Sunday, April 21, 2013

MACET LAGI


Sore ini, sabtu sore. Waktu dimana aku seharusnya berkumpul dengan beberapa panitia gebyar kampus untuk menonton pagelaran teater unit kemahasiswaan kami. Tapi aku tak bisa berada bersama mereka. Ada beberapa hal yang tak bisa kutinggalkan dirumah, termasuk ibu dan adikku.

Baiklah, itu tak penting. Yang jelas, sore itu tak seperti biasanya. Ular panjang kendaraan terpampang di depan mata. Sungguh, aku tak tahu pasal apa yang membuat mesin2 berisi manusia itu bisa mengantri begitu panjang. Kukira ini macet biasa, kuputuskan untuk menunggu kendaraan umum yang kutumpangi berjalan kembali. Nyatanya, setengah jam berlalu kami tak beranjak dari tempat semula. Kesal menjalar. Semua penumpang memutuskan turun dan berjalan. Astaga, entah seperti ular apa, yang jelas antrian kendaraan2 itu panjang tiada tara.

Aku berjalan, seperti orang lain yang kesal duduk menunggu kemacetan terselesaikan. Kupikir hanya perlu lima atau tujuh meter untuk mendapatkan angkot selanjutnya lalu melanjutkan perjalanan pulang, ternyata sekitar 1-2 kilometer kuberjalan, yang kutemukan hanya tumpukan kendaraan dan orang2 yang kesal dengan kemacetan ini.

Kau tahu permainan traffic jam? Ya, seperti itulah keadaan jalan sibuk kami. Bedanya, tak ada ruang bagi manusia mengatur kendaraan yang sama2 ingin melaju dari berbagai arah. Polisi-polisi kebingungan, pengendara mobil, truk hingga sepeda motor dan sepedaa bertambah kesal, pejalan kaki tak mendapatkan haknya di trotoar. Aih, betapa macet membuat banyak orang sibuk dengan diri mereka masing-masing.

Aku seperti titik tak terlihat diantara banyaknya manusia disini. Sungguh, bagaimana banyaknya jika seluruh manusia dikumpulkan di padang mahsyar nanti? Jelas, tanpa motor dan mobil. Tanpa handphone dan high heels.

Lelah? Pastinya, iyaa. Tapi mau bagaimana lagi? Jika tak berjalan, aku hanya akan seperti orang2 yg ada didalam angkot dan tertahan diantara panjangnya kemacetan.

Tapi sungguh, sore ini indah. Indah karena ketidakindahan yang ada. Indah karena kemacetan.

Karena kemacetan yang tak kunjung mengurai, pedagang minuman laris tiada dua, pedagang gorengan sibuk memenuhi permintaan pelanggannya, sopir angkot yang putus asa karena kemacetan tersenyum kembali karena kendaraannya penuh muatan yang lelah berjalan.

Karena kemacetan, semua orang dalam angkutan kota berwarna hijau ini saling bertegur sapa. Saling bercerita tentang kabar kemacetan, banjir dan lain sebagainya.

Ya, macet memang mengesalkan, tapi tak selalu semua hal menjadi mengesalkan, setidaknya untukku. Tapi tak ada pengguna jalan yang mendambakan kemacetan dalam perjalanan mereka dan ini masih selalu menjadi pekerjaan rumah kita bersama.

Macet lagi, macet lagi. Banjir lagi, banjir lagi. Posting lagi, posting lagi :)
Read More

Saturday, April 13, 2013

MATI (3)



... Lain ceritanya dengan film yang pernah kutonton sekilas dan lagi-lagi aku lupa judulnya. Hehe

Dalam film itu diceritakan bahwa seorang pria akan mati beberapa hari yang akan datang. Semua hal seakan-akan menunjukkan bahwa dia benar-benar akan mati di waktu yang telah mendesak itu. Awalnya pria itu tak percaya, tapi akhirnya ia percaya bahwa dirinya akan mati di hari itu. Pria itu mempunyai keluarga yang kurang ia perhatikan. Aku lupa apakah pria itu mempunyai anak atau tidak. Hubungannya dengan istrinya kurang baik. Apalagi hubungan dengan orang lain. 

