Sunday, January 24, 2016

PASPOR SI KIKI : TURKI JILID I –BERTEMU HAGIA SOPHIA-

Awalnya saya malas menuliskan cerita ini karena foto-foto saya dari memory card kamera saku sudah berpindah ke laptop yang ada di rumah. Hasrat narsis terhambat, semangat nulis berkurang. Benar-benar blogger abal-abal. Hahaha.

Tapi karena takut keburu lupa dengan ceritanya, baiklah saya curcol sampe meluber-luber di blog ini. Keterangan gambar akan di upload di Flickr atau Facebook.

Nah, menginjakkan kaki di Kota Istanbul membuat saya tersenyum cerah ceria sepanjang hari. Kenapa? Karena disini tukang jagung dan kacang saja ganteng badai. Tengok kanan kiri rata-rata para makhluk berjakun yang ada di kota ini berjanggut, kumis tipis dan macung. Lengkap juga dengan tatapan mata yang tajam dan juga bulu mata yang lentik. Postur tubuh mereka beberapa ada yang atletis, beberapa yang lain yaaa buncit-buncit macam om-om gitu. Ada yang tinggi, ada juga yang mini-mini gitu. Intinya, ganteng deh.  Oke skip pembahasan tentang populasi manusia ganteng yang terakumulasi di Turki.

Saya ikut rombongan Tour Istanbul yang disediakan oleh Turkish Airlines. Sebetulnya jadwal tur di hari Jumat adalah mengikuti Bosphorus cruise. Tapi karena saat saya datang adalah musim dingin, maka tur dialihkan ke area Sultanahmet. Peserta tur berasal dari beragam negara, ada yang dari Italia, Cina, Korea, dll. Pak Zul sempet-sempetnya foto-foto dengan turis Italia yang cantik dan sekseh. Emang yaaa cowok mah begitu udah punya anak juga~

Perjalanan kami di Turki tepatnya di area Sultanahmet dipandu oleh Omar, sang guide. Di perjalanan kami menuju Sultanahmet, Omar bercerita tentang sejarah kota Istanbul yang dulunya disebut Kota Konstatinopel di zaman kerajaan Romawi. Kota ini pun terkenal dengan sebutan “The capital of the world”  dan merupakan ibu kota Kekaisaran Romawi, Kekaisaran Romawi Timur, Kekaisaran Romawi Latin dan juga Kesultanan Utsmaniyah (sumber: wikipedia). Yang menakjubkan lagi selama abad pertengahan, Konstatinopel merupakan kota terbesar dan termakmur di Eropa. Wuih. Mantap kan.  

Nama Konstatinopel berganti menjadi Istanbul di masa berdirinya Republik Turki dan menjadi bagian dari reformasi nasional Ataturk. Oh ya, beberapa huruf khusus dalam bahasa Turki tidak ada di komputer saya, jadi mohon maaf kalau tulisannya tidak sesuai dengan ketentuan penulisan yang seharusnya. Nah, Ataturk ini adalah Bapak Turki. Kata teman saya, beliau ini semacam Hitlernya Turki. Tapi jasa Ataturk dikenang dimana-mana. Bahkan di pelajaran Bahasa Turki teman saya disana ada bahasan khusus tentang bapak ini.

Kota Istanbul dikelilingi benteng yang kokoh luar biasa. Sebelum jatuh ke tangan Kesultanan Utsmaniyah, kota ini sering di serang oleh musuh-musuh Romawi, tapi tidak pernah berhasil terjebol bentengnya. Potongan-potongan benteng masih terlihat di sepanjang perjalanan dari bandara ke Sultanahmet. Kota ini adalah kota pelabuhan yang dapit oleh Laut Marmara yang menghubungkan Istanbul bagian Eropa dan bagian Asia, golden horn atau tanduk emas dan juga selat Bosphorus. Jadi terbayangkan betapa strategisnya Istanbul.

Sebelum menelusuri Sultanahmet, kami diajak sarapan dulu di restoran. Saya agak bingung sih ini sarapan atau apa. Menunya adalah roti dengan mentega, lalu ada telur rebus yang ada cap pink-nya. Ada juga tomat kecil-kecil dan buah zaitun. Gue bingung makannya yang mana dulu. Hahaha. Katrok mah gak bisa dimodifikasi ya. Selain sarapan, kami juga disuguhi teh apel khas Turki. Rasanya mirip teh Rosemary yang suka dibikinin ayah saya. Ah, mendadak kangen ayah~

Selesai sarapan, kami berjalan menuju area Sultanahmet alias kota tuanya Turki. Disini walaupun bangunannya vintage, tapi teknologinya ruar biasa loh. Semua pakai sensor. Indonesia kalah parah (setidaknya kabupaten Bandung kalah telak). Tiang pembatas parkir saja pakai sensor. Keren!

