Wednesday, December 21, 2016

Menamai Perasaan



Beberapa minggu lalu saya melihat video ibuknya Kirana yang memperlihatkan Kirana sedang diajari apa itu sedih, marah, senang dan bagaimana ekspresi dari emosi-emosi tersebut, kapan dilakukan dan kapan tidak boleh dilakukan. Saya tertegun sejenak. Ah ya, menamai perasaan itu penting. Padahal caranya mudah sekali, tapi sering alpha dilakukan. Enggan dibiasakan.

Kesal, kecewa, marah itu berbeda warna dan tempat dalam spektrum emosi Plutchik. Berbeda emosi, berbeda cara berekspresinya. Katanya, (ini judgmental) orang-orang yang terbiasa mudah dimarahi oleh orang tuanya, mereka akan dengan mudah mengekspresikan emosi marah dan kesulitan mendeteksi emosi lain yang ada di belakang kemarahan mereka. Marah bisa karena kecewa, marah bisa karena sedih, marah bisa karena enggan, marah bisa karena tak pernah melewati kondisi tertentu sebelumnya. 



Saya pernah melihat seorang pengguna jalan yang marah-marah saat motornya mogok. Bapak itu membonceng seorang anak perempuan. Bapak itu berteriak-teriak seperti orang marah lalu meminta anaknya untuk turun dari motor karena motornya tiba-tiba berhenti. Sepertinya marah juga bisa karena panik. 

Mendeteksi emosi, menamai perasaan. Dua hal yang susah-susah-mudah dilakukan. Saya pernah merasa down selama beberapa minggu. Minggu loh men, bukan hari! Uring-uringan tak jelas kepada semua orang yang saya temui. Berbicara dengan nada tinggi kepada siapapun yang mencoba memberikan perhatian. Menyakiti mereka yang sebenarnya ingin membantu.

"Lo anamnesis diri sendiri aja deh, Ki. Lo inget-inget lagi apa yang lo alami beberapa minggu ke belakang. Lo cari tahu kenapa lo ngeselin kayak model iklan sn*akers yang kelaparan akhir-akhir ini. Nyebelin tau!!" keluh seorang teman dekat saya. 

Sakit hati sih waktu itu. Hahaha. Tapi akhirnya saya lakukan juga. Ternyata saya baru sadar saya merasa kecewa lalu saya pendam sendirian. Saya baru sadar saya kesal pada diri saya sendiri karena tidak mencapai apa yang ingin saya capai. Saya lelah karena terlalu banyak yang sedang saya kerjakan. Saya butuh orang untuk berkeluh kesah. Singkat cerita, mood model iklan sn*akers pun hilang karena saya curhat habis-habisan kepada teman saya yang merekomendasikan untuk melakukan anamnesis terhadap diri saya sendiri. Hahaha. Salah siapa suruh anamnesa, kan jadi katempuhan :D

Menamai perasaan terdengar terlalu lebay mungkin ya. Tapi coba bayangkan seorang anak yang tidak tahu apa yang ia rasakan dan tidak bisa mengekspresikan emosinya saat ayahnya menolak untuk bermain dengannya, Ia akan berteriak, menangis, atau mungkin melempar. 

Menurut saya, manusia dewasapun begitu. Emosi untuk dikenali, emosi untuk diekspresikan. Bukan untuk dipendam dalam-dalam. Kalau semua dipendam dalam-dalam dan disimpan dalam diam, lama-lama mungkin otak dan hatimu akan meledak. Tak tahan dengan semua kebingungan yang kamu rasakan. Gak mau jadi gila, kan?


Nb: akhirnya kelar juga nulis postingan ini. Isinya gak penting sih, tapi sampai 2 bulan baru kelar. wkwk


Read More

Friday, November 18, 2016

Skandal


Di otakku hingga hari ini, ikatan pernikahan itu adalah ikatan yang sakral, kalau bisa hanya 1 kali seumur hidup. Menikah artinya siap mencintai, siap mencintai kelebihan dan kekurangan pasangan. Kalau kata seseorang, "pada akhirnya pasangan kita itu selalu menyebalkan, jadi baiknya kita cari calon pasangan yang kita benar-benar rela dibuat sebal olehnya."

