Saturday, November 16, 2013

JALAN: OBJEK TANGGUNGJAWAB BERSAMA

"Jalan tidak pernah berujung. Setiap jalan sambung menyambung menjadi satu sehingga manusia tidak akan pernah menemukan akhir jalan dalam artian filosifis maupun definitif. (unknown)"
Sore itu saya kembali terjebak di tengah kemacetan panjang. Alasannya sama dengan hari-hari lainnya: perbaikan jalan. Beberapa bulan yang lalu juga saya sempat terjebak hingga larut malam karena perbaikan jalan yang entah hingga kapan selesainya. Jalan desa, jalan kota, jalan kabupaten bahkan jalan provinsi  dab nasional tak luput dari kerusakan yang bisa berbuah petaka. Tak seluruh jalan di Indonesia seperti itu, banyak jalanan di Indonesia yang mulus bak sirkuit kompetisi mobil cepat ternama. Sayang, 'bopeng-bopeng' di jalan negeri ini  tak bisa diabaikan begitu saja. Ia bak 'bopeng-bopeng' di permukaan bulan nun jauh disana. Mengganggu mata manusia yang sedang menikmati keindahan Indonesia. 

Jalan yang sudah diperbaiki rasanya tak bertahan lama. Jalanan Pantura yang selalu dibenahi setiap tahunnya, jalanan desa yang entah kapan diaspal dan diperbaiki, jalan provinsi yang terkadang terlalu penuh dengan berbagai kendaraan beroda empat maupun dua. Ah, jalan membuat manusia yang berlama-lama disana menjadi keras.

Berbagai pihak saling menyalahkan satu sama lain atas penyelenggaraan jalan termasuk pemeliharaan dan pemanfaatannya. Lalu siapa yang sebenarnya bertanggungjawab atas pemeliharaan dan pemanfaatan jalan yang ada di Indonesia? 

Tanggungjawab siapa?

Saya pikir hal ini tidak pernah dibahas sebelumnya, ternyata saya salah. Kementerian Pekerjaan Umum nyatanya sudah menjabarkan bahwa penyelenggaraan jalan adalah tanggungjawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan pihak swasta dalam bentuk pedoman yang bisa diakses dengan mudah oleh siapapun melalui internet.  

Sebagian besar masyarakat selama ini merasa dirinya hanya menjadi objek dari sebuah kegiatan ataupun upaya peningkatan kesejahteraan yang dilakukan oleh pemerintah di Indonesia. Ini ditunjukkan dengan minimnya partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan, penggunaan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan jalan. Meskipun kita tidak bisa menutup mata dengan usaha beberapa orang yang meluangkan waktunya untuk memelihara jalan raya dari ranjau paku, serpihan kaca dan benda-benda membahayakan lainnya. Gerakan-gerakan kecil yang dilakukan oleh beberapa masyarakat menunjukkan kesadaran bahwa masyarakat bukan lagi hanya menjadi objek sebuah program pemerintah, namun menjadi subjek yang ikut menyukseskan program pemerintah. Dengan kesadaran itulah kita bisa mengerti tentang adanya objek bersama yang bisa digarap dengan pembagian peran yang sudah diupayakan oleh pemerintah yaitu jalan.

Berbagi peran

Pemerintah sebagai penyelenggara jalan sudah selayaknya mendapat dukungan dari masyarakat untuk mempercepat kemajuan negeri ini. Dalam pedoman yang disahkan setahun yang lalu ini menyebutkan bahwa masyarakat sebagai pemanfaat jalan (orang yang mendapatkan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung dari jalan untuk pemenuhan kepentingannya) dan pengguna jalan (orang yang menggunakan jalan baik perorangan, kelompok, maupun badan usaha) bisa banyak mengambil peran dalam setiap tahapan penyelenggaraan jalan (pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan). Inti peran masyarakat dalam setiap tahapan penyelenggaraan jalan adalah sebagai pemberi informasi, usulan mapun saran. Meskipun memang ada beberapa tambahan peran yang bisa dilakukan oleh masyarakat dalam tahapan-tahapan tertentu seperti memberi sumbangan finansial, material maupun pemikiran. 