Kami diajak mengunjungi lapangan lengkap dengan 3 hippodromenya. Ternyata setiap tiang disini berbeda-beda asalnya. Awalnya ada 13 tiang dan disisakan 3 oleh Kesultanan Utsmaniyyah. Dulunya, lapangan ini adalah tempat diadakannya pertandingan, saya lupa pertandingan balap kuda atau seperti apa. Yang jelas, pemenangnya akan dihadiahi mahkota oleh raja. Omar menjelaskan asal muasal setiap tiang dan arti dari setiap pahatan yang ada di setiap tiang. Salah satu tiang itu sebenarnya berujung kepala ular, tapi dihancurkan bagian ularnya oleh Kesultanan Utsmaniyyah karena di agama Islam melarang semua barang yang menyerupai makhluk hidup seperti patung, gambar, dll.

Nah, kami ditunjukkan Blue Mosque, mesjid berminaret enam yang menjadi ikon Turki selain Haghia Sophia. Tapi karena mendekati waktu sholat Jumat, maka tidak diperkenankan untuk mengunjungi mesjid tersebut. Kami langsung beranjak ke Haghia Sophia.

Museum ini memang sangat menakjubkan. Saya gak habis pikir ada manusia yang sudah sedemikian canggihnya di abad ke-12. KEREN PISAN! Mulai dari gagah dan kokohnya bangunan, hingga detail ornamen yang cantik luar biasa. Tiket masuk ke museum ini adalah sebesar 30 tl. Karena kami peserta tour gratis, maka kami tidak perlu mengantri dan bayar. Disini Omar membagikan alat komunikasi dan menjadikan boarding pass kami sebagai jaminannya. Kami diminta mendengar penjelasan Omar selama 15 menit dan dipersilahkan untuk eksplorasi museum sampai dengan 13.30.


Haghia Sophia awalnya merupakan gereja Ortodhox yang kemudian berubah menjadi gereja Katholik (kalau tidak salah) dan kemudian berubah lagi menjadi masjid di jaman Kesultanan Utsmaniyyah. Rumah ibadah ini akhirnya menjadi museum dan menjadi situs sejarah pertama yang disahkan oleh UNESCO di dunia. Kata Omar sih alasan pengubahan fungsi tempat ini cenderung politis. 

(to be continued, ceileh~)

Bandung, 24 Januari 2015
Read More

Saturday, January 23, 2016

TIPS APPLY E-VISA TURKI

Sebenarnya tidak perlu tips yang terlalu banyak untuk membuat aplikasi visa Turki. Cukup kunjungi websitenya (alamatnya bisa googling dengan kata kunci “e-visa turkey”) dan isi data diri dengan lengkap. Setelah itu lakukan pembayaran menggunakan kartu kredit. Saya tidak punya kartu kredit. Tapi saya punya teman (tepatnya suhu travelling) yang mempunyai kartu kredit. Cara membayar dengan metode ini adalah: berikan link pembayaran kepada teman yang akan membayar, jangan lupa berikan nomor paspor atau nomor referensi aplikasi visa kita. Setelah dilakukan pembayaran, VISA bisa didownload dari laman pembuatan e-visa atau dapat juga diunduh melalui email. Pembuatan VISA bisa dilakukan berkelompok secara sekaligus, namun batasan jumlah orang dalam setiap kelompoknya saya lupa. Aplikasi VISA anda akan otomatis terhapus bila tidak ada pembayaran lebih dari 48 jam. Jadi, untuk anda yang mau mencoba membuat VISA Turki agar tidak penasaran, bisa dicoba dulu sebelumnya.

Oh ya, VISA Turki itu single entry, artinya kita perlu apply lagi jika ingin keluar masuk Turki lebih dari 1 kali. Mohon dipertimbangkan agar tidak mengajukan VISA di satu hari yang sama. Teman perjalanan saya: Pak Ari, sempat tertahan tidak bisa masuk Turki karena beliau apply 2 VISA dalam 1 hari yang sama. Komputer membaca bahwa VISA Pak Ari sudah dipakai saat kami mengikuti tur gratis (saat transit 13 jam) jadi tidak bisa digunakan kembali. Setelah berargumen cukup lama dan menjelaskan ini itu kepada banyak pihak, beliau bisa masuk ke Turki. Agar hal ini tidak terjadi kepadamu, luangkan saja waktu untuk mengajukan aplikasi VISA di hari yang berbeda.


