Thursday, December 25, 2014

Aalst, Belgium #8

Kami harus turun jam 8 lagi. Sesi ini dimulai segera setelah jam menunjukkan jam 8 pagi. Suasa sedikit berbeda karena beberapa koper sudah ada di depan ruangan. Saya rasa itu adalah koper Erik (tutor kami), Bianca dan juga Dominic (satu-satunya lelaki setelah kepulangan Giorgio ke Italia). Kami memulai materi dengan latihan membaca laporan hasil tes. Sungguh, lagi-lagi berasa kuliah psikodiagnostika. 

Latihan membaca laporan cenderung lama. Dengan demikian waktu tak terasa sudah menunjukkan istirahat makan siang. Kami bergegas pergi ke restoran, makan dengan cepat dan kembali ke ruangan. Kali itu saya tidak absen 10 menit untuk sholat karena sedang halangan. 

Makan siang kali itu agak aneh. Kami diberi sup paprika. Aneh rasanya, tapi karena saya sedang tidak enak badan, maka saya habiskan saja supnya untuk menghangatkan bada *alibi. 

Makan siang dengan makanan yang berbeda 180 derajat dengan makanan semalam itu membuat kami meninggalkan meja makan dengan segera. Sebagian dari peserta training pergi ke ruangan coffee break, sebagian yang lain sibuk dengan laptop mereka masing-masing. Ingat kan? Seluruh peserta adalah manager (kecuali saya pastinya). 

Saat mereka sibuk ketak ketik dengan laptop masing-masing, saya sibuk bbm-an dan Line-an dengan teman saya yang sudah kriyep-kriyep matanya. Di Indonesia sudah malam ternyata. Waktu istirahat habis, saatnya kami role play sebagai yang memberi feedback dan sebaliknya. Kami semua bergantian mencoba simulasi tersebut. Sialnya, saat saya menjadi orang yang memberi feedback, semua persiapan yang sudah saya tulis dengan rinci hilang sudah. Seperti asap rokok yang dikibas-kibas oleh hihid. Menghilang. Saya nervous jadi pusat perhatian seluruh manusia di ruangan itu. Kacau hahaha. 

"I've try to arrange everything, Erik. But when I try to implement my planning it was ppffffff....." kataku. 

Saat itu saya kecewa pada diri saya sendiri. Hiks hiks. 

Tapi entah beruntung entah apa, seluruh rekan saya 'ngupahan' alias menghibur saya dengan beragam kata dan alasan yang lebih banyak sepertinya mengada-ada, seperti saya masih harus perlu belajar lah, terlalu muda lah bahkan karena nervous. Saya memang nervous dan bingung dengan kata-kata yang bisa saya gunakan secara sopan untuk memberikan feedback kepada orang lain dengan bahasa Inggris. Padahal kemarin saya melakukan hal yang sama dengan kompetensi, kenapa giliran sekarang kacau balau galau merana ya? Hufft. 

Tapi hari itu cukup menarik untuk diingat dan dijadikan bahan evaluasi untuk diri saya sendiri. 

Peserta training meminta Erik mempraktekan pemberian feedback terhadap semua orang. Dan entah karena pengalamannya sudah terlalu lama atau bagaimana, cara menyampaikan feedbacknya asik banget. Gak agresif tapi persuasif dan asertif. Keren. Entah gimana caranya dan berapa tahun lamanya gue bisa sekeren itu. 

Waktu berlalu dan akhirnya sampailah pada penghujung acara. Setelah cipika cipiki tiga kali kepada setiap peserta, kami berpisah. Mereka pergi ke bandara dan gue pergi ke kamar. Siap-siap untuk jalan-jalan karena malam itu ada christmas market. Yeay. 

Yang unik adalah, tidak ada sesi foto bersama karena mereka pikir kita semua sudah puas berfoto bersama selama 5 hari ini. Gak seru ya? Hahaha. 

Hanya butuh waktu sekitar 15 menit, keramaian yang tadi menghiasi hotel tempat training mengurai. Entah kenapa saya tiba-tiba merasa sedih. Tapi waktu sedih-sedih ria tidak lama, karena saya dan partner saya akan keliling di christmas market! Horaaay!!!