Saya masih yakin, setidaknya hingga hari ini, pasangan (suami/istri) yang kita pilih itu sudah benar-benar dipikirkan matang-matang. Maka, jika ada kesalahan yang dilakukan, saya mengkhayalkan bahwa menegur, menasehati dan menjaga adalah hal yang wajar dan HARUSNYA dilakukan. Tapi seringnya keyakinan ini tidak sesuai dengan banyak kejadian dimana saya menjadi saksinya. 

Skandal terjadi dimana-mana. Pada teman dekat maupun teman yang sekedar lewat. Dari dianggap sebagai hal yang memalukan hingga dianggap wajar karena salah satu cara pelarian. Skandal, seperti warung makan di bulan Ramadhan, ada yang buka-bukaan, ada yang hanya tertutup tirai. 

Need two to tango. 

Skandal tidak akan terjadi bila salah satu menolaknya, sekeras apapun salah satu pihak menghendakinya. Skandal bisa bermula jika kedua pihak sama-sama membuka diri, entah dengan alasan apa. 

Kalau kata The Changcuters, "main serong berbahaya but it's so fun."

Fun ya? 

Hemm.


Skandal. Seringnya saya menjadi pengamat dan mendapatkan bagian sebagai penampungan cerita-cerita macam ini. Biasanya diawali dengan alasan lawan skandal orang yang bercerita kepada saya. Selalu keluar alasan yang dibuat masuk akal agar skandal terdengar manusiawi, bisa diterima dan dianggap wajar. Tapi biasanya saya hanya diam, mengerenyitkan dahi lalu menangis diam-diam sebelum tidur. Iya, menangis. Saya sedih dan merasa kasian. Pada para pasangan yang ditinggalkan dan seakan ditusuk dari belakang oleh orang yang (setidaknya pernah) mereka cintai. Pada kepercayaan yang ternodai. Pada beberapa orang yang masih beralasan dan beranggapan mereka orang baik padahal menodai ikatan suci. Kenapa tak menyelesaikan satu masalah (cerai) lalu memulai kehidupan (yang penuh masalah) lagi? 

Hubungan interpersonal terutama hubungan dekat yang intim (intimate relationship) memang selalu membingungkan. Banyak buku mengupas bagaimana cara mempertahankan hubungan, tapi masih banyak kasus perselingkuhan. Banyak orang terlalu cinta pada pasangannya sehingga pasangannya tersebut terlalu berbesar kepala dan merasa pantas melukai hati orang yang mencintainya. 

"Ki, kejadian kayak gini tuh karena istrinya dia gak pernah dandan di rumah, kucel, bau, pake daster. dsb dsb."

Beliin atuh lah! Kasih duit buat beli make up, nyalon, ajakin belanja. Situ mau istrinya cantik kayak selebritis harum mewangi sepanjang hari tapi gak dimodalin? Ah elo.

"Ki, kejadian kayak gini tuh karena suaminya kurang perhatian, cuek dan kayak gak mau tau sama istrinya."

Untuk yang satu ini saya angkat tangan. Masih gak tau cara meningkatkan kepekaan dan tingkat perhatian para lelaki kepada pasangannya. Tapi apa para lelaki itu terlalu sibuk untuk memberi sedikit waktu mereka kepada orang yang (katanya) mereka cintai? Padahal kadang berbicara beberapa menit melalui telepon atau beberapa waktu bertukar cerita itu cukup untuk wanitanya. Padahal menurut saya mencintai adalah meluangkan waktu. Ada orang bilang, "tidak ada seorangpun yang sibuk, kecuali kamu tidak ada dalam urutan prioritas mereka."

Tapi respon saya terlalu "perempuan tak pernah salah" ya. Hahahaha. Maklum, akupun wanita #eaaaaaa.