Bandung, 23 Januari 2016
Read More

PASPOR SI KIKI : MENUJU TURKI JILID I


Judulnya sok iyeh banget ya? Hahahaha. Bodo amat ah, biar sensasional~

Acara Water for Life Cocoa Study Tour diselenggarakan pada tanggal 9-16 Januari 2016, tapi saya dan Pak Ari (champion dari Makassar) harus berangkat dari tanggal 7 Januari 2016 karena perjalanan kami menuju Kamerun memakan waktu 2 hari perjalanan. Mengapa begitu lama? Karena waktu transit kami di Turki memakan waktu 13 jam alias seharian! Jadi tanggal 7 Januari 2016 jam 8 malam berangkat dari Cengkareng dan sampai di Turki sekitar jam 5 pagi. Ada perbedaan waktu kurang lebih 4 jam antara Indonesia dan Turki (Indonesia lebih awal 4 jam). Penerbangan Jakarta-Istanbul memakan waktu sekitar 12-13 jam perjalanan. Jadi masuk akal kan 2 hari perjalanan menuju Kamerun?

Dari Indonesia pun perjalanan saya sudah seru. Saya berencana berangkat ke bandara Soekarno Hatta di Tangerang sana sekitar jam 10 pagi. Tapi karena sepertinya terlalu pagi, maka saya mundurkan hingga jam 2 siang. Ibu saya dan Darwin sampai di gang kosan sekitar jam 2 siang dan masih sempat jajan tongseng Pak Kumis yang membutuhkan waktu jajan + makan kurang lebih setengah jam. Saya pribadi was was karena dulu saat berangkat ke Belgia saya hampir terlambat karena macet parah di Tol Cikampek. Ternyata perjalanan kami lancar jaya kecuali di depan gedung MPR. Waktu menunjukkan pukul 17.30 dan saya masih cukup jauh dari bandara. Ketar ketir sudah pasti karena saya tahu harga tiket Jakarta-Istanbul gak bisa saya ganti sekejap mata kalau-kalau tertinggal pesawat.

“Ki, sudah sampai mana? Early boarding loh. Disana mau ada badai katanya,” begitu bunyi pesan singkat yang Pak Ari kirimkan kepada saya.

Saya gelisah dan berulang kali cek peta di Waze. Mulut saya komat kamit berdzikir. Memang setiap kesempitan itu selalu membuat manusia lebih dekat pada Tuhan ya. Ya Allah, tolooooong, jangan lama-lama macetnyaaaa!

Clingg!

Doa saya terkabul. Tak lama kemudian lalu lintas beranjak lancar. Doa anak sholehah emang tok cer! Haha.

Lolos dari kemacetan ternyata membuat kami tidak awas pada plang informasi yang bertebaran sepanjang jalan. Darwin salah belok dan membuat waktu terulur percuma. Untungnya hanya salah belok ke parkiran sebelum belokan ke terminal 2, coba kalau malah masuk ke terminal 1 atau 3, bisa-bisa ngamuk Hayati, Bang!

Singkat cerita, jam 18.10 kami sudah sampai di bandara. Hanya ibu yang mengantar saya ke dalam. Darwin mencari tempat parkir.

“Ki, sudah sampai mana? Minimal 18.30 sudah di bandara ya.” Pesan dari Pak Ari lagi.

Ibu yang melihat saya gelisah langsung menyuruh saya masuk ke dalam untuk cetak boarding pass. Tapi sebelum itu ibu bilang, “teh, kita foto dulu dong. Minta bapak-bapak itu saja fotoin dulu.”

Jiaaaaaahhhh. Mamake sempet aje ngajakin narsis!

Tapi karena memang dasarnya narsis itu ada di dalam darah saya yang notabene berasal dari darah ibu saya juga, akhirnya saya minta teteh-teteh yang nangkring di pinggir saya untuk mengambil gambar sok imut kami. Akhirnya saya berpisah dengan ibu.  Anw, saya sampai kisbay kisbay jijay gitulah pokoknya mah. Geli juga kalau diinget-inget. Hahaha.

Sesampainya di meja check in, saya ditanya-tanya banyak hal. Tapi mata saya tersangkut pada kartu Miles & Smiles Turkish Airlines.

“Ini boleh minta gak?” tanya saya sambil menunjuk kartu itu.

“Oh, mbak mau? Boleh kok. Sini daftar sekalian.”

Saya diberikan formulir dan mengisi form tersebut.

“Ini bisa digunakan untuk maskapai Turkish, Singapore Airlines, dll yang satu grup. Nanti mbak bisa dapat banyak keuntungannya.”

Saya manggut-manggut sok ngerti. Di otak saya ini mungkin seperti BIG di Air Asia. Tapi tiba-tiba saya teralihkan pada gantungan tas Turkish Airlines dan bertanya, “ini boleh diminta juga?”

“Boleh mbak. Ambil lebih dari satu juga boleh.”

Cihuy!

