Ternyata oh
ternyata dia adalah Talent Acquistion Manager untuk regional Asia Pasific,
alias suhu saya di Asia Pasific. Kami sempat chatting sebelum berangkat, dia
yakin kalau kami akan berada di pesawat yang sama dari Dubai ke Brussels. Tapi
karena saya kekeuh kalau saya bakal transit di Abu Dhabi bukan di Dubai, maka
saya bilang itu tidak mungkin. Oh ya, saya sempet norak bantah-bantahan tempat transit
dengan teman kantor. Dia bilang kalau saya akan transit di Dubai, tapi saya
kekeuh saya transit di Abu Dhabi. Saat saya dapat tiket berangkat, saya tertawa
dan malu disaat yang bersamaan, ternyata saya transit di Dubai. Mwahahahahha.
Kembali ke
cerita di Dubai. Saya senang akhirnya ada teman selama perjalanan 7 jam menuju
Brussels. Tapi karena tempat duduk kami berbeda, maka kami tidak bisa
berbincang bersama. Saya duduk di pinggir jendela. Senangnya akhirnya bisa
melihat langit dan awan. Ternyata orang yang duduk di sebelah saya adalah
lelaki bule yang tinggi banget. Wajahnya kalem banget. Saya awalnya mau
nanya-nanya sok kenal sok dekat gitu, tapi karena sadar bahasa Inggris saya
tingkat obladi oblada, akhirnya saya urungkan niat tersebut. Tak lama setelah
pesawat meninggalkan Dubai, lelaki itu pindah duduk karena memang ada kursi
kosong di sebelahnya. Dan kami terpisah oleh kursi kosong.
Tak lama
kemudian, partner saya dari Asia yang saya temukan di Dubai mengalami gangguan
di tempat duduknya. Chargernya tak berguna. Jadi ia disarankan oleh pramugara
untuk pindah tempat duduk. Pramugara itu bertanya apakah dia mempunyai teman di
pesawat ini? Teman saya itu menjawab ada dan menceritakan ciri-ciri saya.
Singkat cerita teman saya itu pindah ke samping saya. Satu sisi saya senang,
satu sisi bingung. Mau ngobrol apa coba? Zzzzz.
Ternyata
partner saya itu riweuhnya kayak saya. Senang sekali bercerita sampai saya
bingung motongnya dimana. Tak lama situasi ‘awkward’ terjadi. Kami semua sedang
makan pagi. Ditengah sarapan, pramugari menawarkan minuman tambahan. Saya
meminta air lagi. Karena tenggorokan saya kurang bersahabat. Partner saya itu
minta jus tomat karena ngiler lihat jus tomat abang-abang bule yang ada di
sebelanya. Di akhir sarapan, partner saya itu mau ke toilet. Sedangkan
alat-alat makan kita belum diambil oleh pramugari. Karena riweuh dan ingin
cepat ke kamar mandi, saya menawarkan diri membawakan alat makannya untuk
disimpan di meja saya.
Sepulangnya
dari toilet, teman saya itu merepotkan saya dan abang bule itu kembali. Dia
masuk ke kursi dengan grasak grusuk. Kau tahu apa yang terjadi? Jus tomat yang
isinya tersisa ¾ itu tumpah ke jaket dan celana saya. Hwaaanjeeerrrrrrrrr!!!
Jaket warna
putih saya pun berubah warna di beberapa bagiannya. Dia kebingungan dan saya
juga bingung bercampur kesal. Bete sumpah. Bukan butuh tatih tayang ya, tapi
butuh tendang dan tonjok orang. Saya coba lap air tumpahan jus dengan tisu yang
ada. Kesel banget lah. Dia juga merasa bersalah dan dengan polosnya bertanya,
“Do you feel
disappointed, Kiki?”