Dulu saya sering bertanya-tanya kenapa ibu saya sibuk banget kalau ayah belum pulang lepas jam 7 malam. Saya juga sempat terheran-heran mengapa setiap teman kerja lelaki yang belum pulang ke rumah selalu ditelepon para istrinya jika masih ada di luar rumah diatas jam 7an. Ternyata rasa waswas dan tak percaya ataupun khawatir wanita tak pernah hilang pada pasangannya, karena dalam urusan hati kabarnya lelaki tak bisa sepenuhnya dipercaya. 

Oh ya, ini hanya pendapat pribadi saya. Kamu berbeda pikiran? Sudahlah, ini hanya berisi omong kosong belaka. 


Bandung, 18 November 2016
Read More

Wednesday, November 16, 2016

Bahasa Akar Rumput


Hari ini ada seminar singkat tentang bagaimana meningkatkan produktivitas karyawan dan profitabilitas perusahaan dalam satu waktu. Pembicaranya adalah seorang trainer yang katanya terpilih sebagai trainer terbaik dalam konferensi entrepreneurship internasional di Hongkong. Cara beliau menyampaikan materi cenderung unik karena biasanya para trainer terlalu banyak gimmick, games, dll yang membuat saya sebagai peserta terlalu lelah untuk fokus ke materi inti karena terlalu senang bermain games. Masa kecil kurang piknik kayaknya. Hahaha. 

Pemateri menjelaskan betapa pentingnya menjadikan Learning & Growth-nya karyawan sebagai akar sebuah perusahaan. Karena dengan learning & growth yang baik, maka karyawan akan memberikan performa optimal mereka kepada perusahaan yang mengakibatkan tingginya kualitas maupun profitabilitas perusahaan. 

Beliau memberikan banyak contoh tentang perusahaan yang sukses melakukan perubahan dari hanya sekedar Good Company menjadi Excellent Company. Maksud dari Excellent Company ini adalah situasi dimana target produksi melampaui target namun tidak ada yang stress dengan target tersebut. Para leader biasanya berfokus pada sistem dan membuat banyak standar untuk meningkatkan kualitas tanpa memperhatikan sekumpulan orang yang menjadi penggerak utama bisnis mereka, yaitu para karyawannya. Mereka juga seringnya lupa kalau kebanyakan pekerja adalah para blue collar, alias buruh pabrik. Buruh pabrik yang masih tak mengerti urgensi kolaborasi, mereka yang tak mau tahu mengapa mereka harus ikut pusing dengan kondisi perusahaan, toh gaji mereka masih UMK UMK saja, tidak seperti para atasan yang pendapatannya beberapa kali lipat dari gaji mereka.

Lalu bagaimana caranya agar para blue collar ini paham tentang pentingnya meningkatkan profibilitas perusahaan?

Menurut pemateri yang mengajar saya, caranya menyampaikan apa yang perusahaan inginkan kepada mereka dan menyederhanakannya dengan bahasa akar rumput, grassroots language. 

Di awal sesi training sang trainer menunjukkan banyak cara kreatif untuk mengkampanyekan bahasa akar rumput tersebut. Awalnya saya risih dan berpikir, "apaan sih? Perlu banget ya teriak-teriak 'kami bisa! PT.XXX nomor 1! Target 1 trilliun enteng! ENTENG!' emang ngaruh ya sama produksi?? Emang bisa meningkat dengan cara itu?"

Saya lupa modifikasi perilaku bisa dilakukan dengan cara apapun. 



Pak Trainer bercerita, salah satu pemimpin anak perusahaan sebuah grup besar di Indonesia mengatakan kalimat ini saat memberikan sambutan sebelum program ini dimulai:

"Saya tidak peduli para kompetitor mengambil mesin-mesin saya, database saya, bahkan mengambil pabrik saya. Tapi jangan lakukan satu hal kepada saya, mengambil karyawan saya. Karyawan perusahaan inilah yang bisa membuat perusahaan ini ada hingga saat ini. Mereka orang-orang yang paling berharga di perusahaan ini."