Selesai mendapatkan boarding pass, saya langsung menghubungi Pak Ari yang ternyata masih ada di musholla. Saya menuju musholla dan ternyata Pak Ari sudah di pintu imigrasi. Bak setrika saya kembali lagi ke pintu imigrasi dan bertemu Pak Ari.

“Ki!” panggil Pak Ari.

Saya menengok dan menyapa balik. Saya cukup terheran-heran mengapa beliau bisa kenal saya. Tapi setelah bertanya ternyata beliau hanya mengira-ngira saja dari tingkah riweuhnya saya. Aduh mak, pantes gue single lama. Riweuh teuing sih ya~

Tempat duduk kami di pesawat sejajar. Saya duduk di depan Pak Ari dan disebelah saya teteh bule cantik yang gak tahu darimana. Teteh itu terlihat tidak mau diganggu dan diajak ngobrol, jadi saya gak berani ngajak ngobrol juga. Selain itu, bahasa Inggris saya kan belepotan, nanti dia semakin ngantuk kan saya jadi gak enak #ngeles

Sekitar 2 jam setelah take off, pramugari dan pramugara sudah berkeliling dengan gerobak dorong yang isinya makanan dan minuman. Sebelumnya, mereka membawakan handuk panas untuk lap muka. Saya paling suka fasilitas ini di pesawat. Handuk panasnya itu benar-benar panas dan membuat segar muka. Mungkin karena saking numpuknya minyak di muka, saya merasa segaaaaarrr setelah lap muka. Tapi sayang, di Turkish penumpang harus mengembalikan handuk itu ke atas nampan. Bayangkan saja, saya numpuk handuk diatas tumpukan handuk lainnya. Tumpukan handuknya sempat jatuh dan jatuh ke pangkuan sayaaaaa. Gimana kalau di handuk itu ada iler oraaaang? Hikshiks. Kalau di Emirate, handuk bekas diambil oleh flying attendant (FA) dan dimasukkan ke dalam plastik besar, jadi tidak jatuh-jatuh.

Oh ya, pesawat saya type Airbus A330. Untuk saya, pesawat ini oke punya. Ruang kakinya juga cukup lebar dan FAnya cukup ramah. Ada salah satu penumpang yang menurut saya sih rese banget. Pertama, setelah FA mengambil handuk, si mbak yang duduk di seberang saya tiba-tiba manggil pramugari minta ngecharge powerbank. Pesawat kami tidak dilengkapi dengan fasilitas tersebut, jadi si pramugari harus bawa powerbank mbak itu untuk di charge di ruangan mereka. Setelah itu dia tiba-tiba minta minuman hangat. Lalu minta ini minta itu dan lain-lain. Mbak itu juga bolak-balik ke kamar mandi. Intinya rusuh banget. Mas-mas disampingnya sampai terheran-heran. Saya? Ngelirik bentar dan tidur lagi~

Dari segi makanan juga Turkish cukup enak. Walaupun rasanya mirip dengan maskapai lainnya: gak berasa. Tapi makanannya cukup hangat. Saya punya pengalaman buruk minum jus di pesawat. Di Emirate saat perjalanan ke Belgia, saya minta jus jeruk. Dampaknya, tenggorokan saya gatal dan saya gak tenang sepanjang perjalanan. Oleh karena itu saya selalu minta air saat ditanya mau minum apa. Sampai-sampai mbak pramugarinya penasaran, “do you want another beverage or drink?” karena saya selalu minta “water” dan “water”.

Sampai di Turki, kami bolak balik mencari tempat sholat tapi tidak ketemu, ternyata kami harus keluar menuju Passport Control atau menuju ke tempat transfer flight untuk menemukan Mescit atau mushola. Semua tulisan berbahasa Turki yang menurut saya lucu-lucu karena tidak tahu cara baca dan artinya. Dengan mudah kami menemukan Mescit. Di Attaruk Havalimani alias Attaruk airport, toilet wanita dan pria berbeda begitupun tempat wudhunya. Kalau melihat tempat wudhu di Turki saya jadi ingat teman saya Hopsah Ali yang selalu saya ejek karena berwudhu sambil duduk seperti nenek-nenek pada umumnya, tapi disini, seluruh tempat wudhu bentuknya begitu. Jadilah saya menjilat ludah saya sendiri, wudhu seperti nenek-nenek.

Selesai sholat kami menuju Danisma alias pusat informasi dan bertanya lokasi hotel desk dari Turkish Airlines tempat kami mendaftarkan diri untuk ikut Tour Istanbul (tur gratis dari Turkish Airlines yang saya ceritakan di tulisan sebelumnya). Kami menyerahkan boarding pass kepada petugas yang ganteng dan diminta menunggu hingga jam 9 pagi lalu berkumpul di Starbuck yang tepat berada disamping desk tersebut.  