Ia bertemu dengan seorang penjaga rumah duka. Pria penjaga rumah duka itu terlihat terlalu kebetulan muncul dalam hidup lelaki yang akan mati itu. Hingga ada saat pria penjaga rumah duka itu terlihat seperti malaikat pencabut nyawa. 

Aku tak ingat jelas detail ceritanya seperti apa. Intinya, sikap pria yang akan mati itu berubah 360 derajat dari biasanya. Ia ingin menghabiskan waktunya untuk berbuat kebaikan yang ia bisa. Ia lebih romantic dengan istrinya. Ia lebih solider dengan temannya daripada sebelumnya. Ia lebih banyak beribadah daripada sebelumnya. 

Hingga suatu malam sebelum ia mati. Tetangganya memintanya datang ke gereja. Saat pria yang merasa dirinya akan mati itu masuk ke gereja, ia melihat pria penjaga rumah duka menjadi pastor yang sedang berbicara didepan para jemaat. Semuanya terasa terlalu banyak kebetulan yang pria akan mati itu rasakan. Hingga akhirnya semua kejanggalan itu terungkap. Ternyata, pria akan mati itu hanya subjek penelitian pastor yang juga seorang peneliti dan penjaga rumah duka tentang kematian. Pastor itu yang merencanakan semua hal seperti menunjukkan bahwa pria itu akan mati besok.

Hem, kematian oh kematian.

Aku yakin Tuhan tidak akan segegabah Light Yagami saat ia menuliskan banyak nama penjahat untuk mati dengan bantuan Death Note yang ia dapat dari Dewa Kematian. Tuhan lebih canggih daripada yang kita kira. Semua hal sangat kecilpun ia atur dengan rapi. Saat semuanya berantakan karena ulah manusia, Tuhan pasti merencanakan yang lebih baik. Termasuk kematian. Bisa saja sebenarnya kita bisa hidup 70 tahun. Tapi karena pola makan yang tidak baik dan kebodohan-kebodohan lainnya yang kita lakukan, kita bisa mati lebih cepat dari probabilitas umur kita sebenarnya.

Ah mati, apa yang akan aku lakukan ya bila 24 jam lagi aku harus pergi dari dunia ini?
Menulis surat wasiat? Bersujud mohon ampun atas segala dosa? Bersenang-senang menikmati indah fananya dunia sebelum meninggalkannya? Menyenangkan orang tua? Mentraktir adik-adik? Membalas kejahatan mereka yang menyebalkan atau memafkannya? Mengabari orang yang disukai? Atau apa?

Tak ada yang bisa menjawab karena kita (khususnya aku) tak tahu pasti jawaban yang harus dikeluarkan. Sejujurnya, aku belum ingin mati jika pundi syarat masuk syurgaku belum terpenuhi :( 
 
Tuhan, lindungi kami dari kematian suul khotimah. Amin.
(selesai)
Read More

MATI (2)



... Orang-orang yang meminum pil dan akan mati di usia yang telah ditentukan itu akan mendapatkan surat kematian 24 jam sebelum kematiannya. Undang-undang ini ditujukan agar para warga lebih menyadari nilai hidup dan berbagai penjelasan yang tak masuk akal menurutku.

