Sunday, March 29, 2020

Bandung-Bali-Lombok via Darat (Part 1)


Perjalanan ke Bali dan Lombok via darat ini memang perjalanan yang sangat amat impulsif, tapi memberikan kenangan cukup indah bagi saya dan keluarga. Bayangkan, 9 orang dewasa, 2 anak remaja dan 1 bayi menggunakan 1 mobil APV tahun 2008! Nekat dan terlalu ambisius ya kayaknya. 

Saat pergi ke Bali, kami berpencar. 3 orang menggunakan pesawat dan sisanya menggunakan mobil. Anak bayi dan orang tuanya pergi ke Bali menggunakan pesawat. Sedangkan sisanya empet-empet-an di dalam mobil. 

26 Desember 2019

Kami berangkat dari Bandung jam 05.00 WIB dengan isi mobil 9 orang dan barang-barang. Duksek pisan kalau bahasa baratnya mah. Tapi karena memang niatnya liburan, ya berangkat masih happy lah ya. Kami menggunakan jalan tol dari Majalengka hingga Surabaya. Kami juga berhenti beberapa kali di beberapa rest area dan beberapa daerah. Mulai dari beli tahu sumedang di Sumedang, berhenti di Semarang, Ngawi, Surabaya, dan Situbondo. Melewati seramnya hutan Banyuwangi dan akhirnya menyebrang ke Pulau Bali. Total perjalanan sekitar 30 jam. Kami berhenti di salah satu masjid di Bali untuk tidur sejenak dan sarapan.

Biaya tol Bandung-Bali sekitar 900rb, untuk bensinnya kalau tidak salah sekitar 5x isi full tank. Biaya menyebrang dari Banyuwangi ke Bali adalah 159rb/mobil (tidak bayar lagi perorangnya) untuk 45 menit pelayaran.

27 Desember 2019

Sampai di Bali, kami langsung menuju vila yang kami pesan. Harganya murah 31 USD/malam. Fasilitasnya 3 kamar tidur dengan kamar mandi di dalam, AC, 2 handuk dan alat mandi. Selain itu ada dapur, kolam renang pribadi dan Wi-Fi. Isi dapurnya juga lengkap. Ada microwave, rice cooker, kulkas, kompor dan alat makan lainnya. Bahkan mereka nyediain minyak goreng, garam dan penyedap rasa. Entah sisa tamu sebelumnya atau bukan. Hahaha. Ada TV kabel, tempat parkir yang luas dan ruang tamu yang mayan oke. Untuk saya dan sekeluarga sih, oke banget. Walaupun ada kurang-kurangnya, tapi tidak menutup semua kelebihannya. Buat yang mau cek, mungkin bisa coba klik link ini atau kontak Mas Yoga (+62 812-3657-8156). Atau kamu bisa cari dengan kata kunci "Peaceful 3 bedroom house in sanur (private pool)."

Hari pertama di Bali, kami terjebak macet parah dan panjang. Selain itu, saat kami datang adalah hari baik dimana upacara kematian dan pernikahan ramai-ramai dilakukan di Bali. Walhasil, kami hanya bisa main ke 1 tempat saja, yaitu Air Terjun Kanto Lampo. Biaya masuknya 25k/orang. Ini cukup mahal dan salah waktu, karena ternyata hari besok malah upacaranya free untuk semua orang. Oh ya, ada tempat untuk beli pop mie, kelapa muda dan kopi yang murah. Yang jualnya ibu-ibu dan selalu menyapa bule-bule dengan kalimat, "hi, how are you? coconut water?" 

Pokky di Air Terjun Kanto Lampo

Malamnya, kami menjemput adik saya, istrinya dan bayi mereka di bandara. Kami menghabiskan waktu di jalan yang sangat sangat macet itu. Sesampainya di vila, jebur lagi aja untuk menyenangkan hati dan pikiran karena tidak banyak tempat yang kami datangi di hari pertama. 