Disini kami bertemu Pak Zul, champion dari Malaysia. Kami menjaring wifi dan menguasai colokan listrik bersama-sama lalu Pak Ari dan Pak Zul pergi untuk sarapan sedangkan saya menemui Nabillah, host saya di Turki untuk perjalanan selanjutnya. Tepat jam 9 pagi kami berkumpul di meeting point yang sudah disetujui dan langsung berangkat menuju bis yang ada di luar bandara. Kau tahu, saat itu suhu di Istanbul adalah 5 derajat celcius. Keluar bandara hawa dingin-dingin empuk langsung menyapa. Ya, kami siap menjejakkan kaki di Istanbul!


Bandung, 23 Januari 2016




Read More

PASPOR SI KIKI : KAMERUN DAN TURKI

Halooo teman-teman jagad raya sekalian yang merindukan saya. Selamat tahun baru! Walaupun telat gak apa-apa kan ya? Hehe. Setelah sekian lama gak jalan-jalan jauh, akhirnya saya dapat kesempatan membolang kembali. Paspor saya pun kena sentuhan cap imigrasi lagi! Yeay! Tujuan perjalanan kali ini adalah 2 negara yaitu Kamerun dan Turki. Kenapa Kamerun dan kenapa Turki? Jawabannya ada dibawah ini! (macam kuis di tv. Haha).

Mengapa Kamerun?

Jadi gini ceritanya, di perusahaan tempat saya bekerja ada sebuah gerakan CSR yang melibatkan seluruh karyawannya di dunia. Gerakan CSR tahun ini bertema Water for Life. Gerakan ini ditujukan untuk membangun kesadaran akan pentingnya air bersih dalam kehidupan kita terutama bagi para petani kakao di daerah Afrika, kali ini difokuskan pada negara Kamerun (sebelum-sebelumnya diadakan di Afrika juga seperti Ivory Coast atau Pantai Gading, Ghana dan Tanzania). Oh ya, perusahaan saya itu perusahaan kakao dan coklat, jadi peran petani kakao sangat penting bagi kami. 

Saat ini, di Kamerun sedang terjadi krisis air yang membuat panen kakao tidak begitu bagus dan para generasi muda kurang tertarik untuk menjadi petani. Jelas saja bagi perusahaan kami hal tersebut tidak baik dan mungkin bisa mengganggu stabilitas bisnis kakao dan coklat. Oleh karena itulah gerakan Water for Life ini diadakan.

Kepergian saya ke Kamerun itu hoki, menurut saya. Pada bulan Januari, ada sebuah informasi di intranet perusahaan. Pendaftaran menjadi champion alias ambassador alias duta Water for Life untuk setiap site dibuka! Orang-orang yang ingin menjadi champion dipersilakan mendaftarkan diri secara sukarela dan harus mengisi sebuah formulir yang berisi motivasi menjadi champion, tujuan menjadi champion bahkan hingga detail persyaratan kegiatan WFL yang harus diselenggarakan sebagai syarat bagi para champion bisa ikut serta study tour ke Kamerun dan juga peringatan bahwa tidak semua champion bisa melipir ke Kamerun.

Nah, saya sempat ingin mundur dari pendaftaran champion, karena beberapa bulan yang lalu saya baru pulang dari Belgia untuk training dan saya belum menyelesaikan tugas training tersebut. Tapi Regional HR Manager saya dengan santai tapi tajam bilang, “kalau saya masih muda, saya yang akan ikut ini, Ki!”

Saya malu dikomentari seperti itu. Akhirnya saya daftar champion di bulan Maret dan mulai kegiatan yang berkaitan dengan Water for Life di bulan April sampai dengan Agustus. Jadi, bagi yang berfikir saya berangkat tanpa usaha dan enak-enakan saja, itu tidak benar ya.

Mengapa Turki?

Nah, Turki menjadi pilihan karena ketidaksengajaan juga loh. Saat saya dapat kabar kalau saya diikutsertakan dalam Cocoa Study Tour di Kamerun, saya langsung menghubungi salah satu manager yang sebelumnya ikut serta Cocoa Study Tour. Beliau bercerita panjang lebar tentang keseruan kegiatan disana dan juga memberikan tips pakaian, makanan, dll. Tiba-tiba beliau bilang, “kalau kamu mau, kamu extend saja di Turki, Ki. Yaaa modal sendiri sih. Tambah saja satu hari, ikut tur ke daerah Istanbul.”