Menurut
nganaaa??? Tapi yasudahlah, nasi sudah menjadi bubur, jus tomat sudah tumpah ke
jaket saya. Dia bilang agak kecewa dengan rasa jus tomatnya karena terasa tidak
fresh, jadi tidak dihabiskan. Saya masih kesal dan tak menanggapi ceritanya.
Saya jadi berasumsi dalam hati, sepertinya saya juga orang yang menyebalkan
seperti ini. Hahahaha.
Singkat cerita
sisa perjalanan membuat saya BT tingkat dewa. Saya putuskan untuk melakukan
defense mechanism yang selalu saya lakukan saat merasa kurang nyaman dan kesal,
tidur. Saya tidur setenga perjalanan menuju Brussels dan kembali bangun saat
makan siang. Partner saya itu mencoba membangun good rapport kembali, tapi saya
sudah kadung kesal. Masa bodo dia manager Asia Pasific.
Singkat cerita
kami sampai di Brussels. Kondisi Brussels tertutup kabut dan suhu udaranya
sekitar 3-4 derajat celcius. Rencana saya tidak pakai jaket sesampainya di
Bandara saya urungkan sudah. Walhasil saya adalah satu-satunya makhluk
berkerudung dan berjaket kotor yang turun dari Emirates ke Brussels. Malu, gak
PD, tapi yaudah lah ya. Mau gimana lagi. Besok-besok kalau pergi jauh jangan
pernah pakai warna putih lagi. Heuheuheu.
Sesampainya di
bandara kami langsung menuju petugas imigrasi. Rasa malu bertambah saat
mengantri. Ternyata saya gak se-PD yang saya bayangkan. Huh.
Giliran saya
menghadap petugas imigrasi, petugas hanya bertanya untuk urusan apa saya datang
ke Belgia, saya bilang untuk training dari perusahaan. Lalu saya dapat cap
imigrasi. Saya jadi agak heran dengan cerita orang-orang yang sulit menembus
negara di Eropa karena saya tidak merasakan kesulitan sama sekali. Apa mungkin
karena saya datang kesana untuk urusan bisnis ya? Entahlah.
Ini trip
pertama saya ke luar negeri dan trip kedua saya menggunakan pesawat. Saya tidak
tahu bagaimana saya menemukan koper saya saat di bandara. Karena partner saya
itu sudah pernah ke USA dan UK. Saya dengan PD-nya ngikutin dia kesana kemari.
Ternyata dia juga sama gak tahunya dengan saya. Ah gue sial banget sih. Haha.
Setelah lama
muter-muter dari konveyor satu ke konveyor selanjutnya, akhirnya saya sadar
yang menjadi clue utama adalah nomor penerbangan dan maskapai yang digunakan
untuk sampai di Brussels. Ternyata koper saya ada di konveyor 7, dimana abang bule
ganteng juga nunggu disana. Karena kesal dan merasa bego, saat saya menemukan
clue tersebut, saya langsung menunggu koper saya di konveyor 7. Partner saya
itu entah ada dimana.
Tak lama
kemudian saya menemukan koper saya. Saya mencari partner saya dan menunjukkan
konveyor dimana kopernya bisa ditemukan. Tak lama kemudian, dia menemukan
kopernya. Kami beranjak ke pintu keluar. Disana kami mencari supir hotel yang
berdiri nyempil di pojokan. Lalu kami langsung pergi ke hotel. Di perjalanan
kami tak banyak berbincang. Saya masih kesal dan kelelahan karena thawaf di
beberapa konveyor yang ada di bandara.
Sekitar satu
jam berlalu, akhirnya kami sampai di Keizershof Hotel di kota Aalst, Belgia.
Sesampainya di hotel saya baru sadar ternyata saya sudah sampai di Belgia.
Hahay. Saya ke luar negeri euy!
Tak semua hal
bisa berjalan mudah selama enam hari berada di negara kecil bernama Belgia. Ternyata,
hidup di ‘dunia berbeda’ walau hanya sementara itu susah ya..
0 comments:
Post a Comment