Niatnya, saya ingin buat runtutan cerita perjalanan saya ke Aalst, Belgia. Tapi karena hasrat untuk menulis hal ini lebih banyak dari yang lain, maka saya dengan senang hati mengubah runutan cerita tersebut. Hahaha. Jadi, ini cerita saya saat nyempil di Belgia.
Youngest Participant
Saat menerima email list peserta training yang saya ikuti, saya langsung kepo-in orang-orang itu di situs kantor. Ternyata oh ternyata, semua peserta itu HR Manager. Pun kalau bukan HR Manager, mereka recruitment specialist. Panik dong tentunya. Saya coba baca modul yang diberikan, tapi apa yang saya baca mental entah kemana. Ah, saya terlalu anxiety.
Hari H tiba. Saya benar-benar jadi peserta termuda di training ini. Mereka rata-rata sudah bekerja selama lebih dari 3 tahun. Satu sisi saya merasa beruntung. Tapi di sisi lain saya malu juga. Mana style fashion yang jauuuuuuuhhhhh berbeda (saya gak tahu kenapa, hampir setiap hari para partisipan training pakai baju gelap-gelap terus), pengalaman jauuuuuuuhhh berbeda, eeehhh kemampuan bahasa Inggris juga jauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuh berbeda. Saya agak sedih melihat wajah orang-orang yang saya ajak ngobrol sampai kerang-kerung gak jelas saking ingin ngertinya dengan apa yang saya katakan. Kenapa mulut saya gak selancar telinga saya waktu mendengar penjelasan trainernya yaaah???? Tapi serius loh, seminggu disini jadi trigger tambahan untuk belajar bahasa lebih intens lagi. Sedih tau rasanya orang bule sampai ngenes gitu mau ngertiin apa yang kita omongin. Padahal di otak itu susunan kata-kata dan grammarnya sudah tersusun rapi, tapi saat terungkap jadi pabalatak. Yah begitulah.
Walaupun begitu. agak beruntung juga jadi partisipan termuda, dimaklumin terus. Hahaha. Ini gak baik sih ya buat perkembangan. Saking oon-nya, saya presentasi sampai belibet banget dan seluruh partisipan komentar hal yang sama:
"Take your time, Kiki. You don't need to be worry at all."
The Only One Muslim Girl
Yap. Saya minoritas. Jadi minoritas itu gak enak sodara-sodaraaaaa. Mau makan susah, mau jalan-jalan dilihatin orang banyak dan mau bertingkah gila-gilaan takut malah jadi ngasih cap jelek ke agama sendiri karena setiap orang lihat dari penampilan luar. Ah, complicated.
Saya pernah tanya apakah makanan atau minuman yang pelayan restoran bawa itu adalah makanan halal atau bukan, dia jawab dengan nada heran:
"This is only a common Belgium bread, Belgium chocolate and no meat."
Lah, emangnya halal food cuma meat doang yang harus dipastiin halal? Tapi karena saya sudah rekues makanan halal jauh-jauh hari, rasanya sudah merasa aman saja kalau makan bareng-bareng dengan peserta training lainnya.
Mungkin jadi kebiasaan umum untuk ditanya atau nanya, "is the food fine for you?" atau "do you like the food?"
Buat saya agak gimanaa gitu ya pertanyaannya, tapi ya sudahlah. Saya selalu jawab very fine atau very nice.
Suatu siang ada salah satu partisipan yang baru datang melihat makanan saya berbeda dengan yang lain, dia langsung tanya temannya, kenapa saya diberi makanan berbeda? Hanya bertanya sih, tapi saya jadi agak sensitif saja. Hahaha. Mau 'dapet' kali ya.
Karena waktu sholat dzuhur disini hampir sama dengan waktu di Indonesia, saya selalu minta izin terlambat ikut sesi pasca istirahat makan siang selama kurang lebih 10 menit untuk sholat. Agak gak enak sih, tapi semua berjalan dengan cukup baik.
Ah ya, kalau mau makan di Aalst yang bisa terjamin halal, coba melipir sebentar ke kedai kebab Turki di dekat sungai Denver. Porsinya banyaaakkk pisaaann. Selain itu juga cukup murah daripada beli dimana tau.
Aalst, Kota Karnaval yang Tenang
Antara beruntung dan sedih training dilaksanakan di kota Aalst. Kota ini sangat terkenal dengan karnaval boneka di bulan Februari. Karena saya hadir di kota ini bulan Desember, jadi ya gak akan nemu karnaval boneka.
