Omar menjelaskan tentang tanda
salib yang seharusnya ada di pintu tapi dikikis sehingga terlihat menjadi
seperti garis panjang saja. Ini menunjukkan betapa kaum muslimin saat itu sangat
toleran karena kalau mereka mau, mereka bisa mengganti pintu tersebut. Kami
juga diberi penjelasan tentang gambar-gambar malaikat, maria, yesus, dll yang
ditutup kain atau kaca putih saat Hagia Sophia menjadi masjid. Gambar-gambar
tersebut tidak dimusnahkan sebagai bentuk penghormatan terhadap umar Kristen
saat itu. Ironisnya, langit-langit Hagia Sophia yang memang berlapiskan emas
itu sudah sedikit terkelupas catnya karena sempat dijarah oleh manusia yang
tidak bertanggungjawab. Disana juga terdapat banyak pamflet yang sangat
informatif tentang kondisi Hagia Sophia pada awalnya dan sejarah yang berkaitan
dengannya.
Saat kami diajak masuk kedalam,
kami diperlihatkan lekukan di depan pintu gerbang. Lekukan tersebut disebabkan
oleh prajurit yang selalu berdiri sigap disana dan membuat tanah yang mereka
pijak menjadi lekukan.
Di dalam Hagia Shopia, kami
dibuat terkagum-kagum lagi. Meskipun sering melihat dari liputan televisi, tapi
rasa takjub melihat seluruh desain interior dalam Hagia Sophia membuat saya tetap
mengaga. Keren pisan!
Tulisan Allah, Muhammad,
nama-nama khalifah dan cucu nabi Muhammad terpampang jelas disetiap sudut Hagia
Sophia. Lukisan Maria dan Jesus yang tadinya ditutupi kain putih terlihat jelas
diantar tulisan Allah dan Muhammad. Menurut Omar, waktu pengerjaan Hagia Sophia
memakan waktu hingga 5 tahun lamanya dan dome alias kubah Hagia Sophia itu diimpor
dari Romawi. Karena sang Kaisar Romawi ingin bangunannya cepat selesai sebelum
ia meninggal dunia, maka pembangunan Hagia Sophia bak sopir metro mini di
Jakarta, alias dikejar setoran. Kubah Hagia Sophia berkali-kali rubuh karena
pemasangan yang terburu-buru. Oleh karena itulah terdapat gambar 2 malaikat
yang katanya untuk menjaga kubah Hagia Sophia.
Padahal saya pikir proses
pembangunannya memakan waktu hingga 50 tahun loh saking kerennya. Ternyata cuma
5 tahun!
Masih menurut Omar, katanya semua
masjid yang ada di Turki mencontek desain Hagia Sophia. Karena ingin menandingi
keagungan Hagia Sophia, maka Kesultanan Utsmaniyyah membangun Blue Mosque dekat
dengan Hagia Sophia. Tapi nyatanya keindahan Blue Mosque tidak dapat mengurangi
keindahan Hagia Sophia. Selain itu, kubah di Hagia Sophia katanya tidak sama
sekali berhubungan dengan Islam karena bangunan ini dibangung 40 tahun (eh atau
14 tahun ya?) sebelum kelahiran nabi Muhammad Saw (saya lupa tepatnya). Saya
belum cek sih apakah opini tersebut betul atau tidak, menurut saya sih kedua
bangunan itu ruar biasa!
Ternyata di dalam Hagia Sophia
juga terdapat perpustakaan Sang Sultan Ahmet, selain itu juga ada mimbar yang
digunakan imam untuk memimpin sholat di tempat tersebut. Ada juga tempat wudhu
yang ada di bagian belakang bangunan ini. Setelah foto sana sini di lantai 1
Hagia Sophia, kami memutuskan untuk naik ke lantai 2. Ternyata tidak ada tangga
menuju lantai 2 melainkan jalan menanjak sebagai pengganti tangga. Saya pernah
menemukan ‘tangga’ semacam ini di salah satu mall di Jakarta. Tapi kok
kepikiran ya aristeknya! Padahal internet juga belum ada pastinya!
Nah, sesampainya di lantai 2,
ternyata foto selfie lebih valuable disini karena pemandangan lantai 1 tak
kalah indahnya. Saya juga ikut-ikutan selfie demi mengabadikan pengalaman
mengunjungi Hagia Sophia. Di lantai dua ini juga terdapat semacam pameran
barang-barang antik dan juga kedai oleh-oleh khas Hagia Sophia. Lapak jualan
seperti itu juga saya temukan di beberapa titik di Hagia Sophia. Harga barang
di dalam museum cenderung lebih mahal ya.
Sampai ke lantai 1, kami melihat
sebuah tiang yang bolong dan seorang bapak sedang mengusapkan jempolnya ke
sekitar lubang di tiang tersebut. Kabarnya, siapa yang melakukan hal tersebut
keinginannya akan terkabul. Karena saya tidak mau terjebak syirik, saya mah
berdoa saja ke Allah Swt yang gak perlu diusap-usap sampai berlubang dan
termasuk tindakan vandalisme seperti itu.
Ternyata hanya saya, Pak Ari dan
Pak Zul yang terlambat datang berkumpul dengan peserta tur lainnya. Mereka membuat
tebak-tebakan dimanakah kota Douala berada dan dari manakah asal kami semua.
Karena saking lamanya menunggu, saat kami keluar mereka langsung terlihat lega
dan bertanya, “Douala itu dimana ya? Kalian asalnya darimana?”
Saat kami jawab, “Douala itu di Kamerun dan
kami dari Indonesia dan Malaysia.”
“Ooooo....”
“Mari kita lanjutkan turnya,”
sahut Omar menutup tebak-tebakan siang itu.
Lalu kami berjalan menuju tempat
dimana patung kepala Medusa berada...
Bandung,
24 Januari 2015
0 comments:
Post a Comment