Awalnya saya malas menuliskan
cerita ini karena foto-foto saya dari memory card kamera saku sudah berpindah
ke laptop yang ada di rumah. Hasrat narsis terhambat, semangat nulis berkurang.
Benar-benar blogger abal-abal. Hahaha.
Tapi karena takut keburu lupa
dengan ceritanya, baiklah saya curcol sampe meluber-luber di blog ini.
Keterangan gambar akan di upload di Flickr atau Facebook.
Nah, menginjakkan kaki di Kota
Istanbul membuat saya tersenyum cerah ceria sepanjang hari. Kenapa? Karena
disini tukang jagung dan kacang saja ganteng badai. Tengok kanan kiri rata-rata
para makhluk berjakun yang ada di kota ini berjanggut, kumis tipis dan macung.
Lengkap juga dengan tatapan mata yang tajam dan juga bulu mata yang lentik. Postur
tubuh mereka beberapa ada yang atletis, beberapa yang lain yaaa buncit-buncit
macam om-om gitu. Ada yang tinggi, ada juga yang mini-mini gitu. Intinya,
ganteng deh. Oke skip pembahasan tentang
populasi manusia ganteng yang terakumulasi di Turki.
Saya ikut rombongan Tour Istanbul
yang disediakan oleh Turkish Airlines. Sebetulnya jadwal tur di hari Jumat
adalah mengikuti Bosphorus cruise. Tapi karena saat saya datang adalah musim
dingin, maka tur dialihkan ke area Sultanahmet. Peserta tur berasal dari
beragam negara, ada yang dari Italia, Cina, Korea, dll. Pak Zul
sempet-sempetnya foto-foto dengan turis Italia yang cantik dan sekseh. Emang
yaaa cowok mah begitu udah punya anak juga~
Perjalanan kami di Turki tepatnya
di area Sultanahmet dipandu oleh Omar, sang guide. Di perjalanan kami menuju Sultanahmet,
Omar bercerita tentang sejarah kota Istanbul yang dulunya disebut Kota
Konstatinopel di zaman kerajaan Romawi. Kota ini pun terkenal dengan sebutan “The
capital of the world” dan merupakan
ibu kota Kekaisaran Romawi, Kekaisaran Romawi Timur, Kekaisaran Romawi Latin
dan juga Kesultanan Utsmaniyah (sumber: wikipedia). Yang menakjubkan lagi selama
abad pertengahan, Konstatinopel merupakan kota terbesar dan termakmur di Eropa.
Wuih. Mantap kan.
Nama Konstatinopel berganti
menjadi Istanbul di masa berdirinya Republik Turki dan menjadi bagian dari
reformasi nasional Ataturk. Oh ya, beberapa huruf khusus dalam bahasa Turki
tidak ada di komputer saya, jadi mohon maaf kalau tulisannya tidak sesuai dengan
ketentuan penulisan yang seharusnya. Nah, Ataturk ini adalah Bapak Turki. Kata
teman saya, beliau ini semacam Hitlernya Turki. Tapi jasa Ataturk dikenang
dimana-mana. Bahkan di pelajaran Bahasa Turki teman saya disana ada bahasan
khusus tentang bapak ini.
Kota Istanbul dikelilingi benteng
yang kokoh luar biasa. Sebelum jatuh ke tangan Kesultanan Utsmaniyah, kota ini
sering di serang oleh musuh-musuh Romawi, tapi tidak pernah berhasil terjebol
bentengnya. Potongan-potongan benteng masih terlihat di sepanjang perjalanan
dari bandara ke Sultanahmet. Kota ini adalah kota pelabuhan yang dapit oleh
Laut Marmara yang menghubungkan Istanbul bagian Eropa dan bagian Asia, golden
horn atau tanduk emas dan juga selat Bosphorus. Jadi terbayangkan betapa
strategisnya Istanbul.
Sebelum menelusuri Sultanahmet,
kami diajak sarapan dulu di restoran. Saya agak bingung sih ini sarapan atau
apa. Menunya adalah roti dengan mentega, lalu ada telur rebus yang ada cap
pink-nya. Ada juga tomat kecil-kecil dan buah zaitun. Gue bingung makannya yang
mana dulu. Hahaha. Katrok mah gak bisa dimodifikasi ya. Selain sarapan, kami
juga disuguhi teh apel khas Turki. Rasanya mirip teh Rosemary yang suka
dibikinin ayah saya. Ah, mendadak kangen ayah~
Selesai sarapan, kami berjalan
menuju area Sultanahmet alias kota tuanya Turki. Disini walaupun bangunannya
vintage, tapi teknologinya ruar biasa loh. Semua pakai sensor. Indonesia kalah
parah (setidaknya kabupaten Bandung kalah telak). Tiang pembatas parkir saja
pakai sensor. Keren!
Kami diajak mengunjungi lapangan
lengkap dengan 3 hippodromenya. Ternyata setiap tiang disini berbeda-beda
asalnya. Awalnya ada 13 tiang dan disisakan 3 oleh Kesultanan Utsmaniyyah.
Dulunya, lapangan ini adalah tempat diadakannya pertandingan, saya lupa
pertandingan balap kuda atau seperti apa. Yang jelas, pemenangnya akan dihadiahi
mahkota oleh raja. Omar menjelaskan asal muasal setiap tiang dan arti dari
setiap pahatan yang ada di setiap tiang. Salah satu tiang itu sebenarnya
berujung kepala ular, tapi dihancurkan bagian ularnya oleh Kesultanan
Utsmaniyyah karena di agama Islam melarang semua barang yang menyerupai makhluk
hidup seperti patung, gambar, dll.
Nah, kami ditunjukkan Blue
Mosque, mesjid berminaret enam yang menjadi ikon Turki selain Haghia Sophia.
Tapi karena mendekati waktu sholat Jumat, maka tidak diperkenankan untuk
mengunjungi mesjid tersebut. Kami langsung beranjak ke Haghia Sophia.
Museum ini memang sangat
menakjubkan. Saya gak habis pikir ada manusia yang sudah sedemikian canggihnya
di abad ke-12. KEREN PISAN! Mulai dari gagah dan kokohnya bangunan, hingga
detail ornamen yang cantik luar biasa. Tiket masuk ke museum ini adalah sebesar
30 tl. Karena kami peserta tour gratis, maka kami tidak perlu mengantri dan
bayar. Disini Omar membagikan alat komunikasi dan menjadikan boarding pass kami
sebagai jaminannya. Kami diminta mendengar penjelasan Omar selama 15 menit dan
dipersilahkan untuk eksplorasi museum sampai dengan 13.30.
Haghia Sophia awalnya merupakan
gereja Ortodhox yang kemudian berubah menjadi gereja Katholik (kalau tidak
salah) dan kemudian berubah lagi menjadi masjid di jaman Kesultanan
Utsmaniyyah. Rumah ibadah ini akhirnya menjadi museum dan menjadi situs sejarah
pertama yang disahkan oleh UNESCO di dunia. Kata Omar sih alasan pengubahan
fungsi tempat ini cenderung politis.
(to be continued, ceileh~)
Bandung, 24 Januari 2015
0 comments:
Post a Comment