Saya sampai ke Aalst jam 2 siang. Tapi saya tidak melihat siapapun disana. Jangankan di Aalst, di bandara saja hanya beberapa orang yang ada disana. Heran saya juga, bandara penerbangan internasional, tapi kayak bandara penerbangan lokal. Kembali ke Aalst. Sungguh, pertama kalinya saya melihat manusia berkeliaran di kota ini di jam 7 pagi saat saya iseng-iseng ingin cari angin di pagi hari yang masih gelap seperti jam 4 subuh waktu Indonesia.
Sebagaimana kota-kota di Eropa, Aalst sangat artistik. Saya seperti melihat Braga dimana-mana. Apalagi di hari Jumat akan dibuka Pasar Natal. Aiiihhh. Pasti asik kan melihat banyak orang di kota tenang ini. Eh tapi, apa saya gak akan jadi pusat perhatian ya? Eh tapi, kapan lagi jadi 'bule' di tengah-tengah orang bule? Hahaha.
Alkohol dan Party
Saya tidak bilang semua bule suka minum alkohol, tapi hampir seluruh partisipan (mau dari western europe kek, Afrika kek, bahkan Asia) semua minum alkohol. Saat orang-orang bilang 'cheeerrss' sambil angkat gelas mereka, saya ikut-ikutan angkat gelas jus atau teh saya. Haha.
Saya jadi mikir dua kali berharap dapat suami bule kulit putih. Gak kuat gue sama perbedaan kultur yang jauh banget kayak gini. Fufufu. Orang Indonesia aja ah, tapi yang bisa bawa keliling Eropa. Hoho.
Selain alkohol, mereka senang dugem. Tapi hebat loh, mereka dugem sampai jam 3 pagi. Jam 9 sudah ada di tempat training dan GAK NGANTUUUKKK!!!! Padahal saya tidur jam 10 atau jam 9-an dan bangun jam 6, tapi ngantuk saat training. Mwahahahahha.
Jadwal Sholat
Agak aneh rasanya sholat shubuh jam setengah 7 pagi dan sholat maghrib jam setengah empat sore. Asik nih kalau lagi puasa bayar hutang.
Jam setengah tujuh memang segelap shubuh di Indonesia, tapi gelapnya akan bertahan lama hingga jam setengah 9. Setelah itu, akan gelap lagi jam 4 sore. Saya sempat keliling-keliling ke Gorte Markt alias Grand Place alias alun-alunnya Aalst hingga jam 6 sore dan kami buru-buru pulang karena berpikir saat itu sudah jam 9 malam.
Tapi sungguh ih, kangen suara adzan. Hikshikshiks. Saya sempat nangis waktu buka video adzan di youtube. Aaaaahh, Mamah hoyong uuiiiihhhh~
Jam Kerja
Seluruh manusia di muka bumi Belgia meyakini 8 jam kerja. Mereka menjaga profesionalitas dengan bekerja dari jam 9 pagi hingga jam 5 sore atau jam 10 pagi sampai dengan jam 6 sore. Hampir semua toko yang ada di Belgia tutup jam 6 sore. Jadi, jangan harap untuk bisa jalan-jalan cantik di malam hari.
Toko Coklat
Oh ya, kemarin-kemarin saya sempat agak kecewa karena saya tidak akan mungkin sempat untuk mampir ke Brussels karena jarak Aalst-Brussels sekitar 1 jam lebih. Selain itu, saya juga gak punya uang banyak buat beli tiket kereta. Haha.
Nah, di Aalst ada toko coklat terkenal bermerek Leonidas. Jadi, gak usah jauh-jauh ke Brussels untuk membeli coklat. Gak jauh dari Gorte Markt. Coba mampir ke toko buku yang ada di sekitar Gorte Markt. Ada majalan Psikologi dan juga Christmas Card disana. Tapi saya cari postcard, jadi saya harus rela mampir doang di toko ibu tersebut.
Apa lagi ya? Ah lupa.
Eh tapi ada satu pelajaran saaaangaaaaattt berharga bagi saya. Bahasa adalah kunci kita mengerti dan membuat orang lain mengerti kita. Andai saja saya bisa bahasa Inggris dengan lebih baik lagi, saya bisa dengan percaya diri tanya jawab saat sesi training dilaksanakan tanpa ragu-ragu nanya, 'do you understand my question?" dan mendapat respon ditertawakan dari seluruh manusia yang ada di dalam ruangan.
Fluent in English juga memungkinkan kita untuk bertingkah lebih sopan atau kurang lebih sama sopannya dengan orang-orang di sekitar kita. Sebetulnya, cara setiap orang dari beragam negara berbeda untuk bersikap sopan itu serupa loh. Ada nyungkun juga ternyata di luar negeri teh. Walaupun penngungkapan beberapa hal cenderung lebih terbuka dan langsung.
Yah begitulah cerita saya saat nyempil di Belgia. Kalau ingat lagi, saya tambah postingan lainnya. See you later.
Aalst, 4 December 2014
0 comments:
Post a Comment