Peran masyarakat dalam penyelenggaraan jalan juga membuka peluang bagi masyarakat untuk mensosialisasikan pengetahuan. Selain itu, masyarakat juga berpeluang untuk menggerakkan masyarakat lainnya untuk dapat berkontribusi secara positif terhadap penyelenggaraan jalan tersebut. 

Penyampaian aspirasi

Pemberian masukan positif bisa dengan mudah dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah. Berkaitan dengan penyampaian aspirasi masyarakat tentang penyelenggaraan jalan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terutama penyampaian aspirasi kepada pihak yang tepat agar bisa dengan cepat menyelesaikan keluhan ataupun aspirasi yang disampaikan. Untuk jalan nasional, penyelenggara jalan adalah Menteri Pekerjaan Umum dengan pelaksana penyelenggara jalan adalah Balai Besar/ Balai Pelaksana Jalan Nasional atas nama Direktur Jendral Bina Marga. Untuk jalan provinsi, penyelenggara jalan adalah Gubernur dengan pelaksana penyelenggara jalan adalah Kepala Dinas yang berwenang dalam Penyelenggaraan Jalan Provinsi. Untuk jalan kabupaten, penyelenggara jalan adalah Bupati dengan pelaksana penyelenggara jalan adalah Kepala Dinas yang berwenang dalam Penyelenggaraan Jalan Kabupaten. Untuk jalan kota, penyelenggara jalan adalah Walikota dengan pelaksana penyelenggara jalan adalah Kepala Dinas yang berwenang dalam  Penyelenggaraan Jalan Kota. Untuk jalan desa, penyelenggara jalan adalah Bupati dengan pelaksana penyelenggara jalan adalah Kepala Desa. Jadi, jangan sampai salah menyampaikan aspirasi anda sebagai social control dari pemerintah.

Penyampaian aspirasi akan menjadi lebih mudah jika kita menggunakan banyak media yang dimiliki oleh pemerintah. Sudah banyak sekali tokoh masyarakat maupun lembaga pemerintahan yang memiliki akun social media. Komunikasi di era digital ini sudah pasti lebih mudah dilakukan daripada terus menunggu kesempatan untuk bertatap muka dengan pihak-pihak terkait yang terkadang sangat sulit ditemui. Memanfaatkan teknologi akan membantu kita untuk dapat membantu pemerintah melakukan perbaikan terutama dalam pelayanan terhadap masyarakat.

Penutup

Menjadikan jalan sebagai objek tanggungjawab bersama tidak serta merta menjadikannya sebagai pemutar roda kehidupan. Menggunakan jalan atau trotoar untuk kebutuhan bisnis, bukan saja merugikan pemerintah yang sudah susah payah membuat jalan untuk kemudahan akses masyarakat. Hal itu juga merugikan masyarakat lainya sebagai pemanfaat dan pengguna jalan yang terhambat aktivitasnya hanya karena bertoleransi terhadap masyarakat lain yang tidak toleran terhadap sesamanya. 

Masihkah kita pantas menyalahkan pemerintah tanpa berkaca dan mengambil andil tanggungjawab yang kita emban?


Read More

Monday, November 11, 2013

Menikah

Menikah. Satu kata yang melahirkan begitu banyak persepsi bagi orang-orang yang membacanya. Kata yang menurutku merujuk pada keinginan tiada henti manusia yang merasa kebutuhannya harus terus menerus dipenuhi. Yang lajang ingin memiliki pasangan, yang memiliki pasangan terkadang ingin menjadi lajang, menambah pasangan atau bahkan melanjutkan hubungan mereka ke jenjang perkawinan. Yang sudah menikah ingin memiliki anak. Yang punya anak ingin anaknya cepat sekolah saat ibu dan ayahnya lupa dulu mereka sulit sekali menyelesaikan sekolah, dan selanjutnya dan selanjutnya. 