Konon, semua mbok-mbok (perusahaan ini kabarnya masih mempekerjakan lulusan SD), bahkan tukang sapu di perusahaan tersebut ikut serta dengan senang hati dalam program peningkatan kinerja dan profitabilitas tersebut.

Ada lagi cerita lain tentang bahasa akar rumput. Pak Trainer bercerita bahwa ia sampai kehabisan ide untuk mengubah kondisi pabrik cat yang luar biasa berantakannya. Tempat yang berantakan ini seringkali dijadikan sebagai transit barang-barang curian dari dalam perusahaan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Hingga akhirnya ia terpikir satu ide yang menurut saya unik-unik-lucu. 

Pak Trainer membuat spanduk besar dengan tulisan yang kurang lebih seperti ini: "Segeralah bertaubat karena tempat ini tidak bersih dan mencerminkan orang-orang didalamnya kurang beriman" pada tempat-tempat yang dianggap tidak rapi. Selang 3 hari dari pemasangan spanduk, pihak perusahaan mengirimkan surat kepada istri pekerja yang bekerja di area tidak rapi tersebut lengkap dengan foto lokasi kerja dan tulisan "Tolong bantu untuk mendorong suami anda melakukan sholat tahajjud lebih banyak lagi agar imannya lebih bertambah." Dampaknya? Kurang dari seminggu setelah peringatan unik tersebut diberikan, tempat yang tidak rapi sudah rapi jali lagi. Hahaha. Ada-ada saja idenya. Ini mungkin terdengar SARA dan kurang enak bagi saya, tapi peringatan ini beliau lakukan berdasarkan hasil observasi lapangan dan ternyata cocok dengan keadaan disana. 

Bahasa akar rumput, saat semua orang punya bahasa yang berbeda. 


Bandung, 16 November 2016
Read More

Tuesday, October 25, 2016

Pelangi Malam Hari


Kabarnya, saat hujan reda ada pelangi yang akan muncul dengan indahnya. Sayangnya, hujan kali ini menyapa dikala bulan sedang terjaga. Hanya dingin yang menyergap, menelusup ke setiap celah yang ada di bangunan tua. Menambah kesan sunyi dari bangunan itu. Menambah poin sepi di malam ini. 

Ada hujan di malam hari, dimana matahari menyapa bagian lain dari bumi. Dimana pelangi mustahil muncul berseri-seri. 



Sebenarnya, bukan rintik hujan yang membuat dunia rasanya suram. Bukan pula gelap malam yang membuat hati kelam. Apalagi desau angin yang menambah suhu dunia yang dingin. Tiadanya pelangi lah yang membuat semuanya terasa menyedihkan. Warna warni yang sebenarnya membuat hujan pun terasa menyenangkan tak bisa dinikmati di malam hari. Pelangi memiang tak berwujud pasti tapi hadirnya saja sudah membuat sepi hilang dari hati.

Kabarnya, pelangi akan hadir jika ada sinar mentari setelah hujan membasahi bumi. Akankah pelangi muncul esok hari? Entahlah. Esok hari saja belum tentu ada. Mentari saja belum tentu menyapa. Usia saja belum tentu sampai esok lusa. Yang jelas, tak pernah ada pelangi di malam hari. Tak pernah. 


Bandung, 25 Okt 2016
Read More

Thursday, October 13, 2016

Jabat Tangan


"Ki, lo tau gak jabat tangan bisa bermakna apa saja?" tanya temanku di sela-sela obrolan grup yang gak masuk akal.

"Jabat tangan ya? Emm. Tanda sepakat. Tanda dimulai sesuatu. Tanda berakhirnya sesuatu. Tanda diterimanya sesuatu. Apalagi ya? Emm."

"Lo kalau suka sama orang jabat tangan dulu gak? Terus kalau kelar sukanya gara-gara satu dan lain hal jabat tangan gak?" tanyanya iseng.

"Yakali..."



"Gue gak sangka ternyata jabat tangan masih jadi pertimbangan seseorang dapat pekerjaan atau tidak. Kemarin di kantor gue ada interview untuk posisi MT dan lo tau apa yang jadi salah satu pertimbangan user terima kandidat atau tidak?"