Read More

Aalst, Beligum #7

Saya pikir bahasa Indonesia adalah bahasa termudah di dunia. Nyatanya teman-teman yang ikut training bersama saya kemarin cukup kewalahan, padahal hanya saya ajarkan bilang 'Selamat Pagi'. Mungkin itu juga yang ada di pikiran rekan saya yang berasal dari Italia. Sepanjang jalan saya belajar kalimat sopan santun seperti gracias, chaochao. Sisanya, kalimat yang terdiri dari dua atau lebih suku kata membuat lidah saya keriting tak karuan. Saya jadi ingat dulu saya pernah berbeda pendapat tentang pelafalan "Ich" dalam bahasa jerman dengan teman saya. Saat saya berhadapan dengan native speakernya, ternyata pendapat saya yang benar. Hahaha. Ich dibaca seperti Isy pake SYA!. Ini gak penting sih, baiklah kita skip. 

Sesampainya di hotel, kami langsung masuk ke restoran. Kami akan makan malam. Yeaay! Lapaaar. Saya lupa pastinya apa yang kami makan saat itu. Kalau tidak salah itu adalah sandwich yang hampir sama dengan makan siang kami di hari pertama. Yaaaaah, penonton kecewa. Eh iya, saya juga heran selama disana saya gak makan nasi dan saya merasa kenyang, tapi kalau di rumah gak makan nasi itu artinya belum makan. Kok bisa ya? Entahlah. 

Setelah makan, kami langsung masuk ke kamar masing-masing, sepertinya rekan-rekan saya itu absen dulu untuk clubbing malam ini. Baiklah, saatnya tidur karena sesi berikutnya akan dimulai sejam lebih pagi. 

Keesokan paginya, kami sudah duduk manis di ruangan sebelum jam 8 pagi. Beberapa diantara kami wajahnya kucel karena harus bangun lebih pagi. Termasuk saya. Haha. Padahal saya bangun jam setengah 5 pagi seperti biasanya (lalu tidur lagi sampai jam setengah tujuh)

Sesi ini agak membosankan tapi seru. Membosankan karena aksen Jerman tutor kami itu kental sekali dan intonasi suaranya sangat-sangat monoton. Seru karena tutor kami itu seorang psikolog dan Ph.D dari kampus di UK. Serasa belajar psikodiagnostika lagiiii. 

Di sesi ini, mayoritas metode yang digunakan adalah metode ceramah. Serasa ikut kuliah dosen favorit belasan bulan yang lalu. Tutor yang ini agak jutek tapi menyenangkan. Ia menjelaskan tahapan demi tahapan dengan jelas. Metode yang sama yang digunakan dosen saya tersebut saat kami belajar membaca hasil tes intelegensinya Weschler. Asik pisan. 

Selain itu, materi sesi ini menarik karena merupakan pembaharuan tes psikologi. Ah keren lah. Mungkin ilmu begini baru bisa saya dapat kalau nanti kuliah S2 atau mungkin S berapa tau. Alhamdulillah..alhamdulillah..

Meskipun serius, waktu berlalu dengan sangat-sangat cepat. Tiba-tiba sudah jam makan siang. Saya mendekati tutor kami tersebut dan bilang saya akan terlambat sekitar 10 menit setelah makan siang karena harus sholat. Ia bilang, "lakukan apa yang harus kamu lakukan."

Waktu berlalu, materi demi materi masuk ke telinga kami. Saya pribadi berharap materi tersebut tidak keluar lagi dari telingan lainnya. Saya juga heran ternyata bahasa Inggris (pasif) saya tidak terlalu parah yaaa. kalau bahasa Inggris aktifnya mah ya jangan tanya. Harus ditingkatkan lagi kemampuannya. 

Makan malam kali itu kami pergi ke sebuah restoran yang ada di dekat pusat kota Aalst. Seperti biasa saya tanya-tanya menu apa yang tidak menggunakan alkohol ataupun tidak berbahan babi dan halal. Mereka bilang baiknya saya pilih menu ikan Salmon. Aih, asa gaya euy orang kampung makan salmon. Wkwkwk. 

Hidangan pembukanya adalah udang dengan bumbu kari. Aselinaaa ini adalah makanan yang rasanya 'nendang' pertama selama di Aalst. Semua orang merasakan hal yang sama. Saat pelayan mengambil piring-piring 'bersih' kami, semua orang bilang, "thank you, this is very delicous". Saya juga ingin bilang, "Aselina ieu ngeunah pisaaaann!" 