Saya awalnya agak ragu dengan ide itu, tapi setelah googling sana sini dan bertanya sana-sini akhirnya saya memutuskan untuk liburan di Turki selama beberapa hari. Rencana untuk ikut tur pun gagal karena ternyata area Sultanahamet itu bisa didatangi dengan jalan kaki antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Selain itu, harga turnya mahal parah. Sekitar 85 USD. Yaaah, mending buat beli lokum alias dodol Turki deh. Hahaha.

Alasan lainnya adalah ternyata salah satu maskapai yang menyediakan rute penerbangan dari Jakarta ke Douala, Kamerun itu adalah Turkish Airlines yang pastinya transit di Turki. Kabar baik lainnya Turkish Airlines menyediakan tur gratis bagi penumpang dengan masa transit lebih dari 6 jam. Tiket saya saat itu transit selama 13 jam di Turki. Rejeki anak sholehah mah enggak akan kemana~

Jadi di Turki itu saya beli 2 VISA dengan cara apply e-visa ke situs e-visa Turki. Mudah banget caranya. Tinggal masuk situsnya, isi aplikasi dan bayar menggunakan kartu kredit. Setelah itu verifikasi ke website yang sama dengan memasukkan nomor paspor atau kode referensi dari aplikasi visa yang diajukan. Kelar deh. VISA Turki sudah dikirim ke email dengan format pdf dan tinggal di print untuk ditunjukkan ke petugas imigrasi yang ganteng nanti. Ada tips untuk apply e-visa ini, nanti saya post ya.

Sudah jelas sekarang kenapa saya bisa melipir ke 2 negara ini kan? Kebanyakan perjalanan saya ini perjalanan kagetan yang saya juga tidak pernah mengira akan melakukannya. Tapi hampir semua orang tahu saya punya mimpi keliling dunia, jadi mungkin saja ini hasil doa-doa mereka yang sempat mendoakan saya atau mungkin doa saya terkabul karena saya terlalu sering patah hati.

Jadi ingat kata Bang Ikal, “Tuhan tahu, tapi menunggu.”

Yuk terus berdoa bisa menapakan kaki di penjuru dunia untuk merasakan bahwa Allah Swt memang Maha Besar dan tiada dua.


Bandung, 23 Januari 2016
Read More

Friday, December 25, 2015

Menu Makan Siang

"Ki, ikut gak? Kita mau makan di luar nih."
"Yok!" sahutku santai. 

Padahal sejujurnya aku merutuki teman-teman kantorku  yang terus mengajak jajan di luar padahal kantor kami menyediakan makan siang untuk para karyawannya. Tapi mereka paling tahu tempat makan enak di sekitaran kantor, jadi aku nurut-nurut saja. Toh hanya tinggal nebeng berangkat dan pulang, makan lalu selesai. 

Kami pergi ke daerah yang cukup jauh dari kantor. Kami berhenti di depan kampus salah satu teman kami yang bekerja sambil kuliah disana. Katanya ada warung ayam sambal cabe hijau yang maknyus dan pantas untuk didatangi demi memakmurkan jeritan para cacing di perut serta memulihkan konsentrasi bekerja empat jam kedepan. 

Salah satu dari kami langsung memesan. Dia hafal mati menu yang ada disana. Sedangkan aku dan dua orang cewek-cewek lainnya sibuk menerka-nerka bentuk maupun rasa makanan yang akan kami dapatkan dengan membaca menu yang menempel di tembok warung makan disana. 

"Aku mau nasi goreng ayam sambal hijau," kata temanku. 

Aku yang terbiasa mengikuti pesanan orang-orang pada umumnya (dalam bahasa kerennya tuturut munding) langsung menyahutnya, "aku juga."

Tak lama kami menunggu, tiba-tiba satu porsi nasi ayam goreng sambal hijau datang ke meja kami. Lengkap dengan lalap, tahu dan tempe. 

Kami saling bertatap satu sama lain. Agak keheranan karena ada 3 pesanan nasi goreng ayam sambal hijau tapi hanya satu porsi yang datang. 

"Bapak pesan apa?" tanyaku pada Pak Syamsin.

"Ayam sambal hijau sama tempe," katanya.

"Loh, ini sepaketnya udah sama tempe dan tahu loh," kataku sok tahu. 

"Saya dipesenin sama Ardi kok," katanya sambil menunjuk temanku yang sibuk makan. 

"Di, ini pesenannya Pak Syamsin apa pesenan kita ya?" tanyaku pada Ardi. 

"Itu mah pesenannya Pak Syamsin. Tadi saya pesen bareng," jawab Ardi.

"Ooo berarti nanti kita gak akan ada tempe dan tahunya, Cun. Soalnya kita gak pesen pake tahu dan tempe..." kataku pada Yunita, "...kupikir nasi goreng terus ada ayam sambal hijaunya loh! Ternyata nasi ayam goreng sambal hijau! Hahaha." 

