, atau langsung tanpa filter sedikitpun. Mengeluh, memuji, bercanda dan lain sebagainya bisa gue lakukan disana.

Mengeluh? kenapa gue dengan bangga menyebutkan mengeluh dalam aktivitas per-jejsos-an? Sebenarnya bukan bangga, bro. Gue memang terlalu sering mengeluh. Tapi terkadang gue mengeluh sebagai jalan terakhir dari ketidakmampuan gue menghadapi sesuatu. Tapi seringnya, gue mengeluh karena gue anggap gue gak bisa ngelakuin itu semua dan ini tak perlu dicontoh sama sekali!


Gue lebih nyaman berkomunikasi dengan orang lain melalui tulisan. Setidaknya, gue masih bisa memperlambat reaksi marah saat sesuatu tidak diinginkan terjadi. Tinggal offline, beres. Tinggal remove, selesai. Tinggal blokir, tenang. Sedangkan kalau bertatap muka dan ngobrol secara langsung, ah... perubahan ekspresi gue kurang bisa disembunyikan. Itu sangat-sangat mengganggu. Jadi lebih nyaman berkomunikasi dengan media, karena bisa jadi topeng secara bersamaan. Topeng yang mudah diatasi #shrink

Dengan jejsos, gue bisa melampiaskan pikiran-pikiran monolog gue. Dengan  jejsos , gue bisa akrab sama orang yang kalau ketemu langsug hanya bisa diam dan senyum gak ikhlas. Dengan  jejsos, gue bisa mengkisahkan apa yang enggan terungkap pada siapapun. Dengan  jejsos, gue bisa stalkerin orang-orang. Hehehehe.

Apa jadinya kalau gue lahir 80 tahun yang lalu?

Mungkin, gue bisa jadi orang terajin yang mengirim surat ke media massa. Mungkin, gue bisa jadi orang teraktif yang datang ke radio buat request lagu (dulu kan ga bisa sms ceritanya). Mungkin, gue bisa jadi orang ter-alay dan teraneh dan terbanyak omong dan terbanyak ngeluh dan ter dan ter lainnya di masa itu.

Ah, Tuhan selalu tahu kapan kita harus lahir.

Intinya, terimakasih para penemu teknologi. Terimakasih para penemu jejaring sosial. Semoga temuan kalian bisa digunakan dengan lebih bermanfaat lagi!!!


Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)