Aku punya sepotong kue. Rasanya tidak terlalu enak, bahkan sebagian dari kue itu rasanya tak karuan. Tapi itu milikku. Banyak orang yang pernah aku ajak untuk mencicipi kue, tapi tak semuanya bertahan untuk makan kue itu. Alasannya karena seringnya ada kue lain atau kue mereka sendiri terlalu enak. Ada pula yang beralasan mereka lebih senang menyibukkan diri dengan memakan kue milik mereka sendiri. Ada yang tak pernah kuundang makan kueku, tapi mereka memaksa dan merongorongku. Seakan kue yang kumiliki ini sangat lezat dan pantas untuk mereka gandrungi. Mereka mencoba untuk mencari celah untuk memakan kue atau hanya melihat kueku lebih dekat. Jika usaha mereka tak berhasil, mereka dengan senang hati mengorek kejelekan dan beragam kekurangan dariku atau kueku. Mulai dari kue yang terlihat mempunyai rasa tak enak hingga aku yang katanya tak bisa memilih kue dengan baik. Semua mereka komentari. Semua mereka korek. Padahal aku yakin, mereka pasti sempat berpikir mengapa diri mereka begitu picik dan sibuk dengan pikiran mereka sendiri terhadap orang lain.
Setiap orang punya kue, tapi banyak yang ingin makan kue orang lain. Banyak juga yang ingin mengusik kedamaian makan kue orang lain. Atau bahkan, merusak kedamaian tersebut dengan cara ikut campur dalam urusan antara kue dan pemiliknya. Mereka lupa, mereka punya kue masing-masing.
Lagi-lagi kuartikan kue seperti kehidupan. Setiap orang punya kehidupan masing-masing. Kita miliki jalan cerita yang berbeda. Sedih dan senang sering berganti, bahkan tak jarang datang beriringan. Banyak manusia melihat kehidupan orang lain begitu menggoda untuk disentuh, menarik untuk dikomentari bahkan dicaci. Banyak manusia tak pernah mau tahu apa yang dilewati sang pelaku. Banyak juga yang masa bodoh dengan dampak atas apa yang telah mereka lakukan terhadap kehidupan orang lain. Tak jarang memutarbalikkan tujuan, memutarbalikkan fakta. Selalu saja, ada udang dibalik batu dan bersikap pura-pura tidak tahu.
Untukmu yang sering mengganggu dan ikut campur kehidupan orang lain, kuberitahu satu hal: selama otakmu masih berjalan sebagaimana fungsinya, silakan maksimalkan untuk mengurus urusanmu sendiri dan abaikan orang lain bila memang tujuannya ingin mengotak-atik kehidupan mereka. Apa kau tidak merasa jijik dengan sikapmu sendiri?
Mind your own bussiness, you never (and not really want to know) what we have been through!
Ki, semoga yang disemogakan cepat terealisasi dan semoga kamu kuat ditanya kapan nikah.
Sungguh kurang ajar rindu itu. Datang tiba-tiba lalu mengakar dengan mudahnya. Padahal, apa balasan dari rindu? Tak ada. Bahkan kadang rindu merusak segalanya.
Meredam rindu adalah respon wajib para perindu bila yang dirindukan tak pernah diamini oleh norma dan agama. Menyimpan kerinduan adalah alternatif yang paling aman dilakukan oleh mereka yang meredam perasaan. Mengenyahkan rasa rindu adalah jawaban yang selalu dilakukan. Karena apa baiknya mengubar rindu? Apa dampaknya menyampaikan kerinduan? Apa untungnya memelihara hal yang bisa membuat kita silap hati dan rasa?
Biarkan rindu ikut menyelinap diantara hembusan angin. Biarkan rindu ikut berpencar diantar percikan hujan. Biarkan rindu ikut membahana diantara tawa manusia. Karena dasarnya, kita benar-benar tak tahu apa rasa ini sesungguhnya. Benarkah itu rindu atau sekedar hawa nafsu?
Ciparay, 23 Agustus 2015
Iya. Saya sedang rindu.
Masih tentang penghargaan. Saya tiba-tiba berangan-angan bagaimana jika saya mendapatkan penghargaan, walaupun ini cenderung mustahil untuk didapatkan. Hahaha. Tapi anggaplah khayalan ini nyata. Jika saya mendapatkan penghargaan, saya akan mengatakan ini:
Assalamu'alaikum wr wb.
Alhamdulillah, hingga detik ini Allah masih sayang kepada saya dan kita semua sehingga kita masih bisa bernafas. Terimakasih juga kepada Allah atas kejutan-kejutan yang bertubi-tubi datang di tahun ini. Ada yang menyenangkan dan ada yang tidak. Dan hari ini saya mendapat kejutan yang menyenangkan. Terimakasih kepada seluruh voter yang memilih saya. Semoga anda semua selalu disayang Tuhan dan tidak menyesal telah menetapkan pilihan ini kepada saya. Terimakasih juga kepada kalian, barisan para mantan dan semua yang pergi tanpa pernah aku miliki *malahnyanyi*.