Selanjutnya makanan utama, si salmon tea. Enak tauuu. Sungguhan ikannya lembut sekali. Berasa tiba-tiba jadi orang kaya. Hahaha. 

Rekan saya yang lain makan daging babi yang terlihat menggiurkan juga. Menu daging babi dilengkapi dengan kentang goreng. Sedangkan menu salmon dilengkapi dengan perkedel yang gak digoreng alias kentang yang dilembutkan. Katanya, bukan di Belgia kalau kentang goreng gak pakai mayones. Makan malam kali itu ada di kategori ENAK BANGET. 

Setelah makan, pelayan keliling dan menawarkan white wine dan red wine. Saya ingin iseng nyoba tapi gak jadi, ngeri deh ditolak 40 hari ibadahnya hanya karena iseng. Fufufu. 

Selanjutnya, makanan penutup. Perut saya yang karet ini sepertinya hanya mampu menaklukan seperempat makanan penutup yang nantinya akan disediakan oleh pelayan. Tapi karena penasaran dengan hidangan penutup dengan coklat dari perusahaan kami, maka kami putuskan untuk makan bersamaaaa. Satu porsi dessert untuk 3 orang. Yummy! 

Dessert tandas oleh kami semua. Kami berbincang selama hampir sejam. Lalu kami memutuskan untuk pulang. Selanjutnya bisa ditebak olehku bahwa rekan-rekanku memutuskan untuk clubbing di salah satu club yang direkomendasikan oleh pelayan yang membawa makanan-makanan enak tadi. Alamak, saya kenyang dan saya tak kuasa untuk tidak tidur cepat malam itu. 
Read More

Aalst, Belgium #6

Mau kemana kita? FIELD TRIP!!! Yeay!

Kami dijadwalkan untuk pergi ke Wieze, kota kecil dimana pabrik coklat terbesar dunia milik perusahaan kami berada. Asik asik jalan-jalan! Saya agak sedih saat tahu disini tidak bisa jalan-jalan malam karena seluruh toko kecuali diskotik dan beberapa restoran saja. Jam 6 sore, semua toko maupun supermarket tutup. Jadi harapan saya untuk jalan-jalan malam hari pupus sudah. Huhuhu. Tapi agak terhibur saat diajak mengunjungi pabrik kami di Wieze. Disana ada Chocolate Academy yang terkenal dengan inovasi coklat, kompetisi coklat dan beragam hal yang berkaitan dengan coklat di Belgia. Setahu saya, tempat ini juga sering mengadakan kompetisi bagi para koki percoklatan di dunia. Serius, hari itu terlalu menyenangkaaaan!

Kami berangkat menggunakan bus yang disediakan Bianca. Jumlah peserta yang ikut kurang lebih hanya 12 orang, karena beberapa ada yang keburu pulang ke negara masing-masing dan ada juga yang gak ikut kesana karena memang berasal dari Belgia dan Belanda yang notabene bisa didatengi pakai mobil mereka masing-masing.

Saat berangkat, saya baru tahu sisi kota yang unik dan belum sempat saya datangi. Di pusat kota Aalst sudah dipenuhi oleh lampu-lampu berbentuk bintang. Ah, jadi semakin penasaran dengan christmas market nanti. Perjalanan cukup lancar. Kabarnya Belgia dan Italia adalah negara termacet di Eropa Barat. Tapi mana macetnya ya? Hanya sempat mandeg sedikit di pertigaan. Bukan macet eta mah atuh. Heu. Sepanjang jalan cukup ramai. Saat itu kalau tidak salah jam empat sore. Baru kali itu saya melihat cukup banyak manusia berkeliaran di Aalst.  Uniknya, saat memasuki wilayah Wieze, saya baru tahu kalau Wieze itu kawasan industri disana. Persis seperti Dayeuhkolot dimana kantor dan pabrik dimana saya bekerja ada disana. Bedanya, disana penataan kotanya sangaaat sangaaat rapi. Saya juga baru tahu beberapa merk mobil karena melihat pabriknya disana. Selain itu, saya juga baru tahu Tupp*rware itu pabriknya di Wieze. Eh, memang saya tidak tahu apa-apa sebelumnya. Haha.