Nikah, kawin, sama saja. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pun tak menjelaskan apa yang seharusnya dipakai karena keduanya sama lazimnya digunakan dalam percakapan sehari-hari maupun dalam tulisan ilmiah. Terserah tentang KBBI, aku tak akan membahas itu. 

Ada seseorang yang bilang padaku, nikah itu merujuk pada ikatan sakral yang biasanya ditandai dengan pengucapan ijab kabul dan sejenisnya. Sedangkan kawin itu adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh wanita dan pria. Mungkin orang yang berbicara padaku itu sering melihat hewan 'kawin' sehingga apa yang dianalogikannya menjadi cukup lucu bagiku. Terserah bagaimana bagimu.

Menikah itu menurutku awalnya hanya ide orang-orang saja yang dipertegas oleh hukum-hukum agama, norma sosial bahkan dianggap sebagai tugas perkembangan yang harus diselesaikan oleh seseorang pada fase pertumbuhan tertentu. 

Menikah akhir-akhir ini menjadi jalan keluar dari masalah-masalah yang ada di sekitar seseorang. Percaya atau tidak, hampir semua teman dekatku yang sudah menikah dan bercerita tentang alasan ia memutuskan menikah adalah untuk mengeluarkan dirinya dari masalah yang cukup lama digelutinya. Beberapa orang menikah karena merasa sudah umurnya dan ada tekanan yang halus dari lingkungan sekitar, orang tua, teman-teman, dll untuk menikah. Kalau menurut riset kecil-kecilan yang aku baca, alasan ini disebut konformitas. Mungkin aku salah mengerti dengan hasil riset yang kulakukan, jadi jangan jadikan tulisan ini sebagai pegangan. Ini hanya ceritaku saja. 

Beberapa yang lain menikah karena sudah muak dengan kondisi keluarga yang amburadul dan ada seseorang yang ingin menyelamatkan dirinya dari keamburadulan kelompok kecil terdekat bernama keluarga itu. Jadilah sang lelaki bak pangeran berkuda putih yang siap berperang di medan perang. #halah

Beberapa yang lain merasa sudah sangat siap dan memang sudah punya pasangan sebelumnya. Pasangan disini adalah pacar. Walaupun menurutku tidak ada hasil ilmiah apapun yang menunjukkan hubungan yang linier antara usia pernikahan dan usia pacaran. Ah sudahlah, abaikan asumsiku satu ini. 

Beda dengan yang lainnya, ada juga orang yang menjadikan menikah adalah sebagai cita-cita. Ya seperti cita-citaku menikah dengan dokter, mungkin. Sungguh, aku sempat mewawancarai seseorang yang merasa menikah adalah cita-citanya yang tercapai (kebetulan saat itu ia sudah menikah). 

Menikah bagiku tak jauh berbeda dengan yang lain. Mempercayakan kehidupan selanjutnya dengan orang yang tak jarang tidak kita kenal sebelumnya (entah kl sudah kenal). Ini cukup sulit. Percaya pada orang tua saja sulit, apalagi dengan orang lain yang akan selalu menghabiskan hari-harinya dengan kita. Aku pernah mendengar orang berkata, "sekarang kau akan bilang senang dan bahagia bila kau bertemu denganku setiap hari, bisa saja beberapa bulan lagi (dimana kau melihatku setiap hari) akan muak melihat wajah ini."

Bagaimana jika dikhianati atau mengkhianati? Bagaimana jika aku kecewa dan mengecewakan? Bagaimana jika menjauh perlahan atau dijauhi perlahan? Bagaimana jika...

Betapa rumit ikatan bernama pernikahan di otakku. Mungkin itu bisa terjadi karena hingga saat ini aku berpikir bahwa berhubungan dekat dalam jangka waktu yang cukup lama dengan intensitas bertemu yang amat tinggi cukup sulit. 