28 Desember 2019

Semua anggota keluarga dan peserta perjalanan sudah lengkap. Hari kedua orang tua saya main ke Pasar Sukawati sedangkan saya dan beberapa adik pergi duluan ke Pantai Kuta. Kami menghabiskan waktu di Pantai Kuta sampai siang. Disana hanya bayar parkir saja 10k/mobil. Kami makan di KFC dekat Pantai Kuta dan langsung lanjut ke Pantai Pandawa. Saya dapat info kalau pantai ini tidak ada biaya retribusi, tapi ternyata salah. Biaya masuk per-orangnya sekitar 15-25k/ orang. Detailnya saya lupa. Selain itu ada biaya parkir 10k/mobil. Di sana ada wahana kano yang bisa disewa 35k/orang/jam. Pantainya luar biasa panas. Toilet umunya buruk sekali. Gak ada yang bersih dan berfungsi. Setelah foto-foto kami langsung cabut ke destinasi selanjutnya. 

Narsis di Pantai Kuta
Ah ya, kami mampir untuk sholat dulu di area oleh-oleh dekat gerbang menuju pantai. Kalau mau beli tas khas bali, bisa di Pantai Pandawa atau di tempat oleh-oleh dekat gerbangnya, karena cenderung lebih murah dibanding tempat manapun yang kami kunjungi. 

Kami mampir di salah satu Indomaret terdekat untuk ke toilet dan beli cemilan maupun minuman. Di Bali sudah tidak boleh menggunakan keresek belanja, jadi kami bawa keranjangnya untuk membawa makanan ke mobil. 

Urusan toilet selesai, kami menuju Pantai Nusa Dua untuk melihat sunset. Walaupun cuma kebagian setitik doang, tapi indah banget tempatnya. Keren! Kalau mau kesini untuk lihat sunset, usahakan jam 5 sudah disini ya, karena banyak sekali orang yang berbondong-bondong untuk melihat sunset disini. Biaya masuknya gratis, hanya membayar parkir saja 4k/jam/mobil. 

Selepas dari Pantai Nusa Dua, kami mampir ke toko oleh-oleh Krisna. Menurut pengamatan saya, belanja oleh-oleh di Krisna cenderung lebih murah dibandingkan belanja di tempat lainnya di Bali.

Selesai dari Krisna, kami pulang dan nyemplung lagi ke kolam renang entah sampe jam berapa. Saya ngantuk dan tidur cepat. 
Read More

Terkurung


Sejak Januari awal tahun ini, dunia benar-benar menakutkan. Biang keroknya tak kasat mata, berukuran kecil sekali dan tak bisa dideteksi dengan mudah, cepat dan sederhana. Corona virus diseases 19 alias COVID 19 mulai menyerang dunia dari China di akhir tahun 2019. Dengan sekejap menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.

Di Indonesia, pusat dan awal mula penyebarannya dimulai dari area Jabodetabek. Area dimana jutaan orang mencari nafkah, pekerjaan bahkan jodoh disana. Panik? Tentu. Apalagi sekarang saya dan suami tinggal di Jakarta. Tapi kami awalnya tidak menganggap virus ini terlalu serius. Kami tetap bekerja hingga pertengahan Maret Pak Gubernur DKI Jakarta mengambil keputusan untuk menghimbau semua pekerja bekerja di rumah. Bahkan sekolah-sekolah mulai diliburkan karena pandemik ini. Sekarang, diakhir Maret yang berselang hanya 2 minggu dari hari pertama WFH, virus ini sudah menginfeksi seribu orang di seluruh penjuru Indonesia.

Jalanan mulai sepi karena banyak daerah kini memutuskan untuk melakukan lock down alias menutup semua akses keluar masuknya orang di daerah mereka. Komplek-komplek yang memiliki penjaga keamanan ikut-ikutan lock down karena takut warga kompleknya terpapar virus yang tak kasat mata ini. Bahkan, desa-desa yang awalnya mengabaikan kesaktian virus ini juga melakukan lock down. Sayangnya, pemerintah pusat tak pernah memutuskan lock down sebagai solusi dari permasalahan yang mulai meresahkan ini.

Ini hari ke-14 saya diam saja di dalam rumah. Tidak keluar dari area tower kami. Paling jauh keluar untuk beli susu, roti, dan kebutuhan makanan saja. Itupun di lantai dasar. Sisanya hanya kami habiskan berdua. Senang? Tentu, karena biasanya kami hanya bertegur sapa di kala malam mulai menyapa. Bosan? Sangat. Terbiasa melihat banyak orang dalam perjalanan dari rumah ke kantor dan sebaliknya membuat saya cukup jemu dan merasa terkurung di rumah. Tapi inilah salah satu tindakan yang setidaknya tidak membutuhkan upaya lebih dan bisa menyelamatkan kami dari virus ini.