Sekitar setengah jam perjalanan, akhirnya kami sampai di kawasan pabrik coklat terbesar di dunia. Kamtor Barry Callebaut lengkap dengan Chocolate Academy dan pabriknya tertata rapi. Sungguhan deh, rapi bangeeet. Seandainya di Dayeuhkolot juga serapi ini. Males pulang kayaknya saya.

So, kami langsung masuk menuju Chocolate Academy. Astagaaaa, banyaaaaaaakk sekali hiasan natal yang lucu dan semuanya terbuat dari COKLAT!! COKLAT LOH COKLAAT!! Berasa Willy Wonka. Haha.

Resepsionisnya ditata dengan sangat artistik. Lobi gedungnya persis seperti bar. Ciamik.

Karena sangat indah, kami sibuk foto-foto. Bule oge narsis geuningan. Wkwk

"Kalau disini masih boleh foto-foto. Jadi silakan foto sepuas Anda. Tapi tidak di kawasan pabrik," jelas Isabel.

Isabel itu lucu. Dia wanita energik yang paling menyenangkan selama di Wieze. Isabel adalah tour guide kami selama disana. Ia menjelaskan semua hal yang ia tahu dan menurutnya perlu kami tahu dengan penyampaian yang penuh passion. Menyenangkan. Selain itu, saya tebak dia berasal dari Perancis. Lucu banget sumpah! Aksennya aneh, selain itu dia juga sangat-sangat-sangat semangat menyampaikan banyak hal dan pastinya lengkap dengan gerakan-gerakan aneh yang kayak anak kecil. Kocaaak.

Kami semua menggunakan jas berbahan tisu dan penutup kepala sebelum masuk ke daerah pabrik.

"Kenapa kamu harus pake itu? Kan kepalanya sudah tertutup," tanya Bianca

"Gak tau, saya ikutin saja instruksinya. Tapi coba saya tanya dulu."

Saya tanya ke Isabel, katanya tetap harus pakai penutup kepala. Maka saya pakailah penutup kepala itu. Hahaha.

Big Bos HR di BC, Barbara, disuruh pakai safety shoes karena dia datang dengan high heels. Menurut saya sepatu itu lucu dan unik, tapi Barbara merasa kakinya terlihat aneh. Kok gue jadi ngerasa selera gue aneh ya? Wkwk.

Setelah foto-foto sebentar, akhirnya kami mulai berkeliling disana. Mulai dari masuk ke ruangan yang super duper panas hingga berjalan keluar menuju daerah pabrik lainnya tanpa jaket dengan udara yang sangat dingin kami lakukan. Harum coklat semerbak kemana-mana. Semua mesin yang ada sepertinya mirip dengan mesin yang kami punya di Bandung. Karena saya tukang intip CCTV, jadi kurang lebih situasinya sama dengan di Bandung.

Ada satu hal yang saya suka, truk pembawa coklat. Truknya cantiiikk. Coba googling deh truk coklat Barry Callebaut. Bagus loh. Disini sekitar 400 truk beroperasi setiap harinya berkeliling di Eropa Barat hingga utara. Keren!

Selesai keliling-keliling, kami duduk di bar kantor. Isabel dengan cekatan memberi kami semua minuman. Mulai dari orange juice hingga sparkling water alias air putih dengan bulukbuk-bulukbuk. Sekitar setengah jam kami ngobrol kesana kemari. Akhirnya Bianca mengajak kami untuk kembali ke hotel.

Kami turun dari bar, lalu mengambil mantel yang kami gantung di depan meja resepsionis. Tapi yang kami temukan adalah ruangan ini sudah dikunci dan dijaga security. Alamak, baru jam 6 sore kakaaak!

Isabel bilang bahwa disana mereka menjaga profesionalitas, salah satunya dengan cara pulang tepat waktu. Seluruh ruangan akan dimatikan dan dikunci maksimal jam 6 sore. Aiihh, boleh pindah gak? Haha

Kami berpisah dengan tutor kompetensi yang saat itu harus pulang ke Jerman sedangkan kami harus kembali ke hotel. Setelah semuanya naik ke bus, kami melanjutkan perjalanan. Di perjalanan saya belajar bahasa Italia...

Read More

Sunday, December 14, 2014

Aalst, Belgium #5

Hari pertama semuanya berjalan lancar karena kami hanya belajar di ruangan dengan latihan yang masih bisa saya kuasai dengan baik. Hari kedua saya mulai 'garuk-garuk kepala' karena keterbatasan berbahasa yang membuat saya jadi kurang percaya diri.