Tapi lagi-lagi pandanganku tentang pernikahan tidak stagnan pada suatu titik dimana aku merasa belum pantas untuk melakukannya. Pernah beberapa kali aku berpikir untuk menikah cepat dengan cara ta'aruf atau bagaimanalah. Toh aku tidak sedang mencintai siapapun (entah bila ada yg cinta, mungkin matanya sudah buta). Inginnya aku menikah dengan dokter yang kualitas otak, iman dan hatinya baik. Itu terjadi bila terkadang aku khilaf dan tak sadar diri. Mereka yang menurutku sempurna pasti mencari orang-orang yang sempurna juga di matanya. Terkadang aku menolak mentah-mentah gagasan nikah muda (menikah dibawah usia 24 tahun), terkadang aku juga ingin merasakannya (walaupun sekarang umurku menginjak 23 tahun lebih sekian bulan). Intinya, pandanganku tentang pernikahan tidak pernah tetap. 

Hingga saat ini aku masih berpikir bahwa pernikahan adalah 'ajang' (jeileh bahasanya) belajar dari orang lain yang sah secara hukum dan agama untuk selalu mendampingiku. 

Entahlah seperti apa pernikahanku nanti, dengan siapa aku menikah nanti, kapan aku menikah hingga dimana aku tinggal setelah menikah.. Siapa dan bagaimana anakku nanti? Sudikah mereka betah tinggal di rumah dengan makhluk semengerikan aku? haha. Semoga saja ada orang yang cukup waras dan tepat yang tersihir untuk datang ke rumahku. Sihir yang kumaksud disini yaitu daya tarikku (kau pasti tahu kalimat ini kutulis dengan bulu kuduk merinding karena terlalu menjijikkan). 

Read More

Wednesday, October 16, 2013

HIDUP DAN MOTOR

Pagi tadi sama seperti biasanya. Udara terasa segar. Burung-burung masih riuh berkicau. Kendaraan roda empat hilir mudik di jalan kecil di desa kami. Hal yang tak biasa adalah pada kegiatanku pagi itu. Aku tak berkutat dengan setumpuk cucian di rumah bagian belakang. Bukan pula diam di depan laptop dengan kening berkerut dan pikiran yang tak karuan. Pagi itu aku dan adikku memutuskan untuk pergi dari rumah. Menuju jalan raya yang cukup jauh dari rumah kami. 

Adikku memanaskan mesin motor. Aku mencari-cari sandal yang selalu malu-malu dan bersembunyi entah dimana saat akan kupakai. Setelah semuanya siap, kami berdua bergegas pergi keluar rumah dengan kendaraan roda dua itu. Tinggal dan berada di lingkungan dengan nilai kolektivisme yang tinggi membuat kami tidak bisa cuek bebek dan tak menebar senyum saat bertemu tetangga. Ya, walaupun kita tidak tahu siapa mereka karena tak pernah berinteraksi secara langsung, tapi tak ada yang salah menebar senyum kami yang memang manis :D

Jalan desa kami sedikit unik. Setengah aspal pas-pasan dan setengahnya lagi hotmix. Perjalanan dari depan rumah agak sedikit menyebalkan karena harus cekatan memegang dan menarik rem karena kondisi jalan yang cukup jelek. Seperti halnya proyek-proyek pembuatan jalan di tempat-tempat yang terpencil. Bagus di depannya saja, di ujung jalan entah bagaimana nasibnya. 

