Saya pikir bahasa Indonesia adalah bahasa termudah di dunia. Nyatanya teman-teman yang ikut training bersama saya kemarin cukup kewalahan, padahal hanya saya ajarkan bilang 'Selamat Pagi'. Mungkin itu juga yang ada di pikiran rekan saya yang berasal dari Italia. Sepanjang jalan saya belajar kalimat sopan santun seperti gracias, chaochao. Sisanya, kalimat yang terdiri dari dua atau lebih suku kata membuat lidah saya keriting tak karuan. Saya jadi ingat dulu saya pernah berbeda pendapat tentang pelafalan "Ich" dalam bahasa jerman dengan teman saya. Saat saya berhadapan dengan native speakernya, ternyata pendapat saya yang benar. Hahaha. Ich dibaca seperti Isy pake SYA!. Ini gak penting sih, baiklah kita skip.
Sesampainya di hotel, kami langsung masuk ke restoran. Kami akan makan malam. Yeaay! Lapaaar. Saya lupa pastinya apa yang kami makan saat itu. Kalau tidak salah itu adalah sandwich yang hampir sama dengan makan siang kami di hari pertama. Yaaaaah, penonton kecewa. Eh iya, saya juga heran selama disana saya gak makan nasi dan saya merasa kenyang, tapi kalau di rumah gak makan nasi itu artinya belum makan. Kok bisa ya? Entahlah.
Setelah makan, kami langsung masuk ke kamar masing-masing, sepertinya rekan-rekan saya itu absen dulu untuk clubbing malam ini. Baiklah, saatnya tidur karena sesi berikutnya akan dimulai sejam lebih pagi.
Keesokan paginya, kami sudah duduk manis di ruangan sebelum jam 8 pagi. Beberapa diantara kami wajahnya kucel karena harus bangun lebih pagi. Termasuk saya. Haha. Padahal saya bangun jam setengah 5 pagi seperti biasanya (lalu tidur lagi sampai jam setengah tujuh)
Sesi ini agak membosankan tapi seru. Membosankan karena aksen Jerman tutor kami itu kental sekali dan intonasi suaranya sangat-sangat monoton. Seru karena tutor kami itu seorang psikolog dan Ph.D dari kampus di UK. Serasa belajar psikodiagnostika lagiiii.
Di sesi ini, mayoritas metode yang digunakan adalah metode ceramah. Serasa ikut kuliah dosen favorit belasan bulan yang lalu. Tutor yang ini agak jutek tapi menyenangkan. Ia menjelaskan tahapan demi tahapan dengan jelas. Metode yang sama yang digunakan dosen saya tersebut saat kami belajar membaca hasil tes intelegensinya Weschler. Asik pisan.
Selain itu, materi sesi ini menarik karena merupakan pembaharuan tes psikologi. Ah keren lah. Mungkin ilmu begini baru bisa saya dapat kalau nanti kuliah S2 atau mungkin S berapa tau. Alhamdulillah..alhamdulillah..
Meskipun serius, waktu berlalu dengan sangat-sangat cepat. Tiba-tiba sudah jam makan siang. Saya mendekati tutor kami tersebut dan bilang saya akan terlambat sekitar 10 menit setelah makan siang karena harus sholat. Ia bilang, "lakukan apa yang harus kamu lakukan."
Waktu berlalu, materi demi materi masuk ke telinga kami. Saya pribadi berharap materi tersebut tidak keluar lagi dari telingan lainnya. Saya juga heran ternyata bahasa Inggris (pasif) saya tidak terlalu parah yaaa. kalau bahasa Inggris aktifnya mah ya jangan tanya. Harus ditingkatkan lagi kemampuannya.
Makan malam kali itu kami pergi ke sebuah restoran yang ada di dekat pusat kota Aalst. Seperti biasa saya tanya-tanya menu apa yang tidak menggunakan alkohol ataupun tidak berbahan babi dan halal. Mereka bilang baiknya saya pilih menu ikan Salmon. Aih, asa gaya euy orang kampung makan salmon. Wkwkwk.
Hidangan pembukanya adalah udang dengan bumbu kari. Aselinaaa ini adalah makanan yang rasanya 'nendang' pertama selama di Aalst. Semua orang merasakan hal yang sama. Saat pelayan mengambil piring-piring 'bersih' kami, semua orang bilang, "thank you, this is very delicous". Saya juga ingin bilang, "Aselina ieu ngeunah pisaaaann!"
Selanjutnya makanan utama, si salmon tea. Enak tauuu. Sungguhan ikannya lembut sekali. Berasa tiba-tiba jadi orang kaya. Hahaha.
Rekan saya yang lain makan daging babi yang terlihat menggiurkan juga. Menu daging babi dilengkapi dengan kentang goreng. Sedangkan menu salmon dilengkapi dengan perkedel yang gak digoreng alias kentang yang dilembutkan. Katanya, bukan di Belgia kalau kentang goreng gak pakai mayones. Makan malam kali itu ada di kategori ENAK BANGET.
Setelah makan, pelayan keliling dan menawarkan white wine dan red wine. Saya ingin iseng nyoba tapi gak jadi, ngeri deh ditolak 40 hari ibadahnya hanya karena iseng. Fufufu.
Selanjutnya, makanan penutup. Perut saya yang karet ini sepertinya hanya mampu menaklukan seperempat makanan penutup yang nantinya akan disediakan oleh pelayan. Tapi karena penasaran dengan hidangan penutup dengan coklat dari perusahaan kami, maka kami putuskan untuk makan bersamaaaa. Satu porsi dessert untuk 3 orang. Yummy!
Dessert tandas oleh kami semua. Kami berbincang selama hampir sejam. Lalu kami memutuskan untuk pulang. Selanjutnya bisa ditebak olehku bahwa rekan-rekanku memutuskan untuk clubbing di salah satu club yang direkomendasikan oleh pelayan yang membawa makanan-makanan enak tadi. Alamak, saya kenyang dan saya tak kuasa untuk tidak tidur cepat malam itu.
0 comments:
Post a Comment