Di hari kedua kami diminta untuk melakukan role play. Karena training ini sebetulnya training for trainer, jadi semua peserta yang ikut akan menjadi trainer di site masing-masing. Kami dibagi menjadi 4 kelompok kecil. Saya kebagian dengan 1 orang dari Afrika,1 orang dari Belgia, 1 orang dari Swiss dan 1 orang dari India tapi kerja di HO Swiss. Kebayangka hebatnya mereka saat presentasi? Ada yang bahas tentang kompetensi adalah 'bahasa', ada yang mengungkap pentingnya kompetensi dari segi bisnis, dll. Keren lah pokoknya. Saya gimana? Yah begitulah. Semua orang dalam kelompok tertawa karena kebegoan saya. Tapi saya senang mereka tetap ngasih support dan kritikan yang membangun. Ada satu kalimat yang selalu diulang-ulang oleh manusia dari Swiss yang kebetulan ganteng. Haha. 

"Take your time. Don't worry, Kiki."

Setelah sesi role play sebagai trainer selesai, selanjutnya dilakukan sesi pemberian feedback tentang kompetensi seseorang. Cara pemberian feedback baiknya menggunakan Sandwich approach, alias bagian yang kurang menyenangkan harus berada di tengah-tengah bagian menyenangkan. Jadi small talknya bukan sembarang small talk tapi membahas pencapaian-pencapaian individu dan kelebihannya, lalu baru deh disempilin kalimat-kalimat yang kurang mengenakkan yang berkaitan dengan keterbatasan seseorang dalam pengerjaan tugasnya ataupun keterbatasan kompetensinya. Diakhiri dengan saran-saran pengembangan dan juga pencapaian yang bisa didapatkan bila perbaikan itu dilakukan. Karena menurut tutor kami itu, siklus marah itu bermula dari perasaan kaget terhadap kenyataan ataupun pernyataan yang tidak sesuai dengan diinginkan. Semakin lama waktu berjalan, shock akan berubah menjadi marah dan kemudian berubah menjadi penerimaan atas hal yang tidak menyenangkan tersebut. Setiap orang membutuhkan waktu yang berbeda untuk perubahan marah ke penerimaan, maka tugas pemberi feedback adalah tetap menjaga perasaan nyaman dan aman orang yang diberi feedback. Karena feedback bisa lebih diterima jika penerima feedback tidak merasa diserang dan disalahkan. 

Ya ya ya, setiap manusia ingin dimanusiakan. 

Ini agak lebih sulit menurut saya, karena jujur saya agak sulit untuk asertif. Paling mentok jadinya agresif. Hahaha. Tapi sesi ini ternyata berjalan dengan cukup lancar. 

Nah hari ketiga adalah hari yang paling berkesan buat saya. Karena di hari itu saya berbicara bahasa Inggris sangat-sangat bannyak. Hahaha. Ya iyalah, sesinya itu tentang Competency Based Interview. Setelah diberi materi tentang tata caranya, kami diminta untuk berpasang-pasangan dan berperan menjadi interviewer dan interviewee. Lucu deh, serasa kuliah interview lagi. 

Sebelum jadi interviewee ataupun interviewer, saya bilang dulu ke orang Itali yang jadi partner saya di sesi itu kalau bahasa inggris saya kacau balau galau merana. Kata dia gak masalah yang penting dia lihat saya bisa komunikasi dengan bahasa inggris. Waaah, terharu. Hahaha

Saat jadi observer enak banget ngritik ini ngritik itu, eehh saat jadi interviewer ya ampun. Susah cyiiin. Apalagi kita harus fokus untuk menggali secara mendalam kompetensi yang menonjol karena harus menentukan level kompetensinya saat itu juga. Ditambah dengan memahami bahasa inggris dengan logat Italia kental itu bikin otak saya ngebul. Tapi seru seru seruuuu!

Sesi ini menjadi sulit karena ternyata lebih mudah bercerita daripada bertanya. Hahaha. Di hari inilah sesi terkahir kami bersama tutor kompetensi. Mereka (dua orang tutornya) harus kembali ke Jerman. Namun mereka pergi setelah kami semua pergi ke pabrik cokelat terbesar di dunia! Yeaaay! Waktunya field trip. Hahaha.