Seperti tanggungjawab. Saat tangungjawab dipikul oleh seorang manusia yang mengajukan diri untuk memikul tanggung jawab itu, sepertinya semua orang yang mendukungnya akan selalu ada sampai di penghujung jalan nun jauh disana. Mereka benar-benar "terlihat" membawa cangkul dan berbagai perlengkapan membangun jalan lainnya. Meter berganti meter, beberapa meter pertama luar biasa bagusnya hasil kerja mereka. Sangat mudah membedakan mereka yang benar-benar ingin membantu dengan mereka yang hanya bisa berkomentar saja. Namun semua berubah di meter ke-40. Semua orang disana mengeluhkan bagaimana mereka bisa kerja dengan baik bila pasokan logistik yang dibutuhkan tidak tersedia. Semua orang meragukan kemampuan mereka membuat jalan puluhan meter jauhnya. Semua orang sudah bosan dengan pekerjaan-pekerjaan yang menghabiskan waktu mereka siang dan malam. Semua orang sepertinya sudah tak berdaya. Tapi pemimpin proyek harus tetap ada dalam posisi yang tak semakin menyulitkan mereka. Singkat cerita, proyek selesai. Setelah proyek itu selesai, tak pernah ada orang-orang yang mengungkit kembali permasalahan pembangunan jalan. Tak ada lagi orang yang berkomentar "uangnya dipakai apa sih? kok bikin jalan saja tidak becus" atau "bagaimana sih yang pegang proyek. Tidak menghormati pengguna jalan," dan sebagainya dan sebagainya.

Ah, menurutku hidup tak lebih seperti membangun jalan itu. Apalagi bila kita mendapatkan amanah dalam sebuah proyek, jabatan ataupun tanggungjawab yang sejenisnya. Fase pembangunan jalan yang kuceritakan tadi pasti terlewati. Lengkap dengan dinamikan permasalahan yang berbeda satu sama lain. Tapi itulah hidup.

Aku masih cukup takut menyatakan diriku telah mengambil banyak keputusan yang benar dan sesuai dengan kebutuhan maupun permasalahan yang ada. Aku masih jauh dari kata sempurna. Toh tidak kentut sehari saja bisa menangis, mana bisa aku sombong?

Lalu apa hubungannya dengan judul tulisan ini? Ah, sudahlah. Kau terlalu mengambil pusing banyak hal kecil :D
Read More

Sunday, October 13, 2013

Dekat

Feeling close to another person is a wonderful experience, but one that assumes the risk of experiencing loss or rejection. Accordingly, before growing closer to a partner, one would like to be sure that the partner also desires closeness.
Mendekati, didekati, memaksa dekat dan merasa dipaksa dekat seperti hal yang lumrah di dunia ini. Saya baru sadar jika hal-hal remeh seperti ini bahkan menjadi perhatian para peneliti asing yang mengabdikan dirinya dalam dunia sosial dan hubungan interpersonal.

Banyak sekali hal-hal yang menyebabkan seseorang dekat dengan orang lain. Ketertarikan satu sama lain atau satu pihak saja bisa disebabkan oleh banyak aspek. Mulai dari ketertarikan karena fisik hingga wawasan. Ah, tak usah kujelaskan pun kau sudah mengerti, bukan?

Saat seseorang dekat dengan orang yang menarik untuknya, ada beberapa hal yang mempengaruhinya, salah satunya persepsi tentang perasaan orang tersebut terhadap hubungan yang mereka jalani saat ini. Seperti yang saya kutip di atas, memiliki perasaan yang dekat dengan orang lain memang sebuah pengalaman yang menyenangkan, tapi risikonya adalah merasakan pengalaman kehilangan atau ditolak.

Persepsi tentang apa yang dirasakan oleh -katakanlah- pasangan sangat berkaitan erat dengan hasil atau outcome dari sebuah hubungan daripada perasaan nyata yang dirasakan pasangan. Hal ini sering disebut dengan efek akurasi (Kenny & Acitelli, 2001). Ah, kau pasti tahu saat orang jatuh cinta, ia tak mungkin dengan mudahnya tahu dan sadar bahwa ia sedang jatuh cinta. Terkadang kita menilai apa yang pasangan kita rasakan dengan apa yang dirasakan oleh kita sendiri. Ini jelas asumtif dan perlu dibuktikan atau bahasa kerennya diobjektifikasi. 