Orang yang mendapat surat kematian harus mengkonfirmasi bahwa mereka mendapat surat itu ke departemen Negara yang telah ditunjuk sebagai pelaksana. Rerata, orang-orang yang mendapat surat kematian akan terkaget-kaget luar biasa. Uniknya, mereka adalah orang-orang yang memang mempunyai masalah serius yang berbeda-beda. Ada orang yang menjadi sangat minder dan tidak percaya diri karena menjadi korban bullying saat SMA dulu. Sebelum ia mati, ia membalas semua kejahatan yang telah ia terima. Ada guru bahasa Inggris yang mati setelah memberi “pelajaran” pada orangtua muridnya yang nakal. Ia berprinsip bahwa anak tak pernah salah, orangtua mereka yang salah. Ada anak seorang calon pejabat yang sedang gencar berkampanye berusaha menembak ibunya sendiri yang sedang berkampanye tentang undang-undang ini sebelum ia mati. Lain manusia, lain cerita. Namun satu yang hampir sama adalah sikap dan ekspresi mereka saat menerima surat kematian di kediaman mereka masing-masing. Tak percaya, tidak menerima, ketakutan dan ingin menghabiskan waktu sebelum matinya dengan apa yang ingin mereka lakukan sebelumnya.

Aku jadi membayangkan bagaimana jika negaraku menerapkan hal yang sama dengan Negara ini. Sepertinya yang terjadi pertama kali adalah resistensi yang meluas seluruh Indonesia berwujud demonstrasi pelanggaran UU Hukum dan HAM. Setelah itu petisi akan muncul dimana-mana. Eh, jangankan petisi, disahkan DPR pun sulit. Rasanya tingkat kejahatan yang akan bertambah karena minimnya tingkat keadilan untuk rakyat dalam hal apapun termasuk masalah hukum dan lain-lain. Selanjutnya akan berdampak pada ikutcampurnya Negara lain dalam urusan ini. Mulai dari menuntut negaraku dijatuhi hukuman dari PBB atau badan internasional lainnya, hingga sok pahlawan mengirimkan pasukan perdamaian untuk merusak perdamaian negaraku ini. Aih, tahu apa aku tentang hal-hal seperti ini? Aku hanya mengira-ngira saja, teman. 

Ya ya ya. Tak ada orang yang pernah mau mati saat mereka merasa belum memaksimalkan waktu di dunia. Tak ada orang yang mau melihat orang terdekatnya mati 24 jam setelah diberitahukan melalui surat kematian. Tak ada orang yang tega melihat orang lain mati karena takdir buatan percepatan kematian oleh manusia. Tak ada orang setuju dengan undang-undang ini. Tak akan ada. Tapi karena itu komik, maka aku percaya saja :D

(to be continue...)
 
Read More

MATI (1)



Entah mengapa tiba-tiba aku berpikir tentang beberapa hal yang sudah tak lama terpikirkan olehku. Salah satunya tentang kematian. Aku sungguh tak habis pikir, bagaimana jadinya bila seluruh manusia mengetahui dengan pasti kapan mereka akan mengakhiri hidup mereka di dunia. Apakah mereka akan menghabiskannya untuk kebaikan atau sebaliknya?

Seorang teman di sekolahku dulu adalah orang yang luar biasa aktif. Segala kegiatan ia ikuti. Segala hal yang bisa ia kerjakan, tak segan dikerjakannya. Rasanya dia bukan orang yang tahan dengan stagnannya ritual harian yang kami kerjakan. Itu terjadi hingga sekarang. Hampir setiap hari yang ia lalui dijalani dengan kegiatan yang berbeda. Mulai dari kuliah, latihan orchestra, mengajar pramuka, dll. Aih, aku selalu dibuat iri karenanya.

