Menjadi penghuni gang di
pinggiran Kota Bandung memang penuh suka duka. Suka bila kita keluar dari gang
tak perlu lama-lama menunggu angkot yang hilir mudik di jalan besar sana. Angkot
berbagai jurusan sudah siap nangkring di mulut gang atau diseberangnya. Mudah.
Sungguh mudah. Saya terlalu sering mendapatkan kemudahan ini dan sampai sempat
lupa bagaimana rasanya menjadi ‘korban ngetem angkot’.
Tapi suka tak ada bila duka diabaikan
saja. Seringkali saat keluar dan sudah melambaikan tangan tapi sang sopir masih
memutuskan untuk menunggu, sialnya saat sampai mulut gang dan menggelengkan
kepala kembali sebagai tanda untuk tidak berniat naik angkotnya, sopir angkot
memaki seakan menunggu saya berjalan sudah menghilangkan potensinya untuk
mendapatkan 5 penumpang lagi. Lah iki salahe sopo toh?
Saya, sebagai manusia yang sudah
bertahun-tahun tinggal jauh dari jalan besar merasa senang bahkan terlalu
senang dengan hal ini. Menjadi manusia penghuni gang ternyata cukup
menyenangkan. Entah saya yang terlalu
mudah terkesima terhadap hal-hal sederhana ataukah memang hal ini adalah hal
menyenangkan yang sederhana.
2 comments:
Membaca artikel ini melontarkan memory saya saat dimana kami lahir,tumbuh dan dewasa diantara lebar gang yang hanya 2 meter dan luas rumah 72 M2. Banyak mimpi terselip diantara lorong-lorong gang yang tak semua bisa terwujud karena keterbatasan. Selamat menikmati kehidupan gang yang "unik". Tetap semangat!
Membaca artikel ini melontarkan memory saya saat dimana kami lahir,tumbuh dan dewasa diantara lebar gang yang hanya 2 meter dan luas rumah 72 M2. Banyak mimpi terselip diantara lorong-lorong gang yang tak semua bisa terwujud karena keterbatasan. Selamat menikmati kehidupan gang yang "unik". Tetap semangat!
Post a Comment