Terlepas dari hal itu, tanda-tanda spesifik alias kode sangat penting untuk menstabilkan respon umum yang diterima oleh pasangan. Kepuasan yang dirasakan oleh pasangan mengarahkannya pada persepsi kedekatannya dengan kita. Kau tahu, ini dapat mempengaruhi pada tingkat kedekatan seseorang terhadap pasangannya. 

Secara cepat saya menyimpulkan bahwa kepuasan pasangan kita terhadap hubungan yang sedang dijalani dapat 'dideteksi' dengan tingkat kedekatan pasangan terhadap kita. Maka bila kau ingin komitmen hubunganmu kalian oke, maka yang perlu pertama kali ditumbuhkan adalah persepsi positif pasangan terhadap hubungan yang sedang kalian jalani. Hal ini bisa terjadi karena persepsi positif terhadap hubungan akan menumbuhkan kepuasan seseorang pada hubungan yang sedang dijalani. 

Sebagai informasi, tulisan ini bersumber dari jurnal sosial dan hubungan interpersonal yang sedang saya baca. Jadi, jika kurang sesuai dengan apa yang kau rasakan, jangan marah-marah di blog ini, oke? :) 
Read More

Saturday, October 12, 2013

Dari Tak Mungkin menjadi Mungkin

Tiba-tiba teringat dengan beberapa kompetisi tingkat nasional yang kami ikuti. Bukan, bukan saya yang mengikuti kompetisi itu, tapi mahasiswa/i Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang diakomodir oleh SMF Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Beberapa minggu yang lalu, kami mengikuti sebuah event tahunan dari fakultas Psikologi salah satu universitas terkemuka di Indonesia. Event ini terdiri dari berbagai cabang lomba olahraga dan seni. Dari sekian banyak cabang lomba, kami hanya mengirimkan 3 tim (Futsal putra, basket putra dan tari) karena keterbatasan kuota yang disediakan panitia untuk cabang lomba tertentu. 

Masih teringat jelas raut muka kebingungan teman-teman bidang pengembangan seni dan olahraga. Hal mendasar yang paling membuat mereka bingung adalah bagaimana memfasilitasi pemain atau peserta lomba dengan sebaik-baiknya. Berbagai cara sudah kami upayakan. Namun kekurangan pasti tak bisa dinafikan. 

Hari keberangkatan tiba. Bus biru tua bertuliskan Angkatan Udara Republik Indonesia datang setelah kami menunggu lama. Padahal pelepasan peserta sudah dilakukan beberapa jam sebelumnya. Terlepas dari lamanya kami menunggu bus itu datang, bila kau tahu bagaimana cerita dramatis yang ada di belakang kehadiran bus itu, kau bisa saja beranggapan seperti kami : Bus itu adalah bus penyelamat. Terdengar terlalu berlebihan memang, tapi itulah yang sesuangguhnya terjadi. 

Melihat bus itu datang, raut muka kebingungan fasilitator sedikit memudar. Baru sedikit saja.

Kami berkumpul di tiang bendera depan gedung rektorat dan berdoa bersama. Apapun dan bagaimanapun hasilnya, mereka tetap orang-orang terbaik yang pernah dimiliki psikologi UIN SGD BDG.

Perjalanan dimulai. 

Bus itu mengangkut sekitar 35 orang dan langsung berangkat menuju Jakarta selepas Ashar. Sungguh, melihat keberangkatan mereka saja membuatku haru sekaligus bangga. Meskipun fasilitas yang kami berikan disana hanya ala kadarnya saja, tapi semangat untuk mengikuti kompetisi ini semakin bekobar. 

