Sesampainya di hotel, saya bergegas
membuka handphone dan menyambungkan handset saya itu dengan koneksi Wi-Fi
hotel. Suara pangping dari BBM dan sosial media lainnya bersahutan. Serasa
artis weh lah pokoknya mah. Saya bergegas mandi dan bersiap karena hari ini
saya dan partner saya akan berjalan-jalan di sekitar hotel. Saya menggantungkan
jaket kotor dan celana yang ampun bau tomatnya itu di kamar mandi. Norak saya
keluar lagi. Saya cobain semua fasilitas hotel mulai dari bathtub, setrikaan
celana sampai minibar yang ada di bawah TV.
Setelah coba semuanya, saya
keluar dari kamar dan telepon berdering seketika. Ternyata partner saya itu
telepon untuk bertanya memastikan apakah kami akan keluar atau tidak sore itu.
Saya katakan saya butuh waktu sekitar setengah jam untuk bersiap. Setengah jam
kemudian kami turun dan mampir ke lobi hotel untuk bertanya harga laundry. Saya
agak kecewa partner saya tidak mau menanggung biaya mencuci jaket tersebut.
Akhirnya saya urungkan niat untuk mencucui jaket tersebut di laundry.
Walaupun kesal, saya masih
menghormati partner saya itu. Secara dia orang yang expert dan berpengalaman di
bidang yang saya tekuni sekarang.
Singkat cerita, kami
berjalan-jalan di sekitar hotel. Kota ini sangat sangat sepi sodara-sodara.
Orang yang kami temukan hanya hitungan jari. Sungguh sepi sekali. Tapi dari
segi arsitektur kota ini asyik sekali. Seperti Braga di Bandung atau Kota Tua
di Jakarta. Ah keren pokoknya mah. Kami dengar katanya akan ada Chrismas Market
di akhir minggu ini. Jadi tak sabar bertemu hari Jumat! Haha.
Waktu berjalan cepat. Kami
kelaparan. Setelah jajan waffle di pinggir sungai Denver, kami mampir ke kedai
Turki di dekatnya. Saya memastikan apakah makanan tersebut halal dan penjualnya
mengiyakan pertanyaan saya. Seperti selalu, saya ikut memesan pesanan yang
dipesan oleh orang yang pergi bersama saya. Sayangnya, partner saya ini orang
yang sangat tangguh dalam urusan beli membeli. Ia bertanya apapun yang ingin ia
tanyakan. Intinya, ia harus tahu persis barang seperti apa yang akan dia beli.
Dampak buruknya adalah saya menunggu cukup lama untuk menentukan makanan apa
yang ingin dimakan. Haha. Kocak.
Selesai jajan-jajan dan
jalan-jalan cantik, akhirnya kami kembali ke hotel.
Saya sukses tidak bisa tidur.
Pasalnya, sebelum berangkat saya nengokin grup FB Backpacker Dunia yang sedang
bahas tentang hantu di hotel luar negeri. Nyari mati kan ya saya? Hahaha. Sudah
tahu penakut, eh malah ‘sok’ merasa tertantang baca cerita-cerita horor.
Diantara cerita horor itu, ada salah seorang anggota grup BD yang
merekomendasikan sebuah film, ah saya lupa judulnya. Intinya film tentang rumah
tua yang penghuninya merasa ada yang mengganggunya dari dunia lain. Padahal oh
padahal, dia adalah makhluk dari dunia lain dan ia sudah mengganggu penghuni
baru rumah tersebut. Horor dah. Horor khasnya film barat. Nyeseknya sampai
disini nih *nunjukdada.
Sepanjang malam, televisi di
kamar saya nyalakan dan volumenya bikin saya (seharusnya tidak) mengantuk.
Ditemani suara televisi yang membahana itulah saya bisa tidur. Hoho. Anehnya,
pagi-pagi saat bangun televisi sudah mati. Uuulalaaa...
Semua itu terasa horor bagi saya.
Tapi ternyata setelah berhari-hari tidur disana, saya baru sadar dan ngeuh
kalau saya suka bangun tengah malam dan mematikan tv, mematikan lampu dan
meninggikan suhu kamar. Hahaha. Saya takut hantu ternyata hantunya saya
sendiri.
So, malam itu jadi malam pertama
saya nginep dan melipir ke luar negeri. Gaya. Haha.
Mata saya mengerjap perlahan.
Saya tengok jam di ponsel. Jam 04.30 CET. Wih, saya shubuh jam berapa ya?
Segera saya googling jadwal sholat di Belgia. Ternyata jadwal shubuh adalah
06.30 CET. Biasanya saya berbahagia, tapi saat itu tidak karena artinya saya harus
nunggu 2 jam untuk sholat shubuh. Saya lupa apa yang saya lakukan saat itu,
tapi rasanya saya menghabiskan waktu untuk berselancar di dunia maya. Setelah
itu, bertambahlah rutinitas saya di pagi hari: ngumpulin screencap jadwal
sholat dari situs www.kpmi.org
Jam tujuh saya mulai bersiap
karena jam 9 training akan dimulai. Sekitar jam 8 saya turun ke restoran
bersama partner saya yang saya ceritakan sebelumnya. Saya ambil roti coklat,
omelet, kopi dan apel. Roti coklatnya enaaaak, sayangnya rasa omelet tidak
familiar dan mencurigakan bagi saya jadi tidak saya teruskan makannya. Rasa
kopinya pahit sekali. Saya pernah minum kopi hitam, tapi tidak pernah sepahit
itu. Hiks. Hanya rasa apel yang tetap gitu-gitu saja, maksudnya tidak ada
perbedaan signifikan antara apel di Indonesia dan Eropa. Perbedaannya hanya
rasa apel yang kalau di bahasa latin mah ‘nyereng’.
Setelah makan, kami pergi ke
ruangan training. Wiiih, isinya bule semua. Eh, maksudnya saya yang saat itu
jadi bule. Secara kulit kami tidak seputih mereka, cenderung ‘eksotis’ bahkan.
Kami, dua orang manusia Asia ditengah kumpulan manusia daratan Eropa. Ah ya,
ada juga peserta dari Africa kok. Jadi kami bukan hitam, tapi eksotis
#tsaaahhh.
Disinilah cerita training
sesungguhnya bermula...
0 comments:
Post a Comment