"Bukan ih, nasi - goreng ayam - sambal hijau," kata Yunita menjelaskan. 
Yunita dan Sheila hanya tersenyum dan kembali membahas artis korea dan dance cover dan sejenisnya yang aku tak paham. 

Tak lama kemudian penjaga warung membawa 3 piring berisi NASI GORENG dengan AYAM SAMBAL HIJAU! 

Aku, Yunita dan Sheila cengengesan dan menahan tawa. Ternyata wujud pesanan kami berbeda dengan apa yang kami bayangkan saat membaca menunya. 

Sebetulnya prediksiku tak jauh berbeda dari kenyataannya. Tapi tak pernah terpikir kalau nasi gorengnya pun nasi goreng telur. Menunya super sekali kan. Sudah makan nasi goreng orek telur, ditambah pula ayam sambal hijau. Luar biasa. Kami makan calon anak ayam dan mantan ayam sekali makan. Kau tahu berapa harganya? Hanya Rp. 17.000,- 

Hati senang, perut kenyang dan dompetpun aman. Menu makan siang kali ini istimewa. 


Read More

Kapan ke dari #2&3

Yeaaah.. Sekarang dapet lagi ucapan kapan ke dari. A Indra beberapa bulan lalu pergi ke India. Sebagai orang yang opportunis, saya dapat ide untuk minta Kapan ke dari di India. Jadilah foto ini. Diambil dari gondola tertinggi se-asia di Gulmarg, Kashmir India. Acha acha. Nehi nehi. Hahaha.

Satu lagi ucapan dari teman saya Azizah yang sedang belajar di New Zealand. Pinter banget deh ijah, karena saya minta jauh-jauh hari dan ternyata dikirim pas saya ulang tahun. Jadi terharuuu ☺
Diambil di salah satu sudut kota Auckland di New Zealand.

Jadi, kapan ke Gulmarg dan Auckland, ki? Soooooonnnn!


Read More

Tuesday, November 10, 2015

Vaksinasi Demi VISA

Hari ini ceritanya saya harus ‘berkunjung’ ke Kantor Kesehatan Pelabuhan kelas II Husein Sastranegara Bandung untuk mendapatkan vaksin. Fyi, hingga saat ini, saya paling tidak suka berada di bandara ini. Lebih kumuh daripada terminal ;-(

Rencananya, saya mau daftar vaksin untuk Yellow Fever disana sebagai persyaratan visa, ternyata oh ternyata vaksin tersebut tidak tersedia. Namun setelah berkonsultasi dengan dokter yang sedang bertugas di KKP, akhirnya saya ambil vaksin Meningitis. Kalau ada yang bingung saya mau kemana, nanti saya ceritain kalau udah pulang dari sana which is 3 months later. Hahahaha.

KKP sangat penuh dengan calon jamaah haji.  Ruangan KKP yang tadinya penuh-penuh-enggak tiba-tiba penuh sesak karena hujan besar menyapa Bandung tiba-tiba. Rata-rata yang mengisi adalah orang tua ditemani oleh anak cucu mereka. Bau minyak nyong-nyong mulai merebak. Melihat wajah mereka, saya merasa sedikit gelisah. Akankah saya ikut mengantarkan ibu dan ayah untuk vaksinasi sebelum nanti diizinkan Allah pergi umroh atau bahkan haji? Semoga..

Kembali ke pengurusan vaksinasi Meningitis di KKP Husein Sastranegara. Langkah pertama adalah menyiapkan fotokopi paspor dan foto berwarna ukuran 4x6. Semua persyaratan itu masing-masing 1 lembar fotokopian. Setelah itu, kita harus mengambil formulir ICV (International Certificate of Vaccination or prophylaxis) lalu menyerahkannya kepada petugas pendaftaran di dalam ruangan KKP. Jika sudah menyerahkan formulir dan persyaratannya, kita akan mendapatkan nomor antrian dan perkiraan waktu pemberian vaksinasi. Saat itu saya dan teman datang jam 11.30 WIB dan jadwal vaksinasi kami jam 13.30 WIB. Kami memutuskan untuk makan dan istirahat terlebih dahulu.

Ada kejadian yang lucu saat kami memutuskan untuk makan di Warung Makan Padang yang dekat dengan KKP. Saya memilih rendang sapi sebagai menu makan siang. Teman saya memilih ayam goreng dan supir kami memilih ikan.

“Jadi berapa semuanya, bang?” tanya saya.
“Makan apa tadi?” tanya abang penjual.
“Saya makan rendang dan satu kerupuk,” kata saya.
“Oh, jadi 15 ribu,” katanya.
“Saya ikan,” kata supir.
“Em sama ikan jadi 30 ribu,” kata abang penjual sambil menjumlahkan dengan harga makanan saya.
“Saya ayam goreng dan satu kerupuk,” kata teman saya.
“Saya ayam goreng dan kerupuk jadi 45 ribu.”