This too shall pass. Saya percaya itu. Tapi kapan? Entah, tak ada yang tahu bahkan pemerintah negara manapun di dunia ini.

Terkurung dalam rumah menuntut saya bersyukur karena saya masih punya rumah dan tinggal bersama orang terkasih. Di saat yang sama, orang lain bahkan kebingungan dimana mereka harus tinggal karena uang untuk membayar biaya bulanan saja tidak bisa terkumpulkan.

Berada di rumah selama 2 minggu ini membuat saya bersyukur tempat kerja saya masih sanggup membayar gaji karyawannya. Entah dengan cara apa alur kasnya tetap berjalan sehingga kami tidak perlu kebingungan untuk membeli bekal makanan.

Ramadhan dan Idul Fitri kali ini mungkin saya akan terkurung di dalam rumah jua, karena diperkirakan Covid 19 memuncak di pertengahan Ramadhan hingga Syawwal menyapa. Tak mengapa. Mungkin seperti ini rasanya tinggal di luar negeri dimana jauh dari sanak saudara di Indonesia.

Hanya Allah yang bisa menyingkirkan semua musibah ini. Hanya atas izin-Nya lah Covid 19 bisa hengkang dari dunia. Hanya ke-Maha Murah-an-Nya lah kita bisa selamat, sehat dan berbahagia saat ada Covid-19, maupun tidak. Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan karunia-Mu. Sehatkanlah kami, keluarga kami dan saudara-saudara muslim kami. Kuatkanlah kami menghadapi cobaan ini. Amin.
Read More

Wednesday, March 11, 2020

Here I'm Back!

Wow! It's been 3 years! Hahaha. I know no one will read this except me. But I am sooooooo excited to write again!

After so many years of adapting myself into the new world of deep relationship, now here I am. I am ready to reflect my life in my blog posts. 3 years without any single blog post made me kinda lost. I don't feel fulfilled when I wrote any Instagram caption. I feel like I am too serious in that platform. When I post some poetic caption, one of my friend will expect that I am in love. Moreover, I can't show off anything in my life. I don't think that what I have can impress them much. But who cares by the way. Lol.



What ever platforms I tried in the past, my feeling somehow is always missing my blog. I think I am going to try posting many silly posts, of course weird things as usual. My obsession into poetic words still remain the same, as well as my unstable emotion.

It's a very nice to come back again to blogspot! Hopefully, this platform will sustain in the middle of massive changes that happens to the world.

Let's write again! Whoooh!
Read More

Saturday, October 28, 2017

Unusefull Questions


Pertanyaan yang tidak berguna. Hasek. Apa coba contohnya?

Bukan, bukan pertanyaan 'kapan nikah?' atau 'kapan mati?' tapi pertanyaan-pertanyaan yang sering ditanyakan saat interview dan katanya tidak berguna. Contohnya:

"Apakah kamu sudah menikah?"

"Apa orientasi seksualmu?"

"Berapa umurmu?"

Dan sebagainya.

Jadi ceritanya saya lagi ikutan kursus MSDM disini. Kebetulan masuk ke topik Rekrutmen di Zaman Now yang salah satu bahasannya adalah keterikatan proses rekrutmen dan seleksi yang cukup sarat dengan hal-hal yang bersisian dengan hukum. Di beberapa negara, pertanyaan yang terkait status perkawinan, umur, kewarganegaraan, etnis, bahkan umur adalah rahasia dan tidak boleh ditanyakan kepada orang lain termasuk di dalam proses seleksi. Bahkan menyebutkan gender dalam iklan lowongan pekerjaanpun tidak boleh dilakukan.



Suatu hari, pabrik saya pernah membutuhkan tenaga operator dan user meminta untuk hanya memproses kandidat non-muslim saja. Kenapa? karena posisi ini nantinya akan bertugas saat Shalat Jumat. Dengan bodoh dan sok diplomatisnya saya posting lowongan dengan menyebutkan kriteria tersebut sambil menyebutkan alasan kenapa kriteria yang terdengar rasis tersebut disebutkan. Sialnya, tidak semua orang suka membaca lowongan dengan lengkap dan banyak lagi yang memaki saya karena penyebutan kriteria tersebut.