Semoga hati ini tetap membumi dan menyadari bahwa diri ini terbuat dari saripati tanah dan akan berakhir di sebuah lubang di tanah.
Sekian.
Fenomenal gak? Enggak ya? Yasudahlah. Hahahaha
Ciparay (yg kabarnya bukan bagian dari Bandung karena saking nyungsepnya), 23 Agustus 2015.
Umbul-umbul bertebaran dimana-mana. Penjual bendera hadir dan dapat ditemukan dengan mudahnya. Bahkan, gapura berdiri di jalan kampungku yang tak pernah kulihat sebelumnya. Kata adikku, dulu saat Peringatan Hari Kemerdekaan ke-60 diselenggarakan, gapura itu juga berdiri megah disana. Ah ya, kami larut dalam suka cita hari ulang tahun lahirnya negara Indonesia tercinta.
Sore ini Bandung diguyur hujan deras. Saya masih bekerja saat itu. Hujan membuat saya waswas. Karena daerah kantor saya adalah daerah banjir di Bandung yang terkenal dimana-mana: Dayeuhkolot.
Hujan deras itu sempat membuat jalan raya di depan kantor terendam genangan air. Tentu saja warnanya hitam pekat, bercampur dengan limbah pabrik tekstil yang ada diberbagai penjuru Dayeuhkolot, Palasari, Cisirung dan sebagainya. Tapi bukan tentang banjir yang akan saya ceritakan disini.
Saat pulang, saya melewati kawasan Ciodeng, Bojongmalaka dan Andir. Semua daerah itu adalah daerah banjir parah. Kedalaman air bisa mencapai 1-2 meter. Tapi daerah ini juga menyiratkan semangat kemerdekaan. Umbul-umbul terpasang dimana-mana. Warna warni ceria yang didominasi merah dan putih menghiasi sepanjang jalan. 70 tahun, bukan waktu yang sedikit. Bukan waktu yang sia-sia begitu saja.
Terimakasih para pahlawan, tanpa perjuangan kalian kami tak akan bisa seenaknya memasang atribut kebersatuan kami sebagai bangsa Indonesia. Terimakasih para pemuda, tanpa gelora jiwa muda kalian kami tak akan bisa menikmati beragam perlombaan yang tak membedakan baik si kaya dan si miskin maupun si darah turunan dan pribumi rakyat jelata. Terimakasih Tuhan, tanpa izinmu, mungkin saya tak akan pernah bisa menulis tulisan ini. Mungkin saja, internet tak akan pernah diizinkan masuk di negeri penuh keragaman ini.
Menurut saya, Indonesia sudah merdeka.
Sumber: disini |
Kata orang, memilih pasangan itu salah satu kriterianya adalah bisa membuat tenang. Bukan mereka yang malah membuat hati gundah, bahkan gegana alias gelisah galau merana *goyang maaang*
Tapi bagi saya, membuat tenang juga ada di salah satu kriteria memilih teman. Mengapa teman harus dipilih? Karena menurut saya teman bisa menjadi alternatif solusi sarana perbaikan diri. Jadi, saya tak ingin sembarang berteman. Mungkin ini juga yang membuat saya cenderung kaku dan kurang membaur. Mari tinggalkan bahasan tentang saya, kita bahas tentang teman yang membuat tenang.
Begini, teman bak cerminan diri kita sendiri. Meskipun terkadang diri ini berbeda dengan mereka yang menjadi teman kita. Mereka tempat berbagi mimpi, harapan bahkan beragam topik pembicaraan baik yang jelas maupun tidak. Mereka adalah keluarga sementara saat manusia di rumah tak mengerti dan tak mau mengerti tentang kita (atau sebaliknya).
Teman memang tak bisa menggantikan posisi keluarga sebagai manusia terdekat kita. Tapi teman terkadang bisa masuk ke dalam definisi keluarga itu sendiri.
Memilih teman yang membuat tenang membantu diri kita untuk melakukan hal yang sama dengan mereka. Nasihat dan kritikan mereka tak lagi terasa menyakitkan karena disampaikan dalam candaan atau muncul ditengah-tengah obrolan tentang banyak hal. Teman yang membuat tenang tak akan enggan menegur bila otak kita tak bisa digunakan. Mereka juga yang tak segan 'menampar' kita untuk menyadari kelebihan yang kita abai terhadapnya. Mereka mungkin kepanjangan kasih sayang orangtua yang tak bisa menembus benteng pertahanan yang kita bangun sekian tahun lamanya.
Terakhir, memilih teman yang membuat tenang membantu saya mengontrol kegilaan yang sudah lama bercokol dalam jiwa dan raga.
Terimakasih Omah, telah menjadi salah satu dari mereka yang membuat saya tenang :-)
Bandung, 22 Juli 2015
Sumber: deafitsa.blogspot.com |
Sumber: aswajamuda.com |
Kapan ke Uzbekistan? Dari Tony. |
Kapan ke Uzbekistan? Dari Tony. |
source: http://thumbs.dreamstime.com/ |
source: http://previews.123rf.com/ |
Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)