"Jabat tangan?" kataku menerka. 

"Bener. Hahahaha."

"Oh ya? Maksudnya gimana sih?" tanyaku. 

"Usernya bilang sama gue: saya pilih X daripada Z. Z cuma bilang kalau dia hands on ini hands on itu tapi jabat tangannya aja lemes kayak gitu. Hands on apanya."

"Serius? Gara-gara itu doang?" aku masih tidak percaya.

"Ya itu salah satu sebab aja sih. Namanya user kan inginnya dapat orang yang kompeten dan dapat chemistrynya."

"Iya juga sih. Tapi gue sering ketemu orang yang oke, penggerak komunitas yang anggotanya mungkin ratusan dan tersebar di seluruh Indonesia (beberapa ada yang di dunia) dan jabat tangannya lembut. Gak kayak gue yang kalau jabat tangan semangat banget bawaannya. Hahaha," kataku.

"Iya juga, tapi bos HR regional gue kalau jabat tangan bikin tangan orang sakit dan orangnya memang sistematis, passionate, dan penuh ide perbaikan berkelanjutan alias continues improvement," sanggahnya. 

"Wah, mungkin gue titisan bos lo," ujarku asal.

"Iya kali." sahut temanku asal.
Read More

Thursday, October 6, 2016

Profit First, Safety Later


Ceritanya hari ini saya mengikuti training Behavior Based Safety (BBS) yang diadakan oleh perusahaan tempat saya bekerja. Training ini menghadirkan Direktur konsultan safety yang menjadi partner perusahaan dalam implementasi budaya keselamatan sebagai pematerinya. Menarik, bukan? Direktur konsultan langsung hadir memberikan materi training. Beliau berkata bahwa Safety First adalah slogan yang hanya menjadi sebuah slogan, karena masalah keselamatan, kesehatan, dll adalah hal-hal yang menunjang bisnis, bukan proses utama sebuah bisnis. Benar juga, pikir saya. Keselamatan kerja menjadi perhatian perusahaan jika profit perusahaan sudah didapatkan dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Beliau membawakan materi dengan santai, tenang, tidak serius tapi bisa tepat sasaran. Saya suka! Suka cara pembawaan dan penyampaian materinya. 

Kembali ke materi training BBS tadi. Program keselamatan kerja memang tidak untuk meningkatkan produktivitas karyawan. Ya, betul. PROGRAM KESELAMATAN KERJA BUKAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS. Karena tanpa program ini pun karyawan akan tetap bekerja 40 jam kerja (atau lebih jika ada lembur). Karena tanpa program ini pun hasil produksi bisa meningkat, tinggal ditambah mesin, orang, dll. Tapi dengan program keselamatan kerja, perusahaan bisa mencegah berkurangnya produktivitas karyawan. Perusahaan juga bisa mencegah kerugian-kerugian yang lebih besar jika tidak ada program tersebut, salah satunya kehilangan kontrak ataupun pelanggan. 



Ada 2 teori yang berkaitan dengan kecelakaan kerja, yaitu teori domino dan teori swiss cheese. Teori domino menyatakan bahwa untuk terjadinya sebuah kecelakaan kerja, ada sistem keselamatan kerja yang harus dibangun. Sedangkan teori Swiss Cheese menyatakan bahwa terjadinya kecelakaan kerja dikarenakan ada pembatas-pembatas yang tidak bisa mencegah terjadinya kecelakaan. 

Yang lebih menarik adalah teori pendekatan manusia yang terkait dengan keselamatan kerja. Teori ini tidak akan saya ceritakan sekarang karena saya juga lupa. Hahahahaha. 