Tapi percaya atau tidak, karena iklan itu, posisi kosong tersebut cepat terisi. Efektif, tapi beresiko dan bisa saja mencemarkan nama baik perusahaan.

Di lain hari, saya ikut training Behavior Based Interview dimana proses wawancara dan pertanyaan wawancara HANYA menanyakan tingkah laku kandidat, bukan cerita tambahan dibelakangnya. Jadi, pertanyaan tentang status pernikahan, umur, orientasi seksual dan hobi tidak masuk kedalam list pertanyaan. Saya sangat setuju dengan hal ini, tapi agak bergeser karena suatu hal. Kandidat saya memutuskan untuk membatalkan aplikasinya karena istrinya tidak mau tinggal di beda kota. Wow. Saya baru tahu karena saya tidak bertanya dan tidak mengantisipasinya.

Terkadang, pertanyaan tidak berguna memang benar-benar tidak berguna. Tapi untuk beberapa kasus, biasanya pertanyaan tidak berguna bisa membantu untuk memberikan data atau sekedar menjadi bahan basa-basi sebelum proses wawancara lebih detail dilakukan. Jadi, menurut saya pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa ditanyakan DENGAN SYARAT ada tujuan dibaliknya.

Bandung, 28 Oktober 2017
Salam sumpah pemuda !
Read More

Monday, October 23, 2017

Tambah Tjinta


Untung judulnya bukan 'Tambah Tinja' hahaha. Jadi ceritanya saya lagi sayang-sayangnya sama suami. Uuuh~

Kenapa harus ditulis sih, Ki? Pamer udah punya suami? 

Enggak sih, cuma ingin mendokumentasikan kenapa saya saat ini sayang banget sama manusia berjakun itu. Hahaha. Siapa tahu nanti kalau bertengkar dan baca blog ini lagi jadi inget masa-masa manis kayak sekarang.

Dulu, kayaknya gak mungkin bisa suka banget sama seseorang. Suka sama Afgan saja hanya pencitraan, biar dikira normal. Hahaha. Tapi ternyata kalau udah nikah rasanya beda. Dari senang karena dia bisa diajak ngobrol apa saja, sampai bersyukur banget dia udah jadi suami saya. #hasek



Saya sama dia sebetulnya sama-sama keras. Keras kepala, keras pendiri dan keras keras lainnya. Awalnya malah saya pikir saya akan terus adu argumen selama awal pernikahan. Tapi sampai mau 6  bulan banyaknya doi yang ngalah. Woman always right. Mrs. Right at all. Wkwkwk. 

Ada yang bilang masih suasana honeymoon, jadi masih manis-manis aja. Gimana kalau masa honeymoonnya diperpanjang, yang? Sampai selamanya gitu? Haha. 

Bersyukur sih nikahnya sama orang yang paham tentang agama, paham alasan kenapa keluarga selalu ada di prioritas utama. Senang juga karena ada orang yang marah karena saya gak serius ngejar cita-cita S2 (padahal mah tetep sebel awal-awal diingetin). Suka cara dia memperlakukan saya, cara dia menanggapi semua celoteh aneh saya, cara dia ngebantuin kerjaan rumah mulai dari nyuci piring sampai ngelipetin baju kering. Yaah, walaupun acak kadul, tapi niatnya itu bikin tambah tjinta. *smooch*

Robbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyaatinaa qurrota 'ayun waj'alnaa lil muttaqiina imaamaa. Semoga pernikahan kita sakinah, mawaddah, penuh rahmah dan berkah yaaaa. Amin.  Pokoknya I love you to the moon and the way back deh, yang! *kissgurita




Bandung, 22 Oktober 2017


Read More

Saturday, October 14, 2017

Reference Checking


Suatu hari ada salah satu user yang mengajak saya untuk ngobrol. Tentu ngobrol di chat. Hahaha. 