“Karena hidup itu pilihan. Kesempatan itu tidak akan datang begitu saja. Kita harus mempersiapkan diri untuk merebut kesempatan yang akan kita dapatkan. Semua mimpi, kalau menunggu dan ditunda-ditunda untuk dicapai, gakkan pernah tercapai. Mimpi itu harus direbut. Direbut dengan kapasitas kita yang sudah pantas menggapai mimpi itu. Jadi, daripada bengong-bengong saja selama hidup ini, mendingan maksimalkan dengan apa yang bisa kita lakukan. Istilahnya, kalau kuliah itu jangan Cuma 4D (Datang, duduk, dlangak, dlongok).”
Kalimat panjang yang selalu sukses membuatku menghela nafas panjang. Benar, hidup itu pilihan. Banyak pilihan didalamnya termasuk mati dan mengisi hari sebelum mati.
Aku pernah membaca serial komik (aku lupa judulnya :D ) yang menceritakan tentang suatu Negara dengan undang-undang “pembunuhan warga negaranya”. Begini, Negara itu membuat sebuah undang-undang yang mewajibkan seluruh anak yang baru memasuki jenjang sekolah dasar untuk diberikan pil dan pemeriksaan kesehatan. Dari 1000 pil, akan ada 1 pil yang berisi “bom waktu” bagi peminumnya. Orang yang memakan pil bom waktu itu akan mati saat bom itu meledak dalam tubuhnya saat ia berusia sekitar 20 tahunan. Kerahasiaan tentang pil pembunuh ini dijaga ketat oleh Negara. Setiap tingkatan penyedia pil dibuat serahasia mungkin. Orang-orang yang menyebarkan pil takkan tahu siapa saja yang meramu pil dan membuat kode pil mematikan itu. Intinya, semua berjalan dengan baik dan rahasia. 

(to be continue... )
Read More

Friday, February 1, 2013

Siapa kamu dan mengapa aku


“Siapa kamu dan mengapa aku?”
“Apakah segala hal harus beralasan? Alasannya satu karena kamu.”
“Siapa kamu dan mengapa aku?”
“Aku hanya manusia yang lemah karenamu. Karena kamu kekuatan yang tak bisa kujabarkan.”
“Siapa kamu dan mengapa aku?”
“Kurang jelaskah alasanku tadi?”
“Siapa kamu dan mengapa aku?”
“Baiklah, aku tahu. Jawabanmu terlalu lugas, nona. Terimakasih.”
“Siapa kamu dan mengapa aku?”
“....”

Malam bulan purnama tak indah lagi. Telepon genggam itu melayang dan berakhir di dasar danau di seberang lelaki bodoh yang tak bisa menangkap arti tersirat dalam pertanyaan itu. Lelaki gegabah yang tak berfikir panjang. Ia tak pernah sadar ada jawaban “ya” karena terlalu sibuk dengan rasa cintanya. Ia bukan mencintai gadis itu. Ia hanya mencintai rasa cinta saat ia mencintai seseorang. Ia mencintai rasa cinta di dalam dirinya. Ah, apalah artinya cinta? Telepon genggamnya tergeletak di dasar danau. Bergetar beberapa kali kemudian mati.  Namun malam lagi-lagi terlalu mencekam untuknya.

___

1 New Messages delivered

From : Bintang
Maaf, sinyal tak begitu bagus disini. Apakah kemudian aku harus menjawab “ya”? Jika ada pilihan lain, pasti tak akan kupulih. Yes, I do.
Read More

Tuan

Tuan, kau tahu diri ini tak pernah mau diperbudak olehmu. Atas dasar apapun. Atas kompensasi apapun. Atas alasan apapun. Aku tak pernah rela kau tundukkan dengan cara yang sulit sekalipun, apalagi cara mudah yang dapat dibuat banyak orang lainnya. Aku tak pernah mau kau arahkan pada banyak hal yang kau inginkan, pada banyak perintah yang kau tujukan, pada banyak keyakinan yang kau paksakan. Aku tak pernah mau. Takkan pernah mau, setidaknya sampai hari ini pun begitu. 

Tuan, kau tahu urusan kita jauh berbeda. Aku di timur dan kau di utara. Bahkan magnet saja tak mampu mendekatkan kita yang terlalu jauh berbeda. Mari kita urus urusan kita masing-masing. Kau dengan ketertarikanmu dan akupun begitu. 

Tuan, kau dengan idealismemu terlalu berat mengusikku. Mengusik sisi  terdalam yang tak pernah terusik orang lain. Mengusik sisi teraneh dalam diriku yang dulu tak pernah terusik. Kau mengusikku terlalu jauh dan aku tak suka usikanmu. 

