Judulnya sok iyeh banget ya?
Hahahaha. Bodo amat ah, biar sensasional~
Acara Water for Life Cocoa Study
Tour diselenggarakan pada tanggal 9-16 Januari 2016, tapi saya dan Pak Ari
(champion dari Makassar) harus berangkat dari tanggal 7 Januari 2016 karena
perjalanan kami menuju Kamerun memakan waktu 2 hari perjalanan. Mengapa begitu
lama? Karena waktu transit kami di Turki memakan waktu 13 jam alias seharian!
Jadi tanggal 7 Januari 2016 jam 8 malam berangkat dari Cengkareng dan sampai di
Turki sekitar jam 5 pagi. Ada perbedaan waktu kurang lebih 4 jam antara
Indonesia dan Turki (Indonesia lebih awal 4 jam). Penerbangan Jakarta-Istanbul
memakan waktu sekitar 12-13 jam perjalanan. Jadi masuk akal kan 2 hari
perjalanan menuju Kamerun?
Dari Indonesia pun perjalanan
saya sudah seru. Saya berencana berangkat ke bandara Soekarno Hatta di
Tangerang sana sekitar jam 10 pagi. Tapi karena sepertinya terlalu pagi, maka
saya mundurkan hingga jam 2 siang. Ibu saya dan Darwin sampai di gang kosan
sekitar jam 2 siang dan masih sempat jajan tongseng Pak Kumis yang membutuhkan
waktu jajan + makan kurang lebih setengah jam. Saya pribadi was was karena dulu
saat berangkat ke Belgia saya hampir terlambat karena macet parah di Tol Cikampek.
Ternyata perjalanan kami lancar jaya kecuali di depan gedung MPR. Waktu
menunjukkan pukul 17.30 dan saya masih cukup jauh dari bandara. Ketar ketir
sudah pasti karena saya tahu harga tiket Jakarta-Istanbul gak bisa saya ganti
sekejap mata kalau-kalau tertinggal pesawat.
“Ki, sudah sampai mana? Early
boarding loh. Disana mau ada badai katanya,” begitu bunyi pesan singkat yang
Pak Ari kirimkan kepada saya.
Saya gelisah dan berulang kali
cek peta di Waze. Mulut saya komat kamit berdzikir. Memang setiap kesempitan
itu selalu membuat manusia lebih dekat pada Tuhan ya. Ya Allah, tolooooong,
jangan lama-lama macetnyaaaa!
Clingg!
Doa saya terkabul. Tak lama
kemudian lalu lintas beranjak lancar. Doa anak sholehah emang tok cer! Haha.
Lolos dari kemacetan ternyata membuat
kami tidak awas pada plang informasi yang bertebaran sepanjang jalan. Darwin
salah belok dan membuat waktu terulur percuma. Untungnya hanya salah belok ke
parkiran sebelum belokan ke terminal 2, coba kalau malah masuk ke terminal 1
atau 3, bisa-bisa ngamuk Hayati, Bang!
Singkat cerita, jam 18.10 kami
sudah sampai di bandara. Hanya ibu yang mengantar saya ke dalam. Darwin mencari
tempat parkir.
“Ki, sudah sampai mana? Minimal
18.30 sudah di bandara ya.” Pesan dari Pak Ari lagi.
Ibu yang melihat saya gelisah
langsung menyuruh saya masuk ke dalam untuk cetak boarding pass. Tapi sebelum
itu ibu bilang, “teh, kita foto dulu dong. Minta bapak-bapak itu saja fotoin
dulu.”
Jiaaaaaahhhh. Mamake sempet aje
ngajakin narsis!
Tapi karena memang dasarnya
narsis itu ada di dalam darah saya yang notabene berasal dari darah ibu saya
juga, akhirnya saya minta teteh-teteh yang nangkring di pinggir saya untuk mengambil
gambar sok imut kami. Akhirnya saya berpisah dengan ibu. Anw, saya sampai kisbay kisbay jijay gitulah
pokoknya mah. Geli juga kalau diinget-inget. Hahaha.
Sesampainya di meja check in,
saya ditanya-tanya banyak hal. Tapi mata saya tersangkut pada kartu Miles &
Smiles Turkish Airlines.
“Ini boleh minta gak?” tanya saya
sambil menunjuk kartu itu.
“Oh, mbak mau? Boleh kok. Sini daftar
sekalian.”
Saya diberikan formulir dan
mengisi form tersebut.
“Ini bisa digunakan untuk
maskapai Turkish, Singapore Airlines, dll yang satu grup. Nanti mbak bisa dapat
banyak keuntungannya.”
Saya manggut-manggut sok ngerti.
Di otak saya ini mungkin seperti BIG di Air Asia. Tapi tiba-tiba saya
teralihkan pada gantungan tas Turkish Airlines dan bertanya, “ini boleh diminta
juga?”
“Boleh mbak. Ambil lebih dari
satu juga boleh.”
Cihuy!
Selesai mendapatkan boarding
pass, saya langsung menghubungi Pak Ari yang ternyata masih ada di musholla.
Saya menuju musholla dan ternyata Pak Ari sudah di pintu imigrasi. Bak setrika
saya kembali lagi ke pintu imigrasi dan bertemu Pak Ari.
“Ki!” panggil Pak Ari.
