Dua jenis berita yang membuatku geram dengan perasaan yang berbeda. Yang pertama adalah kisah pilu dari negeri dimana Masjidil Aqsha, kiblat pertama muslimin berada. Yang kedua adalah gerakan 'absurd' ISIS yang mengatakan bahwa umat Islam sudah melenceng dari ajaran Islam dimana mereka mengunjungi ka'bah hanya untuk menyentuh kiblat muslim sedunia itu, bukan karena Allah.
Duh, Gusti.
Berita pertama membuat hati saya pilu. Apalagi ditambah dengan foto-foto maupun video-video yang penuh dengan darah. Sungguh, perpindahan rumah suci ke Masjidil Haram benar-benar upaya preventif terbaik, menurut saya.
Konflik Israel-Palestina bak cerita legenda yang tak pernah berakhir menjadi legenda karena masih aktual hingga sekarang. Yang membuatku tertohok adalah beberapa fakta tentang Palestina yang kubaca di sosial media akhir-akhir ini. Fakta yang mengatakan bahwa mayoritas penduduk Gaza adalah hafidz, setiap orang mendambakan syahid, tingkat pendidikan mereka rata-rata strata 2. Masya Allah. Terlepas berita itu benar atau hoax, entah mengapa saya bahagia sekaligus merinding dibuatnya.
Ini akan terdengar tendensius dan sangat subjektif, tapi saya adalah salah satu orang yang berpendapat bahwa perang di Palestina adalah jihad. Jihad karena membela diri dari serangan manusia tak tahu malu yang berkumpul menjadi sebuah koloni dan diberi judul negara bernama Israel. Meskipun saya tahu, tidak ada yang membahagiakan dari peperangan, yang ada hanya kerusakan, kesedihan dan permusuhan. Tapi bukankah kita harus mempertahankan diri untuk tidak diremehkan dan diinjak-injak orang lain? Namun jujur, bisakah Palestina-Israel berdamai? Bisakah Israel berhenti mencaplok negara Palestina terutama Gaza? Bisakah?
Ya, yang saya lakukan baru bisa berdoa saja. Berdoa untuk keselamatan para muslim disana. Berdoa untuk kelapangan kedua belah pihak agar mau menghentikan gencatan senjata. Berdoa agar para keluarga yang kehilangan keluarganya atau bagian tubuhnya diberikan ketabahan dan kelapangan hati. Berdoa agar semua kutukan untuk menghancurkan Israel berhenti lalu berganti dengan doa yang baik untuk sesama muslim. Berdoa agar semua bisa diatasi. Ah, bagaimana pula dalam perang semua hal bisa diatasi :(
Oh ya, saya juga berharap agar berita-berita yang menampilkan banyak foto berdarah itu segera berhenti. Jerih hati ini melihatnya :'(
Berita kedua membuat hati saya pilu juga. Sependek itukah cara berpikir mereka? Mungkin mereka lupa, dulu saat Rasululah masih ada di dunia, ia melarang pembunuhan terhadap musuh yang bersyahadat sebelum mereka dibunuh oleh tentara Islam. Walaupun mungkin saja alasan syahadatnya orang tersebut agar ia selamat dan tidak dibunuh.
Nahnu nahkumu bi al-dhawir wallahuyatawallas sarair (kita hanya menghukum apa yang tampak dan hanya Allah yang menentukan apa yang ada di dalam bathin orang)
Ya, saya tidak perlu melanjutkan apa yang ingin saya katakan. Jelas bukan? Kita tidak bisa menilai 'sebenar-benarnya' iman seseorang. Yo sampeyan iku sopo to bisa tahu isi hati orang lain?
Terlebih lagi berita selanjutnya yang saya baca adalah bagaimana 'jihadis Islam' di Inggris sangat menginginkan lambang ISIS bertengger di salah satu kota di negara mereka. Mereka ini mengaji Al-Quran dan mengkaji hadist Rasulullah yang mana sih? Pun dengan pimpinan mereka, Al-Bakr Al-Baghdadi. Sugan gelo kitu jelema ieu? Di kejadian apa Rasulullah mencontohkan penghancuran rumah ibadah? Apakah Rasulullah menghimbau untuk menyerang saudara seiman? Apakah Rasulullah mencontohkan menjadi bagian dari kelompok fanatik yang pendek akalnya?
Astagfirullahal'adzim.
Manusia itu diciptakan sempurna dengan akalnya. Sempurna dengan akal yang terkadang tidak berfungsi optimal. Akal yang dengan logikanya bisa dengan mudah dibolak-balikkan oleh rangkaian kata dalam sebuah perdebatan maupun perbincangan tentang agama. Akal yang diciptakan Tuhan dan dimainkan oleh ciptaan-Nya untuk menggugat Sang Pencipta. Ah, kau.
Saya jadi penasaran, seberapa berpengaruh si Al-Baghdadi itu. Seberapa sempurna sih ideologi yang ditawarkannya. Seberapa paham sih dia dengan semua kalam Tuhan dan sabda Rasul-Nya. Seberapa sih. Mungkinkah dia adalah salah seorang calon penghuni rumah sakit jiwa dengan diagnosa skizofrenia berwaham kebesaran? Entahlah.
Ya, saya bukan salah satu dari segelintir orang yang lebih paham agama dibandingkan manusia aneh bernama Al-Baghdadi itu. Sholat saya masih belum cukup untuk bekal mati esok hari. Kemampuan mengaji saya juga masih dibawah standar. Pemahaman dan pengetahuan saya tentang hukum-hukum Islam juga masih jauh dari kata 'paham'. Saya sedang kesal saja. Kesal karena kalimat berjuang untuk Allah dipermainkan seenaknya. Kesal karena semua tingkah anarkis mereka dilegitimasi sebagai upaya berjuang untuk Islam. Kekesalanku juga untuk organisasi atau lembaga yang senada dengan ISIS ya.
Coba bertanya kembali kepada diri sendiri, benarkah yang kita lakukan sudah mewakili kalimat 'berjuang untuk Islam'?
0 comments:
Post a Comment