Setelah membayar saya agak heran juga dengan harganya. Ternyata harga makanannya dipukul rata Rp. 15.000,- Ngapain si abang pura-pura mikir buat ngitung antara menu berkerupuk atau tidak ya? Hahaha.

Setelah makan, ternyata air di WC umum habis. Kami berkeliling mencari WC umum lainnya. Saat kami kembali untuk sholat di WC umum sebelumnya (hanya ditempat itu satu-satunya mushola dekat KKP) ternyata air bersih sudah mengalir. Oala jaaan..jaaann..

Waktu menunjukkan jam 12.30 WIB. Kami kembali ke KKP dan enggan duduk bergabung di depan bersama nenek-kakek yang menunggu di luar. Karena ruangan KKP di dalam cukup kosong, kami masuk dan duduk manis di dalam. Tak lama kemudian, ada wanita masuk ke dalam ruangan dan ditegur oleh keamanan karena belum jadwalnya masuk ruangan. Ternyata tidak boleh masuk sebelum waktunya. Nasib baik ada di pihak saya dan teman saya. Tak lama kemudian hujan turun dengan derasnya. Kursi di luar sudah basah disapu air hujan. Ruangan KKP mendadak sesak.

Setelah menunggu cukup lama, saya dipanggil untuk di tensi dan diukur suhu tubuh. Anehnya, saya diajak bicara saat tensi, padahal setahu saya diusahakan tidak bicara sama sekali saat pengukuran tekanan darah dilakukan. Jidat saya ditembak alat pengukur suhu. Sepertinya alat itu persis seperti yang digunakan oleh Chef Juna untuk mengukur panas minyak di penggorengan.

Setelah itu, saya diminta untuk masuk ke ruangan pemberian vaksin bersama belasan orang lainnya. Kami diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Saya masuk ke kelompok wanita muda cerdas ceria. Hahaha. Bukan deng, perempuan usia produktif. Artinya, saya harus menjalani tes kehamilan. Asik, akhirnya ngerasain juga pake test pack. Hahaha.

“Neng, kenapa ya ibu gak dikasih plastik itu?” kata nenek disamping saya yang datang terakhir sambil menunjuk testpack yang sedang saya buka kemasannya.
“Oh, ini tes kehamilan bu.”
“Emm.. ibu mah  udah tua ya, 65 tahun neng. Jadi enggak usah tes segala ya,” katanya sambil tersenyum setengah tertawa.
Saya bingung memberi respon apa. Harus tertawa atau malah sedih mendengarnya. Akhirnya..
“Tapi alhamdulillah sehat ya bu..” menjadi respon yang keluar dari mulut saya.

Vaksinasi dibuka oleh dokter yang memberikan penjelasan tentang pentingnya vaksinasi, respon yang diberikan tubuh saat vaksinasi, bagaimana bila sakit setelah vaksin, masa berlaku vaksin dan sebagainya. Uniknya, dokter itu dengan santai menganggap kami semua mau umroh. Saya juga salah sih, gak bilang saya mau vaksin Yellow Fever bukan Meningitis. Saya tanya dokter yang bertugas tentang vaksin Yellow Fever untuk keperluan VISA kami. Ternyata tidak ada stok vaksin itu disana. Padahal saya sudah menelepon sehari sebelumnya dan pemberian vaksin Yellow Fever bisa dilakukan disana. Bleh bleh bleeeh...

Setelah konsultasi yang lebih tepat disebut ngobrol-ngobrol tentang penugasan saya ke negara yang saya tuju nanti selesai, mereka tetap menancapkan jarum suntik dengan vaksin mati Meningitis ke tubuh saya. Singkat cerita, mereka mengusulkan untuk datang ke KKP Tanjung Priok atau KKP Soekarno Hatta. Kalau saja tahu sejak awal akan berakhir begini, saya sudah ngacir ke Priok dari pagi tadi. Tapi sudahlah. Yang lalu biarlah berlalu. Hikmahnya saya tidak perlu beli buku atau kartu ICV dan tinggal melakukan vaksinasi Yellow Fever ke KKP lainnya di Jakarta demi mendapatkan VISA.


Setelah mendapatkan vaksinasi, kami kembali mengantri untuk mendapatkan bukti pembayaran dan buku ICV. Selesailah perjalanan vaksinasi Meningitis yang sukses masuk ke dalam tubuh ini dengan masa berlaku 2 tahun setelah hari ini. Bagaimana ya proses vaksinasi Yellow Fever nanti? Saya juga tidak sabar! Jakartaaaaaa, vaksin akuu! Hahaha.
Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)