Tuan, kau pernah bilang mengalir saja seperti air. Aku tak mau seperti itu. Harus ada arus yang kupilih untuk kuikuti alirannya. Atau bahkan aku harus menciptakan arusku sendiri. 

Tuan, kau tahu kita terlalu berbeda. Mungkin jika perbedaan ini yang menyatukan kita, aku sedikit curiga perbedaan yang mendalam ini juga lah yang akan memisahkan kita. Kita tahu kita berbeda, maka bersikaplah seperti orang-orang lainnya yang juga berbeda. 

Tuan, tak usah kau umbar pesonamu lagi. Cukup. Aku tak tahu bagaimana jadinya bila aku mengkonsumsi itu lebih dari kapasitas yang mampu kuemban. Cukup. Aku tak mau terlalu larut dalam gurauan ini. 

Tuan, kau yang bilang hidup itu permainan. Tapi aku tak pernah berani bermain denganmu. Aku hanya tak menganggap hal ini luar biasa. Karena harus ada hal luar biasa yang membuatku mau bermain. Kau biasa saja. Tak sedikitpun luar biasa karena akupun begitu. Jadi, tak usah ada permainan diantara kita. Silahkan bermain sendiri bila kau tetap mau bermain-main. 

Tuan, intinya aku terlalu yakin kita berbeda. Tolong jangan buatku mengubah keyakinanku :)
Read More

Berpura-pura

Aku tak merindukanmu. Aku juga tak menginginkanmu. Tapi rasanya menggapaimu adalah kepuasan tersendiri bagiku. Bagiku yg ambisius namun tak mengenggam dasar. Orang yang bernafsu mencapai angkasa padahal aku tak pernah tahu bagaimana nikmatnya melompat ke angkasa. Aku tak pernah sadar daratan ini harus ku jejak untuk dapat melompat lebih tinggi. Untuk mencapai segala hal yang menjadi ambisi. 

Eh, benarkah aku ambisius? Tidak, kurasa tidak begitu. Aku hanya terlalu banyak keinginan tanpa terlalu banyak aksi. Aku hanya terlalu banyak berkomentar, tanpa berbuat banyak untuk perubahan. Aku hanya terlalu banyak bermimpi, walau terkadang kusadar mimpiku sudah pasti tak bisa kutepati. Aku hanya ingin merasakan betapa indahnya hari-hari yang kulewati bila semua angan dan ingin itu tercapai. Aku hanya ingin merasakan euforia kebebasan, keindahan, kesenangan dan kenyamanan sebentar. Walau itu palsu. Walau itu sebenar-benarnya mimpi yang tak mungkin kucapai. Aku hanya ingin melakukan ini semua. Tanpa dasar. Tanpa alasan jelas. Apalagi untaian kata-kata penjelas yang lugas. 

Aku tak merindukanmu. Hai, rasa ingin tahu yang berlebihan.Nafsu membaca banyak hal yang membuncah. Hasrat bercinta dengan banyak pengetahuan yang dititipkan Tuhan. Tapi entah mengapa aku terus bermimpi dan berpura-pura merindukanmu, merindukan kalian. Padahal nyatanya, membacapun aku enggan. Lepas tiga paragraf aku bosan. Terbuka beberapa lembar aku gencar menutup kembali lembaran-lembaran itu. Aku hanya ingin mencintaimu, mencintai buku-buku, mencintai ilmu. Ternyata yang kulakukan tak sedikitpun menyentuh itu. 

Sungguh kalimat dalam tulisan ini semakin kontradiktif. Aku tak tahu pasti apa yang kurasakan. Aku hanya ingin terus berpura-pura mencintai ilmu, sampai aku lupa bahwa aku sedang berpura-pura..
Read More

Total Pageviews

Blog Archive

Search This Blog

Powered by Blogger.

Quote

Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)