Mengapa saya tidak ikut? Ada banyak hal yang harus diselesaikan dengan segera disini. Kegiatan tak lantas berhenti hanya karena berfokus pada satu kegiatan yang sedang berjalan, bukan? Tapi saya berjanji akan menyusul kesana saat giliran tim tari tiba. Karena jadwal mereka cocok dengan pengaturan jadwal pribadi yang saya buat. Selain itu, hanya ada 1 orang staf bidang pengembangan olahraga dan seni yang ikut ke pertandingan tersebut. 

Pertandingan demi pertandingan berlalu. Kalah dan menang bergantian dicapai. Namun hasil akhir menunjukkan bahwa kami (tim futsal dan basket) belum bisa lolos ke babak selanjutnya. Sama halnya dengan perlombaan tari yang kami ikuti, kami belum bisa mempersembahkan kemenangan untuk semua orang yang telah mendukung kami. Tapi kekalahan tak pernah jadi masalah, karena tujuan utama menerima tawaran mengirimkan delegasi ke kompetisi tersebut bukan hanya 'meraup kemenangan' saja tapi memberikan kesempatan teman-teman kami di Psikologi UIN SGD BDG untuk merasakan maupun mempelajari penyelenggaraan kompetisi tingkat nasional. 

Terlepas dari hasil akhirnya, evaluasi besar-besaran perlu dilakukan dengan benar agar kedepannya lebih baik lagi. Meskipun kita semua harus menyadari bahwa semua orang yang terlibat dalam kompetisi ini baik pelatih, pemain maupun pihak kami sebagai official sudah berusaha sekuat tenaga dan sebisa mungkin. Mari saling menghargai. Bukan dengan sejumlah uang, bukan pula dengan pujian-pujian, tapi dengan pengakuan bahwa kita semua sudah berusaha pol-pol-an. 

Secara khusus saya ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kita semua mengikuti kompetisi ini. Semua hal yang sekarang telah berlalu itu sempat berkali-kali terasa mustahil bagi kami. Tapi dengan bantuan semua pihak, hari-hari itu telah kita lewati bersama. Sekali lagi, terimakasih sebanyak-banyaknya dan maaf atas segala kekurangannya. 

Sukses selalu! Salam hangat :)







Read More

Sunday, October 6, 2013

Bisikan

Kau tahu, semilir angin itu membisikkan sesuatu padamu. Tak penting memang, tapi itu cukup mengganggu. Ia berbisik tentang sesuatu yang tak pernah sedikitpun kuharapkan kemunculannya. Tentang sesuatu yang diberi nama kerinduan oleh banyak orang.

Ya, aku rindu. Apakah bisikan itu tersampaikan padamu?
Read More

Sunday, September 22, 2013

Untukmu, adik-adik mahasiswa baru

Mungkin ini sudah terlalu terlambat mengucapkan "Selamat datang" kepada adik-adik kami, mahasiswa Fak Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung angkatan 2013. Tapi izinkan saya memberikan 'penyambutan' yang mungkin pernah kau dengar sebelumnya. 

Untukmu, adik-adik mahasiswa baru. Terlepas dari jalur mana kau diterima di perguruan tinggi ini, terlepas dari 'enggan'nya kau berkuliah di universitas ini, perlu kau tahu setiap orang darimu membuat lebih dari 2 orang pendaftar di jurusan ini tak lolos seleksi. Apa kau tahu kabar mereka yang berusaha sekuat tenaga untuk lolos seleksi namun sekuat tenaga pula menahan kecewa karena usaha mereka tak membuat mereka menjadi bagian dari UIN SGD BDG?

Untukmu, adik-adik mahasiswa baru. Tak ada yang melarang kau ingin memuaskan dirimu dengan berkeliling kota ini. Tak ada yang menjegalmu untuk menikmati indahnya hari dengan penuh hahaha hihihi. Tak ada yang mencegahmu untuk mencari banyak tempat nongkrong disana sini. Tapi tak ada yang pula yang melarangmu untuk melakukan hal-hal lebih bermanfaat daripada itu. Bentangkan sayapmu, perbanyak jaringanmu, perluas pengetahuanmu, dan perkaya dirimu dengan berbagai pengalaman yang memuaskan batinmu. 