Seperti halnya budaya pada umumnya, budaya diawali dari nilai yang dianut bersama dan diwujudkan dalam perilaku yang berulang kemudian nantinya akan menjadi kebiasaan berjamaah. Kebiasaan berjamaah ini punya pakem-pakem tertentu yang disebut norma. Jika seseorang bertindak diluar kebiasaan berjamaah, ia akan dianggap konyol, aneh, dll. Dampaknya, ybs akan disisihkan, dikucilkan, dimarginalkan, dll. Jika kebiasaan berjamaah di perusahaan adalah bertindak sesuai dengan prosedur keselamatan dan tidak segan saling mengingatkan satu sama lain tentang keselamatan kerja, maka orang yang tidak bertindak sesuai prosedur keselamatan akan dianggap aneh, dikucilkan, dimarginalkan, dll. Yang pada akhirnya, hanya ada 2 pilihan, tetap berada di perusahaan dengan mengikuti kebiasaan tersebut, atau hengkang dan cari kerja lagi. 

Profit first, safety later. High margin, first, safety later. Production first, safety later. Married first, loving later *hayah akhirnya tetep ya keluar juga wkwkwkw*

Prosedur keselamatan kerja juga terkadang harus dilabrak karena satu dan lain hal terutama hal-hal yang berkaitan dengan outcome, throughput, etc, etc. Bagaimana jika hal demikian terjadi? Biasanya perusahaan akan menurunkan kadar prosedur tersebut. Pemateri kami menyontohkan kondisi mesin stuck karena alasan teknis. Engineer bisa memutuskan untuk menonaktifkan fitur otomatisasi pada mesin agar produksi tetap berjalan, namun engineer harus memberikan tanda yang jelas agar semua orang yang ada atau melihat mesin tersebut sadar bahwa mesin sedang tidak berfungsi dengan normal dan dalam tahap perbaikan. Ini yang namanya, safety first, production number one. Hahahahaha. 

Intinya hari ini saya senang sekali karena mendapatkan ilmu baru dengan hal-hal yang tidak pernah saya dapatkan sebelumnya. Training tentang keselamatan kerja memang dilakukan setiap tahun, tapi materi hari ini memberikan perspektif baru untuk saya pribadi. Jadi tidak sabar menunggu hari besok untuk training hari kedua! Saya mah ikhlas da walaupun dibully di ruangan gegara banyak hal selama training. Da aku mah apa atuh, yang penting belajar. Titik. 


Read More

Tuesday, October 4, 2016

Tak Mau


Banyak orang bercerita kepada saya tentang bagaimana hari-hari mereka berlalu. Mereka yang mempunyai bayi lucu cukup mendominasi populasi para kontributor sawah tadah hujan saya. Mulai dari teman sekolah, kuliah hingga teman kerja dan orang yang kenal selewat-selewat saja. Hari mereka dimulai dengan dini hari yang tidak sepi. Tangisan bayi, suara adzan bahkan suara teko yang menandakan air sudah matang. Mereka berceloteh tentang hidup yang tak tenang lagi. Tentang hari mereka yang dimulai pagi-pagi sekali. Tentang celotehan lucu dan kepintaran anak mereka. Tentang keluhan rumah tangga. Tentang gosip yang beredar di sekitar rumah atau meja kantor. Tentang banyak hal. Saya iri. Sepertinya hidup mereka ramai sekali. 


Salah satu teman yang punya panggilan sama dengan saya, berkali-kali bercerita bahwa dirinya kini sudah lebih cerewet dari sebelumnya. Segala hal diceritakan mulai dari tukang sayur promo harga hingga jemuran yang tidak kering kepada suaminya. Bahkan ia tak sadar suaminya sudah tidur padahal ia sudah panjang lebar bercerita. Ia menjadi penuh cerita padahal dulu pendiam tiada dua. Sepertinya hidup teman saya ini juga menyenangkan karena ada teman untuk bercerita panjang lebar, bercelotah tak karuan hingga masing-masing dari mereka tertidur karena kantuk yang tak tertahan. Terdengar menyenangkan. 

Jika berhadapan dengan mereka, saya selalu merasa ada jauh di belakang mereka. Merasa masih berteman dengan angan yang entah benar-benar jadi nyata atau tiba-tiba berubah akhirnya. Merasa dunia saya menjadi sangat sepi. Kemudian saya berangan-angan, di masa depan saya tak mau kesepian. Tak mau.


Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)