Malam itu langit berwarna hitam pekat. Suara gemuruh dan cahaya putih di langit membuat jalanan sedikit terang. Terang dan menakutkan lebih tepatnya. Malam itu langit sedang melakukan tugasnya. Menyeimbangkan alam dengan menurunkan hujan. Hujan terderas yang pernah saya rasakan. Saya tidak bisa melihat dengan jelas jalan yang ada di depan. Lampu sorot dari motor butut Ayah tak kuat menembus derasnya hujan. Kami memutuskan untuk tidak menepi. Kami ingin cepat-cepat sampai rumah. Keputusan yang salah memang. Sepengetahuanku, hujan deras biasanya hanya terjadi beberapa menit, paling lama yaaa 15 menit, selanjutnya hujan rintik-rintik yang tidak terlalu deras. Kami salah perhitungan. Sekitar satu jam kami diguyur habis-habisan oleh hujan deras yang enggan berhenti. Jangan tanya motor butut Ayah, pastinya sudah mogok berkali-kali.
Menahan tangis khawatir di saat yang menegangkan memang menjadi tantangan tersendiri bagi saya yang terlalu melankolis. Tapi dipikir-pikir, menangis tidak akan membuat hujan menjadi reda, malah menambah langit malam ini terasa semakin pekat.
Saya pernah melihat film Life of Pi, rasanya kondisi saat itu cocok bila dipadankan dengan kondisi dimana kapal laut sedang diterjang badai. Seram. Langit mengamuk. Air sungai meninggi. Motor butut mogok berkali-kali.
Langit hanya melakukan tugasnya untuk membuat dunia ini tetap seimbang. Sekaligus mengingatkan manusia seperti saya bahwa ia tak pantas untuk mengangkat dagu dengan sombongnya sedikitpun. Semampu apapun manusia, ia hanya bisa menjejak tanah dengan bantuan daya gravitasi yang Tuhan miliki. Keberuntungan yang didapatkan tak ubahnya satu dari sekian banyak kejadian yang berguna untuk menyeimbangkan kehidupannya. Roda pasti berputar. Dunia tak akan terus menerus hujan. Kesombongan manusia hanya membuat ketimpangan terjadi ditengah keseimbangan yang sudah digariskan Tuhan.
0 comments:
Post a Comment