Untukmu, adik-adik mahasiswa baru. Saya menuliskan ini dengan segenap penyesalan tak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dulu. Kau bisa tahu lebih banyak dari apa yang kau pelajari di kelas dari dosen-dosen mulia itu. Tak perlu ikuti orang-orang yang memaksamu dengan janji-janji muluknya. Ikuti saja kata hatimu. Kata hatimu tak akan pernah menyalahkan tuannya. Kata hati tak akan termakan oleh bujuk rayu penjaringan masa.

Untukmu, adik-adik mahasiswa baru. Kau tahu, tak sedikit mereka yang baru menyandang status sebagai mahasiswa sudah berkontribusi luar biasa untuk negerinya Indonesia. Mereka yang ikut kelompok ramah lingkungan, mereka yang ikut memperjuangkan nasib buruh yang ditindas perusahaan, mereka yang peduli dengan orang-orang pinggiran, mereka yang mengharumkan nama universitas di berbagai kegiatan dan mereka yang tekun mendalami ilmu di banyak perpustakaan, diskusi maupun forum-forum lainnya. Kau bisa seperti mereka. Bahkan mungkin lebih. Ah ya, kau lebih tahu apa yang kau sukai. Kau tahu lebih banyak bagaimana caranya berkontribusi untuk negeri. Bila tidak, kau tahu cara untuk mencarinya. Untuk apa ada jaringan internet dengan segala kecanggihannya bila tidak dimanfaatkan dengan baik? 

Untukmu, adik-adik mahasiswa baru. Tak usah kau pikir terlalu mendalam dan berkepanjangan bila kau menemukan perbedaan yang tak pernah kau temukan sebelumnya. Semua orang disini sedang berproses untuk menjadi lebih baik. Semua orang disini sedang belajar tentang apa dan bagaimana menjadi baik. Mari belajar dan berproses bersama. Nikmatnya proses akan terasa bila kita bertemu akhir dari perjalanan panjang ini. 

Untukmu, adik-adik mahasiswa baru. Kita semua tahu kampus kita bukanlah kampus yangmenampung anak-anak kaya dan berada. Kampus kita bukanlah tempat yang tepat untukmu memamerkan harta karena memang bukan dengan alasan itu kita menempuh pendidikan perguruan tinggi, bukan? Mari berlomba mencetak prestasi, bukan memamerkan makan apa kita hari ini. Toh, hasil akhir dari makanan mewah itu tetap saja menjijikkan, yang kita pakaipun akan menjadi barang bekas yang menyedihkan.

Untukmu, adik-adik mahasiswa baru. Maafkan rangkaian kata ini bila menyakiti hatimu. Saya tak ingin dan tak berniat berdebat dengan siapapun karena memang tak ada hal yang perlu didebatkan dari tulisan ini. Lagi-lagi saya ulangi, mari berproses dan belajar bersama. Tak ada yang lebih mampu dan tak ada yang lebih hebat daripada yang lain. Yang ada hanyalah mereka yang berani mencoba dan menikmati proses percobaan mereka. Saya harap kita bisa menjadi bagian dari mereka yang saya sebutkan terakhir.

Terakhir, selamat menyandang status mahasiswa. Julukan yang hanya ada di Indonesia. Penambahan kata maha di depan kata siswa -menurut interpretasi abal-abalku- menunjukkan besarnya harapan bangsa ini terhadap kontribusi nyata dari mereka yang merasakan indahnya duduk di perguruan tinggi. Tanggung jawab perubahan ada di pundakmu, pundakku, pundak kita semua: mahasiswa Indonesia. 

Selamat berkontribusi secara aktif dalam kebaikan. Selamat menikmati dinamika perkuliahan yang kadang tak pernah terbayang. Selamat menikmati perkenalan dengan berbagai elemen di kampus ini. Selamat :)
Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)