"Apakah
hidup ini soal pilihan? Karena jika hidup hanya sebatas soal pilihan,
bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah
pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu."
Pilihan. Selalu sulit menyatakan kau memilih A atau B, C atau Z, bahkan memilih untuk menulis disini atau tidak sebenarnya perlu waktu yang relatif panjang.
Aku tak begitu mengerti tentang pilihan. Yang aku tahu, saat orang memilih, artinya ia sudah kebal dan siap menerima dampak yang selanjutnya akan muncul.
Aku tak begitu yakin dengan pilihan yang telah kupilih, karena kutahu, suatu saat, pilihan ini akan berada pada posisi yang tak pantas untuk dipilih.
Kembali ke kalimat pembukaan tulisan ini. Memilih orang lain menjadi pilihan pertama tak selalu berbuah sebaliknya.
Apalah kewajiban mereka untuk memilih kita menjadi yang pertama dalam pilihannya? Bukankah mereka juga punya hak memilih orang lain menjadi pilihan pertama saat kita memilih mereka menjadi yang pertama?
Ah, pilihan rasanya seperti cinta. Persoalan kapiran yang tak habis dibicarakan. Persoalan penting-penting-tidak yang tak habis diceritakan. Persoalan yang tak pernah lekang di telan waktu yang katanya mempunyai tugas menyembuhkan.
Lagi-lagi tentang pilihan. Baru-baru ini aku mengambil sebuah pilihan yang menurutku cukup sulit kulakukan. Aku memilih untuk menjauhkan diri dari berbagai interaksi dengan lawan jenis yang bersifat intens.
Kenapa?
Entah, aku juga tak tahu kenapa. Yang jelas, saat itu, pilihan itulah yang kupilih.
Bila bicara alasan normatif, bisa saja aku memberi alasan karena memang tak seharusnya begitu dan aku tak ingin suamiku tak seperti itu. Aku terlalu yakin pada janji bijak "yang baik untuk yang baik, dan sebaliknya"
Dan aku belum baik.
Ah, sudahlah, lupakan masalah itu. Kembali pada topik tentang pilihan.
Masalahnya, apakah mereka juga akan memilihmu? ah, lagi-lagi tak pernah jelas jawabnya. Jika mungkin memilih, jadi pilihan keberapakah dirimu?
Ya, ya, ya.. aku tahu, kelanjutan dari tulisan ini sudah dapat diprediksi lagi. Rasanya hanya keikhlasan dan kelapangan dada saja yang bisa menerima semua kenyataan.
Biasanya, kau akan berkata lirih, "Biarlah, toh cinta tak harus selamanya memiliki"
Memilih, dipilih, tak ada bedanya, sama-sama persoalan kapiran.
2 comments:
jadi pilihan yang keberapa?
hmm..
entah, yg jelas, blom ada yang cocok jadi pilihan pertamanya aku :p
km?
Post a Comment