Saya menengok dan menyapa balik.
Saya cukup terheran-heran mengapa beliau bisa kenal saya. Tapi setelah bertanya
ternyata beliau hanya mengira-ngira saja dari tingkah riweuhnya saya. Aduh mak,
pantes gue single lama. Riweuh teuing sih ya~
Tempat duduk kami di pesawat
sejajar. Saya duduk di depan Pak Ari dan disebelah saya teteh bule cantik yang
gak tahu darimana. Teteh itu terlihat tidak mau diganggu dan diajak ngobrol,
jadi saya gak berani ngajak ngobrol juga. Selain itu, bahasa Inggris saya kan
belepotan, nanti dia semakin ngantuk kan saya jadi gak enak #ngeles
Sekitar 2 jam setelah take off,
pramugari dan pramugara sudah berkeliling dengan gerobak dorong yang isinya
makanan dan minuman. Sebelumnya, mereka membawakan handuk panas untuk lap muka.
Saya paling suka fasilitas ini di pesawat. Handuk panasnya itu benar-benar
panas dan membuat segar muka. Mungkin karena saking numpuknya minyak di muka,
saya merasa segaaaaarrr setelah lap muka. Tapi sayang, di Turkish penumpang
harus mengembalikan handuk itu ke atas nampan. Bayangkan saja, saya numpuk
handuk diatas tumpukan handuk lainnya. Tumpukan handuknya sempat jatuh dan
jatuh ke pangkuan sayaaaaa. Gimana kalau di handuk itu ada iler oraaaang? Hikshiks.
Kalau di Emirate, handuk bekas diambil oleh flying attendant (FA) dan
dimasukkan ke dalam plastik besar, jadi tidak jatuh-jatuh.
Oh ya, pesawat saya type Airbus
A330. Untuk saya, pesawat ini oke punya. Ruang kakinya juga cukup lebar dan FAnya
cukup ramah. Ada salah satu penumpang yang menurut saya sih rese banget.
Pertama, setelah FA mengambil handuk, si mbak yang duduk di seberang saya
tiba-tiba manggil pramugari minta ngecharge powerbank. Pesawat kami tidak
dilengkapi dengan fasilitas tersebut, jadi si pramugari harus bawa powerbank mbak
itu untuk di charge di ruangan mereka. Setelah itu dia tiba-tiba minta minuman
hangat. Lalu minta ini minta itu dan lain-lain. Mbak itu juga bolak-balik ke
kamar mandi. Intinya rusuh banget. Mas-mas disampingnya sampai terheran-heran.
Saya? Ngelirik bentar dan tidur lagi~
Dari segi makanan juga Turkish
cukup enak. Walaupun rasanya mirip dengan maskapai lainnya: gak berasa. Tapi
makanannya cukup hangat. Saya punya pengalaman buruk minum jus di pesawat. Di Emirate
saat perjalanan ke Belgia, saya minta jus jeruk. Dampaknya, tenggorokan saya
gatal dan saya gak tenang sepanjang perjalanan. Oleh karena itu saya selalu
minta air saat ditanya mau minum apa. Sampai-sampai mbak pramugarinya
penasaran, “do you want another beverage or drink?” karena saya selalu
minta “water” dan “water”.
Sampai di Turki, kami bolak balik
mencari tempat sholat tapi tidak ketemu, ternyata kami harus keluar menuju Passport
Control atau menuju ke tempat transfer flight untuk menemukan Mescit
atau mushola. Semua tulisan berbahasa Turki yang menurut saya lucu-lucu
karena tidak tahu cara baca dan artinya. Dengan mudah kami menemukan Mescit.
Di Attaruk Havalimani alias Attaruk airport, toilet wanita dan pria berbeda
begitupun tempat wudhunya. Kalau melihat tempat wudhu di Turki saya jadi ingat
teman saya Hopsah Ali yang selalu saya ejek karena berwudhu sambil duduk
seperti nenek-nenek pada umumnya, tapi disini, seluruh tempat wudhu bentuknya
begitu. Jadilah saya menjilat ludah saya sendiri, wudhu seperti nenek-nenek.
Selesai sholat kami menuju Danisma
alias pusat informasi dan bertanya lokasi hotel desk dari Turkish Airlines
tempat kami mendaftarkan diri untuk ikut Tour Istanbul (tur gratis dari Turkish
Airlines yang saya ceritakan di tulisan sebelumnya). Kami menyerahkan boarding
pass kepada petugas yang ganteng dan diminta menunggu hingga jam 9 pagi
lalu berkumpul di Starbuck yang tepat berada disamping desk tersebut.
Disini kami bertemu Pak Zul,
champion dari Malaysia. Kami menjaring wifi dan menguasai colokan listrik
bersama-sama lalu Pak Ari dan Pak Zul pergi untuk sarapan sedangkan saya
menemui Nabillah, host saya di Turki untuk perjalanan selanjutnya. Tepat jam 9
pagi kami berkumpul di meeting point yang sudah disetujui dan langsung
berangkat menuju bis yang ada di luar bandara. Kau tahu, saat itu suhu di
Istanbul adalah 5 derajat celcius. Keluar bandara hawa dingin-dingin empuk
langsung menyapa. Ya, kami siap menjejakkan kaki di Istanbul!
Bandung, 23 Januari 2016