Read More

Aalst, Belgium #4

Hari pertama dimulai. Kebanyakan wajah-wajah Eropa yang memenuhi ruangan training tersebut. Mereka sibuk ber-hahaha-hihihi dan bertukar sapa satu sama lain. Saya dan partner saya cengok di awkward moment semacam ini. Untuk mencairkan suasana, saya juga mengenalkan diri. Awalnya saya ingin mengenalkan diri sebagai Arriz****. Namun karena komunikasi via email dari HR Director Asia Pasific menyebut saya Kiki, yasudahlah nama Kiki yang saya perkenalkan. Ngerti gak? Gak apa-apa kok gak ngerti juga, gak penting, Hahaha

Saya bertemu dengan Belgium HR Recruitment & Selection Manager yang ikut riweuh ngurusin konfirmasi booking hotel untuk urusan pembuatan VISA. Seperti yang sudah saya ketahui sebelumnya mereka semua spesialis, alias sudah expert di bidang masing-masing. Rata-rata yang ikut training ini adalah Talent Acquisition Specialist atau HR Manager dari setiap negara. Bahkan partner saya pun sudah berkutat dengan dunia rekrutmen lebih dari 5 tahun. Jadi, saya adalah peserta terunyu dan terpolos saat itu #tsah

Sempat ada yang bertanya kenapa saya bisa ikut pelatihan ini. Saya juga agak kaget sekaligus happy saat diberitahu akan ikut training tersebut, tapi setelah mengamati isi materi dan juga peserta training saya bisa menerka-nerka jawabannya. Yaitu karena saya HR Recruitment & Development di Bandung. Materi yang diberikan juga sekitar proses rekrutmen dan pengembangan karyawan lewat kompetensi. Selain itu juga ada pengggunaan tes psikometri online yang digunakan untuk keduanya. Jadi, diutuslah saya oleh atasan ke Belgia untuk training ini. Tapi saya masih belum tahu jawaban kenapa harus saya yang hanya rekrutmen di tingkat lokal, Yaaah, ini namanya hoki sodara sodaraaa. 

Hari pertama adalah pengenalan kompetensi. Isinya hampir mirip dengan apa yang saya pelajari di mata kuliah Assessment Centre. Terimakasih ibu-ibu dosen. Ilmunya bermanfaat sekali. 

Secara sederhana, kompetensi itu perilaku orang-orang yang punya kinerja diatas rata-rata, bisa karena pendekatannya yang berbeda dari orang-orang kebanyakan. Bisa juga karena perilakunya yang berbeda dari orang kebanyakan. Nah, perilaku orang-orang kompeten biasanya lebih efektif dan efisien dibandingkan orang-orang kebanyakan dengan posisi dan pekerjaan yang sama. 

Kebanyakan isi materinya lebih ke latihan dan diskusi kelompok. Seru deh pokoknya. Kami berdebat satu sama lain saat mengelompokkan tindakan kedalam kompetensi dan levelnya. Sayangnya, karena keterbatasan kemampuan bahasa saya tidak bisa terlalu aktif di forum itu. Untungnya, semua pertanyaan saya sudah ditanyakan oleh peserta lain. Jadi saya fokus mencatat semua informasi yang saya terima. Kayak kuliah deh rasanya. Mungkin gini ya rasanya kuliah di luar negeri.

Waktu istirahat makan siang datang. Kami duduk bersama dan bercakap-cakap satu sama lain. Saat makanan pembuka datang saya tanya apakah makanan tersebut halal atau tidak dan dijawab:

"Yes. We provide it especially for you."

Wihi..terharu. 

Selanjutnya adalah makanan utama yaitu sandwich. Alamak kenyang gak ya saya? Kata teman-teman saya, belum makan namanya kalau tidak makan nasi. Dan saya survive 'tidak makan' selama 7 hari. Mwhahahaha. Saya cuma makan roti, kentang goreng, telur, daging, dll. 

Makan siang selesai, selanjutnya sesi lanjutan yaitu latihan-latihan lagi. Tutor kami asyik bahasa Inggrisnya. Walaupun dia asli orang Jerman dan terkadang riweuh serta keceplosan bahasa Jerman, tapi tetap dapat dimengerti dengan mudah. 

