Judul
tulisan ini rasanya sudah terlalu jelas menggambarkan sebuah karya ilmiah
sebagai syarat kelulusan itu belum pernah kusentuh sama sekali. Skripsi oh
skripsi. Sejak kapan orang-orang menggunakanmu sebagai syarat kelulusan dan
mendapatkan toga ?
Skripsi
memang hanya sebuah karya ilmiah dari sebuah penelitian yang dilakukan
mahasiswa. Sayang, walaupun "hanya" tapi sangat sulit sekali kuurus.
Sebenarnya,
satu semester yang lalu aku seharusnya sudah bisa mengajukan proposal
penelitian. Tapi apa yang terjadi? aku berleha-leha tiada dua. Aih, andai
penyesalan tak pernah ada. Hasilnya, aku tak lulus matakuliah itu dan artinya
aku harus mengulang tahun depan. Harapan menjadi lulusan tercepat seangkatanpun
harus kandas karena kemalasan yang kusadari.
Hingga
kini, topik yang kuinginkan masih berubah-ubah. Hari ini A, besok B besoknya
lagi C. Ah, labil sekali.
Sore
ini, kumelihat beberapa orang teman yang dulu bersama di SMA sudah lulus dari
universitas mereka. Ada yang hanya 3.5 tahun dari fakultas kedokteran, ada yang
3 tahun 10 bulan dari jurusan bahasa inggris. 4 tahun tepat dari fakultas
psikologi. Sedangkan aku?
Tuhan,
aku tahu ini kelalaianku. Tapi kumohon berikan cerita indah karena
keterlambatan ini.
Yang
jadi pertanyaan sekarang adalah, mengapa keinginan lulus cepat itu datang dan
pergi? coba saja bila ia menetap, mungkin semester depan tinggal menyelesaikan
dan juga sidang. Oh ya, mungkin karena hafalan juz amma belum sempurna dan juga
hasil toefl belum ditangan. baiklah.. Tuhan pasti tahu yang terbaik. Semoga
mulai sekarang tekadku menjadi yang terbaik diamini oleh-Nya. Amin.
"Skripsi,
apa kabar?" tanyaku padanya
"Kabar
baik. Kapan kau menyentuhku, memikirkanku dan menyempurnakanku?" tanya
skripsi sinis.
"Entah."
"Omong
kosong cita-citamu menjadi peneliti! tak ada peneliti yang malas seperti
kau!"
.....
Percakapan
berakhir tanpa ada akhir yang jelas. Semua serba tak pasti seperti pastinya
ketidakpastian. Salam.
0 comments:
Post a Comment