User : "Ki, kok si X gak se-performe waktu dia cerita pas interview dan hasil interview kamu ya?"
Saya : "Loh, emang gimana bu maksudnya?"
U : "Iya kan di laporannya disebutkan kalau si X inisiatifnya bagus, implementasinya juga, dan sebagainya. Pokoknya meyakinkan lah."
S : "Oh gitu. Memangnya gimana ceritanya?"
U : "Ah, panjang lah kalau diceritain, Ki."
S : "Mungkin ya bu, mungkin saya waktu itu pas interview gak betul. Jadi berasa dia oke karena first impression yang bagus. Mungkin juga saya yang kurang probbing pas interview. Mungkin juga kandidatnya bohong."
U : "Emang kamu gak bisa prediksi dia bohong atau enggak? Kamu anak Psikologi kan ya?"
S : "Bisa diidentifikasi pake teknik interview Behavior Based Interview sama Ilmu Pernyataan sih bu, namun saya kan gak terlalu ahli dan saya gak belajar Ilmu Pernyataan."
U : "Sugan teh semua anak psikologi bisa baca perilaku gitu, Ki."
S : "Saya bukan dukun, bu. Hehe."

Chat closed. 

Well, gitu da ai rekrutmen mah. Milih yang terbaik dari kandidat yang ada. Tapi pas kandidatnya udah pas, eh waktu evaluasi ternyata gak pas pas amat. Lalu gimana cara supaya terbukti ke-pas-annya?

Kalau 100% pas mah atuh sampe 2 tahun nyari kandidatnya juga. Hahaha. Kandidat yg lolos dan gak pas-pas banget juga berbulan-bulan. Apalagi yang cocok 100%. 

Tapi bisa diminimalisir dengan : 

  • Behavioral Event Interview
  • Reference Checking
  • Psikotes & Grafologi (ini lagi ngehits lagi soalnya hoho)

Saya ada pengalaman yang unik dengan reference checking. Jadi suatu hari saya nyari kandidat untuk posisi Z. Nah, nemu tuh kandidat yang oke, tapi sayangnya setelah interview referernya, dia kurang oke karena attitudenya kurang bagus. Pinter sih, tapi kalau attitudenya kurang oke mah. Emmmm...

Walakhir, kandidat tersebut gak bisa lolos ke tahap selanjutnya. However, attitude always comes first. 



Oh iya, untuk kamu yang belum tahu reference checking, RC adalah metode seleksi dimana rekruter/HR akan menghubungi orang-orang yang pernah bekerjasama secara langsung denganmu. Baik itu atasan langsung atau rekan kerja atau bahkan posisi lain yang pernah berhubungan denganmu dalam satu proyek. Kontak orang yang mereferensikan/referrer didapatkan dari kandidat. Jadi, saat ada kolom "Reference" di formulir pendaftaran, isilah dengan referrer yang benar-benar tahu kualitas kamu dan mau memberikan komentarnya terhadap kinerjamu secara objektif. Referrer biasanya ditanya tentang : 
  • Proyek yang pernah dihadapi bersama
  • Kendala yang pernah dihadapi dan apa yang kandidat lakukan untuk menghadapi kendala tersebut
  • Apakah kandidat sesuai dengan posisi yang ia lamar di perusahaan dan seberapa sesuai serta alasannya
  • Apa kekuatan dan kelebihan kandidat
Jadi, pilih referrer yang benar-benar bisa menceritakan apa yang telah kamu lakukan, bukan yang hanya tahu kebaikan-kebaikan kamu. Kenapa? Karena terlalu bagus itu mencurigakan. HAHAHAHA. Oh ya, formulir Reference Checking bisa kamu cari dari internet. Gak usah minta saya yya. Hahaha.



Read More

Sunday, October 1, 2017

Renungan Akhir Tahun


Bulan September itu sangat berarti setiap tahunnya. Bukan hanya karena saya lahir di bulan itu, tapi juga karena di bulan itulah saya dan seluruh karyawan di kantor saya dinilai pencapaian tahunannya. Daaaan tahun ini tidak seperti tahun lalu ataupun tahun lalunya lagi. Pencapaian saya dibawah 100%. Sedih juga ya karena artinya bonus akhir tahun mungkin menyedihkan nominalnya. Tapi salah saya juga sih tidak sungguh-sungguh. 

Berbicara tentang pengukuran akhir tahun, kebetulan di kantor saya bantu semua karyawan untuk level staff hingga manager dalam proses pengukurannya. Bantu-bantunya sederhana banget, cuma bantu mereka isi di sistem dan update semua progres semua formulir pengukuran beberapa saat sebelum deadline. Ya kurang lebih kayak customer service tapi urusannya khusus pengukuran kinerja dan target. Tambah-tambahnya sebagai orang yang dikomplain pertama kali kalau ada struktur organisasi yang gak seharusnya atau salah.