Saya perhatikan rata-rata para peserta bisa bahasa Jerman maupun Perancis, baik sebagai bahasa ibu ataupun bahasa yang mereka pelajari sendiri. Sungguhan deh, bahasa itu jendela dunia. Belajar bahasa tidak pernah rugi barang sedetik pun.

Hari pertama berjalan dengan lancar. Ternyata training di luar negeri dengan peserta dari seluruh penjuru dunia selain Amerika itu biasa saja ya. Saya kira akan waw gimana gitu. Tapi memang sih insight yang didapat meluap. Banyak pisan. Seketika, saya merasa nyaman dan tidak terlalu mengkhawatirkan banyak hal. Tapi semua tidak selalu begitu di hari kedua dan seterusnya..
Read More

Saturday, December 13, 2014

Berpisah

Sebetulnya, saya kurang suka berteman dekat. Semakin dekat pertemanan, semakin sedih saat perpisahaan datang. Bukankah pertemuan selalu berakhir dengan perpisahan? Pun bukankah manusia selalu ditakdirkan untuk berpisah?

Rasanya setiap perpisahan yang saya lewati tak pernah sesedih ini. Hahaha. Jujur, saya tidak pernah menghayati pertemanan. Entah trauma apa di masa lalu, saya tak sadar penyebabnya. Bisa karena saya enggan berharap banyak pada orang lain. Bisa juga karena saya yang terlalu takut menjadi ketergantungan pada orang lain. Bisa karena apapun.

Ceritanya, seorang rekan saya di kantor sudah habis masa kontraknya. Memang sejak awal bergabung kedatangannya dimaksudkan untuk sementara saja. Tapi saat masa kontraknya habis, ketakutan pada datangnya rasa kehilangan tetap saja terasa.  Dia banyak membantu saya menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang pada awalnya membuat saya tak betah. Penuh orang-orang yang sudah memiliki pengalaman berlebih, membuat saya ragu dan malu untuk berteman lebih dekat dengan mereka. 

Tapi waktu berlalu dan hari pun mau tak mau bertambah satu persatu.  Saya tak suka berteman dekat karena selalu terasa terlalu sedih bila perpisahan sudah mendekat. Namun dekat bukan masalah pilihan, ia adalah bagian dari sebab dan akibat yang tak bisa dielakkan. Selain itu, perpisahan adalah suatu keniscayaan. Pergi dan kembangkan diri itu jadi kewajiban.


Baik-baik disana, kawan. Orang baik sepertimu tak pantas menjadi bagian dari ketidakbaikan. Sukses selalu J
Read More

Thursday, December 11, 2014

Aalst, Belgium #3

Sesampainya di hotel, saya bergegas membuka handphone dan menyambungkan handset saya itu dengan koneksi Wi-Fi hotel. Suara pangping dari BBM dan sosial media lainnya bersahutan. Serasa artis weh lah pokoknya mah. Saya bergegas mandi dan bersiap karena hari ini saya dan partner saya akan berjalan-jalan di sekitar hotel. Saya menggantungkan jaket kotor dan celana yang ampun bau tomatnya itu di kamar mandi. Norak saya keluar lagi. Saya cobain semua fasilitas hotel mulai dari bathtub, setrikaan celana sampai minibar yang ada di bawah TV.

Setelah coba semuanya, saya keluar dari kamar dan telepon berdering seketika. Ternyata partner saya itu telepon untuk bertanya memastikan apakah kami akan keluar atau tidak sore itu. Saya katakan saya butuh waktu sekitar setengah jam untuk bersiap. Setengah jam kemudian kami turun dan mampir ke lobi hotel untuk bertanya harga laundry. Saya agak kecewa partner saya tidak mau menanggung biaya mencuci jaket tersebut. Akhirnya saya urungkan niat untuk mencucui jaket tersebut di laundry.

Walaupun kesal, saya masih menghormati partner saya itu. Secara dia orang yang expert dan berpengalaman di bidang yang saya tekuni sekarang.

Singkat cerita, kami berjalan-jalan di sekitar hotel. Kota ini sangat sangat sepi sodara-sodara. Orang yang kami temukan hanya hitungan jari. Sungguh sepi sekali. Tapi dari segi arsitektur kota ini asyik sekali. Seperti Braga di Bandung atau Kota Tua di Jakarta. Ah keren pokoknya mah. Kami dengar katanya akan ada Chrismas Market di akhir minggu ini. Jadi tak sabar bertemu hari Jumat! Haha.