Saya pribadi cenderung mudah sedih dan pasrah kalau penilaian orang lain terhadap apa yang kita lakukan itu tidak sesuai dengan yang diinginkan, dengan kata lain buruk. Tapi selama 3 tahun ikut serta dalam pengukuran kinerja banyak orang, saya menemukan banyak respon unik yang muncul setiap membantu mereka. Ada yang merasa capaian mereka harusnya di bintang 5 atau 100% lalu dengan mudahnya bad-mouthing atasan dan berkata bahwa meskipun capaiannya seperti itu ia merasa atasannya akan menilai jelek. Ada yang merasa mereka sudah mencapai targetnya dengan percaya diri tanpa bantahan. Tapi ketika saya bertemu dengan atasannya, formulir mereka harus di re-route ke tahap sebelumnya karena tidak sesuai dengan kenyataan. Ah, self esteem dan kesadaran diri memang selalu berbeda setiap orangnya. Dan itu unik. Kadang membuat saya terheran-heran sendiri.


Lalu saya berkaca dan melihat diri saya sendiri. Saya orang yang seperti apa? Lalu tertawa karena terlalu konyol juga jika dijabarkan. 



Kebetulan akhir-akhir ini saya kembali melihat review buku karya Angela Duckworth tentang Grit. Emm apa ya bahasa Indonesianya. Kalau menurut Google translate, courage and resolve; strength of character. Kurang lebih grit itu keberanian dan tekad, kekuatan karakter. Pertama kali kenal konsep ini saat ada rekaman Tedx tentang grit. Di video itu Angela menjelaskan penelitiannya selama kurleb 10 tahun untuk mengetahui karakter orang-orang yang sukses dan lebih maju dibandingkan orang lain. Ia mencari jawaban itu kemana-mana. Mulai dari melakukan penelitian di sekolah militer yang paling terkenal di US hingga ke perlombaan Spelling Bee (perlombaan mengeja) disana. Pertanyaan yang ia ajukan hanya 1 : 

"Siapa yang paling sukses disini? Kenapa?"

Dari sekian banyak jawaban, akhirnya Angela menemukan bahwa bukan IQ atau kecerdasan kita yang paling menentukan masa depan. Tapi GRIT

Dalam video-video review buku Angela di Youtube, banyak dibahas tentang konsep grit yang ditemukan oleh Angela. Grit itu tentang passion dan perseverence. Tentang gairah/ketertarikan dan ketekunan. Tentang hal yang disukai namun tidak seperti kembang api. Hal itu muncul terus bahkan bertahun-tahun lamanya. Grit adalah kunci sukses seseorang. Ada rumus yang selalu disebut dalam setiap review buku ini. Dalam konsep grit, effort atau usaha selalu dihitung 2 kali lebih besar dari hal lainnya. 

Talent x Grit = Skills
Skills x Grit = Achievement
Talent disini bukan seperti konsep lainnya. Talent disebutkan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan sesuatu sampai tuntas. Berat ya? 

Saya masih belum baca bukunya, jadi saya juga masih bingung apa bedanya grit dengan motivasi, apa bedanya grit dengan konsep flow di psikologi positif dan lain sebagainya. 

Lalu apa hubungannya dengan pengukuran akhir tahun yang saya ceritakan sebelumnya? 

Saya hanya mau bilang bahwa sepertinya saya tidak memiliki grit. Orang dengan grit yang tinggi, akan menyelesaikan semua yang sudah menjadi tanggungjawabnya, sedangkan saya tidak begitu. Orang dengan grit yang tinggi ia akan memiliki kualitas kerja yang baik, sedangkan sepertinya saya juga tidak begitu. 

Tapi kabar baiknya Angela menyampaikan bahwa grit bisa dibangun dan dibentuk dengan banyak cara termasuk menentukan target capaian hari ini lebih dari kemarin, pikiran yang terbuka dan juga secara konsisten menjalankannya. 

Lalu apakah saya bisa meneliti tentang grit dan mengaplikasikannya? Apakah grit berkaitan dengan self-esteem seseorang? Apakah grit dipengaruhi budaya? Apakah grit bisa muncul setelah terjadian kejadian-kejadian tertentu? Apakah....

Seperti selalu, renungan ini hanya kicauan otak saya yang seringnya eror. Sekian. 


Bandung, 1 Oktober 2017


Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)