Waktu berjalan cepat. Kami kelaparan. Setelah jajan waffle di pinggir sungai Denver, kami mampir ke kedai Turki di dekatnya. Saya memastikan apakah makanan tersebut halal dan penjualnya mengiyakan pertanyaan saya. Seperti selalu, saya ikut memesan pesanan yang dipesan oleh orang yang pergi bersama saya. Sayangnya, partner saya ini orang yang sangat tangguh dalam urusan beli membeli. Ia bertanya apapun yang ingin ia tanyakan. Intinya, ia harus tahu persis barang seperti apa yang akan dia beli. Dampak buruknya adalah saya menunggu cukup lama untuk menentukan makanan apa yang ingin dimakan. Haha. Kocak.

Selesai jajan-jajan dan jalan-jalan cantik, akhirnya kami kembali ke hotel.

Saya sukses tidak bisa tidur. Pasalnya, sebelum berangkat saya nengokin grup FB Backpacker Dunia yang sedang bahas tentang hantu di hotel luar negeri. Nyari mati kan ya saya? Hahaha. Sudah tahu penakut, eh malah ‘sok’ merasa tertantang baca cerita-cerita horor. Diantara cerita horor itu, ada salah seorang anggota grup BD yang merekomendasikan sebuah film, ah saya lupa judulnya. Intinya film tentang rumah tua yang penghuninya merasa ada yang mengganggunya dari dunia lain. Padahal oh padahal, dia adalah makhluk dari dunia lain dan ia sudah mengganggu penghuni baru rumah tersebut. Horor dah. Horor khasnya film barat. Nyeseknya sampai disini nih *nunjukdada.

Sepanjang malam, televisi di kamar saya nyalakan dan volumenya bikin saya (seharusnya tidak) mengantuk. Ditemani suara televisi yang membahana itulah saya bisa tidur. Hoho. Anehnya, pagi-pagi saat bangun televisi sudah mati. Uuulalaaa...

Semua itu terasa horor bagi saya. Tapi ternyata setelah berhari-hari tidur disana, saya baru sadar dan ngeuh kalau saya suka bangun tengah malam dan mematikan tv, mematikan lampu dan meninggikan suhu kamar. Hahaha. Saya takut hantu ternyata hantunya saya sendiri.

So, malam itu jadi malam pertama saya nginep dan melipir ke luar negeri. Gaya. Haha.

Mata saya mengerjap perlahan. Saya tengok jam di ponsel. Jam 04.30 CET. Wih, saya shubuh jam berapa ya? Segera saya googling jadwal sholat di Belgia. Ternyata jadwal shubuh adalah 06.30 CET. Biasanya saya berbahagia, tapi saat itu tidak karena artinya saya harus nunggu 2 jam untuk sholat shubuh. Saya lupa apa yang saya lakukan saat itu, tapi rasanya saya menghabiskan waktu untuk berselancar di dunia maya. Setelah itu, bertambahlah rutinitas saya di pagi hari: ngumpulin screencap jadwal sholat dari situs www.kpmi.org

Jam tujuh saya mulai bersiap karena jam 9 training akan dimulai. Sekitar jam 8 saya turun ke restoran bersama partner saya yang saya ceritakan sebelumnya. Saya ambil roti coklat, omelet, kopi dan apel. Roti coklatnya enaaaak, sayangnya rasa omelet tidak familiar dan mencurigakan bagi saya jadi tidak saya teruskan makannya. Rasa kopinya pahit sekali. Saya pernah minum kopi hitam, tapi tidak pernah sepahit itu. Hiks. Hanya rasa apel yang tetap gitu-gitu saja, maksudnya tidak ada perbedaan signifikan antara apel di Indonesia dan Eropa. Perbedaannya hanya rasa apel yang kalau di bahasa latin mah ‘nyereng’.

Setelah makan, kami pergi ke ruangan training. Wiiih, isinya bule semua. Eh, maksudnya saya yang saat itu jadi bule. Secara kulit kami tidak seputih mereka, cenderung ‘eksotis’ bahkan. Kami, dua orang manusia Asia ditengah kumpulan manusia daratan Eropa. Ah ya, ada juga peserta dari Africa kok. Jadi kami bukan hitam, tapi eksotis #tsaaahhh.


Disinilah cerita training sesungguhnya bermula...
Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)